Achmad Farid J. Saad.
Gitaris. Mengaku seperti memiliki dua kepribadian. Dan ternyata saya telah
mengenalnya sejak awalnya ia dengan kelompok fenomenalnya, Plastik.
Karena
Plastik, bahan mudah terbakar. Begitu terbakar, langsung habis. Begitulah juga
yang terjadi grup musik itu. Plastik, terbakar dan habis. Menyisakan, hits dan ingatan orang akan musik mereka
yang seru, pada jaman itu. Tapi buatnya, gw
lupa apa yang terjadi dengan Plastik. Sesukses apa kita waktu itu...
Panggilan
“pop”nya, Didit Saad. Ia adalah
gitaris, penulis lagu, produser, mixing-mastering
engineer. Rock n Roller, seperti
itulah image yang melekat pada diri
sahabat saya satu ini, yang berbadan relatif ramping dari waktu ke waktu.
Anak
ketiga dari 5 bersaudara. Di tengah, dan dari dulu ia mengaku minoritas, dan
terbiasa menyendiri saja. Tinggi 165 cm dan berat badan sekitar 55 kg. TapI
Plastik diakuinya, membuatnya sampai ke taraf seperti sekarang ini.
Jadi,
saya bertemu dan melihatnya di kantor menejemen Plastik. Itu era 90-anlah. Satu
ketika waktu itu. Adalah Geaffary Ndol,
salah satu tokoh showbiz dan show production. Putranya Ndol, Allo ternyata pernah menjadi manager Plastik. Yang saya ingat, Ndol
hanya bilang, tuh si Allo sama band asuhannya. Bandnya lumayan bagus, kata
Ndol. Dan sudah, hanya segitu.
Satu
ketika, di pertengahan 2000-an saya dikontak Dhani Widjanarko, “dalang” dari kesuksesan kelompok pop rock
bernama GIGI, sampai ini hari. Dhani,
mengabari punya ide. Bentuk band baru. Mengumpulkan beberapa musisi yang bagus,
punya “news-value”. Tapi pokoknya,
mereka ini punya skill bermusik yang
baik dong. Vokalisnya, nah kita cari.
Carinya
lewat televisi! Kayak acara musik di luar itu? Persis! Jawab Dhani. Kita bikin
versi sini, tapi disesuaikan dengan sikon di sin-lah, kata Dhani lagi. Jadinya,
acara Mencari Vokalis Band Rock, Reinkarnasi,
begitu title-nya.
Jadilah
sebuah band. Dan Didit Saad, adalah
nama pertama yang disebut Dhani Pete,
eh iya itu nama “pop” dari manajer kondang itu. Didit disatukan dengan Adnil Faizal, mantan gitaris Base Jam.
Bassisnya, diajaklah Erwin Prasetya,
mantan bassis dan penulis lagu paling produktif di grup Dewa, selain Ahmad
Dhani!
Drummer,
mantan GIGI, Ronald. Kibornya, ini
menarik. Tarik aja siapa tuh yang elo kenal dekat bro, yang di Boston itu. “Kan
gw pernah ketemu waktu GIGI main di Boston, grupnya dia jadi pembuka. Coba
panggil aja dia pulang. Seru kan?”Begitu ide Dhani. Saya lantas mengontak sang
kibordis, yang sebenarnya juga sering bermain gitar, Angga Tarmizi. Angga mau pulang untuk gabung dengan band ini.
Cakep!
Kamipun
berkeliling beberapa kota, untuk mencari finalis. Nah ke sepuluh finalis “diadu”
di tayangan televisi. Jadi reality show
gitulah. Ajang pencarian bakat yang agak beda emang, mencari vokalis rock. Nah
selama tur tersebut, juga masa-masa persiapan dari kelompok bernama eVo itulah, saya jadi mengenalnya lebih
dekat. Oh ya, Dhani Pete memang meminta saya membantunya, menghandle eVo.
Satu
yang lihat dan rasakan, dia intens dan berkomitmen. Semangat dan punya visi.
Saya tuh pernah bilang dalam hati lho, “Ceking-ceking gitu, dia termasuk yang
paling jelas visi dan misi bermusiknya”. Hehehe.
Easy goin’ person.
Itu yang saya rasakan. Dan ternyata, buat banyak musisi, begitulah sifatnya
yang dikenal. Gampang bergaul, dengan siapapun ia mau ngobrol. Belakangan,
malah ga hanya ngobrol soal musik
semata. Juga hal lain, termasuk fotografi!
Waktu
dengan eVo, ia memang sudah mulai banyak “iseng” memotret. Kami berdua sering
ngobrolin foto, kasih liat hasil foto iseng kita, dengan mengandalkan hanya
kamera pocket digital. Yang saya
pakai juga kameranya kantor kok.
Dan
ya begitulah, lantas ia masuk formasi Syaharani
Queenfireworks, yang disingkat dengan keren, ESQI:EF. Main juga di sana-sini, tapi lebih aktif di studio
rekamannya sendiri. Ia lebih suka menyebutnya, “ruang kerja”, bukan studio.
Tapi ketika ia yang rock n roll malah masuk ESQI;EF itu sebenarnya sudah
terbilang unik. Kok bisa?
Ia
juga masih tetap berteman dekat dengan Ipang
Lazuardi, teman dekatnya sejak SMP! Walau Plastik sudah tidak ada, ia tetap
bersahabat dan jalan bareng Ipang. Belakangan juga bertemu lagi dengan Aray Daulay, temannya juga di Plastik.
Iapun membantu Ray D’Sky, grupnya
Aray.
Terakhir
ini, ketiga pentolan Plastik itu, jadilah kumpul lagi dan ngeband bareng lagi. Daddy and the Hot Tea namanya. Didukung
Morris Orah, drums dan Oktaviansyah pada bass. Plastik bangkit
lagi? Jadi musiknya kayak Plastik? Didit menggeleng, dan bilang, gw lupa deh soal Plastik. Ia lantas bercerita
panjang lebar.
Kamipun
sengaja janjian untuk ketemu, ngobrol-ngebrel
dan foto-foto. Saya dengan Indrawan Ibonk menyambangi rumah Didit di Jalan
Kuricang, kawasan Bintaro Jaya. Ngobrollah kami selama sekitar 5 jam lamanya.
Mungkin juga lebih tuh. Diselingi dengan pemotretan di beberapa spot di rumahnya.
Ia
sempat ngomongin gear-nya saat ini.
Gitar kesayangannya, Fender Stratocaster
Anniversary 40th Years Series
tahun 1994-nya lagi berobat jalan, neck-nya
rada bengkok. Maka ia pakai, 2nd
guitarnya, Gretsch Electromatic 2007. Ia juga menyebut Fender Jazz Bass 1989, yang dia sukai
dan kesayangannya. Ampifier dia pilih Fender
Blues Junior Anniversary 40th Years
Series 1994 atau Marshall JTM 45.
Seru
juga. Dan Didit Saad banyak buka kartu pada banyak hal, terutama soal selera
musiknya dan Plastik-nya. Ya sudah, ikuti saja, obrolan kami berikut ini...
NewsMusik
(NM) :
Bro, ngeband secara
profesional pertama, dimana dan kapan?
Didit
Saad (DS) : 1989, di Pasar Seni Ancol tuh. Ada acara rock
gitu. Diajak bang Arthur Kaunang.
NM : Oh
ya, dengan Arthur Kaunang? Gimana bisa ketemunya?
DS :
Lewat kakak gw yang tertua,
mas Oji. Dia yang kenal bang Arthur, satu ketika bang Arthur cari gitaris untuk
manggung. Dikenalin ke gw. Kita coba dan bang Arthur cocok.
NM :
Dapat bayaran berapa waktu itu, bro?
DS : Wah
berapa ya? Kalau ga salah sih,
25.000. Seneng banget tuh waktu itu.
NM :
Terus berlanjut dengan Arthur Kaunang, atau hanya saat itu aja?
DS : Oh
terus kok. Kita sempat main kemudian di acara HDX Awards di Balai Sidang dulu.
Pas harinya dengan konser Sting di ruang besarnya tuh. Jadi abis main, gw
buru-buru nonton Sting deh.
NM :
Rekaman juga?
DS : Iya,
rekaman juga. Beberapa penyanyi deh, juga album solonya bang Arthur.
NM : So,
kalau buatmu, gimana Arthur Kaunang itu?
DS : Orangnya humble ya. Pesan dia yang gw selalu inget, Kalau kita rendah hati
akan besar sekali manfaatnya dalam hidup. Multi instrumentalis yang memang jago
lho.
NM : Ada
hal unik yang elo inget tentang
seorang Arthur Kaunang?
DS :
Kalau rekaman suka overtime.
Dan dia sering ketiduran. Gw pernah isi gitar, ditinggal pergi sama dia. Eh dia
ternyata tidur. Ya gw isi sampai beres dan nungguin aja dia bangun. Dia bangun
dan dengerin sebentar dan ok. Kenapa sih aku ga dibangunin saja, lama dong
tungguin saya? Gw Cuma senyum, ga papa bang. Yaaaah, mana berani gw bangunin
dia...Hehehehe
NM : Lalu
setelah dengan Arthur Kaunang, kemana lagi bro?
DS : Lalu
gw diajak Iwa K. Ketemunya di
Potlot. Langsung tur tuh. Jaman itu, pas Iwa memang lagi naik.
NM : Apa
yang didapat selama dengan Iwa?
DS :
Salah satu yang penting buat gw, Gw bisa ketemu orang-orang baru lagi.
Dan menjadi kenal dengan industri. Ya belajar dari sharing dengan Iwa dan menejemennya waktu itu, dengan orang
labelnya. Dan gini, Iwa kan dekat dengan Guest
Band. Kayak Yudis Dwikorana
misalnya, ada kan? Saat itulah, gw bisa ngobrol leluasa tentang jazz. Gw bisa
diskusi soal jazz dan blues dengan mereka.
NM :
Bandnya saat itu dengan siapa aja bro?
DS : Ada Jamie Adhitya, dia ngegitar bareng gw.
Itu sebelum dia jadi VJ. Asyik lho.
Kebanggaaan gw juga, main bareng dia. Apalagi setelah Jamie lantas ngetop
sebagai VJ di MTV. Iya, beberapa
dari band itu, pada jadi di waku kemudian. Backing
vocalnya, Sita dan Dewi, lantas dikenal lewat RSD. Ada Ari juga di backing vokal, yang lalu populer dengan Lingua. Drummernya juga, Gannes, lantas main kemana-mana, antara
lain dengan Oppie Andaresta kan. Bassnya, Fanny.
Main terus dengan Iwa.
NM : Oh
ya, elo emang lama nongkrong di
Potlot? Gimana ceritanya?
DS : Iya
dulu itu rumah gw, di Duren Tiga ujung ya, seberangnya Potlot lah. Gw dengan Massto dan Bimbim, ya temen dari kecil. Terbiasa nongkrong bareng. Jadi waktu
dengan bang Arthur, gw sempat ilang
dari lingkungan rumah, ya ga nongkrong di Potlot. Tapi lantas balik ke situ
lagi. Di situlah gw ketemu Iwa.
NM : Tapi
omong-omong bro, elo bisa main gitar dari kapan? Belajar dari mana?
DS :
Boleh ga gw bilang, yang ngajarin
gw main gitar, tukang rokok di depan rumah gw? Hehehehe, emang gitu. Walaupun keluarga gw tuh punya band keluarga lho. Iya,
kita suka main di acara-acara keluarga. Sering banget. Gw diajak. Tapi yang
ngajarin gw main gitar, bukan keluarga gw lho. Ya dari SD gw udah belajar
gitar. Lucunya, gw kalau di band keluarga gw itu, gw main drum lho
NM :
Lagu-lagu gimana yang dimainin waktu sama band keluarga itu bro?
DS :
Lagu-lagu the Beatles tuh. Gw emang dicekokin
ya lagu-lagu dari the Beatles waktu kecil, jaman SD.
NM : Pastinya,
gedean elo berubah seleranya? Ke rock
gitu kali ya bro?
DS : Yoi
bro. Di SMP gw jadi kenal dan dengerin
terus metal. Gw udah berteman dekat tuh dengan Ipang dan Alex ya. Wh, Iron
Maiden bro. Pokoknya gw anak metallah, kalau di luar rumah.
NM : Kok
kalau di luar rumah? Di rumah, harus dengerin Beatles ya?
DS :
Nah,beda bro. Ini bisa gw bilang, salah satu sisi gelap gw bro. Hahahaha....
Jadi waktu SMP itu, gw bisa tertarik dengerin kaset kakak gw. GRP All Stars tuh bro. Lee Ritenour! Gw suka banget dengan Rit Variations. Dan tau ga, gw dengerin diem-diem. Kalau siang gt, gw menyelinap
ke kamar kakak gw, yang paling sulung. Dia banyak koleksi kaset-kaset jazz,
fusion gitu. Ya gw ambil, minjem
untuk dengerin. Abis dengerin, gw balikkin
lagi
NM : Oh
gitu? So, elo suka jazz atau fusion lah sejak SMP? Apa ga aneh tuh, sementara
lingkungan teman-teman kan sukanya metal?
DS : Itu dieee, makanya gw bilang sisi gelap gw.
Gw asli diem-diem bro, ga ada yang tahu bahwa gw ternyata suka dengerin jazz.
Akhirnya, Ipang tau, gw kepergok
waktu dia main ke rumah gw
NM : Hahahaha, Ipang gimana tuh?
DS : Dia
kaget dan bilang, eh elo kenapa bro. Lagi dengerin apaan nih? Kok yang ginian elo dengerin? Lantas gw ancam si Ipang, hahahahaha....awas elo ya,
jangan sampai anak-anak tahu! Ga temenan
lagi ntar kita... Ipang manut lho.
Dan dia bener-bener, ga pernah buka
mulut sama temen-temen itu
NM :
Bener-bener sahabat baik elo ya, Ipang...
DS : Wah yoih bro. Ipang tuh yang sangat mengerti
gw. Dan gw juga jadi mengerti dia.
NM :
Hanya GRP dan Lee Ritenour yang elo dengerin waktu itu? Lalu, gimana
lagi bro? Menarik nih... hihihi...
DS : Nah,
dari GRP dan Lee Ritenour itu, gw lantas dengerin juga Casiopea. Gw waktu itu,
ga cuma dengerin, tapi dengerin sambil gw coba di gitar. Gw ngulik lagu-lagu itu bro. Lama kelamaan,
ga enak juga kan minjem diem-diem terus, gw lantas beli aja kaset GRP yang
sama, di Blok M tuh. Gw juga beli kaset Casiopea. Itu kaset pertama yang gw
beli, selain kaset Somewhere in Time-nya
Iron Maiden! Dari situ, gw juga dengerin yang jazz lainnya deh. Gw juga
dengerin blues ya.
NM :
Berarti, elo terus dengerin lagu-lagu jazz itu? Sampai kapan begitu bro?
DS : Ya
terus dong. Sampai sekarang, hahahaha. Tapi gw ga hanya berhenti dengan dengar
doang. Waktu Jakjazz pertama kali
(itu tahun 1988 - Red), gw diajak mas Oji kakak gw, untuk nonton. Di Ancol kan?
Gw terkagum-kagum bro. Lihat Kazumi
Watanabe waktu itu ya, wah asyiknya! Sampai-sampai gw males pulang bro. Abang gw rada kesel
tuh....
NM : Bro,
jadi di keluarga,elo ga dekat gitu ya? Berarti dengan abang lo, Imanez juga?
DS : Ya
begitu. Terus terang ya, awalnya memang gw menyendirilah. Gw ga dekat. Dengan
Imanez juga gitu. Belakangan emang jadi dekat juga. Tapi awalnya ga. Imanez gaul
di keluarga gw. Gw mengucilkan diri. Bukan dikucilkan ya, ya gw aja yang ga
terlalu niat gabung atau kumpul-kumpul terus gitulah. Sebenarnya, di lingkungan
temen-temen, termasuk di Potlot gw itu begitu. Ga gaul banget ya. Gw
minoritaslah. Ya kayak temen deket misalnya, memang hanya Ipang.
NM : So,
buat elo nih, terutama di waktu dulu itu, apa dong arti jazz atau fusion dengan
metal?
DS
: Jazz dan blues seperti memberi rasa pada permainan gitar. Kasih soul yang lebih dalam. Misal ketika kita
mainin not-not panjang ya. Metal
tentu saja memberi enerji dan semangat. Seru gitu. Rame. Jazz dan blues jadinya
lebih ke dalem gw ya.
NM : Elo
senang metal siapa aja?
DS : Iron
Maiden ya, Megadeth, Metalicca. Ya semua metal lah gw jadi dengerin, sama
temen-temen waktu itu.
NM :
Kalau jazz atau blues?
DS : Selain Lee Ritenour dengan GRP All Stars,
Casiopea lalu Kazumi itu. Gw juga lantas dengerin Allan Holdsworth, Robben
Ford. Sampai ke Stan Getz, Chuck Mangione, Mike Stern dan Eric Johnson
juga gw dengerin dan suka. Selain ya tentu Jimi
Hendrix dan Stevie Ray Vaughn
ya. Gw dengerin yang jazz-jazzan dan blues gitu, waktunya terbatas lho. Jadi,
hanya pas pulang sekolah. Siangan.
Paling lama juga 2 jam lah. Karena sorean
kan, anak-anak itu udah pada datang dan ngumpul
di rumah. Iya, rumah gw juga tempat teman-teman pada nongkrong.
NM : Ok,
seru juga ya. Lantas, gimana cerita Plastik?
DS :
Hmmm... (Didit terdiam sebentar lantas senyum) Gimana ya bro, buat gw,
Plastik itu sisi gelap gw yang kedua. Sisi gelap yang lain...
NM :
Maksudnya apa nih bro?
DS : Ya
gitu. Musiknya ya pergaulannya. Gw kan jadi berat dengan drugs saat itu. Ga keruan deh hidup gw, waktu itu. Musiknya juga.
Karena gw kan, ya gw cerita tadi gw emang terbiasa minoritas ya. Jadi musiknya,
gw ngikut aja. Ini memang band gw juga. Gw di sisi itu, senang banget. Bisa bawain lagu sendiri lho! Tapi musiknya,
bukan apa yang gw inginkan sebenarnya. Beneran
deh. Tapi saat itu gw ga bilang, ga ungkapin
ke temen-temen Plastik ya.
NM : Tapi
waktu itu kan Plastik lumayan berjaya lho bro?
DS : Ya
kata orang sih begitu. Tapi waktu album pertama keluar, nah itu juga puncaknya
gw nge-drugs. Jadi, gw itu kayak skip. Gw sebenarnya, ga tahu apa yang
terjadi saat itu. Gw ga inget tuh. Karena kan gw bisa dibilang, ga sadar.
NM : Oh
ya? Benar tuh? Tapi waktu itu Plastik disebut seperti pelopor grunge gitu ya? Tanggapanmu?
DS :
Begitulah yang gw ingat. Orang-orang bilang, Plastik itu Pearl Jam-nya Indonesia. Gw bingung
juga, karena sebetulnya ya gw ga pernah dengar Pearl Jam! Gw cuma dengar album Alive nya Pearl Jam. Udah, itu aja. Di
bilang kayak Nirvana, gimana ya, gw
sendiri tau Nirvana hanya lagu Smells
Like Teen Spirit doang. Jadi, jaman itu aneh buat gw. Tapi yang paling
ajaib, gw juga ga ngerasain...
NM :
Suasana di dalam Plastik itu sebenarnya bagaimana, pada saat itu? Ok elo
kacau dengan drugs, tapi pergaulan ke dalamnya?
DS : Gw
ga sadar, jadi ga inget lagi. Kayaknya sih ya jalan aja gitu. Waktu itu, gw
yang paling berat, anak-anak Plastik lain, belum terlalu. Tapi lalu gw
menularkannya ke teman-teman soal drugs. Terkena semua, kecuali Ipang aja.
Ipang bersih banget. Dia ga mau, tapi ya dia ok aja gitu. Mungkin situasi
asyik-asyik aja kali. Kita pernah ya latihan di studio, gw minta hanya pake lilin
di tengah, semua lampu dimatiin. Pernah beberapa kali begitu. Ya enak aja, gelap-gelapan. Karena pengaruh drugs,
kayak putauw, jadi asyik suasana
temaram begitu... 1 aja lilinnya.
NM :
Walau begitu toh Plastik tetap jalan kan?
DS :
Betul. Karena ada Allo, ada menejemen. Dijalanin dengan benar. Saat itu,
kayaknya Allo atau apalagi babenya, ga tau gw tuh mabuk terus. Kalaupun tahu ya
mungkin aja mereka pikir karena minuman atau apa sih, kurang tidur kali ya. Gw ngerasa begitu, Allo ga tau bahwa gw
udah parah. Temen-temen juga mulai ikut-ikutan. Allo menjalankan Plastik dengan
baik, terbukti kita bisa dapat tur show, Keliling sampai 24 kota lho. Gw ya
main aja, tapi sekali lagi, gw ga inget ngapain
aja selama tur itu. Gawatlah....
NM : Dapat
penghasilan berapa waktu itu dengan Plastik bro?
DS : Ah
itu juga, gw ga inget. Dapet langsung ilang, buat belanja. Album pertama dan
kedua Plastik, praktis gw ga ingat apa-apa, itu puncak-puncaknya gw parah
Begitulah,
Didit sadari atau tidak, Plastik Band tercatat sebagai salah satu ikon rock
Indonesia 1990-an. Ya era grunge. Saat itu Plastik memang terbilang paling
menonjol. Menurut Didit, formasi awalnya Plastik hanya berempat saja, ya Didit,
Ipang dan Alex di bass dan Iman yang drummer. Mereka latihan di
rumah Iman yang punya studio lengkap.
Baru
belakangan Aray Daulay masuk, dan
mereka jadi berlima. Karena kayaknya mereka butuh pemain tambahan, antara
kibordis atau gitaris lagi. Ketemu Aray di Potlot, gw sempat lihat dia jammin gitu. Dan kayaknya asyik style-nya, rock n roll ya. Gw ajakin aja
pas lagi nongkrong bareng di Potlot, eh dia mau.
Buat
Didit, ketika main di Potlot, sisi blues-nya dia lumayan bisa tersalurkan.
Karena kan seperti Slank, rocknya itu banyak unsur bluesnya. Ia jadi suka
karena memang kepengen banget mainin lebih banyak blues atau kalau bisa ya rada
nge-jazz. Progresif rock, paling ga gitu deh. Bayangan dia awalnya pada Plastik
musiknya bisa begitu. Ternyata tak dia duga dong, kalau jadinya malah ke
grunge. Karena dia jarang dengerin grunge!
Didit,
kelahiran Jakarta 11 Maret 1973, dari orang tuanya Jusuf Ilmun Saad dan Poppy
Sri Suryandari. Kakak-kakaknya adalah Muhamad
Fauzie Saad, Abdul Firman Saad.
Dua adiknya adalah, Fachmi J.Saad dan
Dian Puspita Sari.
Kakak
sulungnya belakangan lantas membuat sebuah studio rekaman lengkap di kawasan
Fatmawati, yang lantas menyerahkannya ke Didit untuk dijalankan. Itu juga salah
satu yang membuat Didit makin asyik kerja dalam studio. Kakak kedua adalah
alm.Imanez, penyanyi yang lantas besar lewat pergaulannya dengan anak-anak
Potlot.
NM : Lalu
bagaimana elo stop dari drugs?
DS : Gw
tau-taunya married. Gila kan, ga
sadar gitu kenapa kok gw lantas married. Gw ga pacaran sama sekali, dan gw emang
tidak pernah merasakan pacaran. Sebelum-sebelumnya juga gitu, jaman sekolah
misalnya. Ga tau ya. Mungkin karena gw kan minoritas, menyendiri jadi ga ada
cewek juga yang peduli sama gw...hehehehe. Gw tanpa pacaran, ya married. Dengan
istri pertama tuh. Nah setelah married, tiba-tiba gw sadar. Sendiri aja gw
sadari, kenapa gw begini. Akhirnya, gw bisa berhenti total. Gw berjuang untuk
itu. Setahun proses bersih diri gw. Ya, gw sendiri aja pengen berhenti, ga ada
yang menyuruh atau menekan gw.
NM : Jadi,
karena married elo sadar dan berhenti jadi pecandu narkotika?
DS : Iya begitu. Gw bersyukur, bisa bangun dari
tidur gw. Gw lantas jadi merasa punya tanggung jawab, karena ada istri yang harus
gw tanggung kan? Nanti juga akan ada anak-anak gw. Itu salah satu yang membuat
gw sadar dan memutuskan ninggalin
drugs
NM :
Teman-teman Plastik bagaimana? Ikut berhenti?
DS : Di
situlah persoalan timbul, bro. Gw berhenti, anak-anak lain belum. Akhirnya,
jadi konflik. Gantian, mereka jadi berat. Parah. Gw sembuh, tapi yang lain ga.
Masuk ke album ketiga, wah itu prosesnya penuh konflik banget. Suasana makin
amburadul di dalamnya. Ga sehat banget. Yang make drugs tetap aja terus dan makin terasa jauh....
NM :
Waduh, kacau banget. Lalu gimana?
DS :
Album ketiga dirilis, Ipang memutuskan keluar. Dia udah ga kuat dengan
suasana di dalamnya. Disusul gw, ikut keluar. Band itupun berhenti. Dari situ,
lalu gw mulai tertarik dengan rekaman lewat komputer. Waktu itu kan baru ya. Gw
tertarik dan lantas keasyikan. Gw itu freak
banget kalau lagi suka dengan sesuatu hal yang baru, bro. Nah itu yang terjadi
dengan rekaman digital. Nah soal rekaman begitu ya, gw pernah sebelumnya tuh
bilang, satu ketika bisa-bisa kita rekaman simpannya ga lagi di pita gede
(jaman analog dikenal pita 2-inch – Red), Bisa aja, kita proses
rekaman lewat email misalnya. Bukan
ga mungkin lho. Ternyata ya jadi kenyataan kan...
NM :
Jadi, elo lantas sibuk dengan rekaman lewat komputer?
DS :
Sekitar 1998, jaman kerusuhan tuh, gw mulai suka, mendalami dan intens
dengan perekaman lewat komputer. Gw pelajari serius. Gw juga mulai akrab dengan
synthesizer. Gw bahkan mulai asyik
jadi DJ segala, bikin musik lewat
komputer, mesin gitu. Waktu itu,sampai gw punya nama lain, Outter DJ... Gw mulai keasikan, menyendiri lagi, di kamar aja. Ya
berjam-jam dengan komputer gw. Males keluar. Gw pelajari terus komputer, hardware dan software.
NM : Elo
jadi ga main di panggung gitu?
DS :
Sempat juga begitu. Tapi tiba-tiba dari menjemennya Potret menghubungi gw, mengajak gw main dengan Potret, untuk
dipanggung. Katanya yang minta itu Arie
Ayunir, drummernya, waktu itu masih di sini (sekarang Arie Ayunir bermukim
di Amerika Serikat – Red). Awalnya maunya 2 gitar kan, gw sempat ngusulin Cole, gitaris temen juga. Udah gw
kenalin juga ke Potret, eh belum juga sempat manggung bareng, Cole keburu
wafat. Akhirnya, ya dengan Anda Perdana.
Ya dari situ, jadi dekat dengan Melly dan Anto. Juga, gw jadi kenal Andy Ayunir, adik Arie. Kan Potret
latihan di A System, studionya Arie
dan ya Andy di situ juga. Dan saat itu, gw mulai suka dengan musik electronica kayak Jean Michelle Jarre, belakangan ini juga gw suka dengerin Daft Punk.
NM : Pas
dong! Elo makin kenal dan paham rekaman dengan komputer dan musik-musik
digital?
DS : Iya
dong! Dari Andy, gw dapat banyak pelajaran tambahan. Ilmu bertambah. Makin gila
aja. Gw kan jadi dekat dengan Andy. Di saat itu, sementara gw sering ketemu
Andy, gw ketemu lagi Aray nih. Nah Aray ngabarin
gw, dia lagi main ke salah satu kafe gitu ketemu sama 1 penyanyi cewek.
Suaranya gile. Keren banget. Elo harus lihat dia dan dengerin suaranya deh.
NM :
Siapa tuh, Syaharani ya?
DS :
Tunggu ya, tiba-tiba Andy ngajakin gw main dengan band-nya. Gw mau,
karena sound-nya banyak electronica nya gitu, kan dengan Andy?
Grup itu adalah Cyno (awalnya Cynomadeus, dengan pentolannya, Todung Panjaitan dan ada Fajar Satritama, dari EdanE, sebagai drummer – Red).
Ternyata vokalisnya Syaharani. Rani
inilah yang gw lantas tau, yang dilihat dan sempat nge-jam dengan Aray.
NM : Di
situlah awal elo kenal Rani? Berikutnya, gimana?
DS : Iya
betul bro. Lalu Rani pengen bikin album sendiri yang orisinal lagunya. Awalnya
sih minta lagu sama Ipang. Ipang minta gw ngerjain musiknya, lalu ya nyambunglah kemudian gw dengan Rani. Itu
mulai album pertamanya, Magma. Dan
itulah album pertama yang gw produseri, selain album solo pertamanya Ipang. Gw sepenuhnya kerjain di rumah saja. Setelah Rani dan
Ipang, gw mulai sering jadi produser rekaman. Awalnya banyak tangani album
untuk penyanyi lama kayak Bangkit
Sanjaya, Malida. Juga albumnya Nugie. Ya lantas jadinya malah ngeband
bareng Rani kan dengan ESQIEF itu. Baru deh beberapa tahun berikutnya, kite jalan bareng bro dengan eVo itu....
Didit
Saad memang sempat mengalami kegagalan dalam rumah tangga. Ia berpisah dengan
istri pertamanya. Saat itu, ia mengaku jadi introspeksi. Bisa jadi, kesalahan
memang pada dia. Dia kan saat itu, sekian waktu tenggelam dalam studio. Asyik
rekaman. Lupa waktu banget. Selain itu, mulai juga banyak main. Karir musiknya,
menyita habis waktunya. Ia mengaku, benar-benar jarang banget jalan sama istri
dan anak-anaknya.
Walau
awalnya dia begitu, justru karena juga pertimbangan demi keluarga. Begini
cerita Didit, saat kerusuhan Mei 1998, showbiz kan terpuruk? Ia berpikir keras,
gimana bisa tetap eksis, bisa menghidupi keluarganya dari musik. Maka dengan
adanya jalan, rekaman lewat komputer itu, ia jalani dengan pengharapan ini jadi
jalan keluar terbaik. Sambil menunggu showbiz membaik kembali.
Ia
mempunyai 3 putri dari pernikahan pertamanya. Siti Khadiva Azhalia Farid, anak sulung sekarang 16 tahun. Lalu Siti Dashira Azzuri, sekarang ini 14
tahun dan si bungsu, Siti Aisyah Azzahra
yang saat ini berusia 8 tahun.
Ia
hanya punya kedekatan di waktu tertentu saja dengan anak-anaknya. Ia
membiasakan diri, untuk rutin mengantarkan anaknya ke sekolah. Itu dijalani
sejak anak pertamanya bersekolah. Satu persatu, ia sebisa mungkin mengantarnya
ke sekolah. Pulangnya, biasanya ia sulit untuk menjemput mereka. Tapi
begitulah, untuk mengantar sekolah, harus dia.
Nah
kebiasaannya, sepanjang perjalanan ke sekolah anak-anaknya, cerita Didit, ia
pasang lagu-lagu klasik. Ga boleh dengerin lagu lain, hanya lagu klasik. Dan
itu terus menerus. Anak-anaknya patuh dan mendengarkan. Itulah salah satu cara
mendidik anak-anaknya, memperkenalkan mereka dengan musik. Ia tidak pernah,
mengajarkan anak-anaknya bermain musik.
“Iya
ga sempat sih. Tapi aneh, mereka juga tidak pernah minta diajarin. Dan
ternyata, mereka tiba-tiba sudah bisa main piano, main gitar. Bahkan membuat
lagu, seperti anak pertama gw itu. Lagu-lagunya ya udah jadi,”terang Didit
sambil senyum. Gw mungkin akan merekamnya nanti, janji dia.
Kebiasaan
lain yang terus dipertahankannya adalah, bila akan tidur malam, ia memutarkan
rekaman pembacaan Al Quran. Rutin, setiap malam. Dan anak-anaknya juga jadi
terbiasa, ga pernah protes. Akhirnya ya memang bisa tidur lelap. Malah jadi
terbiasa, baru bisa tidur kalau sudah dengar rekaman pembacaan ayat-ayat itu.
NM : Bro,
arti anak-anak buatmu ?
DS :
Anak-anakku adalah hidupku. Gw pasang badan untuk anak-anak gw. Makanya,
gw juga berpikir keras menyiasati gimana menghidupi anak-anak gw ya, waktu
showbiz turun grafiknya, ga ada jadwal manggung. Saat setelah kerusuhan 1998
itu.
NM : Tapi
sebenarnya, elo dekat ga dengan anak-anak elo?
DS : Ya
begitulah, gw memang pernah seperti lupa ya dengan dunia gw. Gw tenggelam dalam
musik gw. Saat itu gw workaholic! Soalnya,
sampai ngerjain jingle juga. Bikin
jingle, musik berdurasi pendek begitu, wah tantangan mengasyikkan buat gw. Tapi
setiap hari, yang membangunkan mereka untuk sekolah ya gw. Lalu mengantar
mereka ke sekolahnya. Itu adalah pekerjaan rutin yang jadi kebiasaan gw. Itulah
cara gw, mendekatkan diri dengan anak-anak.
NM : Lalu
arti istri?
DS :
Istri itu ibarat rumah. Ya bikin gw jadi tanggung jawab. Mengerjakan
sesuatu, istirahat, ngobrol, diskusi. Bikin gw jadi manusia seutuhnya. Gw jadi
harus berani mengambil keputusan ya dengan adanya istri. Awalnya gw menikah
yang pertama, wah gw itu ga ditegur sama mertua gw. Karena tidur pagi, bangun
udah sore. Akhirnya ya gw harus berubah. Dan lantas, bisa dekat sama mertua gw
deh, hehehe...
NM : Lalu gimana dengan istri keduamu? Kenapa
akhirnya elo lantas menikah lagi?
DS : Gw
ketemulah dengan Wulan. Awalnya ya begitulah. Ga pacaran tapi dekat saja,
ngobrol gitu. Berdebat juga. Dia juga terbilang aktifis sosial ya. Dia punya
yayasan Stigma Foundation, yang mencoba
menghentikan perkembangan penderita HIV/AIDS dari kalangan pecandu narkotika.
Dengan yayasannya itu, ia berhasil. Bahkan sampai menjadi pembicara di PBB.
Seorang perempuan gigih dan berkomitmen kuat! Yayasannya banyak mendapat aliran
dana dari para pendonor, internasional lho. Tapi ia tetap dari awalnya, hanya
mau mengambil ya gajinya saja. Tidak lebih. Semua untuk yayasannya. Gw salut
untuk itu. Perjuangannya luar biasa. Ketika kita makin dekat, gw bilang sama
dia, gw ga bisa dekat begini terus dan hanya pacaran. Gw ga mau pacaran, ya
kalau elo mau sama gw, harus mau kawin sama gw. Resmi jadi istri gw! Awalnya
dia kaget, ga mau. Berdebatlah kita lagi. Dia benci gw katanya, tapi selalu ya nyari gw. Ga bisa lama gitu ga ketemu
gw.
NM : Anak-anak
gimana? Setuju, kalau ayahnya beristri lagi gitu?
DS : Ga
papa. Anak-anak sih setuju. Oh ya,anak-anak juga yang ngebesarin hati gw, waktu
gw terpaksa pisah dengan ibunya mereka. Mereka memahami situasinya. Karena
itulah ya, gw lantas mencoba merubah hidup gw untuk lebih punya waktu untuk
anak-anak. Tapi gw memang berhati-hati banget untuk menikah lagi, yang gw pikirin duluan tentu saja ketiga anak
gw, karena mereka tinggal sama gw. Waktu itu ya. Sekarang sih yang bungsu, lagi
tinggal dengan ibunya.
NM : Dan
akhirnya, elo menikah dengan Wulan, arti dia untuk elo? Atau apa yang elo inget
tentang Wulan ke elo?
DS :
Semasa hidupnya, dia juga mengajari gw banyak hal. Satu yang pasti, gw
diberinya motivasi, disupport secara
moral untuk bermusik lagi. Karena itu hidup gw. Jadi gini, gw setelah berpisah
dengan istri pertama sempat patah semangat bermusik. Gw lantas lari ke agama.
Gw belajar, menekuni benar-benar. Bro, gw orangnya freak kan kalau lagi baru suka sesuatu, gw akan intens dan
mendalam. Itu yang akhirnya membuat gw kayak sesaat jadi jauh dari musik.
Perhatian gw beralih ke agama. Gw datangi pengajian, belajar dari guru-guru
atau kakak-kakak, yang lebih tua. Elo tau ga, kegemaran gw tiba-tiba sholat di mesjid
atau surau, nah dalam sehari itu gw membiasakan diri, mengunjungi mesjid atau
surau di pelosok-pelosok bro. Sekali aja dalam sehari. Gw dapat ketenangan di
situ, apalagi kalau ketemu ulama di satu mesjid yang gw datangi itu, yang bisa kasih
ilmu ke gw. Ilmu agama ya.
NM : Lalu
Wulan gimana?
DS : Dia
yang menyadarkan ke gw, biar gimana hidup gw juga musik ya. Ga salah kok kalau
gw tetap bermusik. Dan gw tetap pegang teguh ajaran agama gw. Gw udah yakin
kan, pilihan gw itu ga salah. Jalan paling benar, ya adanya di Al Quran. Itu gw
yakini. Tapi gw tetap bisa bermusik. Wulan yang menyadarkan gw untuk itu. Gw
setuju dan sadari. Makanya ya gw balik lagi. Dia nemenin gw, jadwal gw diatur,
dia jadi ngingetin gw. Gw ga sampai kayak dulu jadinya, tenggelam di musik
masuk terlalu dalam dan lupa waktu. Ga begitu lagi.
NM : So
jadinya, waktu pendekatan elo juga udah sayang sama Wulan dong ya?
DS :
Hehehe..iya ya? Kita sering berdebat, pegang argumen masing-masing. Kita
berdua kan sama-sama pernah gagal, jadi sebenanya wajar juga kalau dia
berhati-hati. Cuma ya gw seneng ternyata berdebat dengan dia, apalagi soal
agama. Gw pegang teguh. Akhirnya ya gitu, dia tiba-tiba bilang deh ya udah kamu
mau ketemu orangtuaku kapan?
Perlu
diketahui, Sekar Wulan Sari, sang
istri tercinta dari Didit Saad,
meninggal dunia pada 7 Maret 2013. Belum genap setahun perkawinan mereka. Cinta
tengah berkembang mekar di antara mereka. Saya yang mungkin merasa cukup dekat
dengan Didit, merasakan memang adanya semangat hidup yang baru dari Didit
dengan Wulan di sampingnya.
Saya
benar-benar tidak tahu, bahwa mereka sebelum menikah gemar berdebat. (Kalau
dengar obrolan di atas, bukan berkonflik rasanya, tapi lebih tepat berdebat.
Untuk mencari titik temu, memang dengan argumen masing-masing, tapi saling
mencoba memahami satu sama lain dan berpikiran terbuka. Betul begitu kan, bro
Didit?). Karena sepenglihatan saya, mereka berdua terlihat akur, jalan bareng.
Akrab dan...baik-baik saja.
Yang
paling saya ingat Wulan saat dengan Didit, membuat Didit jadi makin keranjingan
hobi “baru”. Tidak baru-baru amat sih, tapi jadi lebih getol lah. Dengan
fotografi. Wulan memang hobi fotografi, dengan DSLR, mencoba ke analog lagi,
main juga Lomo Fotografi. Didit jadi
makin suka foto-foto ya “belajar” dari Wulan.
Satu
foto Wulan, dibuat pagi hari. Di ruang tamu rumah mereka. Cerita Didit, waktu
itu gw baru bangun dan belum mandi jelaslah. Tiba-tiba Wulan datang, bawa
kamera, pake tripod. “Kita foto-fotoan yiuk. Udah kita ga usah mandi. Begitu
aja, kamu pakai jeans dan kaos singlet.” Wulan yang direct, pakai selftimer.
Jadi bagus, di retouched coloring-nya diperbesar dan ditempatkan
di ruang tamu.
Dan
lantas, saya pilih untuk memotret Didit duduk di sofa dengan latar belakang
foto itu. Foto itu, bukan karena ukuran besarnya, tapi eye-catching. Asyik lihatnya. Didit itu sempat terdiam sedetik-dua
detik, elo beneran mau gw foto di sini dan foto ini jadi backgroundnya? Iya ini foto bagus banget. Kenapa? “Lho foto ini
memang dibuatnya di sini ini juga. Idenya Wulan dan nih gw pake jeans yang sama
dengan yang di foto...”
Didit
memang jadi fotografer akhirnya. Dia mengaku hobbyist aja. Ia aktif memotret dengan kamera dalam androidnya dan
rajin meng-uploadnya di social-media macam twitter, instagram atau path. Pembaca NewsMusik, silahkan lihat
dan nikmati karya foto-foto dari Didit dan Wulan, pada rubrik Gallery di NewsMusik ini...
Catat
ya, foto-foto Didit dan Wulan itu, saya khusus memintanya untuk boleh di-share di Gallery NewsMusik ini. Dan
foto-foto itu di upload, saat NewsMusikco
ini tayang periode terawalnya. Niat saya, saat itu, memancing teman-teman lain
yang biasa memotret pakai media hape, baik iPhone,
Android atau BB, untuk mau ikutan kirim foto-fotonya juga. Karena mulai banyak
teman-teman musisi yang lantas jadi rajin memotret....
NM : Bro,
rencana elo untuk masa depan elo, gimana? Bilang saja, mungkin 10 tahun lagi?
DS :
(Didit tersenyum dulu beberapa saat...) Gini bro, buat gw masa depan gw
itu ya sudah sampai. Hari ini adalah masa depan gw. Kenapa? Karena dari dulu,
gw itu menginginkan atau memahami hidup gw ini bukan untuk diri gw sendiri aja.
Gw ada juga untuk orang lain. Maksudnya, gw juga peduli sama orang lain. Ada
yang minta tolong apapun, ya sebisa mungkin gw tolong. Gw merasa, tugas gw ya
itu.
NM : Bisa
menjelaskan lebih dalam lagi bro?
DS :
Banyak ya orang datang ke gw, misalnya dalam hal musik. Mereka punya
potensi, punya kemauan, semangat tapi ga punya duit. Pengen rekaman tapi ga ada duitnya. Datang ke gw, dan sebisa
mungkin gw tolong. Senang aja membantu orang mewujudkan keinginannya,
cita-citanya. Syukur-syukurlah kalau di depannya dia berhasil, sukses gitu.
Denger aja gw udah senang banget., kalau mereka atau orang itu sukses. Biasanya
kan, gw pasti ga dilupain mereka ya.
Gw bisa aja dapat apa gitu dari mereka, misal diajak main, rekaman lagi dengan
gw. Tapi yang paling penting harus tulus membantu. Ikhlas. Ga usah cemas dengan
apa yang terjadi nanti. Gw menikmati hidup. Gw jalani hidup gw apa adanya dan
jalani perintah agama gw. Yakin dan percaya aja. Itu akan bikin kita ga perlu
takut apapun, everything’s gonna be okay.
Ga perlu muluk-muluklah. Sederhana kan?
NM : Iya
bro, nikmatilah hidup dan tulus ikhlas... Asyik juga obrolan kita ini ya?
DS :
Mudah-mudahan ini bermanfaat dan bisa ditangkap kan ya maksud gw? Ya
pandangan hidup gw begitu. Gw memang ga ada lagi pikiran ke masa depan, karena
ya inilah masa depan gw. Gw udah sampai di masa depan gw. Apa yang gw bayangin
dan inginkan dulu waktu masih muda banget. Ah, elo sih nanyanya ke situ, jadi
begitu deh jawaban gw. Paham ya kan maksud gw? /*
No comments:
Post a Comment