Mas Bro, musik itu lebih dari bisnis. Musik adalah lifestyle, buat gw. Begitu doski nyerocos. Eits bro. Kalau mau bro ya bro. Atau bray, juga boleh. Jangan “mas bro” dong. Terlalu ragu-ragu kesannya. Dan kita berdua ketawa-tawa lebar. Bisa aja elo mas. Ok then, so you choose, “mas”? Elo maunya gimana dong, bro? Nah mulai dah.... Udah mending, kita bersulang!
Di
meja depan kita ada beberapa botol. Botol air mineral sih. Mineral yang memberi
semangat dan kesukacitaan. Lalu ada piring berisi bitterballen dan kroket.
Gw ambil, dan doi langsung menyamber, “Elo Belande banget, mas...”
Emil
is his name. Emil, who? That’s
it,cukup Emil ajalah, begitu ucap doi. Emil pilih, pendek segitu aja.
Karena...”Well mas, biarlah gw independent,
ga bawa-bawa nama keluarga. Kan gw punya hidup sendiri. You know what I’m saying.... Bukan gw ga respek dengan keluarga,
apalagi dengan bokap atau orang tua. Konteksnya bukan itu.” So, ok then.
He’s rock n roller
skaleeee. Jadi, kayak gini deh. Bayangin, pagi sampai sore
ia berbatik, resmi banget! Dan ketemu gw, ok mas bro hahaha...ini gw kira-kira nine to five nya. Kita tertawa ngakak.
Tapi pantes kok, sesuailah bro. Ia buru-buru mencari ganti, maka baju batiknya
berganti t-shirt dan....dengan topi. Well, here you go.
Jadi
ceritanya ya, doski mengaku bokapnya ya mengarahkannya lebih ke bisnis. Mulai
dari pilihan sekolahnya. Ia di masa remaja, bersekolah di Amrk, coy. Pulang ke
sini, masuk SMA swasta di bilangan Kebayoran, sampai lulus. Mulailah doi
bermusik. “Ya bokap sih kurang setuju gw bermusik serius. Kalau sekedar have fun, ga apa-apa.”
Babe
adalah orang bisnis. Nah menurutnya, bakat seni mungkin dari sang ibu. Dulu di
masa mudanya, ibunya adalah penari. Gw waktu masih ya, 5 atau 6 tahun gitulah,
sering banget lihat ibu gw pasang lagu-lagunya Elvis Presley. Misalnya, ‘Love
Me Tender’ ya. Gw lihat, ibu gw ikutan menyanyi, dengan tenang, menghayati.
Asyik lihatnya. “Itu yang jadi awal gw mulai suka musik.”
Baru
terbuka lebih lebar wawasan musiknya, setelah liat media. Terutama televisi,
lewat MTV. Ia mengaku, jadi lebih suka lagi dengan The Beatles dan Rolling
Stones. “Itu 2 nama teramat pentinglah buat musik gw. Apa ya, ide-ide bermusik
gw kemudian, semua berasal sebenarnya dari inspirasi yang datang dari ke dua
namaitu. Susah ya, kalau omongin Rolling Stones dan Beatles, ga ada
habisnya....”
Ketika
ia di states sana, perlahan tapi pasti, musik jadi kayak way of life nya dia. “Gw kemudian nonton dan nikmatin banyak band,
macam-macam musik. Well, gw tumbuh dengan 80’s music ya bro. Dari yang keras macam Metallica, Van Halen, ke Police. Atau yang British,
kayak yang electronic gitu. Gw dengerin semua. Dan gw suka semua...”
Taste
elo jadi lebar banget ya bro? Iya karena suasana, pergaulan. Dan gw makin interes di musik. “Gw juga suka sampai ke
Journey misalnya. Termasuk juga Lenny Kravitz. Atau apa ya, Vertical Horizon,
Fuel, Creed. Named it. Yes aja gw jg
suka, Gensis. Elo suka apa mas, Gino Vanelli? Gw juga suka dan gw dengerin banget...”
Lalu
bandmu bro, State of Groove? Ok, ya
akhirnya gw kepikiran lebih serius, ngeband. Bikin band. Gw udah bisa main
gitar juga, “Walau terus terang, main gitar gw mah jelek banget mas bro....” Kumpulin
temen-teman waktu itu. Langsung bikin aja. “Nah, tantangan di band, bikin band,
ternyata lebih berat dari bikin keluarga...” Hahahaha, are you sure, bro?
“Iya
mas. Bikin band itu bukan perkara mudah. Harus ad pemimpinnya, yang punya jiwa
leadership. Dan harus bijaksana. Itu yang gw bilang, lantas lebh dari sekedar
bisnisnya. Bisnisnya penting, incomings kan? Tapi musik itu harus masuk dalam
jiwa, jadi bagian dari lifestyle. Maka jalaninnya akan lebih enak. Akan bisa
dinikmai prosesnya,” jelas Emil panjang. Dan gw setuju dengan pemikirannya
Emil.
Sekedar
info dikit, SoG di akhir 1990-an,
sebenarnya jadi band yang “berbahaya”. Itu diakui banyak musisi. Bahkan satu
ketika, Andy /rif waktu /rif nya mulai naik tinggi di saat itu, nonton SoG dan
langsung bilang, “Band ini gw sumpahin cepet bubar.” Yoih, sambil becanda dong.
Itu memang jadi pengakuan, Andy terkesima sama SoG. Apesnya, doa Andy terkabul?
Hahahaha,
Emil tertawa lebar. Sambil mengambil es batu, masukkin dalam gelas. Dan ambil
botol untuk nambah isi gelasnya. Yup, botol air mineral. Ia omong, “Yoih itu
dia. Doa Andy kesampaian. SoG hanya kuat jalan dua tahunan. Kita bubar. Sayang
sih sebetulnya. Tapi memang susah diterusin.”
Tapi
musiknya sebenarnya bagus banget saat itu kan ya, bro? Emil ketawa, iya itu
ketemu idenya gitu. “Kita di dalam SoG waktu itu asyik-asyik aja main. Banyak
yang langsung suka bro. Groupies aja langsung dapat, hahahahaha. Maksudnya,
yang suka musik SoG ya cowok dan cewek.”
Sayang
emang ya, ga bisa terus. Padahalharusnya bisa aja bersaing dengan /rif, Java
Jive, termasuk juga GIGI kan? Yang saat itu, juga baru pada nongol dan mulai
populer. SoG beda dari mereka, menurut gw ya bro. Peluangnya itu besar. Emil
lagi-lagi ngangguk-ngangguk, minum, isi gelas lagi. Isiin gelas gw juga, pas gw
juga udah haus. Air mineral itu kan nyegerin badan, pikiran, hati juga.Ya ga,
bro?
Gw
lalu bikin Wired. Abis SoG. Musiknya
beda lagi,mungkin lebih rock kesannya. “Gw coba seriusin label juga. Sempat
jalan juga, tapi ga lama. Wired kemudian malah rekaman dan gw ga ikut main,
hanya jadi produsernya aja, lewat label gw itu.” Tapi saat itu, lanjut doi, dia
enjoy dengan dunia musik. Kepengen
untuk terus dan lebih serius lagi.
Kemudian,
lanjutnya lagi, jadi band itu buat gw adalah proses atau tahapan lanjutan
menuju kedewasaan. “Karena kan ngumpul, dengan musisi lain ya. Gimana kita
ngobrol, diskusi. Nyatuin selera, visi dan misi. Mau mendengar, menerima,
saling memberi dan saling mendengar. Ada proses itu dan itu asyik...”
Tapi
kemudian kan, elo malah hilang bro? Eh, doi ngajak toast! Hahahaha, Emil ketawa dan bilang, “Iya kemudian gw kayak
keluar dari musik. Bukan ninggalin. Gw sibuk di bisnis. Dan dunia lain, di luar
musiklah. Tapi gw tetapsebenarnya ga jauh-jauh dari musik, paling ga kan, tetap
dengerin musik. Nonton juga, kalau gw sempat.”
And
then, Daddy’s Day Out! Is this means, daddy work out again? Is this back for
sure? Emil senyum lebar, lantas bilang dengan lumayan serius, “Ya, seperti yang
gw bilang bro, music for me is lifestyle. Dan udah masuk banget. So, gw pikir
gw mau balik lagi. Serius? Harus serius dong. Jangan setengah hati. Gw ngeband,
gw pengen dengan menejemen yang bener, label juga gw bangun.”
Dan
langsung hasilnya adalah, Silver, debut album mereka.Rekman itu prosesnya
relatif cepat. Malah buat gw, cepet amat! Tapi menurut Emil, “Ya itu bentuk
keseriusan. Kumpul, ngobrol, nyoba bentar.Ya langsung masuk studio ajalah.
Rekaman.” Musiknya beda ya dengan SoG bro? Emil mengangguk mantap.
Ini
perjalanan kemudian dalam karir musiknya. Setelah ia sempat menggumuli bidang
di luar musik, ketika dia balik, “Gw bawa pengalaman-pengalaman gw kemarin itu.
Lalu jadinya ya musiknya Daddy’s Day Out. DDO, sebutan manisnya. Lebih rock
memang, enerjik ya. Suasananya beda dengan SoG. Tapi spiritnya tetap sama
sebetulnya, mas.”
Emil
melanjutkan lagi, kali ini soal hidden
agenda, di balik DDO nya. “Gini mas bro, gw ga hanya kepengen ngeband lagi,
karena gw pengen dan niat. Bukan hanya itu. Semoga bisa menginspirasi yang
muda-muda. Jadi kan, lihat nih gw aja masih semangat gini, masak elo ga sih?
Ayo dong... Ayoooo, bermusiklah, berani keluarin ide elo, ekspresi-ekspresi
kalian.”
So
misinya lebih ke yang muda-muda ya bro? Betul mas. Supaya mereka bersemangat
juga, “Semoga gw bisa menjadi trigger
untuk memotivasi mereka. Sekali lagi, kalau gw bisa masak elo ga bisa?” Musik
itu positif kan, untuk menyalurkan enerji, kreatifitas. Apalagi sekarang,
pemerintah juga memberi pekepdulian terhadap seni, dengan ekonomi kreatif itu.
Musik ada di dalamnya. “Kita bermusiklah serius, besok-besok kita harus mampu
juga, menjual musik kita ke luar negeri.”
Iya
ya bro, jangan kita hanya jadi pasar, yang memberi apresiasi lebih pada arus
musik luar yang membanjiri pasar musik kita. “Setuju mas. Kenapa ga mungkin
sih, kita kayak gini, gw terima dagangan elo. Tapi elo juga harus bisa terima
musik gw dong? Ok, itu harus serius ya. Jangan minta-minta gimana. Bikin,
berbuat aja. Kreatiflah. Peluangnya terbuka kok,” jelas Emil lagi.
Omong-omong,
penganan cemilan-cemilan lucu udah tandas. Tinggal piring kosong di depan kita.
Emil tanya, “Elo mau ayam tulang lunak bro? Masih lapar?” Gw ketawa dan
menggelengkan kepala, Udah ah bro, cukuplah. Nanti aja, kalau lapar lagi, gw
minta. Kalau gitu, tambah minum aja ya? Dan Emil sigap menuangkannya ke gelas
gw....
Rock
nya “the Daddy’s” nya Emil emang yang inilebih keras. Nendang. Tebel. Rada
menyengat. Tapi gw pribadi salut, karena tetap ga “kelewat bising”, dan bisa
dinikmatin kuping. Bisa nyegerin pikiran. Bisa juga, apa lagi ya....melancarkan
peredaran darah? Bolehlah jadi semacam obat stres masa kini gitu.
Masak
sih bro, tanya dia, ketika gw bilang musiknya DDO gw suka. “Syukurlah kalau elo
bisa suka. Ga malu-maluinlah ya, mas?” Hahahaha, apanya yang malu-maluin bro?
Asyik lageeee. Dan, tanyanya lagi, “Punya potensi dijual ke luar ga, menurut
elo?” Gw menjawab segera, kenapa tidak?
Masalahnya,
kalau belum dicoba, bagaimana kita bisa tau, bisa atau ga nya kan? Ya gw serius
untuk berpikir, lanjut Emil, “Kenapa ga, kita sudah berpikir ke pasar luar
negeri. Kita juga bisa ngerock, dengan apa ya, standar internasionallah. Banyak
kok musisi rock kita yang mampu, musiknya bagus dan bisa dijual ke luar. Ya
kan, bro?
Exactly, brother!
Gw setuju. Lalu DDO, sudah rilis belum sih albumnya? Emil jawab, segera.
Secepatya dirilis resmi. “Gw coba sebarin versi promosinya, dengan packaging yang lebih simple. Gw akan
jual yang versi packaging lebih lengkapnya nanti Mudah-mudahan ditanggapi
positif pasar musik kita, mas.”
So,
elo tetap optimis di dunia musik? Maksudnya ya, bahwa musik masih menyenangkan
gitu, industrinya... Menurut elo? “Ya mas. Optimis. Pasarnya masih ada. Kan
perkembangannya juga bagus, terutam yang indie. Gw juga ngerjain segala
sesuatunya dengan seneng, karena gw suka. Point
pentingnya kan itu, kerjain dengan senang hati mas. Saling mendukunglah, kita
berteman baik di jalur rock ini. Sebenarnya ya dengan semua musisi, ya
penyanyi, jangan liat musiknya atau genrenya. Harusnya, kita bisa bersinergi.”
Sejauh
ini, emang betul gelagatnya Emil serius, mungkin duarius, atau limaius, bahkan
bisa lebih dari sepuluhrius. Dia mendirikan, Daddy’s Record, yang menjadi payung kegiatan bermusiknya. Dimana
dia juga bermaksud menampung bibit-bibit muda, yang bersemangat dan serius. Oh
ya, tak hanya DDO jadi produk Daddy’s Record. Ada pula, Easy, band asal Bandung
yang potensial, yang siap untuk dirilis pula albumnya.
Hahahahaha,
gw serius memang, mas bro! “Temen-temen musisi muda kan banyak, berbakat dan
semangatnya ada. Kita coba wadahi dan tampung. Tetap selektif. Mereka harus
bersemangat dan yakin juga dong. Mudah-mudahan label gw itu, bisa berarti buat
mereka. Gw mencoba juga mengajak teman-teman gw yang berpengalaman dan kompeten
di bidang itu, untuk bantuin gw ngejalaninnya.”
Menurut
Emil, tak sekadar mewadahi tapi record-label nya bisa juga nanti aktif
mengarahkan, membimbing. “Juga ikut membentuk mereka yang muda-muda itu. Gw
concern bahwa haruslah wadahnya yang bener, biar hasilnya nanti positif. Dan
hasilnya itu akan bermanfaat buat semua, jangan hanya buat gw dong...”
Lalu
Emil juga menjelakan, dia juga mencoba mendirikan website DDO, yang lebih
lengkap. Website itu akan jadi rumah, dan punya kamar-kamar di dalamnya. “Gw
iseng bikin aja DDO TV misalnya. Mungkin nanti disusul radio streaming. Rock
radio gitu. Kenapa tidak. Bisa dikembangkan. Yang pasti, nantinya wadah yang
bukan untuk DDO as a band saja, tapi buat lebih banyak band, musisi dan
penyanyi.”
Awalnya
iseng ya bro? Iya mas, iseng tapi lalu dipikir-pikir coba lebih diseriusin
dikit. “Gw lebih kepengen menggalang kreatifitas. Menjadi pemicu motivasi. Biar
bisa jalan bareng dan memanfaatkan peluang sama-sama. Rock n Roll tapi sedikit
lebih serius, why not, bro?” Yes, kudu dicoba.
Enerji
elo ada bro? Menyoal enerji, Emil langsung menjawab, “Kita bersinergi deh. Gw
bukan bilang, gw ada duit. Bukan modal dana itu yang utama. Yang penting
terkonsep, serius dan satu visi dan misi. Gw optimis akan menjadi baik, sama
optimisnya ketika gw lantas membentuk band lagi, mas.”
Makin
malam, obrolan makin serius sih. Belum terlalu lapar, karena penganan yang
lucu-lucu tadi, ngenyangin juga. Gw lantas melihat dan berpendapat, Emil ini
banyak ide, aktif, enerjinya berlipat, semangatnya segudang. Dan yang menarik,
ia bahkan melihat lebih jauh, ke pasar internasional. Ga salah, dan bukan
terlalu muluk. Toh makin banyak grup atau musisi kita, satu demi satu bisa
tampil dinegeri orang kan? Dari macam-macam musik. Ikut memperkenalkan bangsa
dan negara kan? Semoga lantas bisa membuat pemerintah peduli ya.
“Ya,
bikin saja dulu, dengan baik dan dengan bener ya. Kalau sudah benar, mungkin
ada waktunya nanti kita colek pemerintah, tolong yang beginian, yang kita-kita
buat, diperhatiin juga.” Dan kita berdua kembali nerusin denger dan nontonin
video-video musik luar yang sekarang, eh juga yang 80-an lah. Hebatnya, tak
hanya rock, macam-macam musik! Semua pemberi inspirasi ya, mas? Yoih, bro!
Eh
betewe, DDO musiknya jadi gimana? Maksud gw elo bawa ke arah mana sebetulnya?
Ditanya begitu, dia balik nanya,”Menurut elo mas, gimana DDO?” Modern and fresh
rock. Hard rock yang ada nuansa groove nya. Itu jawab gw. Dan Emil langsung
jawab, “Ya pengaruh atau inspirasi datang dari macam-macam grup mas bro. 1980,
1990 sampai yang era sekarang. Gw mixed
aja semua, dan gw sama teman-teman mainin. Kita pilih mainin yang enak untuk
kita mainin. Berharap, yang dengerin juga merasa enak, nyaman, terhibur,
seneng...” Dan, sentausa ya bro?
Dan
SoG gimana ya, reunian aja? Emil tergelak, dan hanya teriak...wuaaaaaaahhh! Dan
satu ketika, beberapa hari kemudian, Emil dan Ariyo Wahab bertemu, becanda
kemana-mana dan denger-dengerin lagi album SoG dan musik-musik luar, yang dul
mereka dengerin bareng. So?
Ok
then. Sukses buat DDO nya, Emil, my blood! Besok gw datang lagi,boleh deh
menunya berubah, ayam tulang lunak kayaknya sounds
very good tuuuh..... /*
No comments:
Post a Comment