Lose your dreams and
you will lose your mind (‘Ruby Tuesday’, Between the Button-American Release,
1967)
The
Rolling Stones adalah sebuah iconic rock
band, yang berdiri tahun 1962. Formasi terawal mereka adalah terdiri dari Brian Jones (rhythm guitar dan
harmonika), Mick Jagger (lead
vocal), Keith Richards (lead guitar
and vocal), Bill Wyman (bass), Charlie Watts (drums) dan Ian Stewart (piano).
Stewart
lantas dicoret jadi member, tapi
malah menjadi tour manager. Sementara
Brian Jones meninggal dunia di 1969, dimana sebulan sebelumnya mundur dari
Stones. Posisi Jones digantikan oleh Mick
Taylor. Taylor menjadi gitaris sampai 1974, lalu digantkan oleh Ronnie Wood.
Pada
1993, Wyman pamit mundur dari Stones. Yang membuat posisi bassis kosong, dan
lantas diajaklah Darryl Jones,
sebagai touring player. Stones juga
mengajak kibordis, sebagai touring player. Bisa juga disebut sebagai additional player. Antara lain ada Nicky Hopkins. Pernah juga Billy Preston. Saat ini ada Chuck Leavell, yang mulai mendukung
sejak1982.
Ok,
Jagger dan Richards itu temenan baek banget di Dartford, Kent. Pertemanan sejak
masa kecil mereka berdua “bubaran” setelah Jagger pindah ke Wilmington. Dan ya
begitulah batu-batuan itu teruslah bergelindingan, bahkan hingga kini. Kok
lompat sih? Jagger dan Richards, kapan bakudapa
ulang no?
Kita
sudahi sampai sini saja cerita ini. Lha, lantas apa yang mau dibaca? Eits,
maksudku, sudah ya tentang The Rolling Stones nya. Kan bisa baca-baca aja, by
googling deh, banyak kok. Karena yang jelas saya pengennya menuliskan tentang the Indonesian Rolling Stones band
sekarang....
So, here they are,
folks!
They are,
Acid Speed Band. Artinya apa? Apalah
arti sebuah nama, kata salah satu penggagas dan yang kasih nama bandnya. Iapun
mengirimkan emoticon smiley gitu.
Yup, nanya-nanyanya via whats app aja
sih. Hah? Kenapa, masalah buat elo, sob?
Hahahaha.
Waktu jaman gini, jaman milenial bro en
sis. Yang bisa dibikin gampang, ya gampanginlah. Kenapa harus jadi susah?
Jangan keterusan kena virus pilkada lah, yang mudah jadi susah. Yang susah jadi
mudah! Apa-apaan neh... Pilkada udah kelar ah!
The
Rollling Stones memang betul-betul telah merasuk ke dalam jiwa dan sanubari.
Membungkus rapat dan ketat hati dan pikiran mereka. Maka yang terjadi adalah, mereka
begitu menggilai The RollingStones, yang biasa kok kalau disebut aja Stones.
Pake
“s” yeeee. Biar dingin, biar seger?
Bukan, harus ada “s” nya, supaya bedain dong dengan majalah yang bernama sangat
mirip. Majalah itu, tanpa “s” nya. Paham? Hubungannya, majalah dan grup
bandnya? Ah sudahlah, nanti-nanti aja saya cerita.
Acid
Speed Band itu, bermula dari pertemanan bertiga yaitu Holdun dengan Rico dan
Toto. Jaman mereka bersekolah di satu sekolah menengah atas, SMAN 6, di
Bulungan. Iseng main bertigaan gitu. Ngeband kecil-kecilan.
Tapi
pada perjalanan berikut, Toto sudah tidak lagi ikutan. Akhirnya formasi
bandnya, yang terawal adalah menjadi Holdun dan Rico bersama, Ipank (gitar), Danang (bass), Tonny Bonham
(drums). Waktu itu menejer mereka adalah almarhum Michael Korompis, saudara
kandung Rico.
Oh
iya, menurut Holdun dan juga Rico, di kelas 3 SMAN 6 itu, mereka berdua memang
berkawan akrab. Mereka bukan hanya temen satu sekolah, tapi juga sekelas.
Bahkan duduknyapun satu meja! Akrabnya!
Pada
Juli 1982, menurut Rico seinget dia itu tanggal 20 deh, formasi pertama itu
tampil di acara Rock in the Air.
Acara itu dibikin oleh radio Prambors Rasisonia. Jadi mereka main live, dan masuk radio langsung.
Seingat
Holdun, setelah itu mereka tampil di acara 17 tahun The Rolling Stones. Acara
tersebut digelar di Teater Terbuka, Taman Ismail Marzuki (sekarang teater
legendaris itu, sudah tak ada lagi, digantikan gedung megah Teater Jakarta).
Acara yang diadakan oleh Sys Ns itu, diadakan pada Desember tahun yang sama.
Dan acara itu sempat heboh, dikarenakan harus distop sebelum waktunya. Acid Speed Band ditempatkan sebagai pengisi acara ketiga pada rundown acara. Pengisinya ada beberapa band. Ini cerita Rico, sebelum mereka main penonton mulai rame dan ribut. Lagu pertama mereka main, makin rame dan terlihat lepas kendali. Masuk lagu kedua, acara langsung distop keamanan, karena sebagian besar penonton sudah out of control.
Acara itupun memang disudahi sampai di situ saja. Karena suasana sudah rusuh. Rico menyambung lagi, dulu ada beberapa acara yang mereka main juga rada rusuh. Ada saja sebagian penonton tak bisa menahan diri. Tapi seringkali, show dihentikan sementara, penonton ditenangin. Begitu sudah tenang, ya mereka lanjutin performance mereka.
Dan acara itu sempat heboh, dikarenakan harus distop sebelum waktunya. Acid Speed Band ditempatkan sebagai pengisi acara ketiga pada rundown acara. Pengisinya ada beberapa band. Ini cerita Rico, sebelum mereka main penonton mulai rame dan ribut. Lagu pertama mereka main, makin rame dan terlihat lepas kendali. Masuk lagu kedua, acara langsung distop keamanan, karena sebagian besar penonton sudah out of control.
Acara itupun memang disudahi sampai di situ saja. Karena suasana sudah rusuh. Rico menyambung lagi, dulu ada beberapa acara yang mereka main juga rada rusuh. Ada saja sebagian penonton tak bisa menahan diri. Tapi seringkali, show dihentikan sementara, penonton ditenangin. Begitu sudah tenang, ya mereka lanjutin performance mereka.
Dari
acara itulah, mereka muncul namanya. Apalagi mereka juga tampil di acara Brewer
Rock di Balai Sidang Senayan. Eh iya, di saat itu sebetulnya saya mengenal
mereka. Itu tahun 1985 atau 1986 gitu deh.
Ya
jelas mereka mangkinan langsung
memperoleh sambutan hangat, tentu saja oleh anak-anak muda. Karena di saat
akhir 1970an sampai 1980-an Stones lagi populer di sini. Populer, pake banget!
Sekedar
mengenang masa muda, eh jaman itu. Stones dikenal misalnya lewat album Emotional Rescue, yang dirilis 1980.
Ada ‘She’s So Cold’, ‘Emotional Rescue’ atau ‘Indian Girl’ misalnya. Atau
misalnya, album sebelumnya, Black and
Blue, yang dirilis 1976. Dalam album ketiga belas dari mereka itu ada lagu,
‘Memory Motel’ dan ‘Hot Stuff’.
Atau
juga album yang lumayan dikenal di sini, Tattoo
You. Yang ada lagu kayak, ‘LittleT&A’, ‘Start Me Up’, ‘Hang Fire’ dan
‘Waiting for a Friend’. Berikutnya, album Undercover
yang dirilis 2 tahun setelah Black and Blue, yaitu di tahun 1983. Ada lagu,
‘Undercover of the Night’ atau ‘She was Hot’ dan apa lagi ya, ‘Too Much Blood’.
Ada
juga album Dirty Work yang dirilis
di tahun 1986, sebagai studio album
ke 18nya. Ada lagu, ‘Dirty Work’, ‘Harlem Shuffle’ atau ‘Hold Back’. Di waktu
itu, lantas beberapa alum mereka di 1970-an, juga mulai dicari fans mereka di
sini.
Seperti,
It’s Only Rock n Roll yang dirilis
1976. Sementara fans mereka di sini yang mengenal mereka sejak 1970-an,
pastinya menyukai Sticky Fingers,
album yang dirilis tahun 1971.
Sebagai
catatan saja, Sticky Fingers memang menjadi salah satu album tersukses Stones.
Album yang dimana Jagger tercatat juga bermain gitar itu, merenggut 3 platinum
di Amerika Serikat. Dengan mempopulerkan lagu-lagu bluesy seperti, ‘Brown Sugar’, ‘Wild Horses’, ‘I Got the Blues,
‘Dead Flowers’ dan ‘Sister Morphine’.
Sticky
Fingers disusul album Exile on Main
Street, dirilis 1972. Setahun berikutnya disusul album, Goats Head Soup. Tapi mungkin bisa
dianggap bahwa album Let It Bleed,
rilis Desember 1969, yang memperkenalkan Stones di sini. Album itu menghasilkan
hits, ‘Gimme Shelter’ dan ballad yang menjelma menjadi semacam anthem sepanjang masa, ‘You Can’t Always Ge What You Want’.
Nah
di tahun 1980-an itulah, Acid Speed lantas melejit naik namanya. Tentu karena
kebisaan mereka, memenuhi keinginan para fansnya, untuk membawakan segenap hits
Stones dari album-album 1970an sampai awal 1980-an di atas itu.
Di
saat itu, Acid Speed menyaingi serius kesuksesan grup-grup”fotocopy”-an sejenis. Misalnya Solid 80 yang menjadi copy-an Queen,
atau Bharata Band yang memilih Beatles. Ada juga Cockpit yang membawakan
lagu-lagu hitsnya Genesis.
Stones
itu menjadi fenomena tersendiri di panggung musik dunia. Tak hanya di Indonesia
saja sebenarnya. Ya sebut saja, publik penggemar musik di sini asli ketularan
demam Stoneslah ya.
Ada
Cikini Stone Complex di masa itu, yang juga banyak membawakan lagu-lagu Stones.
Tentunya menjadi saingan Acid Speed. Tapi Cikini Stone Complex itu lantas
dibubarin oleh drummernya, Bimbim. Yang lalu membentuk Slank!
Stones
memang menebar virus dengan sukses. Aura pemberontakannya, anti kemapanan,
hidup rada cuek. Apa yang dulu
disebut sebagai slebor atawa slenge’-an. Yaaaah termasuk yang “lebih
ekstrim”, drugs! Well, that’s more “heavier” than bottles of
whiskey, you know what I am sayin’....
Ingat kan dengan "slogan", Sex, Drugs and Rock n Roll? Nah Stones, menjadi salah satu rock band yang dianggap konkrit mengenai slogan itu. Perempuan-perempuan molek nan seksi di seputaran mereka, kegemaran mereka akan narkoba dan musiknya.
Personifikasi
sebagai “Stones-nya Indonesia” sukses direbut Acid Speed Band, di masa itu. Tak
heran mereka langsung merebut simpati. Apalagi formasi mereka, “sangat Stones”.
Dengan menokohkan Holdun dan Rico. Kebetulan emang mereka temen baek banget
sejak masa sekolah, so udah kayak Richards dan Jagger lah.
Stones juga menjadi fenomenal di sini, karena memang disukai anak-anak muda. Dari yang gedongan, borju, muter lagu dari hifi stereo set canggih dalam mobil-mobil keren. Sampai puterin kaset Stones dari radio tape "seadanya", buat didengerin rame-rame di kamar, di teras rumah sampai di pos hansip atau di tempat-tempat tongkrongan lain.
Di era-era 1970-1980an itu, kayaknya sih sampai sekarang juga sebetulnya walau tak semeriah dulu, lagu-lagu Stones itu jadi lagu-lagu utama buat dibawain dengan gitaran aja. Kumpul-kumpul dimanapun, mau dipantai, di gunung, di pengkolan, pasti banyak lagu Stones dibawain dan dinyanyiin bareng.
Stones juga menjadi fenomenal di sini, karena memang disukai anak-anak muda. Dari yang gedongan, borju, muter lagu dari hifi stereo set canggih dalam mobil-mobil keren. Sampai puterin kaset Stones dari radio tape "seadanya", buat didengerin rame-rame di kamar, di teras rumah sampai di pos hansip atau di tempat-tempat tongkrongan lain.
Di era-era 1970-1980an itu, kayaknya sih sampai sekarang juga sebetulnya walau tak semeriah dulu, lagu-lagu Stones itu jadi lagu-lagu utama buat dibawain dengan gitaran aja. Kumpul-kumpul dimanapun, mau dipantai, di gunung, di pengkolan, pasti banyak lagu Stones dibawain dan dinyanyiin bareng.
Itulah "nilai tambah" sikon, yang sangat mendorong naik nama Acid Speed Band. Nah di
saat mereka makin menjulang namanya sebagai, apalah sebutannya fotocopyan, cover-band, impersonator ataupun epigon,
lantas mereka ditawari masuk studio rekaman. Adalah Harpa Records, lewat
bossnya, Handoko, yang mengajak mereka.
Hasilnya
adalah Julia, dirilis 1989. Album
itu, isinya lagu sendiri, tapi sangat The Rolling Stones banget musiknya.
Hasilnya, ketika dilepas ke pasar, gagal! Publik, teristimewa fans mereka tak
menerima dengan baik lagu-lagu karya mereka itu.
Tetap
saja, fans mereka lebih menyukai mereka tak bergeser sebagai Stones-nya
Indonesia. Publik rada ogah dengerin lagu-lagu dari album Julia itu. Album itu
sendiri memuat 10-tracks. antara lain
adalah, ‘Gapai’, ‘Lelyana’, ‘Senorita’. Juga ada lagu yang judulnya diambil
jadi judul abum, ‘Julia’.
Nasib
kurang mujur, dalam merilis album sendiri itu, juga dialami grup-grup
saingannya. Macam Bharata atau Solid 80. Fans, lebih memilih mereka sebagai cover-band, yang memuaskan dahaga akan
lagu-lagu hits idolanya.
Masuk
2000-an, mereka masing-masing ada punya kesibukan Maksudnya kesibukan diluar musik gitulah. Ga
heran, akhirnya, mereka kejangkitan penyakit, gonta-ganti personil. Rico
keluar. Masuklah Boy. Boy didapat
dari sebuah acara audisi khusus, Audisi Vokalis Nyentrik, cerita Holdun.
Saya
sempat tanyakan ke Boyke Achmad Yusuf,
yang lebih populer sebagai Boy Jagger,
soal audisi itu. Dia memang ikutan audisi atas info dari sahabatnya, Dikky
Lennon, bahwa Acid Speed sedang mencari vokalis baru. Audisi dilakukan di rumah
Ading drummer. Boy langsung diterima saat itu.
Jadi
menurut Holdun, masuk di 2003, mereka lantas sempat istirahat. Vakumlah istilah
populernya. Setahun berikut, mereka mencoba mau main lagi, Rico masih terlalu
sibuk. Sehingga sulit untuk latihan.
Maka
dibuatlah audisi itu. Boy pun mulai menjadi vokalis Acid Speed Band di sekitar
2004 itu. Tapi beberapa tahun kemudian, Rico ternyata menyanyi lagi. Iapun
membentuk Acid Speed Experience.
Sempat tuh, beberapa waktu memang jadi ada 2 Acid Speed Band itu.
Pada
2006, Acid Speed dengan vokalis Boy Jagger merilis album kedua, Bebas. Yang diproduseri Ade Irawan. Menurut
Boy, album Bebas dikerjakan di Bison Studio, dan makan waktu pengerjaan sekitar
3 bulanan lamanya.
Lalu
merekapun merilis lagi album, Namanya
Juga Rock N Roll, yang dirilis sekitar 2 tahun kemudian. Menurut Boy lagi,
album itu dikerjakan di Mochenk Studio, lalu mixing diselesaikan di Singapura.
Lama pengerjan sekitar 5 bulanan. Produsernya adalah seorang perempuan bule, Natalie Stewart, fans mereka awalnya.
Yang
saya ketahui, Natalie Stewart ini memang menyukai musik-musik rock dari
band-band Indonesia. Hingga sekarang ia masih tinggal di Indonesia dan
bertindak sebagai manager atau agency, dari beberapa entertainer rock
band di sini.
Foto-foto Boy Jagger : Koleksi Pribadi |
Pada
album Namanya Juga Rock n Roll itu, ada saham besar Boy ternyata. Dimana ia
menuliskan hampir 80% lagu yang dibawakan di album tersebut. Antara lain ada
lagu, ‘Gerimis’ yang jadi single hits. Dimana klip lagu itu dibikin oleh Tio
Paksadewo. Lagu lainnya ada, ‘Cold Cold Night’, ‘Just 17’, ‘To be Free’ ‘Turn
On Turn In and Drop’, dan lainnya. Total, kata Boy lagi, ada 11 lagu.
Cuma memang, lagi-lagi mereka menghadapi kenyataan bahwa kedua album itu tak berhasil dalam penjualannya. Tetap saja, fans mereka sangat sulit untuk mau menyantap lagu-lagu yang merka tuliskan sendiri.
Cuma memang, lagi-lagi mereka menghadapi kenyataan bahwa kedua album itu tak berhasil dalam penjualannya. Tetap saja, fans mereka sangat sulit untuk mau menyantap lagu-lagu yang merka tuliskan sendiri.
Menurut
Boy, Acid Speed saat dia menjadi vokalis, menaik lagi jadwal manggungnya di
sekitar tahun 2008-2010. Sayangnya di 2011, ia mengalami kecelakaan, lantas
berlanjut harus operasi besar. Hal itu membuatnya harus bedrest total sepanjang setahunan. Karena ia tak bisa manggung
lagi, maka pada beberapa waktu setelah itu, Rico pun gabung lagi dengan Acid
Speed Band.
Kalau
menurut Holdun, Rico kembali ke Acid Speed Band, mulai sekitar tahun 2014.
Merekapun kembali main bareng, bersatu lagi. Sementara Boy sendiri, memang
masih menyanyi. Tapi lantas berjalan dengan grupnya sendiri.
Kita
kembali pada 2 sosok sebagai pentolan utama Acid Speed Band. Ya sapa lagi kalau
bukan, Rico Korompis, yang kelahiran 15 September 1963. Rico mengingat-ingat ia
kenal Stones pada saat masih sekolah. Jaman SMP, di kota New York. Jadi karena
orang tuanya bertugas di sana, iapun sempat tinggal di negeri Paman Sam sejak
1972 hingga 1979.
Ia
menyukai lagu-lagu seperti, ‘Ruby Tuesday’, ‘Jumpin’ Jack Flash’, ‘She’s a
Rainbow’. Dan tentu saja, ‘Honky Tonk Woman’. Itu lagu-lagu yang juga selalu
asyik kalau dibawain di atas panggung. Semangat kalau menyanyikan lagu-lagu
favorit itu, karena dikenal akrab sama fans, kata Rico.
Lagu-lagu
itu juga yang sebenarnya yang pertama kali membuatnya suka dengan Stones. Ada
di album Through The Past Darkly, Best of Rolling Stones 1966-1969. Album kaset
itu dibelinya saat ia di New York, ia masih di bangku SMP waktu itu.
Ia
suka Stones karena merasa mewakili jiwa mudanya. Lirik-lirik lagunya pas banget
dengan emosi anak muda masih remaja seumurnya waktu itu. Ya gitu, ga mau
diatur-atur, cuek, anti kemapanan, kayak begitulah kesan liriknya, jelas Rico.
Ricojuga bilang, iakenal itu sejak sekitar 1977-1978.
Dia
kenal karena teman-temannya mulai banyak yang menyukai Stones. Saat itu, Stones
memang sudah populer di Amerika Serikat kan. Awalnya sih dia menyebut sebagai
Beatlemania. Tapi lalu suka Stones, ya kan dekat jadi ga papa, ucapnya.
Sebagai
penyanyi, yang dianggap mirip banget Michael Phillip Jagger itu, ia mengaku ga
banyak menonton Stones. Ia hanya sempat menonton waktu di USA, kalau tak salah
tahun 1978.
Berikutnya,
ia sempat menonton konser Mick Jagger yang rusuh di Stadion Utama Senayan itu,
di tahun 1988. Setelah itu, ia sempat menyaksikan lagi konser The Rolling
Stones di Singapore Indoor Stadium, tahun 2003. Waktu di Singapura itu,
kayaknya saya memang ketemu Rico deh. Iya ga sih? Dan Rico ternyata lupa! Eh
saya juga. Lho gimana sih?
Buat
Rico, Stones itu saat ini berarti, legendary
and iconic. Mereka juga lebih sebagai entertainer.
Yang perlu dicontoh, konsistensinya dalam memberikan hasil karya terbaik sampai
saat ini. And, they never grow old...!
Eits, tapi walaupun idola nomer wahid, memberi banyak inspirasi. Rico bilang, tetap saja ada hal-hal yang tak bisa ia ikuti. Tentunya soal kelakuan-kelakuan minus Jagger dan Richards dan kawan-kawannya itu. Yang begituan jangan dicontoh, katanya.
Saat
ini musik Stones, bisa juga menjadi semacam obat awet muda, bagi penikmatnya
atau fans setianya. Ga terlalu banyak yang berubah dari mereka, sejak dulu
sampai sekarang. Mereka tetap saja terkesan chic,
dengan kostum panggung yang bisa dibilang keren dan “manyala”.
Betul
sih itu, menurut saya ya lihat terutama pada sosok dan penampilan Jagger dan
Richards, mereka rocker yang juga
menjelma menjadi trend setter untuk
kostum panggungnya. Dari kostum, kemudian juga diamati penampilan sisi visual
panggungnya, saat mereka melakukan konser yang megah, warna-warni dan
mengagumkan.
Konsep
tata panggung, aksi panggung serta kostum mereka itu lantas menjadi khas
Stones. Yang juga menjadi sumber inspirasi utama Acid Speed Band. Walau satu
ketika Rico juga mengakui, susah juga sebenarnya mengikuti total abis-abisan
konsep tampilan mereka, karena ga murah lho! Emberrrr bro, kostum mereka oho too
expensive...
Sementara
itu untuk Choldun Hanafiah, gitaris. Holdun, begitu nama populernya,kelahiran
Jakarta pada 1 Desember 1961. Nah kalau Holdun,menyebut albumnya ‘She’s So
Cold’ yang pertama dia dengerin. Bikin dia jadi tahu Stones. Lalu, jadi suka!
Selain
album Emotional Rescue itu, ia juga menyebutkan Still Live, sebagai album Stones yang paling disukainya. Tapi dia
juga menyebut kemudian, sebenarnya album terfavorit dari The Rolling Stones
buat dia adalah, Tattoo You. Sedari awal udah suka.
Lagu-lagu
di dalam album itu pulalah, yang selain disukai untuk didengerin, juga asyik
dan bikin semangat untuk dimainin di atas panggung. Seperti juga kata Rico di
atas, karena publik seperti fans mereka itu, kebanyakan memang juga kenal betul
dengan album-album itu, termasuk lagu-lagu yang ada di dalamnya.
Ia
menyebutkan,pokoknya lagu-lagu Stones yang hits banget itu semua asyik buat
dimainin. Terutama lagu-lagunya yang lebih rock, lebih keras. Karena penonton
juga jadi kayak disetrum supaya merespon seru ya, bro?
Memang
begitulah. Seru aja lihat merekamanggung, dari dulu lho. Penoton bisa sing a long, dengan didahului
berteriak-teriak untuk minta mereka membawakan lagu-lagu yang mereka kenal dan
tahu liriknya. Asyik kan, jadi bisa nyanyi bareng grup kesukaanlah gitu.
Holdun
mengenang, waktu itu memang Rico satu sekolah dengannya di SMAN 6. Rico masuk
saat kelas 2 SMA, dia baru pindah lagi ke Jakarta dari USA. Di kelas 3 mereka
malah langsung semeja di kelas yang sama. Karena kan, kegemarannya sama.
Sama-sama suka ngeband, dan sama-sama doyan berat Stones.
Mereka
berduaan juga sama-sama senang main gitar. Tapi saat mereka mulai coba-coba
latihan band, waktu itu dengan Toto, teman atu sekolahnya, Rico sempat memilih
menjadi drummer.
Menurut
Holdun, anggota Acid Speed Band yang lama juga, selain dirinya dan Rico adalah Adil Prakoso. Ading, begitu panggilannya, adalah drummer yang masuk
saat mereka akan tampil di acara Brewer Rock, di tahun 1985 atau 1986 itu.
Ketika
ditanya, siapa-siapa saja sih personil Acid Speed selama ini. Dengan santainya,
Holdun menuliskan, ada kali kira-kira 30-an orang yang pernah menjadi personil
Acid Speed. Itu selama kurun waktu ya dari 1982 sampai hari ini.
Dan
arti The Rolling Stones pada hari ini untuknya adalah, ia menulis pendek saja,
INSPIRASI. Ya, maksudnya adalah, Stones memang mengisi sebagian hari-hari
hidupnya sekian lama. Memberi inspirasi bagi kehidupan ayah dari 2 putri dan 1
putra, dan suami dari seorang istri ini. Sama lho seperti Rico, suami seorang
istri dan ayah dari 3 anak.
Begitulah
The Rolling Stones, yang sekian lama begitu lamanya sering dianggap sebagai
barisan band “bad boys”. Tetapi kenyataannya, mereka toh tetap terus bertahan
hingga kini. Jadwal tur panjangnya juga terus saja ada nyaris di setiap tahun.
Apakah betul, mereka benar-benar real really fuckin' badboys dan pecandu berat?
Stamina
mereka untuk sebuah konser sekitar 2 jam-an, masih bolehlah. Usia sudah lumayan
tinggi, semua sudah lewat kepala 6! Kalau mereka benar masih mencandu serius,
kayaknya mustahil saja sih. Ya ga mungkin lewat 60-an tahun, bahkan sudah
kepala 7, dengan stamina tetap lumayan ok. Ah
come on! Unbelievable!
It’s sort of a kind
of promotion strategy. Stigma, atawa brand-image “anak-anak” bengal, badung dan pemadat itu, kayaknya
sengaja dipelihara dengan baik. Karena image
itu yang membuat mereka begitu populer, terus populer sampai sekarang. Ngerti
kan ya maksud saya?
Okay,
kemarin pada Senin 17 April, Acid Speed mengisi acara Tribute To The Rolling Stones di program mingguan I Like Monday. Bertempat di Hard Rock
Cafe, Jakarta. Dan dengan formasi mereka saat ini, selain Rico, Holdun dan
Ading adalah Fabianus Poedyanto atau Anto, sebagai kibordis.
Selain
itu ada, Agus Supriadi atau dikenal
sebagai Agus Phil, yang menjadi
bassisnya. Sementara di sisi gitaris kedua, adalah Herry Nurrachman, biasa dikenal saja cukup sebagai Herry. Itulah formasi mereka saat ini.
Penonton
sebagian besar memang fans mereka, yang sudah kenal lumayan lama mereka.
Artinya, penggemar loyal tetaplah. Secara kisaran umur, memang sih seumuran
dengan mereka juga adanya. Lumayan rame dan seru-seru semua.
Tentu
saja ada koor bareng, sampai sebagian berani maju ke depan untuk bergoyang,
mengikuti lagu-lagu yang dibawain Rico dan Holdun dan kawan-kawan. Satu hal
yang asyiknya adalah, mereka menguasai cukup banyak repertoar Stones. Sehingga
bisa dibilang selalu siap membawakan lagu-lagu yang dirikues penonton.
Nah mengamati fans-fans grup "lawas" model Acid Speed Band itu, menariknya bahwa fans mereka sekarang mungkin benar sebagian ada yang fans "seumur hidup". Dari dulu banget, mereka juga sudah doyan banget Acid Speed Band dengan kefasihannya membawakan lagu-lagunya Jagger and Richards and the band.
Tapi sebagian ada yang menyelip, fans yang dulu sebetulnya ga terlalu tahu Stones atau Acid Speed Band. Yah tahu sih tahu, palingan karena dengerin kaset di kamar atau dari radio. Dulunya anak rumahan, rajin belajar demi mengejar cita-citanya. Juga rajin menabung, makanya ga kepikiran nonton konser-konser.
Sekarang, mereka "teramat dewasa banget", posisi sudah ada. Punya duit sendiri yang cukupan alias dompet tebal, jack! Barulah mereka berkesempatan sering hang-out, nonton-nonton show di clubs atau kafe-kafe. Nonton dan...buka botol!
Dulunya, paling jauh minum green spot atau seven up. Green sands deh. Sekarang, duit ada, ya belinya alkohol! Status bray. Dari bir 2 atau 3 gelaslah, atau order pitchers dan tower. sampai jenis wiski dengan botolnya! On the rocks!
Kalangan yuppies milenial itu, mungkin juga sebagian "setengah yuppies" lah ya, menjadi salah satu pendukung dan tim hore potensial, yang membuat show-show berbalut nostalgianya Acid Speed Band jadi rame. Termasuk juga ke band-band lain sejenis Rico-Holdun dan kawan-kawan itu.
Nah mengamati fans-fans grup "lawas" model Acid Speed Band itu, menariknya bahwa fans mereka sekarang mungkin benar sebagian ada yang fans "seumur hidup". Dari dulu banget, mereka juga sudah doyan banget Acid Speed Band dengan kefasihannya membawakan lagu-lagunya Jagger and Richards and the band.
Tapi sebagian ada yang menyelip, fans yang dulu sebetulnya ga terlalu tahu Stones atau Acid Speed Band. Yah tahu sih tahu, palingan karena dengerin kaset di kamar atau dari radio. Dulunya anak rumahan, rajin belajar demi mengejar cita-citanya. Juga rajin menabung, makanya ga kepikiran nonton konser-konser.
Sekarang, mereka "teramat dewasa banget", posisi sudah ada. Punya duit sendiri yang cukupan alias dompet tebal, jack! Barulah mereka berkesempatan sering hang-out, nonton-nonton show di clubs atau kafe-kafe. Nonton dan...buka botol!
Dulunya, paling jauh minum green spot atau seven up. Green sands deh. Sekarang, duit ada, ya belinya alkohol! Status bray. Dari bir 2 atau 3 gelaslah, atau order pitchers dan tower. sampai jenis wiski dengan botolnya! On the rocks!
Kalangan yuppies milenial itu, mungkin juga sebagian "setengah yuppies" lah ya, menjadi salah satu pendukung dan tim hore potensial, yang membuat show-show berbalut nostalgianya Acid Speed Band jadi rame. Termasuk juga ke band-band lain sejenis Rico-Holdun dan kawan-kawan itu.
Khususnya pada Acid Speed Band ini ada "titik penting". Menguasai dengan baik, banyak repertoar dari band yang mereka copy itu. Karena gini ya, sebagian besar band-band entertainer saat ini, yang juga menjadi
grup-grup cover seperti Acid Speed, kabarnya tak lagi sempat latihan bareng!
Itu dengan berbagai-bagai alasannya ya. So yang terjadi, repertoar mereka terbatas, itu ke itu saja. Kalau sudah begitu, harusnya memang mereka kawatir, fans mereka jenuh dengan sajian lagu yang terbatas itu. Yoih dong?
Itu dengan berbagai-bagai alasannya ya. So yang terjadi, repertoar mereka terbatas, itu ke itu saja. Kalau sudah begitu, harusnya memang mereka kawatir, fans mereka jenuh dengan sajian lagu yang terbatas itu. Yoih dong?
Acid
Speed Band, mau tak mau harus memperhatikan sisi itu. Terutama, meladeni
permintaan fans-fans fanatik dari The Rolling Stones, yang mengetahui lantas
pastinya merikues dengan semangat lagu-lagu yang mereka pengen dengerin. Maklum
sajalah, ada sekitar 25 album studio, yang dirilis The Rolling Stones kan?
Banyak tuh lagunya. Bukan banyak lagi, bejibun
coy! Hahahaha.
Tantangan
seru dong, yekaaaaan? Apalagi saingan
grup-grup cover Stones sejenis, selalu saja ada. Kalau hanya terbatas, ‘Honky
Tonk Woman’, ‘Jumpin’ Jack Flash’, ‘Paint It Black’, ‘Start Me Up’, ‘Angie’,
‘Dead Flowers’, ‘Brown Sugar’ atau ‘Wild Horses’ kayaknya banyak band juga yang
“bisa” memainkannya.
Tapi
kan tergantung juga dong, suasana lagunya gimana? Betul itu, tetapi kalau misal
ya, nonton terus tetapi lagu-lagu dihidangkan terasa terbatas, tentu dong
penonton bisa jenuh. Walau fans fanatik sekalipun.
Bagusnya,
kelihatannya Acid Speed Band memperhatikan betul soal itu. So, memang jadinya
mereka tetap bisa menjadi The Indonesian
Rolling Stones Band yang terunggul terus. Aaaah! Semangat bro semua di Acid
Speed Band. Sampai ketemu di show selanjutnya nanti!
You’ve got the Sun,
You’ve got the Moon. And, yo’ve got The Rolling Stones – Keith Richards.
Lose your dreams and
you will lose your mind (Ruby Tuesday) *
Acid Speed Band bersama saya dan teman-teman baik |
3 comments:
Paling berkesan nonton Acid Speed di event Brewer Rock '85/'86 di Balai Sidang Senayan. Kerennn!
Om dion... mungkin punya no contact band ini klo kita butuh mereka buat ngisi acara.. kira2 ngehub siapa dan kemana yaah? Thx
Tambahin dong om.. Acid Speed baru2 ini tgl 4 Januari 2022 live di Radionya TNI AL yaitu Radio JJM (Jalasveva Jaya Mahe) Foto2 ada di sy kontak 081281816559
Post a Comment