Friday, June 29, 2018

Sebuah Obituari, mengenang Harri Moekti, sahabatku



Hariyadi Wibowo, lahir di Cimahi, 2 Maret 1957. Begtulah yang secara kebetulan, aku cukup mengingatnya dengan baik. Kan, di sekitar 1980-an, jelang akhirlah ya, aku pernah mewawancarai dirimu. Ingat kan bro?
Apa yang aku ingat, memang sebatas di waktu yang ga terlalu panjang. Seingetku bro, dari waktu dirimu membantu grup Krakatau, sebagai vokalis. Aku ingat, aku jadi dekat selepas dirimu tampil dengan Krakatau di acara Jazz Goes to Campus, di taman Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, di Salemba Raya.
Seingatku itu bulan Oktober 1985 deh. Krakatau pada waktu itu baru berdiri. Jadi, beberapa bulan sebelumnya baru menjadi kampiun kompetisi band kesohor, di waktu itu ya, Light Music Contest.
Saat berjaya di LMC itulah,aku jadi mengenal keempat Krakatau. Mengenal mereka lebih dekat lagi. Yang aku ingat, eh ini belok dikit nih jadinya, nonton keempat Krakatau waktu itu aku bengong! Terpana. Terkesima gitu. Norak ya? Yaaaa ga lah. Secara mereka mainnya gokil pisan euy....

Kalau menyoal dengan dirimu sih, mengenal resmi waktu di JGTC? Kenalan resmi gimana sih ga ya kayaknya. Ya gitu deh, saling “sok kenal sok dekat” aja. Dasarnya karena, dirimu itu supel, ga ada sombong-sombongnya. Sama siapapun bisa ngobrol akrab dengan cepat. Dan dirimu tak pernah pilih-pilih teman. Hal itu aku inget banget bro.
Oh ya, formasi Krakatau saat itu adalah formasi orisinal pertama mereka. Prasadja Budhi Dharma, bassis yang baru beberapa saat balik dari USA. Kibordis muda belia berbakat, Dwiki Dharmawan namanya. Gitaris, ini gitaris yang sudah lumayan ngetop di kalangan musisi Bandung, Donny Suhendra.
Sementara drummernya, Budhy Haryono. Budhy kan teman lamamu, karena sesama warga Cimahi ya? Dan menurut Pra, Budhylah yang mengajak dirimu main-main ke tempat latihan Krakatau dulu itu. Di kediaman Pra, di kawasan Cipaganti, Bandung.
Karena lantas Krakatau perlu vokalis, ya diajaklah dirimu kan? Itu cerita lama dari Dwiki dan Pra, mengenang dirimu. Dan Har, kamu setuju untuk mencoba. Teman-teman Krakatau senang-senang saja.
Ya Harri itu yang ngajakin awalnya kan memang Budhy, sebagai sesama anak kolong, Baros Cimahi, begitu jelas Pra. Jadi gw sempat tanya lagi ke Pra ceritanya. Eh iya, gw atau aku, itu “bahasa” campur-campur kalau kita ngobrol kan? Sesekali pake, “gw-elo” kadang campur, “aku-elo”. Lha tetap aja “elo”? Hehehehe.

Yang Pra ingat betul, katanya Harri itu susah kalau belajarin lagu! Hahaha. Yang aku ingat, dulu memang pernah dirimu mengaku kok, aduh kalau sama Krakatau itu susah minta ampun. Jadi menurut Pra, mungkin karena biasa nyanyi yang rhythm melody-nya lurus-lurus aja. “Begitu dikasih yang sinkopasinya rumit, ya Harri kerepotan,”terang Pra lagi.
Dulu tuh, dengan Krakatau masih ingat ga, lagu apa yang suka dibawain? Menurut Pra dan Dwiki, ada lagunya Thomas Dolby. Judulnya, ‘Hyperactive’. Menurut Dwiki, kalau ga salah pernah juga bawain, ‘Blinded by Science’. Kalau versi ingatan Pra, ada tuh satu lagunya Allan Holdsworth, pernah dibawain dengan Harri, “Tapi gw lupa judulnya,”sambung Pra.
Selepas Krakatau, kita “berpisah”lah. Untuk beberapa tahun gitu kan? Ketemuan lagi, malah jadi lebih sering, saat dirimu tampil solo. Yang biasanya ngiringin, grupnya Yuke Sumeru dan Donny Suhendra. Grup itu dulu sempat bernama Dimensi, ikutan Band Explosion di tahun 1989. Kalah dari Topeng & Mask, yang dimotori Mus Mujiono, Tamam Hoesein dan Ada Harvey Malaiholo juga.
Nah setelah gagal di Band Explosion, yang adalah kelanjutan Light Music Contest dengan berganti nama itu, Harri bersama Yuke Sumeru dan Donny Suhendra kerapkali tampil bareng. Oh ya waktu Dimensi itu, vokalisnya Amir Roes.

Kita sering ketemuan lagi, jalan bareng lagi. Main dimana ya, seinget gw sih bro, pernah di Semarang, Surabaya juga Garut! Bogor juga kalau ga salah deh. Sampai tampil di Jakarta, seperti di Pasar Seni Ancol dan di Jakarta air, yang waktu itu masih di kawasan Monas.
Kalau Yuke Sumeru, yang sekarang sudah menjadi ustadz atau da’i itu, samalah dengan dirimu kan, ingat betul bahwa ya seru aja kalau main dengan dirimu. Spontanitasnya seru dan Harri pinterlah menaklukkan penonton. “Harri itu punya kharisma, dan paling penting dia rocker yang sangat bersih. Tidak merokok, tidak minum-minuman keras, tidak mau begadang.”
Hidupnya mah lurus tuh, kenang Yuke. “Gw ingat ya, dulu di Surabaya itu, kita-kita baru balik dari diskotik. Ya rada-rada ga sadarlah. Ketemu Harri tuh, lha dia baru pulang dari mesjid lho.”
Harri itu juga ga pernah ke diskotik, tambah Yuke. Rupa-rupanya memang dirimu sudah condong ke relijius sejak lama kan? Dwiki saja masih ingat, di waktu dengan Krakatau, kalau lagi latihan itu pas waktu sholat, “Harri pasti ingatkan untuk break, untuk sholat dulu, dia jadi imamnya.”
Ya Har, gw ingat memang elo termasuk “barang langka”. Rocker yang bersih, lebih suka dan malah doyan banget olahraga. Terutama olahraga petualangan. Kalau hanya naik gunung mah biasa, elo mah sampai panjat tebing kan? Menyelam dan arung jeram. Malah sampai ikutan tim SAR segala.
Ada satu pengalaman aku ingat betul. Pada satu acara di Bandung, waktu itu juga dengan Yuke Sumeru dan Donny Suhendra Band. Kibordisnya Chaerul Abimanyu dan drummer, Rudy Subekti. Pada deretan pengisi acara, ada nama Deddy Stanzah juga.
Deddy waktu itu mengejek habis-habisan dirimu, mulai dari backstage. Bahkan saat di atas panggung. Satu yang berkali-kali disebut Deddy, bahwa Harri mah bukan rocker. Harri itu penyanyi pop.

Waktu itu, dirimu kan tampil pas sebelum Deddy? Gw ingat acara itu. Deddy ketawain, karena elo Har, sampai turun pake sling segala, dengan sebelumnya memanjat pohon, sampai naik ke atas box-box speakers. Atraksimu diledek habislah.
Dan dirimu Har, terus hanya cengengesan, ketawa saja. Ga ada balasan, ga ada tuh reaksi marah ke Deddy? Itu aku salut banget. Padahal kayaknya Deddy memang benci dan sebel lihat dirimu. Hahahaha.
Jadi di saat itu, Deddy sempat juga “mencolek” gw kan. Ngapain elo temenin penyanyi pop gitu, dia bukan rocker. Elo kan tampilannya ngerock gitu, ga pantas deket-deket sama dia,”cibir almarhum Deddy. Aku hanya senyum saja. Mungkin Deddy bisa-bisa jadi sebel juga tuh sama gw ya, bro? Hihihi.
Hal ini kemarin itu aku obrolin sama Yuke lagi, mungkin Deddy sebel karena Harri sih ga ngerokok, ga mau mabuk-mabukkan? Rocker kok olahraga, sok milter gitu kostumnya? “Mungkin juga Harri pernah ngajak Deddy panjat tebing atau naik gunung ya?”
Jawab Yuke lebih seru dan bikin aku tertawa lebar,”Mending diajak panjat tebing bro, kayaknya Deddy diajak sholat kali. Gimana Deddy ga keselek?” Pada dasarnya, sebenar-benarnyalah Harri dan Deddy itu “aset bangsa”. Dua talenta “emas” musik Indonesia!
Eh oya, soal Deddy ya. Aku dikenalin sama Deddy oleh seniorenku di majalah Vista, almarhum Denny Sabri. Ded, ini juga wartawan Vista lho, pendatang baru. Dari situ jadi kenal beliau. Tapi seingatku, kang Denny juga menyebutkan bahwa aku banyak menulis jazz saat itu. So, aku waktu itu sih bukan orang yang “rock-rock amat” sebenarnya kan? Artinya, Deddy lupa kali ya?
Balik ke soal talenta dirimu dan Deddy. Berdua punya karakter berbeda, tapi khas. Deddy, dengan segala “tabiat dan dunia”nya di waktu itu, tetap juga adalah rocker yang punya identitas khas. Bukan, bukan soal ke”badungan”nya. Tapi cara ia bermain atau bernyanyi, juga lagu-lagu yang ditulisnya, itu khas. Cuma Deddy yang bisa! Ga ada duanya. Susahlah dicari tandingannya, bahkan sampai hari ini.
Kita pernah obrolin itu, dan elo akui juga. Ga ada tanda-tanda elo menyanggah, atau malah balik ngeledekkin Deddy. Dirimu menyatakan hormat dan salut dengan Deddy! Weleh, weleh broooo. Sementara dirimu juga khas tentunya.

Ada identitas berbeda. Bukan hanya soal rocker tapi bersih-sih. Tapi ya suaramu, melengking tinggi. Berapa oktaf kuat melengkingnya?  Bisa 4 oktaf ya? Dan ditambah artikulasi yang jernih dan jelas bener. Stamina jelas okay. Dengan kostum militer.
Eh iya bro, terus terang nih, memang dirimu yang menginspirasi aku atas kostum-kostum militer. Gw menyebutnya sih, “gila tentara bukan tentara gila”! Elo kan suka bilang, gw beli ini di situ, tokonya namanya itu. Bla, bla, bla. Pokoknya sering dengan detil elo ngejelasin. Ya kaos, baju, celana sampai sepatu boots....
Dulu aku belum begitu gila dengan kostum militer, paling-paling sebatas sepatu lars militer yang tinggi ya. Karena dirimu, jadi kestrum gitu bro. Hahahaha. Koleksi loreng-lorengku sekarang, udah merepotkan biniku di rumah karena lemari udah ga bisa menampung....
Penyanyi si “bola bekel”, ya hanya elo aja itu. One and only! Karena stage-actmu nan lincah, tapi gagah gimanalah. Lari, lompat-lompatan ke segala penjuru panggung, dan dengan vokal tetap terjaga. Trengginas, aerodinamis ya? Adalah soal bola bekel itu juga salah satu ciri khas utama mlikmu.
Ok kemudian dari situ, kita lantas jadi sering ketemu di Kantong Studio. Di Deplu Raya, Bintaro. Yes, tempatnya Gilang. Aku tuh lupa, itu kalau tak salah sesudah Adegan Band ya? Maksudnya, nongkrong di situ, saat Adegan mulai mengarah ke vakum.
Adegan itu kan Indra Lesmana, Ananda Sutrisno Mates, Donny Suhendra dan Gilang Ramadhan. Cuma beda dirimu dan almarhum Embong Rahardjo aja, antara Adegan dan Indra Lesmana Java Jazz.
ADEGAN : Donny Suhendra, Gilang Ramadhan, Indra Lesmana, Harri Moekti, Mates (terpotong). Foto koleksi Gilang Ramadhan
Yang banyak orang ga tahu, dan yang bikin kita berdua terkesima juga. Sebenarnya karena ternyata istri kita masing-masing ternyata bersahabat dekat? Maksudku istriku yang dulu, juga ya istri pertamamu dulu juga. Elo kaget dan gw kaget! Kok bisa gitu....? Ajaib nih, pernah kamu ucapkan satu saat.
Yang gw lantas tambahin, ajaib sih emang ajaib, tapi sebenarnya berbahaya juga ya bro? Dan kitapun ketawa ngakak. Bisa ga ada rahasia-rahasiaan lagi antara kita, begitu ucapku. Elo kali, gw sih ga ada rahasia, sanggahmu buru-buru. Dan pecah lagi deh tawa kita.
Itu juga yang bikin kita berdua tambah akrab sebetulnya. Tapi memang, kalau aku menyebut dekat dan akrab dengan dirimu, asli ga lama juga. Setelah masa-masa ketemuan, nongkrong di rumah dan studionya Gilang itu, kita berpisahlah. Dan asli memang tak pernah bertemu lagi.
Yaellaaaah, zaman begini kan bro. Gw mah yakin, pasti lebih banyak lagi yang jauh lebih dekat dan akrab dengan dirimu. Gw juga dekat, tidak untuk waktu yang panjangpun? Ga enak juga dong, takut ada yang omongin, ah sok dekat aja....

Kan memang demikianlah ceritanya. Kita sudah tak pernah bersua, terutama di waktu dirimu lalu menjadi seorang da’i. Menjadi mubhalig. Aku hanya baca-baca di koran. Kesannya dirimu ustadz yang “cukup galak” juga. Rada keras ya? Wah, bisa-bisa memang ga akan ketemu lagi kita nih? Maksudku, bisa gara kenal ogut lagi...
Ndilala, di satu ketika kita ketemuan lagi. Itu di pesta pernikahannya Gilang Ramadhan dan Shahnaz Haque. Asli bro, aku kaget betul. Karena bisa-bisanya elo memanggil keras-keras namaku. Sampai tamu-tamu pada memperhatikan kita berdua. Dirimu duluan melihatku kan, langsung manggil lantang itu. Udah kayak nyanyi aja deh.
Aku buru-buru menghampiri dirimu, kita berpelukan hangat. Teman-teman baikmu, yang mengikutimu. Eh itu “umat”mu? Ada berapa orang tuh ya, 8 kalau ga salah. Semua memandang heran juga.
Akupun sejatinya ya heran. Ternyata oh ternyata, lha dirimu “ga berubah”. Seperti ya yang aku kenal sebelumnya itu. Jadi, aku pikir wah Harri udah berubah nih. Ga tuh, tetap kayak dulu. Rame, supel, akrab. Dugaanku meleset banget, bro!
Yang mengejutkan tuh, aku ingat betul, Harri berucap bahwa akan rekaman lagi nanti. Memang ga terlalu jelas akan rekaman apa, atau musik seperti apa nantinya. Tapi dirimu menjelaskan, konteksnya tetap dakwah dan syiar. Rekaman lagi, sumpeeeeh elo bro?
Dan begitulah, itu pertemuan kita yang terakhir kali. Bener-bener terakhir. Setelah itu ga pernah ketemu lagi,sama sekali. Aku rasa, dirimu sudah tenggelam dengan urusan syiar, menjadi ustadz yang melanglang kemana-mana. Tentu saja, normallah kalau dirimu lantas “melupakan”ku kan?


Tapi yang aku yakin, dirimu pastilah tak berubah soal kesupelanmu. Mudah berbaur. Ga pernah susah untuk diajak ngobrol siapapun, walau baru pertama kali bertemu. Oh ya, ini ada ceritanya Dwiki Dharmawan, “Kita pernah main di Semarang, nginepnya di Hotel Candi eh Patra Jasa. Ternyata Harri itu pernah kerja di hotel itu, jadi apa gitu, room boy kali.”

Lanjut Dwiki, ternyata dia ga lupa dan tak dilupakan teman-temannya di sana. “Harri sediakan waktu khusus, buat bertemu teman-teman lamanya, dan dia yang datangi mereka. Saat itu kan namanya mulai dikenal ya sebagai penyanyi, tapi ga sombong.”
Aku mau sedikit memberikan gambaran nih. Boleh ya bro? Seperti apa sebetulnya, sahabatku si bola bekel itu. Kan almarhum Deddy bilang elo bukan rocker. Dirimu pernah kan bilang, memang ga pernah juga menyatakan bahwa dirimu adalah rocker. Karena hits-mu sebagian besar asli lagu pop!
Sebut saja, kayak.... Adududududududuh..Kau tak percaya...Adudududuuuh Mengapa ku cinta, untuk kamu belahlah dadaku, ini saja... Liriknya teh, pop pisan! Pake maen belah-belahin dada segala! Potongan lagu ‘Ada Kamu’ karya Jessi Robot.
Ini juga, ini yang ditulis Dharma Oratmangun. Aku suka kamu suka, lalu kita bicara cinta, aku suka kamu suka, kata orang jatuh cinta... Ini hits solomu yang pertama ya kan? Dimana Harri menyanyi ditemani kelompok vokal alumnus Geronimo, Cantora Paramita, ya dimana ada Dharma Oratmangun juga jadi salah satu anggotanya.
Dari album kompilasi Festival Lagu Populer Indonesia 1989, yang dirilis oleh Atlantic Records dan Harpa Records itu, lagu ‘Aku Suka Kamu Suka’ memang lantas menjadi yang paling populer.
Dua lagu pop di atas melejitkan namamu di kancah permusikan Indonesia. Namamu lantas menjulang tinggi. Lagunya memang pop, tetapi kalau di atas panggung, musiknya dibikin lebih ngerock. Dimana dirimu punya “ruang” untuk bermain-main dengan penonton. Kayak, ngajakkin nyanyi bareng, sing along together forever....etdah!
Lagu-lagu popmu berkonotasi riang memang, terkesan lebih upbeat. Menggoyanglah gitu ya. Dan penonton suka! Dimana-mana, lagu-lagu itu dikenal luas, bikin penonton mau atau bisa ikutan menyanyi.
Termasuk lagu ‘Lintas Melawai’ juga, sebagai hitsmu yang lain. Tapi the most wanted to hear and singin’ together teh ya, dua lagu di atas itu. Berikutnya, nah ini nih, ini beda saeutik...
Hanya Satu Kata, tiada tempat terucap, walau kita berjumpa, dan saling menyapa. Hanya satu kata, kembali karam di hati, walau sering becara, sampai lupa waktu. Ini lebih mellow, drmatis, mengiris-iris, manis. Digubah oleh Gilang Ramadhan dan Wisnu Soeyono, lagu ini ada di dalam album Selangkah di Depan milik Adegan.
Band pop rock ini, kalau tak salah lanjutan dari kesuksesan duo Indra Lesmana-Gilang Ramadhan di wilayah nge-pop. Padahal kan kedua sahabat karib itu, sebelum itu dikenal luas sebagai jazer-jazzer muda nomer wahid! Mereka eh sukses ternayata dengan album Perbedaan. Dilanjutkanlah dengan Adegan, dalam konsep band.
Ingat-ingat, dulu Indra pernah bilang kenapa Adegan mengajak Harri. “Harri itu pas, ngerocknya ok dan ngepopnya juga dapat. Klop dengan konsep musiknya Adegan.” Dan menurut Gilang, yang usulin Harri sebagai vokalis Adegan itu adalah dirinya.
Alasannya, menurut Gilang, Pas karena Harri udah kenal dengan mereka semua dan megang banget juga kalau di atas panggung. Cocok juga, tambah Gilang, untuk kalangan menengah ke atas sebagai target pasar kita waktu itu. Hasilnya memang, bisa dibilang sesuai dengan perkiraan atau target kita.
Perkara “megang kalau di panggung”, disetujui juga oleh Yuke Sumeru. Kan Yuke sering mengiringimu, selain Gito Rollies atau Renny Djayusman. Eh iya pernah juga dengan Once Mekel, tapi waktu itu dengan grup Dimensi-nya.
Menurut Yuke, dia ga lupa bahwa Harri memang pede banget kalau di atas panggung. Sukses selalu menaklukkan penonton. Karena lagu-lagunya yang dibawain dikenal luas, selain aksi panggungnya. Yuke ingat betul, Harri selalu juga tak lupa bawain lagu Betles, ‘Get Back’ bila mereka manggung.
MAKARA : Kadri Mohamad, Adi Adrian, Harri Moekti, Yanuar Irawan, Agus Anhar, Andy Julias
Ceritaku tentang dirimu sebenarnya ga terlalu banyak-banyak amat. Tapi aku tergerak menuliskan ini, sebagai rasa respek, apresiasi atas talentamu. Tentu yang aku memang liat dan dengar langsung ya. Ya tak lupa tentunya, terkait kedekatan kita walau hanya untuk waktu tak lama.
Menariknya tuh bro, beberapa teman dekatku kok ya “hijrah”. Mulai dari dirimu sebenarnya ya? Berikutnya Gito Rollies, disusul Yuke Sumeru. Kita malah pernah juga jalan bareng, salah satunya waktu main di Pasar Seni Ancol tuh.
Oh ya, sebelumnya itu ada sahabat kita bersama yang duluan hijrah, menjadi ustadz kan? Emon Harsono, gitaris dengan tampilan, dulunya, mirip Ruud Gullit itu kan? Waduh, Emon juga sudah lama betul tak pernah jumpa lagi.
Kabarnya ada keterkaitan hijrahnya dirimu, begitupun Gito dan Yuke, dengan Emon Harsono si gitaris bues banget itu? Itu hanya aku dengar dari selentingan saja. Kabar-kabar selintas, yang sayang aku ga sempat konfirmasi dengan dirimu.
Ada kesempatan “emas” untuk dapat berjumpa dirimu lagi, di tahun silam sebenarnya bro. Ingat kan, elo dan Yuke pernah “jamming” dakwah bareng di mesjid di Bintaro Jaya sektor 1. Yuke itu antusias mengajakku datang, ia terus mengingatkan.

Aku ingat dan pengen banget datang sebenarnya. Mumpung dekat juga kan? Sayangnya, lha aku kok bisa salah ingat harinya! Ingatnya cuma setengah” nih....Kalau tak salah itu hari Sabtu, aku pikir hari Minggu. Aku kaget, saat Yuke kirim foto denganmu via whats-app. Astaga, udah ya eh apa ini foto waktu lama? Yuke jawab, eh itu tadi siang, elo kemana kok ga datang, Harri tanyain elo bro.... Astagfirullah, gw salah hari ternyata bro!
Sampailah pada message di whatsapp yang mengabarkan soal kepergianmu ke alam keabadianmu, bro. Percaya tak percaya, tapi itulah memang jalan hidup setiap kita manusia kan? Hidup di alam fana ini hanya selintas, akan ada waktunya kita bertolak untuk “selesai” tugas dan kewajiban kita di dunia.
Duniamu cukuplah warna-warni ya bro. Panggung ke panggung, menghibur begitu banyak orang. Lalu beralih panggung yang lain. Dari ingar-bingarnya pentas musik ke panggung dakwah.

Akhirnya pada Minggu malam 24 Juni 2018, Harri menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Dustira, Cimahi, karena serangan jantung. Har, elu asli orang Cimahi tea! Dan sampai pergipun “memilih” dari Cimahi.
Elopun menyusul dua sahabatmu, Yanuar Irawan dan Andy Julias, yang dulu gabung di kelompok progressive rock, Makara. Makara penting juga kan,yang tak bisa dilepaskan dari sejarah hidupmu. Karena dari Makara lah sebenarnya, namamu mulai dikenal lebih luas lagi. Tak hanya sebatas Cimahi dan Bandung.
Asal elo tahu aja ya bro, kemaren-kemarenan ini gw sempat dekat dan kerapkali kerjabareng teman duetmu di Makara tuh. Yes, Kadri Mohamad, yang saat ini jauh lebih sukses-ses justru di dunia yang bukan dunia musik. Walau sebelah kakinya sih, masih senang berjalan juga di dunia musik.
Agus Anhar, gitaris Makara, pernah sekali ketemu. Karena Yuke mengajak Agus main, kalau tak salah di sebuah acara rock di kota Bogor. Kibordismu, ya di Makara itu, Adi Adrian, wah lebih ngetop lagi sekarang, lewat grupnya, KLa Project.
Secara konsep musik, art rock atau progrock dengan lagu-lagu karya sendiri, Makara itu sempat mencuri perhatian. Lagu, ‘Laron Laron, lumayan bunyi di masa itu. Ya kan, lantas memperkenalkan seorang vokalis rock “baru”, Harri Moekti namanya, van Cimahi! Hahahaha.... Padahal Makara vokalisnya dua, eh yang dikenal luas kok hanya yang...”bola bekel”? Memang menjadi rezekimu di masa itu ya, bro?
Seperti juga karir seorang Kadri Mohamad, yang justru kelihatannya rezeki “berlimpah” yang adalah berkahNya justru di dunia lawyer, bukan di Makara ataupun di dunia musik. Semua orang punya “ladang berkah”nya masing-masing, ya bro?
Ternyata kan jalan cemerlang karir menyanyimu bukan di Makara? “Kebetulan” Makara tak berusia panjang....Selepas Makara lah, jalan seolah terbuka lebar, sinar mentari cerah menaungi perjalananmu kemudian. Karir menyanyi solomu, malah bisa menghantarmu, menjadi salah satu bintang panggung musik Indonesia.
Bro, anak-anak aja suka denganmu. Pokoknya mah penggemarmu, segala usia!


Kemudian dirimu memutuskan meninggalkan musik, secara total. Mencurahkan konsentrasi, waktu, enerjimu sepenuhnya untuk dakwah. Lantas pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan begitu banyak kesan-kesan indah untuk keluarga, untuk teman-teman baikmu dimana-mana. Termasuk aku bro.
Selamat jalan bro Harri Moekti. Sampai nanti kita berkesempatan untuk bersua lagi, di kehidupan berikutnya. /*