Tempatnya, Ruang
dalam rumah besar di Jl.WR.Supratman 59, Bandung. Karpet digelar, untuk tamu
yang datang, yang ingin mengikuti sesi workshop.
Yang direncanakan berlangsung mulai jam 10.00 pagi. Kalau pada rundown, akan
berlangsung dalam 2 sesi dengan total waktu sekitar 2 jam atau 120 menit.
Kenyataan, acara baru
berlangsung mulai 10.30 wib. Ada 2 pembicara yang dijadwalkan hadir ternyata
berhalangan. Salah satunya, Otto
Sidharta yang tengah sakit. Pada akhirnya, sesi workshop digabungkan saja
menjadi “sekali jalan”. Dengan para pembicara yang hadir adalah Didi Petet (aktor/sutradara teater dan
sahabat lama almarhum Harry Roesli), Herry
Dim (perupa, sahabat lama almarhum), Erick
Yusuf (kini juga ustadz, musisi sebagai bassis dan kibordis dari berbagai
program musik almarhum).
Ada juga 2 orang
wakil dari generasi “lebih muda” yaitu Gustaff
Iskandar dari Common Room Bandung lalu wartawan, Adib Hidayat dari Rolling Stone. Acara dibuka oleh Aat Soeratin (seniman, sahabat lama
almarhum) yang menampilkan apa yang disebutnya sebagai mukadimah. Acara ini
dipandu oleh Gideon Momongan. Sempat juga dipanggil kedpan, musisi kawakan
Bandung, Hari Pochang.
Sebuah acara ngobrol2
dalam rangka memperingati 10 tahun kepergian sahabat begitu banyak musisi,
budayawan, orang2 se Bandung, anak-anak jalanan binaannya selama puluhan tahun
dan banyak lainnya lagi dari berbagai bagai kalangan. Ya Harry Roesli, yang
meninggaldi Jakarta, 11 Desember 2004.
Tema
dasar memang mengambil judul nama acara sehari penuh itu. Siapa Sih HARRY ROESLI? Acara keseluruhan sendiri dijadwalkan berjalan dari
10.00 pagi hingga sekitra 10.00 malam.
Workshopnya menjadi acara pembuka, dan banyak
dihadiri kaum muda, para mahasiswa dan mahasiswi se Bandung. Terutama dari UPI
dan Unpas, dua kampus dimana Harry Roesli pernah mengajar, bahkan menjadi Guru
Besar.
Kita Menghikmati,
perjalanan Harry Roesli. Bukan sekedar memperingati ataupun mengenang beliau.
Mengambil hikmah dari perjalanan panjang almarhum dalam berkesenian dan
pelbagai hal, yang dijalani dan dilakukannya seumur hidupnya. Begitu kata Aat
Soeratin. Lebih penting kita menghikmati, selain menikmati karya-karya Harry
Roesli dan segala hal yang telah dikerjakan dan dihasilkannya untuk banyak orang,
selama hidupnya.
Obrolan
dibuka dengan membahas 3 lagu penting yang merupakan karya orisinal almarhum
Harry Roesli. Dipilihlah lagu, ‘Malaria’ dari album Gank of Harry Roesli - Phylosophy yang dirilis tahun 1973. Lagu
itu, termasuk albumnya tentu, pada saat dirilisnya sudah terasa banget bedanya.
Bukan seperti album yang sangat pop, yang beredar di masa itu. Hal itu
dikatakan Aat Soeratin dan diiyakan oleh Herry Dim.
Lalu
juga lagu, ‘Tiga Bendera’ dan terakhir, lagu bernuansa sangat heroik sekaligus
dramatis, ‘Jangan Menangis Indonesia’. Menurut Herry Dim, Harry membuat lagu
yang tak mengikuti standar lagu yang biasanya ada. Baik pada pilihan kata dalam
syair, maupun pada struktur. Tiga Bendera berasal dari album Tiga Bendera
dirilis akhir 1970an.
Kadang
kata-kata dalam syair bait kedua bisa bertentangan dengan bait pertama. Pilihan
katanyapun tak biasa, membuat orang harus mendengarkan baik-baik untuk
memahaminya. Menurut Herry Dim, dan diiyakan Aat maupun Erick Yusuf, ada banyak
kosakata yang dipilih secara aneh dan secara kalimat, yang bisa mengartikannya
hanya Harry Roesli seorang saja....
Dekonstruksi, Multi
struktur. Terasa betul, tak berkeinginan sama sekali mengikuti jalur maintream musik yang ada. Membuat lagu
bukan melulu "menghibur" tapi malah mengajak orang berpikir. Kalau
begitu model lagunya, bagaimana bisa laku? Tapi Harry tak peduli perkara itu.
Begitu jelas Herry Dim.
Menarik, bahwa ada
cerita Herry Dim pernah mengajak diskusi dengan membuka lagu-lagu karya
almarhum, langsung ke yang bersangkutan. Ia membawa setumpuk tulisan atau
literatur untuk “mengkritik” Harry Roesli.
Dan hasil akhirnya
adalah, ia memang terbiasa menghasilkan lagu yang “tak lazim” atau berbeda.
Bukan pop, walau bisa saja terdengar mendayu tapi itupun sangat sedikit
sebenarnya.
Harry Roesli tetap saja menjalankan
pemahamanannya, keinginannya, ide-ide bermusiknya. Tak peduli laku atau
tidaknya. Maka Tiga Bendera pun dicatat Herry Dim memiliki 10 struktur dalam
lagu itu saja.
Jelas kan, tujuan
Harry Roesli membuat lagu, memang bukan untuk mengejar laku atau tidaknya.
Bayangkan saja, bagaimana hasil lagu dari Harry Roesli yang buat dia, lanjut
Herry Dim, musik itu adalah bunyi. Bunyi apapun! Aat Soeratin juga mengiyakan.
Lalu Erick Yusuf.
Dulu ia bassis, kibordis, kerap membantu berbagai pementasan Harry Roesli.
Harry mengajaknya untuk bergabung saat Harry melihatnya dengan grupnya
memainkan satu komposisi milik Chick Corea pada sebuah acara musik di Bandung.
Kumaha
Aing, itu yang
diingat Erick mengenai Harry Roesli. Ia yang memberi saya kebebasan dan
mendorongnya berkreasi musik tak terbatas. Berdiskusi terus tanpa henti. Kumaha
Aing itu begitu nempel diingatan Ucup, begitu panggilannya dan kini juga
dikenal sebagai ustadz itu.
Cerita Ucup lagi, almarhum pernah, membuat lirik lagu berdasarkan apa
yang dilihatnya seketika saat itu. Ia membuat itu di hadapan Ucup, di teras
rumahnya. Dia bisa menulis ada tulisan di sana di sebuah billboard gitu ,ada
hilir mudik mobil dan sebagainya. Ia lalu merangkaikannya. Sungguh, tak mudah
memahami apa yang ingin disampaikannya sebetulnya.
Ucup tak lupa
mengenang keberadaannya, selama bermukim di "padepokan" Supratman 57
itu. Jadi, rumah Harry Roesli itu memang “markas” yang lengkap jadi pondokan
juga. Bagaimana misal, pagi-pagi Harry Roesli membangunkan anak-anak di situ
dengan cara....melempar jatuh sebuah cymbal.
Cymbal dilempar
begitu saja kelantai, jadi bayangkan bunyinya! Semua tentu saja kaget dan pasti
langsung terbangun. Dan Harry hanya tertawa lebar dan pergi meninggalkan mereka
yang “terpaksa” bangun itu!
Menurut Ucup lagi,
Harry juga jiwa sosialnya begitu tinggi. Ia selalu sajamembantu orang-orang,
memberi transport misalnya. Apalagi memang ada yang membutuhkan bantuan, ia
langsung merogoh kocek dan memberikan uang. Padahal, Ucup berkata rada terbata,
saya dan kami tau Harry itu bukan orang kaya. Ia ga punya uang banyak. Tapi ia
terus peduli dengan orang lain.
Alau dari sisi peduli
pada orang lain, Herry menambahkan cerita. Ia pernah protes keras kenapa Harry
harus ngebodor konyol di sebuah
stasiun televisi, berkostum model Romawi gitu. Dia kritik keras via telephone.
Harry langsung memanggilnya datang. Ia bilang, saya tuh harus tahu sikon di
saat itu. Apa sih salahnya kita sekali menghibur orang? Ga rugi...
Jadi, lanjut Herry
Dim, bahkan ia mengorbankan dirinya sendiri untuk ya sekilas kan seperti
kesannya dipermalukan orang. Ia bertujuan hanya menghibur, dan orang memang
suka. Ia senang, walau entah ia sadar atau tidak, ia telah mengorbankan dirinya
sendiri...
Kalau soal rumah
sekaligus menjadi “pemondokan” itu, bahkan Didi Petet juga pernah mondok di
Supratman 57 itu. Oh ya, rumah Harry Roesli sebenarnya pas di sebelah rumah
yang sekarang, yang di Jl.WR.Supratman 59. Rumah yang sekarang juga menjadi
markas RMHR, dulu adalah rumah orang tua Harry Roesli. Harry dan anak-anak,
lantas setelah juga berkeluarga, tinggal di nomer 57. Kini rumah penuh kenangan
itu berubah fungsi menjadi sebuah cafe.
Kenang Ucup dan Didi Petet,
rumah nomer 57 untuk tidur dan diskusi, ngeband dengan Harry Roesli. Kalau di
rumah nomer 59, biasanya mereka dapat makanan di situ. Makan ramai-ramai dan
ibunda dari Harry sendiri yang memasaknya untuk mereka.
Didi membagi cerita
soal Ken Arok. Rock opera fenomenal yang dasarnya berbentuk model wayang orang
kontemporer itu. Dan serunya, Didi Petet ditunjuk menjadi...tukang bakso! Ya
tukang bakso keliling,lengkap dengan “gerobak” baksonya yang bukan didorong,
tapi dipikul itu.
Bayangin, apa hubungannya Ken Arok dengan tukang
bakso itu?
Tapi itulah Harry
Roesli.... Dan toh opera musikal itu menjadi fenomenal. Ia mungkin memang benar
terinspirasi Jesus Chris Superstar untuk membuat Ken Arok. Dan lihat ya, ini
tambah Aat, semua teks itu dinyanyikan lho. Semua ya harus bisa menyanyi, bukan
dialog kata-kata.
Kita mainkannya dengan...playback! Suatu hal yang sulit dan mengejutkan juga saat itu.
Kenapa harus
playback? Harry pengen saja memainkannya playback begitu, kenang Didi Petet.
Aat Soeratin juga ikut bermain di Rock Opera pertama dan rasanya, satu-satunya
yang seperti itu di sini bahkan hingga sekarang. Didi Petet mengakui, ya itulah
pengalaman pertamanya bermain teater, dibina seorang Harry Roesli. Karena itu,
selanjutnya ia keterusan di teater.
Harry itu sarat
ide-ide yang, kalau kata Didi Petet itu, Harry itu orangnya seringkali menabrak
tembok. Tembok gimanapun ya ditabraknya. Ia nekad dan tak peduli.... Ia tak
kenal jurang atau tembok pemisah. Dan yang saya ingat betul, lanjut Didi, Harry
urusan bertanggung jawab atas banyak hal itu, ya hadapi sendiri. Ia tak pernah
mengajak orang lain, atau berlindung pada orang lain. Ga pernah terjadi. Ia ke
depan sendirian!
Bagi Gustaf, yang
lebih suka menyebut sebagai "Oom Harry", ia teringat masa-masa demonstrasi
1998. Mereka sampai rapat dengan Pangdam Siliwangi lho, yang meminta para
mahasiswa tidak usah demo dan turun ke jalan. Di kampus saja. Mereka, termasuk
Harry Roesli mengiyakan saat itu.
Tapi toh Harry Roesli
juga yang mengajak mereka turun ke jalan. Tapi...tertib. Ia tidak mengajak
anarkis! Ia memimpin dengan apalagi kalau bukan, musiknya!
Ia tak menyuruh ribuan demonstran bakar-bakaran.
Padahal, kata Gustaf, kalau saja saat itu oom Harry meneriakkan bakarrr, pasti
massa ribuan akan segera melakukannya. Saya yakin banget soal itu, orang-rang
percay dan patuh banget sama oom Harry waktu itu.
Ia uh malah menjadi semacam
"penghubung" tapi sekaligus "penyeimbang". Termasuk tentunya
"penghibur" saat demo berlangsung. Ia memainkan musiknya dengan
gagahnya. Misal dengan lagu, 'Gitar Satu Senar''nya! Itu lagu yang selalu
dibawakan oom Harry saat demo dimanapun di seluruh Bandung.
Sementara itu bagi Adib Hidayat, terpenting ia
melihat bagaimana kalau bisa diupayakan rilis ulang segala karya Harry Roesli.
Antara lain melakukan perekaman ulang secara digital, transfer formatnya.
Sehingga lagu itu bisa diunduh di iTunes
misalnya. Agar anak-anak muda sekarang dapat mendengar, menikmati, meresapi spirit-spirit perjuangan Harry Roesli
yang tetap saja kontekstual dengan situasi dan kondisi hari ini.
Harry Roesli adalah memang berbeda. Ia seniman
memang tapi bisa masuk ke lingkungan manapun. Ia bisa terkenal dengan
ke-kritis-annya terhadap pemerintah. Galaknya syair lagunya, sindiran tajamnya
yang "disembunyikan" dengan kata-kata yang seringkali "tak
lazim" dipakai.
Dengan bungkusan musik yang sebagian besar itu,
begitu kompleks. Bukan lagu yang gampang. Dan itu sudah dilakukannya sejak awal
pemunculannya.
Lagu-lagu dengan
kompleksitas sangat tinggi dari Harry Roesli itu, pada selanjutnya rasanya tak
banyak yang mengikutinya. Sorry, bisa jadi ya, ga banyak juga orang “se-gila”
Harry Roesli dalam menghasilkan sebuah karya lagu. Bahkan hingga sekarang ini.
Musiknya beragam, rock, jazz, blues, pop sampai world music, electronica,
dan tentunya, progressive rock.
Tapi jangan lupa,
contoh "unik" ia pernah beken karena menjadi komentator ajang AFI,
yang belakangan "kontroversial". Itulah bukti konkrit ia kemana-mana.
Dengan pemunculannya di AFI ia lantas dikenal luas kalangan pemirsa televisi,
yang sebagian besar ibu-ibu dan perempuan itu.
Apalagi dalam hal mengumpulkan, mendidik,
merangkulpara pengamen jalanan yang sebagian besar anak-anak kecil, tak
berorangtua, ga jelas siapa orangtuanya. Ia benar-benar peduli dan merawat
mereka dan mendidik mereka. Tetap saja peduli, walau ia juga memiliki buah
hatinya, si kembar, Yala dan Hami.
Kalau
soal lagu-lagunya, menurut Ucup juga Herry Dim dan diakui Aat
Soeratin maupun Hari Pochang, Harry bukan berarti inginnya membuat lagu-lagu
yang susah. Kayak apa ya, Frank Zappa misalnya. Gentle Giant? Apapun
"inspirasi"nya... Hingga terakhir, ada Gino Vanelli misalnya.
Yang menjadi salah satu sumber inspirasi
"terkuat" untuk falsetto
vokalnya. Falsetto khas yang menurut Aat Soeratin pernah disebut oleh Remy
Silado, teriakan Harry, saat menggapai nada tinggi itu, disebut meringkik!
Range vokal Harry
juga lebar. Ini juga anugerah besar buatnya. Ia “dapat” saja suara rendah
dengan baik. Tapi mendaki nada tinggi, ia juga tak terlampau sulit. Ia memang
penggemar berat Gino Vanelli, penyanyi jazz rock ternama asal Kanada itu. Ia menyukai
Gino Vanelli karena falsettonya itu unik, selain musiknya juga bagus untuk
dinikmati.
Pada
penghujung workshop yang relatif santai itu diputarlah lagu ‘Jangan Menangis Indonesia’. Sebuah lagu yang juga
"kontradiktif", bayangkan... "Jangan" di depannya.
Janganlah Menangis...Janganlah bersedih...Indonesia. Tapi justru lagu itu nyaris
didomnasi nada-nada dan kata yang begitu menyentuh dan....sulit untuk tidak
meneteskan airmata bagi pendengar lagu itu!
Tapi simak dan resapi ujung lagu, Kami berdiri
Menjagamu Pertiwi! Kami berjajar Menjagamu Negara!
Pesannya itu dalam
dan tegas sekali, kata Aat Soeratin. Memang lagu menyentuh, tapi di sisi lain
juga sekaligus penggugah semangat. Semua yang mendengar, terkesan meresapi lagu
dan musiknya. Dan tak sedikit yang tak bisa menahan haru. Karena sekaligus juga
mengenang sosok si pembuat lagu yang sekaligus menjadi penyanyinya.
Kemudian
ada pesan Aat Soeratin. Menurutnya, Harry Roesli adalah inspirator sejati.
Inspirator karena ia memiliki banyak ilmu tapi
tak berhenti hanya di dirinya, ia menyebarkan, menularkan, menyampaikannya pula
ke orang-orang lain, ke generasi berikutnya. Sehingga ilmu itu menjadi
berarti.... Jadilah inspirator seperti itu. Jangan diam! */
*Terima kasih untuk
Kelg.Roesli dan...teh Eni Erliani.
*Mengenang Didi Petet
Siaran
Pers
Siapa Sih Harry Roesli?
Bandung, 7 Desember 2014
Tubuhnya lumayan gede. Paling tidak, berat badannya
“sedikit” di atas rata-rata orang kebanyakan. Rambut ikal panjang. Apalagi?
Pakaian selalu setia, berhitam-hitam. Suka protes, dalam ngomong di panggung
apalagi di lirik lagunya. Usil dan nakal, terutama juga dilirik lagunya. Senang
becanda dan supel sebenarnya, ke semua orang, bahkan ke yang baru dikenal
sekalipun.
Ada lainnya? Musisi, penyanyi, komentator acara AFI
yang paling kritis. Paling tidak itu yang termasuk, apa yang publik ketahui
dari sosoknya. Dan ia telah meninggalkan kita semua, pada 11 Desember 2004.
Lho, Harry Roesli bukannya ketua
panitya Pesta Seni ITB? Oooh, Harry Roesli sudah tidak ada?
Siapa Sih Harry Roesli, adalah sebuah perhelatan untuk tak hanya mengingatkan sosok beliau,
tentu saja terutama segenap sepak terjangnya selama hidupnya. Semisal,
mengingat lagi setumpuk repertoar lagu dan musik karyanya. Tak berhenti di situ
saja. Bukan hanya momen mengenang ketokohan beliau.
Kedua putranya, si kembar, Lahami Roesli dan Layala
Roesli, kini dengan kesadaran sepenuhnya terus menjalankan Rumah Musik
Harry Roesli. Mereka menjalankan apa yang menjadi pesan almarhum bapaknya,
Jangan Matikan Lampu di Meja Kerja Saya.
Keduanya bersepakat, didukung keluarga dan kerabat.
Termasuk dukungan sepenuhnya sahabat-sahabat sang ayahanda. Untuk menjadikan
momen mengenang 10 tahun kepergian Harry Roesli sebagai, menjaga
keberlangsungan hidup spirit hidup bapak. Biar terus bergaung dan nyaring, di
tengah-tengah kehidupan anak muda masa sekarang.
Karena, menurut Lahami, “Karena punya nilai positif
yang tinggi. Spirit beliau mempunyai kecerdasan emosional yg luar biasa. Dgn
penyebaran kecerdasan tersebut, saya harap anak sekarang lebih mempunyai “rasa”
terhadap sesamanya.”
Sementara kalau menurut Layala, Spirit bapak yang
ditangkapnya adalah, berdiri atas dasar yang kokoh dari Nasionalime, Humanisme, dan
spirit bermusik “Kumaha Aing”(Gimana Gua). Bapak, pernah berpesan sebelum kepergiannya. Dan messagenya sangat meaningfull yakni jangan matikan lampu
di meja kerja saya, yang artinya segala perjuangan beliau tidak boleh selesai.
Lahami juga menambahkan, keinginan terakhirnya selain
Jangan Matikan Lampu kerjanya adalah Bapak meminta saya untuk ikut mengawalnya. “Saya memahami hal tsb sebagai tugas saya utk mengawal spirit beliau”.
Harry Roesli sendiri, sepanjang hidupnya telah
menghasilkan tak kurang dari 17 album rekaman. Dari data terakhir yang dapat
dikumpulkan oleh Layala dan Lahami, mulai dari album Philosophy – Gang of Harry Roesli, yang dirilis tahun 1971.
Terakhir adalah album bertajuk, Si
Cantik, yang dilansir resmi tahun 1997.
Djauhar Zaharsyah Fachrudin Roesli. Lahir di
Bandung, 10 September 1951 dan meninggal dunia di Jakarta, 11 Desember 2004 di
usia 53 tahun. Ia adalah peraih Doktor Musik dari Rotterdam Conservatorium,
Belanda, lulus 1981. Dan iapun lantas menjadi pengajar, sampai tingkat Guru
Besar, di jurusan musik pada UPI
(Uniersitas Pendidikan Indonesia) dan Universitas Pasundan, keduanya di
Bandung.
Ia menikahi Kania
Perdani Handiman, pada 1981. Dan berputra 2 orang, ya si kembar itulah
dengan nama lengkapnya, Lahami Khrisna
Parana dan Layala Khrisna Patria.
Si kembar lahir pada 6 Juli 1982 di Bandung.
Panjanglah catatan karya musik almarhum Harry
Roesli. Termasuk juga teater, ataupun musik untuk teater yang seringkali
dilakukannya. Ia kerap bekerjasama antara lain dengan Teater Mandiri dan Teater
Koma. Salah satu karya monumental yang dihasilkannya adalah Rock Opera Ken Arok, di 1975, sebuah
pementasan teater berkonsep Wayang Orang
Kontemporer. Ken Arok dipentaskan perdana di Gedung Merdeka, Bandung, pada
12 April 1975. Disusul pergelaran kedua di Balai Sidang Senayan, Jakarta, pada
2 Agustus 1975.
Acara Siapa Sih Harry Roesli, akan digelar seharian
pada Minggu 7 Desember di Rumah Musik Harry Roesli (RMHR) Jl. WR.Supratman 59,
Bandung. Akan dibuka oleh sesi workshop pada jam 10.00 pagi, antara lain dengan
para pembicara adalah Oentari, Harry Dim, Erick Yusuf, Otto Sidharta.
Dilanjutkan pula dengan Didi Petet, Adib Hidayat, Gustaf dan Gideon Momongan.
Mengenai Seni Pertunjukkan beserta sejarah DKSB (Depot Kreasi Seni Bandung) ke
RMHR. Selain sejarah musik dan berkesenian Harry Roesli sendiri.
Selain itu ada penampilan monolog oleh Iman Soleh.
Didahului penampilan beatbox selain Lighthouse Band. Akan tampil pula
kelompok-kelompok musik lainnya seperti Juicy Lucy, Saran N Soul, Munthe,
Seniman Bangun Pagi, Rully Handiman, Tataloe. Diikuti Anaking bersama gitaris
Aria Baron. Tak hanya itu, ada pula Teman Sebangku, Kharisma, penampilan dari
Can I Rock serta Bandaneira. Tak lupa, penampilan 57Kustik sebagai grup musik
asal musisi jalanan yang dibina oleh RMHR.
Maka rumah di jalan Supratman itu nanti akan
kembali ramai, sama seperti situasi keseharian saat masih adanya Harry Roesli.
Tak hanya lampu di meja kerjanya saja yang tetap akan menyala. Biarlah seperti
kata kedua putra almarhum Harry Roesli, spirit bapak tetap hidup dan mewarnai
kehidupan masyarakat, terpenting hidup terus di luar Supratman, kediaman
mereka. Hidup dan menghidupi dan menyehatkan, kemana-mana dan dimana-mana.
Satu hal yang pasti, seorang Harry Roesli tak
melulu konsisten kok! Ia boleh konsisten berambut panjang terus, berkumis dan
bercabang, terutama berpakaian serba hitam. Tapi lihatlah karya-karya musiknya,
warna-warni terus. Harry Roesli toh senang juga warna lain, tak hanya sewarna
saja... / *
dM u RMHR - 3/12/2014
No comments:
Post a Comment