Tuesday, February 16, 2016

Congrats to Joey!

Well, memang Joey Alxander are a phonemenon. Bikin kita jadi "melek". Indonesia (ternyata) bisa!
Bisa apa? Bisa menembus musik internasional ya. Ga perlu terlalu apa ya, "rendah diri" di pergaulan internasional.

Banyak yang berjuang begitu rupa. Jungkir balik, demi bisa menembus pergaulan musik dunia. Masuk di jajaran musik  internasional. Susahnya minta ampun.Tuntutan utama kerja keras dan keras dan lebih keras lagi. Keberuntungan atau nasib baik? Ok, bisa juga disebutkan soal punya kebetuntungan.
Tapi sosok Joey Alexander, yang bukan lagi "anak-anak" ya. Saya kok kalau dibilang anak-anak, langsung kebawa ke"Idola Cilik"? He he he he. Badan atau fisiknya Joey kecil memang, imut-imut, kayak Harry Potter muda. Tapi inget, hari ini dia sudah 12 tahun. Sudah remaja lho.
Dan ia sudah diperjuangkan, tentunya juga ia sendiri berjuang, sejak 3-4 tahun lalu. Mulai dari tampil di jazz gigs tanah air, melamar main di berbagai event sampai festival. Kemudian memperoleh kesempatan ke luar. Ga tanggung-tanggung, ke Amerika jack! Dan ia, bersama kedua orang tuanyapun berangkatlah.

Joey beruntung? Lebih dari soal "nasib baik". Joey punya talenta luar biasa. Mumpuni. Bakat beneran. Dalam waktu cepat, ia telah mampu .... "berbahasa jazz" dengan baik dan benar. Mencengangkan. Mengejutkan! Terutama mengejutkan publik Amerika, sebagai tanah kelahirannya jazz. Pusat kehidupan jazz dunia. Bahasa jazz itu kan, miliknya mereka.

Menilik akan pergerakan musik Indonesia. Dengan para musisi, artis penyanyi dan grup bandnya. Bisa main di luar negeri saja, sudah senangnya minta ampun. Walau, ternyata tampil di depan publik yang sama-sama orang Indonesia. Di acara bertema, kayak Malam Indonesia. Yang penting luar negeri. Banyak yang begitu kok.
Atau yang keluar negeri karena masuk lewat festival-festival musik internasional, di Eropa, Amerika juga Asia. Bisa lulus masuk festival itu, sudah "anugerah terindah" lho. Walau mungkin ya, belum jadi juara, kalau festivalnya itu adalah kontes  atau kompetisi. Atau kalaupun juara, kontesnya sebenarnya baru dan "belum populer". Eh dapatnya di panggung kecil, bukan main-stage, ya sudah yang penting internasional.

Atau ada lagi, ada juga yang keluar negeri karena punya duit banyak. Jadi "beli" kesempatan tuh. Ya bisa juga begitu. Yang penting show di negeri orang. Ada atau ga penontonnya, itu nomer dua, bahkan nomer lima kali. Kan yang pneting bisa jadi News, bahwa si artis atau grup band itu, main di negeri orang.
Sudah go international, begitu bahasa kerennya.

Dan keluar negeri, tampil di acara-acara musik. Di blow-up besar-besaran. Walau nyatanya aktifitasnya tetap belum "dianggap" publik musik internasional. Tapi kan, yang lebih penting, gimana di create menjadi "prestasi"? Sudah bisa menembus musik internasional! Walau kelanjutannya, ga jelas juga.

Joey masih muda belia. Itu salah satu nilai tambahnya. Pentas musik internasional, apalagi sekelas Grammy, Amerika, apa lagi "pop-charts" ya. Lihat saja, makin banyak yang tampilitu memang yang usia remaja. Makin muda dan tambah muda! Kalau yang ngepop-ngepop, dan cewek, makin muda saja. Muda-muda, sudah seksi dan "berani".Sulit untuk bersaing rasanya, untuk pop-scene, buat yang usia lebih "matang". Kalau tidak spesial banget, dan ya gitu deh...."beruntung", sukses di kancah musik dunia itu akhirnya, jadi mimpi saja.

Ada yang berhasil tampil di mana-mana, bahkan keliling main di "setengah" dunia atau ya "sepertiga" dunialah. Tapi tetap, belum masuk Grammy Awards misalnya. Publik musik internasional juga belum begitu "menganggap"nya. Apa ya yang kurang? Kemampuan musikalitasnya? Tapi dia sukses bisa keliling banyak sekali negara? Ah pasti ada aja yang kurang lah. Tak berhenti dengan Kuantitas, itu harus dilihat juga kwalitasnya, begitulah....

Mudah-mudahan saja, Joey di Grammy Awards, membuka mata kita. Akan kemampuan musik Indonesia berbicara di ruang musik internasional. Kita punya potensi untuk itu. Asal kita jeli dan selalu membuka pintu, bagi lebih banyak musisi dan band dan penyanyi, untuk berkesempatan keluar negeri. Musisi kita itu buanyaaaak bangets.

Oh ya, saya juga teringat, di US sekarang ini, juga ada musisi bertalenta besar lain. Ade Irawan namanya. Ia pergi memperdalam musik juga sejak 2 tahun silam. Tak kalah luar biasanya, karena ia blind.  Pianis tunanetra, yang kalau tak salah usianya jelang 20 tahun saat ini. Sayang, saya belum memperoleh kabar lagi dari kedua orang tuanya.

So, kalau pemerintah, dalam hal ini kementrian terkait, mau memberi dukungan pada pergerakan musik kita untuk berbicara di pergaulan musik dunia. Harus bisa lebih fair, lebih luas memandangnya. Tak hanya musik-musik tertentu yang di support dan seperti mendapatkan...."privillage".
Potensinya lebar dan luas, di banyak musik kok. Tak hanya sebatas satu dua musik. Dan tentu saja, tak hanya terhenti hanya pada 1-2 nama saja. Maaf saja, kesannya begitu soalnya, pada beberapa waktu sebelum ini.

Joey mendapat support pemerintah? Seberapa besar? Pada awalnya, yang saya tahu, ayah dan ibunya saja yang berjuang sekuat tenaga tuh. Kayaknya, belum berhasil "meyakinkan" pemerintah waktu mereka mau berangkat. Baik ke Eropa, awalnya Joey tour Eropa dulu. Kemudian ke Amerika.
Soalnya, gimana ya, kalau mau mendapatkan dukungan pemerintah (baca : support biaya), harus punya kemampuan lobby yang kuat.
Kalau lobbyist handal, bisa aja dapat support. Didukung terus. Terus menerus malah. Bukan hanya sekali dua kali saja lho.
Mudah-mudahan saja, situasi kini sudah berbalik. Saya respek dengan kedua orang tua Joey. Juga dengan Joey nya sendiri. Anak itu memang bertalenta spesial. Perjuangan keras sekeluarga, mudah-mudahan tak akan percuma...

Serunya, Joey muncul kan tanpa gembar-gembor. Maklum sajalah, Joey bukan celebrity. Iapun pasti tak masuk di pergaulan "infotainment". Dulu itu, masih 10 tahun, lha mungkin dilihatnya sebagai, "anak berbakat" saja. Dan, cukup itu! Masuk jadi nominator Grammy Awards, apalagi ikut tampil dan mendapat standing-ovation dari para selebriti musik dunia, lha siapa yang mengira?

Indonesia ternyata BISA, yup itu yang kita bisa bangga. Kerja keras, kemampuan, bakat.  Dana itu, bisa jadi nomer berikutnya.  Joey baru melangkah. "Kebetulan" langkahnya itu lebar-lebar ya. Tau-taunya menembus Grammy. Tapi itu jelas, apa ya, starting point. Langkah-langkah pembuka. Joey masih belia, ia masih bisa berkembang lagi. Lagi dan lagi. Nominator, walau akhirnya urung memperoleh awards, sebut saja kesempatan buat Joey belum di tahun ini.

Mudah-mudahanlah, kesuksesan seorang anak muda belia bernama Joey Alexander, membuat pengalaman baik bagi kita semua. Jangan lagi, ada bakat-bakat muda yang penuh talenta, tapi awalnya kurang dipedulikan.
Maaf sedikit menyenggol pada festival jazz terbesar di dunia yang kita miliki. Apa hebatnya, Indonesia kita bisa membuat festival terbesar di dunia? Kalau bakat-bakat dan talenta musisi jazz Indonesia, malah hanya jadi pelengkap semata? Pelengkap?
Saya sudah tulis sebelumnya, kalau musisi atau penyanyi atau grup band Indonesia, untuk bisa mendapat kesempatan main di Java Jazz Festival itu ga mudah. Banyak kali persyaratannya. Beberapa nama, bisa dengan mudah. Karena kedekatan? Punya hubungan dekat dengan "orang dalam? Sebagian besar, harus mau berjuang keras, berjuang untuk mendapat kesempatan main. Udah main sekali dua kali, lalu gimana dengan fee-nya? Minta naik fee, sering terjadi, malah hilang dari list! Ga akan ada lagi calling-an dari divisi Talent Java Jazz Festival. Miris.

Pada zaman ekonomi terbuka, jelang Masyarakat Ekonomi Asean. Pesanku sih, semoga Java Jazz Festival tidak lantas justru membuka pintu terlalu lebar, untuk dimanfaatkan musisi-musisi internasional saja. Harusnya lebih membuka pintu bagi musisi lokal. Potensi-potensi musisi berbakat Indonesia sendiri. Percayalah,bukan hanya ada Joey seorang, sebenarnya. Coba lebih membuka diri, lebih bergaul, lebih mengenal apa yang terjadi di dunia musik jazz Indonesia. Kan festival jazz?
Musisi luar itu melihat Indonesia sebagai pasar yang sangat potensial bangets. Mereka pasti mau ke Indonesia, relatif mudah. Pasar gede. Sementara industri musik di negaranya kan sedang "gonjang-ganjing"? Ke Indonesia adalah kesempatan emas dan sangat berharga. Potensi penduduk kita itu, wuaaaah pasar yang lumayan gede.
Mereka dengan senang hati datang. Dibayar. Diberi fasilitas mudah dan menyenangkan. Dipromosikan gencar. Seneng pasti! Bisa saja begitu sih. Sementara musisi negeri sendiri, harus melalui persyaratan ini-itu. Salah satunya, dikenal atau tidak oleh yang bertanggung jawab untuk membuat acara, mengatur rundown (semacam divisi Talent Department nya).

Tapi sudahlah, pada akhirnya, Java Jazz Festival ya tetap saja bisnis juga ujung-ujungnya. Pasti ga akan mudah, untuk terus menjalankan sebuah festival yang kadung sudah demikian besarnya. Bayangin saja, menjadi festival jazz terbesar di dunia! Mau ga mau, terpaksa harus lebih komersil, supaya untung. Supaya bisa menjamin keberlangsungannya. Mereka punya kendala juga sih. Ya gitu handicap-nya, terlalu banyak musisi lokal, mereka jelas kawatir, penontonnya bisa ga banyak.  Tapi jadi, ga terlalu peduli dengan musisi-musisi negeri sendiri? Apalagi, musisi yang harus dilihat bukan hanya 20-30 nama, yang "kebetulan" sudah dikenal. Lha ada 100, mungkin mahalh 200-an, bahkan lebih, yang ada di luar sana.
Yaaaa, ga papa juga kali ya, kalau JJF lebih memilih jadi etalase jazz internasional. Toh jazz Indonesia, ga akan mati juga karenanya.

Itulah catatan saya tentang Joey. Tentang Musik Indonesia. Tentang Jazz di Indonesia. Selamat sekali lagi buat Joey Alexander dengan Denny Sila, ayahnya dan Farra,ibuna. GBU! /*




No comments: