Saturday, February 6, 2016

DIDIT SAAD: Plastik Adalah Sisi Gelap Saya...


Achmad Farid J. Saad. Gitaris. Mengaku seperti memiliki dua kepribadian. Dan ternyata saya telah mengenalnya sejak awalnya ia dengan kelompok fenomenalnya, Plastik.
Karena Plastik, bahan mudah terbakar. Begitu terbakar, langsung habis. Begitulah juga yang terjadi grup musik itu. Plastik, terbakar dan habis. Menyisakan, hits dan ingatan orang akan musik mereka yang seru, pada jaman itu. Tapi buatnya, gw lupa apa yang terjadi dengan Plastik. Sesukses apa kita waktu itu...
Panggilan “pop”nya, Didit Saad. Ia adalah gitaris, penulis lagu, produser, mixing-mastering engineer. Rock n Roller, seperti itulah image yang melekat pada diri sahabat saya satu ini, yang berbadan relatif ramping dari waktu ke waktu.
Anak ketiga dari 5 bersaudara. Di tengah, dan dari dulu ia mengaku minoritas, dan terbiasa menyendiri saja. Tinggi 165 cm dan berat badan sekitar 55 kg. TapI Plastik diakuinya, membuatnya sampai ke taraf seperti sekarang ini.
Jadi, saya bertemu dan melihatnya di kantor menejemen Plastik. Itu era 90-anlah. Satu ketika waktu itu. Adalah Geaffary Ndol, salah satu tokoh showbiz dan show production. Putranya Ndol, Allo ternyata pernah menjadi manager Plastik. Yang saya ingat, Ndol hanya bilang, tuh si Allo sama band asuhannya. Bandnya lumayan bagus, kata Ndol. Dan sudah, hanya segitu.
Satu ketika, di pertengahan 2000-an saya dikontak Dhani Widjanarko, “dalang” dari kesuksesan kelompok pop rock bernama GIGI, sampai ini hari. Dhani, mengabari punya ide. Bentuk band baru. Mengumpulkan beberapa musisi yang bagus, punya “news-value”. Tapi pokoknya, mereka ini punya skill bermusik yang baik dong. Vokalisnya, nah kita cari.
Carinya lewat televisi! Kayak acara musik di luar itu? Persis! Jawab Dhani. Kita bikin versi sini, tapi disesuaikan dengan sikon di sin-lah, kata Dhani lagi. Jadinya, acara Mencari Vokalis Band Rock, Reinkarnasi, begitu title-nya.
Jadilah sebuah band. Dan Didit Saad, adalah nama pertama yang disebut Dhani Pete, eh iya itu nama “pop” dari manajer kondang itu. Didit disatukan dengan Adnil Faizal, mantan gitaris Base Jam. Bassisnya, diajaklah Erwin Prasetya, mantan bassis dan penulis lagu paling produktif di grup Dewa, selain Ahmad Dhani!
Drummer, mantan GIGI, Ronald. Kibornya, ini menarik. Tarik aja siapa tuh yang elo kenal dekat bro, yang di Boston itu. “Kan gw pernah ketemu waktu GIGI main di Boston, grupnya dia jadi pembuka. Coba panggil aja dia pulang. Seru kan?”Begitu ide Dhani. Saya lantas mengontak sang kibordis, yang sebenarnya juga sering bermain gitar, Angga Tarmizi. Angga mau pulang untuk gabung dengan band ini. Cakep!
Kamipun berkeliling beberapa kota, untuk mencari finalis. Nah ke sepuluh finalis “diadu” di tayangan televisi. Jadi reality show gitulah. Ajang pencarian bakat yang agak beda emang, mencari vokalis rock. Nah selama tur tersebut, juga masa-masa persiapan dari kelompok bernama eVo itulah, saya jadi mengenalnya lebih dekat. Oh ya, Dhani Pete memang meminta saya membantunya, menghandle eVo.
Satu yang lihat dan rasakan, dia intens dan berkomitmen. Semangat dan punya visi. Saya tuh pernah bilang dalam hati lho, “Ceking-ceking gitu, dia termasuk yang paling jelas visi dan misi bermusiknya”. Hehehe.
Easy goin’ person. Itu yang saya rasakan. Dan ternyata, buat banyak musisi, begitulah sifatnya yang dikenal. Gampang bergaul, dengan siapapun ia mau ngobrol. Belakangan, malah ga hanya ngobrol soal musik semata. Juga hal lain, termasuk fotografi!
Waktu dengan eVo, ia memang sudah mulai banyak “iseng” memotret. Kami berdua sering ngobrolin foto, kasih liat hasil foto iseng kita, dengan mengandalkan hanya kamera pocket digital. Yang saya pakai juga kameranya kantor kok.
Dan ya begitulah, lantas ia masuk formasi Syaharani Queenfireworks, yang disingkat dengan keren, ESQI:EF. Main juga di sana-sini, tapi lebih aktif di studio rekamannya sendiri. Ia lebih suka menyebutnya, “ruang kerja”, bukan studio. Tapi ketika ia yang rock n roll malah masuk ESQI;EF itu sebenarnya sudah terbilang unik. Kok bisa?
Ia juga masih tetap berteman dekat dengan Ipang Lazuardi, teman dekatnya sejak SMP! Walau Plastik sudah tidak ada, ia tetap bersahabat dan jalan bareng Ipang. Belakangan juga bertemu lagi dengan Aray Daulay, temannya juga di Plastik. Iapun membantu Ray D’Sky, grupnya Aray.
Terakhir ini, ketiga pentolan Plastik itu, jadilah kumpul lagi dan ngeband bareng lagi. Daddy and the Hot Tea namanya. Didukung Morris Orah, drums dan Oktaviansyah pada bass. Plastik bangkit lagi? Jadi musiknya kayak Plastik? Didit menggeleng, dan bilang, gw lupa deh soal Plastik. Ia lantas bercerita panjang lebar.
Kamipun sengaja janjian untuk ketemu, ngobrol-ngebrel dan foto-foto. Saya dengan Indrawan Ibonk menyambangi rumah Didit di Jalan Kuricang, kawasan Bintaro Jaya. Ngobrollah kami selama sekitar 5 jam lamanya. Mungkin juga lebih tuh. Diselingi dengan pemotretan di beberapa spot di rumahnya.
Ia sempat ngomongin gear-nya saat ini. Gitar kesayangannya, Fender Stratocaster Anniversary 40th Years Series tahun 1994-nya lagi berobat jalan, neck-nya rada bengkok. Maka ia pakai, 2nd guitarnya, Gretsch Electromatic 2007. Ia juga menyebut Fender Jazz Bass 1989, yang dia sukai dan kesayangannya. Ampifier dia pilih Fender Blues Junior Anniversary 40th Years Series 1994 atau Marshall JTM 45.
Seru juga. Dan Didit Saad banyak buka kartu pada banyak hal, terutama soal selera musiknya dan Plastik-nya. Ya sudah, ikuti saja, obrolan kami berikut ini...

NewsMusik (NM)  :  Bro, ngeband secara profesional pertama, dimana dan kapan?
Didit Saad (DS)  :  1989, di Pasar Seni Ancol tuh. Ada acara rock gitu. Diajak bang Arthur Kaunang.
NM  :  Oh ya, dengan Arthur Kaunang? Gimana bisa ketemunya?
DS  :  Lewat kakak gw yang tertua, mas Oji. Dia yang kenal bang Arthur, satu ketika bang Arthur cari gitaris untuk manggung. Dikenalin ke gw. Kita coba dan bang Arthur cocok.
NM  :  Dapat bayaran berapa waktu itu, bro?
DS  :  Wah berapa ya? Kalau ga salah sih, 25.000. Seneng banget tuh waktu itu.
NM  :  Terus berlanjut dengan Arthur Kaunang, atau hanya saat itu aja?
DS  :  Oh terus kok. Kita sempat main kemudian di acara HDX Awards di Balai Sidang dulu. Pas harinya dengan konser Sting di ruang besarnya tuh. Jadi abis main, gw buru-buru nonton Sting deh.
NM  :  Rekaman juga?
DS  :  Iya, rekaman juga. Beberapa penyanyi deh, juga album solonya bang Arthur.
NM  :  So, kalau buatmu, gimana Arthur Kaunang itu?
DS  : Orangnya humble ya. Pesan dia yang gw selalu inget, Kalau kita rendah hati akan besar sekali manfaatnya dalam hidup. Multi instrumentalis yang memang jago lho.
NM  :  Ada hal unik yang elo inget tentang seorang Arthur Kaunang?
DS  :  Kalau rekaman suka overtime. Dan dia sering ketiduran. Gw pernah isi gitar, ditinggal pergi sama dia. Eh dia ternyata tidur. Ya gw isi sampai beres dan nungguin aja dia bangun. Dia bangun dan dengerin sebentar dan ok. Kenapa sih aku ga dibangunin saja, lama dong tungguin saya? Gw Cuma senyum, ga papa bang. Yaaaah, mana berani gw bangunin dia...Hehehehe
NM  :  Lalu setelah dengan Arthur Kaunang, kemana lagi bro?
DS  :  Lalu gw diajak Iwa K. Ketemunya di Potlot. Langsung tur tuh. Jaman itu, pas Iwa memang lagi naik.
NM  :  Apa yang didapat selama dengan Iwa?
DS  :  Salah satu yang penting buat gw, Gw bisa ketemu orang-orang baru lagi. Dan menjadi kenal dengan industri. Ya belajar dari sharing dengan Iwa dan menejemennya waktu itu, dengan orang labelnya. Dan gini, Iwa kan dekat dengan Guest Band. Kayak Yudis Dwikorana misalnya, ada kan? Saat itulah, gw bisa ngobrol leluasa tentang jazz. Gw bisa diskusi soal jazz dan blues dengan mereka.
NM  :  Bandnya saat itu dengan siapa aja bro?
DS  :  Ada Jamie Adhitya, dia ngegitar bareng gw. Itu sebelum dia jadi VJ. Asyik lho. Kebanggaaan gw juga, main bareng dia. Apalagi setelah Jamie lantas ngetop sebagai VJ di MTV. Iya, beberapa dari band itu, pada jadi di waku kemudian. Backing vocalnya, Sita dan Dewi, lantas dikenal lewat RSD. Ada Ari juga di backing vokal, yang lalu populer dengan Lingua. Drummernya juga, Gannes, lantas main kemana-mana, antara lain dengan Oppie Andaresta kan. Bassnya, Fanny. Main terus dengan Iwa.
NM  :  Oh ya, elo emang lama nongkrong di Potlot? Gimana ceritanya?
DS  :  Iya dulu itu rumah gw, di Duren Tiga ujung ya, seberangnya Potlot lah. Gw dengan Massto dan Bimbim, ya temen dari kecil. Terbiasa nongkrong bareng. Jadi waktu dengan bang Arthur, gw sempat ilang dari lingkungan rumah, ya ga nongkrong di Potlot. Tapi lantas balik ke situ lagi. Di situlah gw ketemu Iwa.
NM  :  Tapi omong-omong bro, elo bisa main gitar dari kapan? Belajar dari mana?
DS  :  Boleh ga gw bilang, yang ngajarin gw main gitar, tukang rokok di depan rumah gw? Hehehehe, emang gitu. Walaupun keluarga gw tuh punya band keluarga lho. Iya, kita suka main di acara-acara keluarga. Sering banget. Gw diajak. Tapi yang ngajarin gw main gitar, bukan keluarga gw lho. Ya dari SD gw udah belajar gitar. Lucunya, gw kalau di band keluarga gw itu, gw main drum lho
NM  :  Lagu-lagu gimana yang dimainin waktu sama band keluarga itu bro?
DS  :  Lagu-lagu the Beatles tuh. Gw emang dicekokin ya lagu-lagu dari the Beatles waktu kecil, jaman SD.
NM  :  Pastinya, gedean elo berubah seleranya? Ke rock gitu kali ya bro?
DS  :  Yoi bro. Di SMP gw jadi kenal dan dengerin terus metal. Gw udah berteman dekat tuh dengan Ipang dan Alex ya. Wh, Iron Maiden bro. Pokoknya gw anak metallah, kalau di luar rumah.
NM  :  Kok kalau di luar rumah? Di rumah, harus dengerin Beatles ya?
DS  :  Nah,beda bro. Ini bisa gw bilang, salah satu sisi gelap gw bro. Hahahaha.... Jadi waktu SMP itu, gw bisa tertarik dengerin kaset kakak gw. GRP All Stars tuh bro. Lee Ritenour! Gw suka banget dengan Rit Variations. Dan tau ga, gw dengerin diem-diem. Kalau siang gt, gw menyelinap ke kamar kakak gw, yang paling sulung. Dia banyak koleksi kaset-kaset jazz, fusion gitu. Ya gw ambil, minjem untuk dengerin. Abis dengerin, gw balikkin lagi
NM  :  Oh gitu? So, elo suka jazz atau fusion lah sejak SMP? Apa ga aneh tuh, sementara lingkungan teman-teman kan sukanya metal?
DS  :  Itu dieee, makanya gw bilang sisi gelap gw. Gw asli diem-diem bro, ga ada yang tahu bahwa gw ternyata suka dengerin jazz. Akhirnya, Ipang tau, gw kepergok waktu dia main ke rumah gw
NM  :  Hahahaha, Ipang gimana tuh?
DS  :  Dia kaget dan bilang, eh elo kenapa bro. Lagi dengerin apaan nih? Kok yang ginian elo dengerin? Lantas gw ancam si Ipang, hahahahaha....awas elo ya, jangan sampai anak-anak tahu! Ga temenan lagi ntar kita... Ipang manut lho. Dan dia bener-bener, ga pernah buka mulut sama temen-temen itu
NM  :  Bener-bener sahabat baik elo ya, Ipang...
DS  :  Wah yoih bro. Ipang tuh yang sangat mengerti gw. Dan gw juga jadi mengerti dia.
NM  :  Hanya GRP dan Lee Ritenour yang elo dengerin waktu itu? Lalu, gimana lagi bro? Menarik nih... hihihi...
DS  :  Nah, dari GRP dan Lee Ritenour itu, gw lantas dengerin juga Casiopea. Gw waktu itu, ga cuma dengerin, tapi dengerin sambil gw coba di gitar. Gw ngulik lagu-lagu itu bro. Lama kelamaan, ga enak juga kan minjem diem-diem terus, gw lantas beli aja kaset GRP yang sama, di Blok M tuh. Gw juga beli kaset Casiopea. Itu kaset pertama yang gw beli, selain kaset Somewhere in Time-nya Iron Maiden! Dari situ, gw juga dengerin yang jazz lainnya deh. Gw juga dengerin blues ya.
NM  :  Berarti, elo terus dengerin lagu-lagu jazz itu? Sampai kapan begitu bro?
DS  :  Ya terus dong. Sampai sekarang, hahahaha. Tapi gw ga hanya berhenti dengan dengar doang. Waktu Jakjazz pertama kali (itu tahun 1988 - Red), gw diajak mas Oji kakak gw, untuk nonton. Di Ancol kan? Gw terkagum-kagum bro. Lihat Kazumi Watanabe waktu itu ya, wah asyiknya! Sampai-sampai gw males pulang bro. Abang gw rada kesel tuh....
NM  :  Bro, jadi di keluarga,elo ga dekat gitu ya? Berarti dengan abang lo, Imanez juga?
DS  :  Ya begitu. Terus terang ya, awalnya memang gw menyendirilah. Gw ga dekat. Dengan Imanez juga gitu. Belakangan emang jadi dekat juga. Tapi awalnya ga. Imanez gaul di keluarga gw. Gw mengucilkan diri. Bukan dikucilkan ya, ya gw aja yang ga terlalu niat gabung atau kumpul-kumpul terus gitulah. Sebenarnya, di lingkungan temen-temen, termasuk di Potlot gw itu begitu. Ga gaul banget ya. Gw minoritaslah. Ya kayak temen deket misalnya, memang hanya Ipang.
NM  :  So, buat elo nih, terutama di waktu dulu itu, apa dong arti jazz atau fusion dengan metal?
DS : Jazz dan blues seperti memberi rasa pada permainan gitar. Kasih soul yang lebih dalam. Misal ketika kita mainin not-not panjang ya. Metal tentu saja memberi enerji dan semangat. Seru gitu. Rame. Jazz dan blues jadinya lebih ke dalem gw ya.
NM  :  Elo senang metal siapa aja?
DS  :  Iron Maiden ya, Megadeth, Metalicca. Ya semua metal lah gw jadi dengerin, sama temen-temen waktu itu.
NM  :  Kalau jazz atau blues?
DS  : Selain Lee Ritenour dengan GRP All Stars, Casiopea lalu Kazumi itu. Gw juga lantas dengerin Allan Holdsworth, Robben Ford. Sampai ke Stan Getz, Chuck Mangione, Mike Stern dan Eric Johnson juga gw dengerin dan suka. Selain ya tentu Jimi Hendrix dan Stevie Ray Vaughn ya. Gw dengerin yang jazz-jazzan dan blues gitu, waktunya terbatas lho. Jadi, hanya pas pulang sekolah. Siangan. Paling lama juga 2 jam lah. Karena sorean kan, anak-anak itu udah pada datang dan ngumpul di rumah. Iya, rumah gw juga tempat teman-teman pada nongkrong.
NM  :  Ok, seru juga ya. Lantas, gimana cerita Plastik?
DS  :  Hmmm... (Didit terdiam sebentar lantas senyum) Gimana ya bro, buat gw, Plastik itu sisi gelap gw yang kedua. Sisi gelap yang lain...
NM  :   Maksudnya apa nih bro?
DS  :  Ya gitu. Musiknya ya pergaulannya. Gw kan jadi berat dengan drugs saat itu. Ga keruan deh hidup gw, waktu itu. Musiknya juga. Karena gw kan, ya gw cerita tadi gw emang terbiasa minoritas ya. Jadi musiknya, gw ngikut aja. Ini memang band gw juga. Gw di sisi itu, senang banget. Bisa bawain lagu sendiri lho! Tapi musiknya, bukan apa yang gw inginkan sebenarnya. Beneran deh. Tapi saat itu gw ga bilang, ga ungkapin ke temen-temen Plastik ya.
NM  :  Tapi waktu itu kan Plastik lumayan berjaya lho bro?
DS  :  Ya kata orang sih begitu. Tapi waktu album pertama keluar, nah itu juga puncaknya gw nge-drugs. Jadi, gw itu kayak skip. Gw sebenarnya, ga tahu apa yang terjadi saat itu. Gw ga inget tuh. Karena kan gw bisa dibilang, ga sadar.
NM  :  Oh ya? Benar tuh? Tapi waktu itu Plastik disebut seperti pelopor grunge gitu ya? Tanggapanmu?
DS  :  Begitulah yang gw ingat. Orang-orang bilang, Plastik itu Pearl Jam-nya Indonesia. Gw bingung juga, karena sebetulnya ya gw ga pernah dengar Pearl Jam! Gw cuma dengar album Alive nya Pearl Jam. Udah, itu aja. Di bilang kayak Nirvana, gimana ya, gw sendiri tau Nirvana hanya lagu Smells Like Teen Spirit doang. Jadi, jaman itu aneh buat gw. Tapi yang paling ajaib, gw juga ga ngerasain...
NM  :  Suasana di dalam Plastik itu sebenarnya bagaimana, pada saat itu? Ok elo kacau dengan drugs, tapi pergaulan ke dalamnya?
DS  :  Gw ga sadar, jadi ga inget lagi. Kayaknya sih ya jalan aja gitu. Waktu itu, gw yang paling berat, anak-anak Plastik lain, belum terlalu. Tapi lalu gw menularkannya ke teman-teman soal drugs. Terkena semua, kecuali Ipang aja. Ipang bersih banget. Dia ga mau, tapi ya dia ok aja gitu. Mungkin situasi asyik-asyik aja kali. Kita pernah ya latihan di studio, gw minta hanya pake lilin di tengah, semua lampu dimatiin. Pernah beberapa kali begitu. Ya enak aja, gelap-gelapan. Karena pengaruh drugs, kayak putauw, jadi asyik suasana temaram begitu... 1 aja lilinnya.
NM  :  Walau begitu toh Plastik tetap jalan kan?
DS  :  Betul. Karena ada Allo, ada menejemen. Dijalanin dengan benar. Saat itu, kayaknya Allo atau apalagi babenya, ga tau gw tuh mabuk terus. Kalaupun tahu ya mungkin aja mereka pikir karena minuman atau apa sih, kurang tidur kali ya. Gw ngerasa begitu, Allo ga tau bahwa gw udah parah. Temen-temen juga mulai ikut-ikutan. Allo menjalankan Plastik dengan baik, terbukti kita bisa dapat tur show, Keliling sampai 24 kota lho. Gw ya main aja, tapi sekali lagi, gw ga inget ngapain aja selama tur itu. Gawatlah....
NM  :  Dapat penghasilan berapa waktu itu dengan Plastik bro?
DS  :  Ah itu juga, gw ga inget. Dapet langsung ilang, buat belanja. Album pertama dan kedua Plastik, praktis gw ga ingat apa-apa, itu puncak-puncaknya gw parah

Begitulah, Didit sadari atau tidak, Plastik Band tercatat sebagai salah satu ikon rock Indonesia 1990-an. Ya era grunge. Saat itu Plastik memang terbilang paling menonjol. Menurut Didit, formasi awalnya Plastik hanya berempat saja, ya Didit, Ipang dan Alex di bass dan Iman yang drummer. Mereka latihan di rumah Iman yang punya studio lengkap.
Baru belakangan Aray Daulay masuk, dan mereka jadi berlima. Karena kayaknya mereka butuh pemain tambahan, antara kibordis atau gitaris lagi. Ketemu Aray di Potlot, gw sempat lihat dia jammin gitu. Dan kayaknya asyik style-nya, rock n roll ya. Gw ajakin aja pas lagi nongkrong bareng di Potlot, eh dia mau.
Buat Didit, ketika main di Potlot, sisi blues-nya dia lumayan bisa tersalurkan. Karena kan seperti Slank, rocknya itu banyak unsur bluesnya. Ia jadi suka karena memang kepengen banget mainin lebih banyak blues atau kalau bisa ya rada nge-jazz. Progresif rock, paling ga gitu deh. Bayangan dia awalnya pada Plastik musiknya bisa begitu. Ternyata tak dia duga dong, kalau jadinya malah ke grunge. Karena dia jarang dengerin grunge! 
Didit, kelahiran Jakarta 11 Maret 1973, dari orang tuanya Jusuf Ilmun Saad dan Poppy Sri Suryandari. Kakak-kakaknya adalah Muhamad Fauzie Saad, Abdul Firman Saad. Dua adiknya adalah, Fachmi J.Saad dan Dian Puspita Sari.
Kakak sulungnya belakangan lantas membuat sebuah studio rekaman lengkap di kawasan Fatmawati, yang lantas menyerahkannya ke Didit untuk dijalankan. Itu juga salah satu yang membuat Didit makin asyik kerja dalam studio. Kakak kedua adalah alm.Imanez, penyanyi yang lantas besar lewat pergaulannya dengan anak-anak Potlot.
 
NM  :  Lalu bagaimana elo stop dari drugs?
DS  :  Gw tau-taunya married. Gila kan, ga sadar gitu kenapa kok gw lantas married. Gw ga pacaran sama sekali, dan gw emang tidak pernah merasakan pacaran. Sebelum-sebelumnya juga gitu, jaman sekolah misalnya. Ga tau ya. Mungkin karena gw kan minoritas, menyendiri jadi ga ada cewek juga yang peduli sama gw...hehehehe. Gw tanpa pacaran, ya married. Dengan istri pertama tuh. Nah setelah married, tiba-tiba gw sadar. Sendiri aja gw sadari, kenapa gw begini. Akhirnya, gw bisa berhenti total. Gw berjuang untuk itu. Setahun proses bersih diri gw. Ya, gw sendiri aja pengen berhenti, ga ada yang menyuruh atau menekan gw.
NM  :  Jadi, karena married elo sadar dan berhenti jadi pecandu narkotika?
DS  : Iya begitu. Gw bersyukur, bisa bangun dari tidur gw. Gw lantas jadi merasa punya tanggung jawab, karena ada istri yang harus gw tanggung kan? Nanti juga akan ada anak-anak gw. Itu salah satu yang membuat gw sadar dan memutuskan ninggalin drugs
NM  :  Teman-teman Plastik bagaimana? Ikut berhenti?
DS  :  Di situlah persoalan timbul, bro. Gw berhenti, anak-anak lain belum. Akhirnya, jadi konflik. Gantian, mereka jadi berat. Parah. Gw sembuh, tapi yang lain ga. Masuk ke album ketiga, wah itu prosesnya penuh konflik banget. Suasana makin amburadul di dalamnya. Ga sehat banget. Yang make drugs tetap aja terus dan makin terasa jauh....
NM  :  Waduh, kacau banget. Lalu gimana?
DS  :  Album ketiga dirilis, Ipang memutuskan keluar. Dia udah ga kuat dengan suasana di dalamnya. Disusul gw, ikut keluar. Band itupun berhenti. Dari situ, lalu gw mulai tertarik dengan rekaman lewat komputer. Waktu itu kan baru ya. Gw tertarik dan lantas keasyikan. Gw itu freak banget kalau lagi suka dengan sesuatu hal yang baru, bro. Nah itu yang terjadi dengan rekaman digital. Nah soal rekaman begitu ya, gw pernah sebelumnya tuh bilang, satu ketika bisa-bisa kita rekaman simpannya ga lagi di pita gede (jaman analog dikenal pita 2-inch – Red), Bisa aja, kita proses rekaman lewat email misalnya. Bukan ga mungkin lho. Ternyata ya jadi kenyataan kan...
NM  :  Jadi, elo lantas sibuk dengan rekaman lewat komputer?
DS  :  Sekitar 1998, jaman kerusuhan tuh, gw mulai suka, mendalami dan intens dengan perekaman lewat komputer. Gw pelajari serius. Gw juga mulai akrab dengan synthesizer. Gw bahkan mulai asyik jadi DJ segala, bikin musik lewat komputer, mesin gitu. Waktu itu,sampai gw punya nama lain, Outter DJ... Gw mulai keasikan, menyendiri lagi, di kamar aja. Ya berjam-jam dengan komputer gw. Males keluar. Gw pelajari terus komputer, hardware dan software.
NM  :  Elo jadi ga main di panggung gitu?
DS  :  Sempat juga begitu. Tapi tiba-tiba dari menjemennya Potret menghubungi gw, mengajak gw main dengan Potret, untuk dipanggung. Katanya yang minta itu Arie Ayunir, drummernya, waktu itu masih di sini (sekarang Arie Ayunir bermukim di Amerika Serikat – Red). Awalnya maunya 2 gitar kan, gw sempat ngusulin Cole, gitaris temen juga. Udah gw kenalin juga ke Potret, eh belum juga sempat manggung bareng, Cole keburu wafat. Akhirnya, ya dengan Anda Perdana. Ya dari situ, jadi dekat dengan Melly dan Anto. Juga, gw jadi kenal Andy Ayunir, adik Arie. Kan Potret latihan di A System, studionya Arie dan ya Andy di situ juga. Dan saat itu, gw mulai suka dengan musik electronica kayak Jean Michelle Jarre, belakangan ini juga gw suka dengerin Daft Punk.
NM  :  Pas dong! Elo makin kenal dan paham rekaman dengan komputer dan musik-musik digital?
DS  :  Iya dong! Dari Andy, gw dapat banyak pelajaran tambahan. Ilmu bertambah. Makin gila aja. Gw kan jadi dekat dengan Andy. Di saat itu, sementara gw sering ketemu Andy, gw ketemu lagi Aray nih. Nah Aray ngabarin gw, dia lagi main ke salah satu kafe gitu ketemu sama 1 penyanyi cewek. Suaranya gile. Keren banget. Elo harus lihat dia dan dengerin suaranya deh.
NM  :  Siapa tuh, Syaharani ya?
DS  :  Tunggu ya, tiba-tiba Andy ngajakin gw main dengan band-nya. Gw mau, karena sound-nya banyak electronica nya gitu, kan dengan Andy? Grup itu adalah Cyno (awalnya Cynomadeus, dengan pentolannya, Todung Panjaitan dan ada Fajar Satritama, dari EdanE, sebagai drummer – Red). Ternyata vokalisnya Syaharani. Rani inilah yang gw lantas tau, yang dilihat dan sempat nge-jam dengan Aray.
NM  :  Di situlah awal elo kenal Rani? Berikutnya, gimana?
DS  :  Iya betul bro. Lalu Rani pengen bikin album sendiri yang orisinal lagunya. Awalnya sih minta lagu sama Ipang. Ipang minta gw ngerjain musiknya, lalu ya nyambunglah kemudian gw dengan Rani. Itu mulai album pertamanya, Magma. Dan itulah album pertama yang gw produseri, selain album solo  pertamanya Ipang. Gw sepenuhnya kerjain di rumah saja. Setelah Rani dan Ipang, gw mulai sering jadi produser rekaman. Awalnya banyak tangani album untuk penyanyi lama kayak Bangkit Sanjaya, Malida. Juga albumnya Nugie. Ya lantas jadinya malah ngeband bareng Rani kan dengan ESQIEF itu. Baru deh beberapa tahun berikutnya, kite jalan bareng bro dengan eVo itu....

Didit Saad memang sempat mengalami kegagalan dalam rumah tangga. Ia berpisah dengan istri pertamanya. Saat itu, ia mengaku jadi introspeksi. Bisa jadi, kesalahan memang pada dia. Dia kan saat itu, sekian waktu tenggelam dalam studio. Asyik rekaman. Lupa waktu banget. Selain itu, mulai juga banyak main. Karir musiknya, menyita habis waktunya. Ia mengaku, benar-benar jarang banget jalan sama istri dan anak-anaknya.
Walau awalnya dia begitu, justru karena juga pertimbangan demi keluarga. Begini cerita Didit, saat kerusuhan Mei 1998, showbiz kan terpuruk? Ia berpikir keras, gimana bisa tetap eksis, bisa menghidupi keluarganya dari musik. Maka dengan adanya jalan, rekaman lewat komputer itu, ia jalani dengan pengharapan ini jadi jalan keluar terbaik. Sambil menunggu showbiz membaik kembali.
Ia mempunyai 3 putri dari pernikahan pertamanya. Siti Khadiva Azhalia Farid, anak sulung sekarang 16 tahun. Lalu Siti Dashira Azzuri, sekarang ini 14 tahun dan si bungsu, Siti Aisyah Azzahra yang saat ini berusia 8 tahun.
Ia hanya punya kedekatan di waktu tertentu saja dengan anak-anaknya. Ia membiasakan diri, untuk rutin mengantarkan anaknya ke sekolah. Itu dijalani sejak anak pertamanya bersekolah. Satu persatu, ia sebisa mungkin mengantarnya ke sekolah. Pulangnya, biasanya ia sulit untuk menjemput mereka. Tapi begitulah, untuk mengantar sekolah, harus dia.
Nah kebiasaannya, sepanjang perjalanan ke sekolah anak-anaknya, cerita Didit, ia pasang lagu-lagu klasik. Ga boleh dengerin lagu lain, hanya lagu klasik. Dan itu terus menerus. Anak-anaknya patuh dan mendengarkan. Itulah salah satu cara mendidik anak-anaknya, memperkenalkan mereka dengan musik. Ia tidak pernah, mengajarkan anak-anaknya bermain musik.
“Iya ga sempat sih. Tapi aneh, mereka juga tidak pernah minta diajarin. Dan ternyata, mereka tiba-tiba sudah bisa main piano, main gitar. Bahkan membuat lagu, seperti anak pertama gw itu. Lagu-lagunya ya udah jadi,”terang Didit sambil senyum. Gw mungkin akan merekamnya nanti, janji dia.
Kebiasaan lain yang terus dipertahankannya adalah, bila akan tidur malam, ia memutarkan rekaman pembacaan Al Quran. Rutin, setiap malam. Dan anak-anaknya juga jadi terbiasa, ga pernah protes. Akhirnya ya memang bisa tidur lelap. Malah jadi terbiasa, baru bisa tidur kalau sudah dengar rekaman pembacaan ayat-ayat itu.

NM  :  Bro, arti anak-anak buatmu ?
DS  :  Anak-anakku adalah hidupku. Gw pasang badan untuk anak-anak gw. Makanya, gw juga berpikir keras menyiasati gimana menghidupi anak-anak gw ya, waktu showbiz turun grafiknya, ga ada jadwal manggung. Saat setelah kerusuhan 1998 itu.
NM  :  Tapi sebenarnya, elo dekat ga dengan anak-anak elo?
DS  :  Ya begitulah, gw memang pernah seperti lupa ya dengan dunia gw. Gw tenggelam dalam musik gw. Saat itu gw workaholic! Soalnya, sampai ngerjain jingle juga. Bikin jingle, musik berdurasi pendek begitu, wah tantangan mengasyikkan buat gw. Tapi setiap hari, yang membangunkan mereka untuk sekolah ya gw. Lalu mengantar mereka ke sekolahnya. Itu adalah pekerjaan rutin yang jadi kebiasaan gw. Itulah cara gw, mendekatkan diri dengan anak-anak.
NM  :  Lalu arti istri?
DS  :  Istri itu ibarat rumah. Ya bikin gw jadi tanggung jawab. Mengerjakan sesuatu, istirahat, ngobrol, diskusi. Bikin gw jadi manusia seutuhnya. Gw jadi harus berani mengambil keputusan ya dengan adanya istri. Awalnya gw menikah yang pertama, wah gw itu ga ditegur sama mertua gw. Karena tidur pagi, bangun udah sore. Akhirnya ya gw harus berubah. Dan lantas, bisa dekat sama mertua gw deh, hehehe...
NM  : Lalu gimana dengan istri keduamu? Kenapa akhirnya elo lantas menikah lagi?
DS  :  Gw ketemulah dengan Wulan. Awalnya ya begitulah. Ga pacaran tapi dekat saja, ngobrol gitu. Berdebat juga. Dia juga terbilang aktifis sosial ya. Dia punya yayasan Stigma Foundation,  yang mencoba menghentikan perkembangan penderita HIV/AIDS dari kalangan pecandu narkotika. Dengan yayasannya itu, ia berhasil. Bahkan sampai menjadi pembicara di PBB. Seorang perempuan gigih dan berkomitmen kuat! Yayasannya banyak mendapat aliran dana dari para pendonor, internasional lho. Tapi ia tetap dari awalnya, hanya mau mengambil ya gajinya saja. Tidak lebih. Semua untuk yayasannya. Gw salut untuk itu. Perjuangannya luar biasa. Ketika kita makin dekat, gw bilang sama dia, gw ga bisa dekat begini terus dan hanya pacaran. Gw ga mau pacaran, ya kalau elo mau sama gw, harus mau kawin sama gw. Resmi jadi istri gw! Awalnya dia kaget, ga mau. Berdebatlah kita lagi. Dia benci gw katanya, tapi selalu ya nyari gw. Ga bisa lama gitu ga ketemu gw.
NM  :  Anak-anak gimana? Setuju, kalau ayahnya beristri lagi gitu?
DS  :  Ga papa. Anak-anak sih setuju. Oh ya,anak-anak juga yang ngebesarin hati gw, waktu gw terpaksa pisah dengan ibunya mereka. Mereka memahami situasinya. Karena itulah ya, gw lantas mencoba merubah hidup gw untuk lebih punya waktu untuk anak-anak. Tapi gw memang berhati-hati banget untuk menikah lagi, yang gw pikirin duluan tentu saja ketiga anak gw, karena mereka tinggal sama gw. Waktu itu ya. Sekarang sih yang bungsu, lagi tinggal dengan ibunya.
NM  :  Dan akhirnya, elo menikah dengan Wulan, arti dia untuk elo? Atau apa yang elo inget tentang Wulan ke elo?
DS  :  Semasa hidupnya, dia juga mengajari gw banyak hal. Satu yang pasti, gw diberinya motivasi, disupport secara moral untuk bermusik lagi. Karena itu hidup gw. Jadi gini, gw setelah berpisah dengan istri pertama sempat patah semangat bermusik. Gw lantas lari ke agama. Gw belajar, menekuni benar-benar. Bro, gw orangnya freak kan kalau lagi baru suka sesuatu, gw akan intens dan mendalam. Itu yang akhirnya membuat gw kayak sesaat jadi jauh dari musik. Perhatian gw beralih ke agama. Gw datangi pengajian, belajar dari guru-guru atau kakak-kakak, yang lebih tua. Elo tau ga, kegemaran gw tiba-tiba sholat di mesjid atau surau, nah dalam sehari itu gw membiasakan diri, mengunjungi mesjid atau surau di pelosok-pelosok bro. Sekali aja dalam sehari. Gw dapat ketenangan di situ, apalagi kalau ketemu ulama di satu mesjid yang gw datangi itu, yang bisa kasih ilmu ke gw. Ilmu agama ya.
NM  :  Lalu Wulan gimana?
DS  :  Dia yang menyadarkan ke gw, biar gimana hidup gw juga musik ya. Ga salah kok kalau gw tetap bermusik. Dan gw tetap pegang teguh ajaran agama gw. Gw udah yakin kan, pilihan gw itu ga salah. Jalan paling benar, ya adanya di Al Quran. Itu gw yakini. Tapi gw tetap bisa bermusik. Wulan yang menyadarkan gw untuk itu. Gw setuju dan sadari. Makanya ya gw balik lagi. Dia nemenin gw, jadwal gw diatur, dia jadi ngingetin gw. Gw ga sampai kayak dulu jadinya, tenggelam di musik masuk terlalu dalam dan lupa waktu. Ga begitu lagi.
NM  :  So jadinya, waktu pendekatan elo juga udah sayang sama Wulan dong ya?
DS  :  Hehehe..iya ya? Kita sering berdebat, pegang argumen masing-masing. Kita berdua kan sama-sama pernah gagal, jadi sebenanya wajar juga kalau dia berhati-hati. Cuma ya gw seneng ternyata berdebat dengan dia, apalagi soal agama. Gw pegang teguh. Akhirnya ya gitu, dia tiba-tiba bilang deh ya udah kamu mau ketemu orangtuaku kapan?

Perlu diketahui, Sekar Wulan Sari, sang istri tercinta dari  Didit Saad, meninggal dunia pada 7 Maret 2013. Belum genap setahun perkawinan mereka. Cinta tengah berkembang mekar di antara mereka. Saya yang mungkin merasa cukup dekat dengan Didit, merasakan memang adanya semangat hidup yang baru dari Didit dengan Wulan di sampingnya.
Saya benar-benar tidak tahu, bahwa mereka sebelum menikah gemar berdebat. (Kalau dengar obrolan di atas, bukan berkonflik rasanya, tapi lebih tepat berdebat. Untuk mencari titik temu, memang dengan argumen masing-masing, tapi saling mencoba memahami satu sama lain dan berpikiran terbuka. Betul begitu kan, bro Didit?). Karena sepenglihatan saya, mereka berdua terlihat akur, jalan bareng. Akrab dan...baik-baik saja.
Yang paling saya ingat Wulan saat dengan Didit, membuat Didit jadi makin keranjingan hobi “baru”. Tidak baru-baru amat sih, tapi jadi lebih getol lah. Dengan fotografi. Wulan memang hobi fotografi, dengan DSLR, mencoba ke analog lagi, main juga Lomo Fotografi. Didit jadi makin suka foto-foto ya “belajar” dari Wulan.
Satu foto Wulan, dibuat pagi hari. Di ruang tamu rumah mereka. Cerita Didit, waktu itu gw baru bangun dan belum mandi jelaslah. Tiba-tiba Wulan datang, bawa kamera, pake tripod. “Kita foto-fotoan yiuk. Udah kita ga usah mandi. Begitu aja, kamu pakai jeans dan kaos singlet.” Wulan yang direct, pakai selftimer. Jadi bagus, di retouched coloring-nya diperbesar dan ditempatkan di ruang tamu.
Dan lantas, saya pilih untuk memotret Didit duduk di sofa dengan latar belakang foto itu. Foto itu, bukan karena ukuran besarnya, tapi eye-catching. Asyik lihatnya. Didit itu sempat terdiam sedetik-dua detik, elo beneran mau gw foto di sini dan foto ini jadi backgroundnya? Iya ini foto bagus banget. Kenapa? “Lho foto ini memang dibuatnya di sini ini juga. Idenya Wulan dan nih gw pake jeans yang sama dengan yang di foto...”
Didit memang jadi fotografer akhirnya. Dia mengaku hobbyist aja. Ia aktif memotret dengan kamera dalam androidnya dan rajin meng-uploadnya di social-media macam twitter, instagram atau path. Pembaca NewsMusik, silahkan lihat dan nikmati karya foto-foto dari Didit dan Wulan, pada rubrik Gallery di NewsMusik ini...
Catat ya, foto-foto Didit dan Wulan itu, saya khusus memintanya untuk boleh di-share di Gallery NewsMusik ini. Dan foto-foto itu di upload, saat NewsMusikco ini tayang periode terawalnya. Niat saya, saat itu, memancing teman-teman lain yang biasa memotret pakai media hape, baik iPhone, Android atau BB, untuk mau ikutan kirim foto-fotonya juga. Karena mulai banyak teman-teman musisi yang lantas jadi rajin memotret....

NM  :  Bro, rencana elo untuk masa depan elo, gimana? Bilang saja, mungkin 10 tahun lagi?
DS  :  (Didit tersenyum dulu beberapa saat...) Gini bro, buat gw masa depan gw itu ya sudah sampai. Hari ini adalah masa depan gw. Kenapa? Karena dari dulu, gw itu menginginkan atau memahami hidup gw ini bukan untuk diri gw sendiri aja. Gw ada juga untuk orang lain. Maksudnya, gw juga peduli sama orang lain. Ada yang minta tolong apapun, ya sebisa mungkin gw tolong. Gw merasa, tugas gw ya itu.
NM  :  Bisa menjelaskan lebih dalam lagi bro?
DS  :  Banyak ya orang datang ke gw, misalnya dalam hal musik. Mereka punya potensi, punya kemauan, semangat tapi ga punya duit. Pengen rekaman tapi ga ada duitnya. Datang ke gw, dan sebisa mungkin gw tolong. Senang aja membantu orang mewujudkan keinginannya, cita-citanya. Syukur-syukurlah kalau di depannya dia berhasil, sukses gitu. Denger aja gw udah senang banget., kalau mereka atau orang itu sukses. Biasanya kan, gw pasti ga dilupain mereka ya. Gw bisa aja dapat apa gitu dari mereka, misal diajak main, rekaman lagi dengan gw. Tapi yang paling penting harus tulus membantu. Ikhlas. Ga usah cemas dengan apa yang terjadi nanti. Gw menikmati hidup. Gw jalani hidup gw apa adanya dan jalani perintah agama gw. Yakin dan percaya aja. Itu akan bikin kita ga perlu takut apapun, everything’s gonna be okay. Ga perlu muluk-muluklah. Sederhana kan?
NM  :  Iya bro, nikmatilah hidup dan tulus ikhlas... Asyik juga obrolan kita ini ya?
DS  :  Mudah-mudahan ini bermanfaat dan bisa ditangkap kan ya maksud gw? Ya pandangan hidup gw begitu. Gw memang ga ada lagi pikiran ke masa depan, karena ya inilah masa depan gw. Gw udah sampai di masa depan gw. Apa yang gw bayangin dan inginkan dulu waktu masih muda banget. Ah, elo sih nanyanya ke situ, jadi begitu deh jawaban gw. Paham ya kan maksud gw? /*























No comments: