Saturday, April 30, 2016

FARIZ RM in Accoustic, Sebuah Catatan Kecil Saja Siiiih


Fariz Rustam Munaf, kalau saya bilang, dia musisi multi insrumentalis cum penulis lagu yang mumpuni. Seabrek karya album rekamannya, tentu di dalamnya dengan berbagai hits karyanya. Itu adalah bukti konkrit. Tapi ah, banyak orang sudah tahu itu kan?
Fariz gitu lhoooow, sapa pula yang tak kenal doski.
Kadang suka nyeleneh. Apa ya, badung? Begitulah. Nobody’s perfect. Tapi mending kita omongin soal sosoknya sebagai musisi dengan talenta yang tergolong...luar biasa. Yoih, gimana kagak warbiyasaaaak, doi mainin banyak musik. Pop, ya so pasti itu. Jazz-jazzan juga, nge-rock, sesekali nge-blues.
Saya tuh kenal begitu banyak musisi, saya kenal banyak pencipta lagu. Yang saya kenal deket banget juga banyak. Saya berani bilang, Fariz ini memang musisi jenius yang langka. Di sini, ga banyak musisi model Fariz. Main banyak alat musik. Bikin lagu-lagu yang populer, yang disukai begitu banyak orang. Hits-maker, istilah kerennya dah.

Masih baca ga, catatan kecil saya ini? Sambil ngopi boleh. Pakek roti bakar juga asyik. Pisang goreg atau singkong goreng aja deh, oh silahkan. Black or white coffee? What ever laaaah, coy! Lanjut ya? Seruputlah kopinya dikit-dikit.
 Fariz doyan ngopi ga? Sudahah, kita lagi ngomongin musiknya Fariz. Tapi urusan Fariz suka kopi atau ga, kesampingkan dulu. Saya coba fokus ke apa yang dihidangkan Fariz kemarin ini di Bentara Budaya Jakarta. Doski tampil akustikan, full, lengkap. Eh ada unsur etnik juga yang menyelip.
Konsep tuh penting, bro. Cuma manggung di sana-sini, seneng, semangat. Manggung banyak-banyak, tapi kalau konsepnya ga detil diperhatiin? Sayang deh. Cepat atau lambat, publik akan ya jenuh, bosen. Ya kalau sempet populer, kalau toh ternyata banyak main tapi segitu-segitu aja yang suka, lebih berabe.
Saya susah juga kalau ngomongin soal Fariz ini. Faiz begitu dia dikenal. Sama seperti temen-temen deket lamanya juga, kalau saya manggil dia sebagai, bule. Gimana ya. Jadi saya memang temenan dengan dia sudah lumayan lama. Sejak 1980-an kira-kira.
Ah, pertemanan deket dengannya kan sudah pernah saya ceritain?

Persoalan timbul karena kan, saya ngaku dah, saya juga fans musiknya doi. Ini titik susahnya. Saya bisa-bisa jadi rada diragukan obyektifitasnya. Tapi eits ntar dulu jack. Buat saya, kalau saya makin merasa dekat, saya malah merasa kalau harus kritik, ya saya kritik. Karena makin dekat, kita dong yang harusnya “ngingetin” temen?
That’s what Friends are for. Hihihihi, bukan “itu gunanya bertemen berempat’. Saya pengen temen baik saya, yang sudah baik berteman dengan saya, ya jadi bagus, tambah bagus dan makin bagus dong. Setuju?

No hard feeling pastinya. Kritik membangun. Harus dong. Tapi, kalau ga mau dengerin atau ga setuju saya kritik? Well, itu urusan dia yang bersangkutan, dengan hati, pikiran pribadinya saja. Semua orang punya hak lah.

 Fariz main secara akustik. Gini, itu sudah pernah melintas dalam pikiran saya sejak beberapa tahun silam. Kira-kira akhir 2000-an dekade pertama lah. Saya pernah selintas omongin ini ke bule. Saya iseng, kayak nantangin dia.
Dasar utamanya adalah, saya yakin aja, bule pasti bisa asyik main piano akustik. Tanpa “dikepung” segala synthesizer, electric piano en sejenisnya itu. Fariz kan, sejak album pertamanya saja, dikenal memang memanfaatkan maksimal segala peralatan digital begituan. Ia salah satu yang terdepan soal per-MIDI-an. Electronic and digital bangetlah.
Bule main piano doang, kayak gimana? Jangan hanya bule yang main akustik, bandnya sepenuhnya juga harus akustik! Waktu saya utarakan ide iseng itu, Fariz jawab oke aja. Dia juga kepikiran hal itu. Jalanin dong, coba le. Dia senyum aja.
Nah saya memang sempat “ditawari” dia, elo aja yang bikinin konser akustik itu. Lantas sempat coba colek kanan-kiri, berusaha dapatin sponsor. Dapetin investorlah, itu bisa juga kan. Saya sudah ngebayangin konsepnya, lebih dtil. Panggung gimana. Dan yang harus asyik dan unik itu sound, karena fully-accoustic. Selain konsepin lighting-nya, yang harus pas memberi nuansa pada musik akustiknya Faiz.
Sayangnya, usaha saya belum sukses tuh. Belum berhasil mendapat investor ataupun sponsor. So, disimpen baik-baik deh rancangan itu. Eh sampailah pada beberapa waktu lalu. Bule kirim message via whats-app. Bilang, datang dong gw mau tampil akustik nih.

Beneran le? Semua akistikan gitu? Bass akustik? Gitar juga? Drums ada dong yang pakai brushes? Ada tiup juga gitu? Bule jawab, iye semuanya lengkap. Elo makanya harus nonton! Masak sih? Ini seperti yang gw pernah tantangin elo dulu dong ya?
Iya, jawab bule lagi. Udahlah, elo harus nonton. Doi nambahin lagi, gw pengen ini bisa jalan dong, ke beberapa kotalah gitu. Elo main dulu le, sekali dua kali, jadi semacam tester akan atensi publik. Juga bisa dikasih liat ke sponsor kan?
Nah akhirnya, Fariz main dengan konsep akustikan itu. Dan asyiknya, saya ga datang! Ya ga bisa nonton, karena satu dan lain hal lah. Ga berani saya kontak bule, untuk minta maaf ga bisa datang ternyata. Saya pikir, pastinya bule bisa cerewet tar nya... Hahahahah... Jadi, ya sudah.
Eh ternyata, bule main lagi. Kali ini di Bentara Budaya Jakarta itu. Dia kirim lagi message, tapi cuma kirim image eflyer nya aja. Begitu lihat, saya langsung pastiin, kali ini saya harus nontonlah!

Tibalah waktunya. Saya datang dan yang saya cukup terperangah, eh formatnya lebih lengkap lagi! Tak hanya dengan Adi Darmawan (bass), Eddy Syakroni (drums), Iwan Wiradz (perkusi), Michael Alexander (gitar) dan Eugen Bounty (saxophone, klarinet). Eh ditambah dengan dua cewek, ada Tiwi Shakuhachi (akordeon, voice ethnic), Asri Hardjakusuma (violin) serta ada juga kendang yang dimainkan oleh, Jalu G. Pratidina. Wuiiihm ini seru!
Apalagi, saya lihat wah soundnya didukung DSS, langsung dengan Donny Hardono sendiri turun tangan sebagai sound-engineernya. Pasti asyik kalau gini mah. Ga salah dah, emang saya harus nonton....

Ketika konser berlangsung, memang akhirnya bisa ditangkap. Suasana dan nuansa akustik yang terasa. Itu saja, langsung sudah membedakan dengan penampilan Fariz sebelum ini. Ia tampil maksimal. Musiknya menjadi unik. Lengkap betul akustikannya.
Apalagi Iwan Wiradz sempat memainkan pula kecapi sunda segala. Tiwi yang menyuarakan cengkok etnik, tentu dengan pukulan kendangnya Jalu. Suasana musiknya jadi lebih lebar. Lebih kaya dan eksotis.
Menurut catatan saya, bule tak terlalu familiar sebenarnya dengan susupan nuansa etnik, pada musiknya. Bukan “mainan sehari-hari”-nya nih. Tapi sependengaran saya kemarin sih, ahay, bule sanggup menaklukkan tantangan itu.
Tampilan akustik penuh begitu, bukan tontonan lazim, di panggung musik kita. Biasanya juga disuguhkannya di indoor. Kemarin, digelar di halaman Bentara Budaya yang berarti open-air atau outdoor. Suasana asyik. Saya suka, itu aja kesimpulan akhirnya.

Ada catatan lain lagi kali? Etapi, kopinya udah habis belum? Pisang gorengnya masih ada ga? Bukan pisang goreng? Masak ngopi sambil makan...kue putu? Cobain deh, kopi dengan kue balapisnya Manado.... Restoran Manado ga ada yang dekat sama rumahmu? Waduh, kalau itu mah, PL alias...Problem Lo! Hihihihi....

Saya kasih catatan kecil untuk bule sahabat saya itu. Bule agak sedikit saja, sedikit bingits, “terpeleset”. Maksudnya, salah main not gitu? Ah itu kecillah. Bukan itu maksud saya.
Tapi pada menetapkan songlist yang bakal dimainkan. Bule dan band, gak kebanyakan bawain lagu-lagu barunya. Disjejerin beberapa lagu. Orang, aduh kenyataan kurang seru sih, banyak yang kurang familiar.
Tak heran, terasa tensi suguhan musik rada drop sedikit. Ini memang sikonnya sih. Publik datang, kebanyakan memang, kepengennya ber-asyik masyuk dengan hits nya Fariz RM. Mereka siap sing a long, goyang, teriak, seneng-seneng...inget masa lalu. Ya kayak gitulah.
Saya dan Frans Sartono, temen baik saya yang wartawan Kompas itu sempat membahas soal itu. Penonton kurang kenal dengan lagu-lagu Fariz yang relatif baru. Yang datang terutama dari album Fenomena, yang dirilis 2012.
Enerji penonton terasa betul, disiapin untuk hits nya Fariz yang mereka akrab betul. Bayangkan suasana, ketika enerji penonton terlampiaskan maksimal dengan apa yang ingin mereka nikmati. Memberi feed-back bagus banget untuk Fariz dan teman-teman Anthology Band, format sangat lengkap itu.
Paling bijak, mungkin ya, coba lagu baru tetap diselipin. Boleh kok, tapi selang-seling dengan hitsnya yang sudah sangat populer gitu.
Begini ya, feed-back itu kan rasanya akan bisa menjadi tambahan enerji membungkus spirit bermusik, yang bakal lebih memuaskan. Ya buat penonton dan juga buat para musisi. Walau saya juga memberi catatan khusus, asyiknya Fariz dan Anthology nya berani menyelipkan, ‘Stairway to Heaven’nya Led Zeppelin di tengah-tengah. Itu kejutan manis.
Saya aja terkejut. Bule usil banget. Usil yang kreatif dan menyenangkan! Lagu anthemic yang everlasting itu, dibungkus lagi dengan aransemen berbeda. Tentunya, aransemen versi akustik.
Well, tapi sekali lagi ya, overall mayoritas penonton pasti puas lah. Karena kan gretongan juga toh? Ga juga, bukan soal gratis nya. Tapi Fariz tampil menarik dan berbeda. Beda yang eksotis dan juga unik. Menyenangkan kok. Suwerrrr....
Tour? Layak nih, konsep beginian ga banyak ditemui di acara-acara musik kita kan? Di sisi lain, saya akui, Fariz memang “masih ada”. Hidup sehat terus bro, biar kreatifitasmu tak terganggu, semangat bermusikpun terus terpacu, ide-idemu mengalir dengan lancar. Fariz tetap sosok penting, yang berarti di pentas musik nasional kita.
Kapan main lagi, terusin deh konsep ini. Saya salut untuk konsep akustik lengkap banget itu. Tambah bintang tamu? Perlu ga ya? Iseng aja sih ini, iseng banget deh. Gini, iseng saya sebut ya, satu nama yang bisa dipertimbangkan jadi bintang tamu sangat spesial. Buat saya sih, ga ada lain, Candra Darusman! /*




Tuesday, April 26, 2016

DENNY CHASMALA, Semua musik...Sikaaaatt!

-rewrite-
Pop, dia sudah menghasilkan banyak hits. Lumayanlah. Jazz, dia tiba-tiba muncul dengan berbeda. Ya lain daripada yang lain. Rock, sudah dicobanya juga. Memang agak ke pop juga. Lalu sebenarnya, apa sih maunya?
Mau makan,cari duit banyak-banyak, buat beli alat? Ngegedein studionya sendiri? Atau menambah koleksi vespa-nya? “Gw lagi renovasi rumah gw, ntar ya kalau udah jadi, elo dateng main-main dong. Vespa-vespa gw,gw masukkin ke dalam studio, Sampai ada yang digantung segala!”Ucapnya begitu. Itu studio musik? Atau bengkel Vespa sih?
Tapi jangan kaget, yah orangnya emang begitu adanya. Ikut touring Vespa Jakarta-Bandung. Bukan cuma vespa-nya yang berdandan unik dan menarik, dianya yang punya yang bawa itu Vespa ga mau kalah aksi! Pakai kostum Spiderman, Jakarta-Bandung! Panas, panas deh. Tapi dia berhasil masuk headline foto koran-koran Jawa Barat. Spiderman naik Vespa!
Eits, ini topik sebenarnya tentang apa? Bengkel Vespa kah, komik Spiderman atau musik? Membingungkan? Pegangan tangga! Ga ada tangga? Pegang di hatiku... Halah! Jadi pria muda, yah lumayan muda maksudnya, cukup ganteng. Jago pula main gitar! Jago? Eh relatif sih ya soal jago. Tapi dia pernah punya band namanya...I am Jago (alias Ayam Jago!).
Nama istrinya, Octriasari Maharani. Anaknya sudah dua orang, Piaggio yang sulung sudah 8 tahun umurnya. Dan adiknya, Innocenti, sekarang usianya 5 tahun. Ia adalah putra dari musisi kawakan, kibordis, Chandra Chasmala dengan ibunya, Kuswati. Kakak dan adiknya, semua juga musisi. Irfan Chasmala, kibordis dan Reggie Chasmala, drummer.
Gitarnya sendiri, iya gitu-gitu dia udah mampu kok beli gitar. Tapi agak beda dari yang lain, dia pilih Yamaha. Serinya adalah, TLV dan SAE. Perabotan tambahan macam asesoris gitar, yang kalau gitaris bilang, “mobil-mobilan” itu? “Gw ga terlalu doyan mobil, gw sukanya kan Vespa! Jadi gw ga pake tuh mobil-mobilan. Ampli juga ga. Gw langsung direct aja, sound gitar gw,”ucapnya serius. Padahal,agak-agak kurang cocok kalau dia serius.
Anak muda ini memang jalan karir musiknya menarik. Sebenarnya, ia banyak berkecimpung di belakang layar. Ia telah mampu menghasilkan hits, banyak lagu pop. Sebut saja seperti ‘Pilihlah Aku’-nya Kris Dayanti, ‘Berharap tak Berpisah’-nya Reza Artamevia’. Atau juga, ‘Penyesalan’-nya Titi DJ. Ada juga, ‘Tak Akan Ada Lelaki Seperti Dia’ yang dibawain Shanty.
“Ah ada sih yang lain-lain, tapi gw lupa judulnya. Ingat sama lagunya, tapi gw lupa judulnya. Gimana sih ya. Umur kali?”Dia pun cengengesan lalu tertawa. Iya, dia juga lantas banyak menjadi produser rekaman, terutama untuk “satuan”. Maksudnya per- 1 atau 2 lagu saja, di satu penyanyi. Termasuk juga grup band.
Ada kelompok rock yang juga ditangani musik dalam rekaman mereka, State of Groove (SoG). Grup yang dimotori Emil dan Ariyo Wahab itu, pernah membuat album rekaman mereka, yang dirilis 1999. Album itu hanya satu-satunya, setelah itu grup tersebut berhenti. Ya udahan gitu aja. Nah album perdana mereka, Bebas, begitu judulnya, produsernya adalah Denny Chasmala ini.
Nah,sebenarnya hal itulah yang menyibukkan dia. Urusan begitu, menulis lagu pop, bikin aransemen atau sekalian jadi produser, memang menyita banyak waktunya. Ketika waktu senggang, barulah ia mengelus-elus koleksi Vespa-nya. Lho, bukan istri atau sayang-sayangan sama anak-anaknya? Itu sih wajib diduluin, serunya sambil tertawa ngakak.
Buah memang jatuh ga jauh dari pohonnya! Kalau jauh dari pohonnya, misalnya buahnya adanya di meja makan dalam rumah, pohonnya di pekarangan? Itu namanya, udah dipetik duluan! Betul kan bro? Dia nyengir jack! Tapi memang begitulah, karena ayahnya musisi. Ayahnya dulu masuk formasi kelompok entertainer band di kafe yang kondang di ibukota, Gold Guys Band namanya. Itu salah satu ikon entertainer band di kafe-kafe tahun 1980-an.
Serunya nih, saya kenal duluan sang ayah sebetulnya. Di era 1980-an itu, saya sering ketemu Chandra Chasmala, sang ayah, ya di Green Pub itu. Waktu itu sudah tahu, anak-anak Chandra juga mulai bermain musik, ya cerita dari sang ayah tentunya. Tapi belum pernah bertemu waktu itu.
Kembali ke anak-anaknya Chandra Chasmala itu. Sang kakak, seringkali menjadi musisi cabutan atau kerennya, session player yang laris dipakai banyak musisi lain. Diikuti juga dengan sang adik. Sementara itu, dia dan adiknya juga pernah iseng ngeband bareng. Nama band-nya Ultra. Dan serunya, semua pakai make-up a la Kiss! Edan tenan! Nge-rock tapi tetap ga terlalu keras, masih nyamanlah. Itu di awal 2000-an. Sayang band itu udah ga ada lagi sekarang, cuma sempat merilis 1 album rekaman kalau ga salah deh. Kenapa ga diterusin?
“Kan setelah Ultra, beberapa tahun berikut, gw bikin Nabila. Abis Nabila, disusul itu, I am Jago. Pop rock semua. Seru-seruan. Tapi memang bikin grup di sini, untung-untungan kan? Jadi yah gitu, kalau ga ngetop rada susah juga jalannya,”terangnya kali ini serius lagi. Peruntungan dia memang mungkin belum ke band-nya ya? Karena toh dia tetap sukses sebagai penulis lagu, aranjer atawa produser.
Untuk jazz memang dia cukup ajaib, di mata saya. Bayangin aja, tiba-tiba dia menjadi produser untuk gitaris jazz sangat senior. Eh sebenarnya sih pengusaha tapi bisa main gitar, wuih punya gitar banyak juga. Soegeng Sarjadi. Nah dia sempat membuat album sang pengusaha kawakan itu, dengan didukung pula oleh Bintang Indrianto. Nama albumnya, Talking To You, Soegeng Sarjadi Playing Denny Chasmala’. Keren juga lho!
Oh ya, catet nih catet deh. Sebagai produser, ia sempat menangani pula beberapa band. Antara lain, Jikustik. Terakhir ini, ia baru menyelesaikan album sebuah kelompok baru asal Surabaya, namanya ABRI! Itu singkatan dari Aku Bukan Rocker Idaman. Hadeuh, namanya ajaib! Selain itu, ia segera menggarap album dari kelompok pop, D Masiv. Kemarin ini, ceritanya, ia baru menyelesaikan 3 lagu demo D Masiv untuk labelnya dan diterima.
“Konsep gw untuk memproduseri grup band, kayak D Masiv deh. Itu kan grup yang sudah dikenal, fansnya juga banyak. Gw tidak akan merubah banyak. Tidak akan bikin musik mereka jadi berbeda, dengan album sebelumnya. Ga boleh. Gw cuma arahkan mereka pada potensi mereka yang lain, yang belum pernah mereka coba. Mereka itu kan berbakat, skill bagus, lagu-lagunya juga bagus ya. Mereka mau mencoba dan ya mereka suka juga labelnya,”terangnya.
Pemuda kelahiran Surabaya, 20 Juli 1973 ini,saat ini juga kerapkali tampil dengan nge-jazz dalam Bintang Indrianto Trio. Ini trio dikomandoi oleh Bintang, dengan bassnya. Didukung pula oleh drummer muda, Muhammad Iqbal.  Musiknya jazz tapi waduh, jazz yang “kacau”. Pengertian kacau di sini adalah, mereka main dengan pola selalu ada kebebasan melakukan interpretasi satu sama lain di setiap lagunya.
Jadinya ya begitu, seringkali lagu yang awalnya terkesan kalem, kayaknya ini ballad, ternyata di tengah naiklah tempo dengan cepat. Dan menjadi ramai ya gitar melengking kayak rock, bass juga pakai distorsi, dan drum bermain galak. Rame memang dan,penuh kejutan. Ditambah lagi, dia dan Bintang, selalu menyelipkan becandaan di setiap jeda lagu. Saling meledek atau juga, meledek penonton.
Lagu-lagu yang dimainkan, diselipkan juga lagu karya dia. Tapi kebanyakan memang karya Bintang sendiri. Selain itu, diselipkan lagu lain yang “tak terduga”. Misalnya, ‘Madu dan Racun’ nya Ariwibowo! Dan saktinya, di luar dugaan penonton yang terkejut memberi respon sangat positif dan ya...suka! Itu pernah terjadi, terutama yang kebetulan saya alami. Bagaimana trio itu ngagetin banget waktu tampil di saat di Solo City Jazz.
Mereka hanya bertiga, dan tanpa vokal,jelaslah! Instrumental.Di depan ribuan orang yang menonton secara gratis lho! Artinya, bisa diperkirakan sebagian besar pasti bukanlah penggemar jazz. Nah, ketika mereka tampil, ternyata bisa seperti menyihir penonton! No, mereka bukan lantas jadi Rommy Rafael, apalagi Deddy Corbuzier! Penonton yang heterogen itu, lho bisa suka!
Perkoncoannya dengan Bintang, lantas berlanjut hingga proyek Jazz Hijau. Adalah WALHI, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, yang berinisiatif dan bertindak sebagai executive-producer. Bentuknya adalah sebuah album rekaman jazz, yang berisikan lagu-lagu yang menyoal lingkungan hidup. Bintang dan dirinyalah, yang bertindak sebagai produser album itu.
Penampilan dia juga seringkali unik. Ya seperti memakai pakaian spiderman naik Vespa itu. Kostum itu asli lho, dia beli khusus di luar negeri! Niat banget memang. Asal tahu, dia juga memakai kostum itu di video klipnya, Sherly’O pada lagu, ‘Kasihku Kamu’. Lagu itu memang dia yang produseri. Satu ketika ah dia bisa berkacamata berbentuk hati framenya dan...merah! Lihat aja salah satu foto saat dia manggung tahun lalu dalam Parade 17 Guitaris di Pasar Seni Ancol. Edun suradun lah!
Maka, tak pelak, gitaris yang doyan becanda ini memang unik. Bisa jadi, dia salah satu gitaris terunik, dari begitu banyak gitaris di Indonesia sini. Orangnya juga supel, friendly. Kagak ada sombong-sombongnya. Pop, jazz atau rock disikatnya habis, karena dia bilang suka dengan semua jenis musik! Dan namanya adalah, Denny Chasmala! Sampai hampir lupa, menuliskan namanya! Astaga, sorry Den! /*





North Sumatra Jazz Festival 2016, Yang Jangan Dilewatkan!

Yang perlu diketahui, sedari kali pertama North Sumatra Jazz Festival digulirkan ke publik, pada  2011, ide dasar memang sajian jazz berformat festival. Tapi dengan bentuk yang spesifik, khas dan unik. Harus berbeda dibandingkan, festival jazz sejenis lain di berbagai kota, yang tengah menjamur pada kurun waktu 5-6 tahun terakhir ini. Walau kenyataannya, sebagian dari antara yang ada, tak bertahan lama.
Maka NSJF memang berjuang untuk mempertahankan identitasnya tersebut, sebagai sebuah festival jazz tahunan. Yang semoga menjadi event kebanggaan kota Medan dan Sumatera Utara. Hal itu sudah disadari sepenuhnya oleh Erucakra Mahameru, yang melontarkan ide atau gagasan akan NSJF ini.  Yang mana, Erucakra dan Waspada eMusic, lantas bekerjasama dengan saya, tentunya degan bendera saya,  indiejazzINDONESIA untuk menyelenggarakan NSJF ini.
Selain tentunya, berjuang keras, terus mempertahankan eksistensinya. Terjaga akan keberlangsungannya, pada setiap tahunnya. Well, perjuangan yang perlu totalitas, berdasarkan akan komitmen sesungguhnya. Itu kesepakatan antara Erucakra, dengan didampingi sang istri tercinta, Arsyadona Mahameru. bersama saya yang didukung sahabat baik saya, Indrawan Ibonk.
Jadi begitulah ceritanya. Mulai melangkah dari 2011. Kami berempat mengupayakan terselenggaranya sebuah festival jazz di Medan. Sinergi berempat, dengan Erucakra dan Arsyadona memakai bendera, Waspada eMusic dipayungi Harian Umum Waspada. Saya dan Ibonk, dengan bendera indiejazzINDONESIA.
 Ok cerita sedikit saja. Bahwa di kesempatan 2011 itu, NSJF menampilkan event festival dua hari. Dengan menampilkan antara lain, Akordeon feat. Bintang Indrianto-Ady Prasodjo-Sruti Respati-Denny Chasmala, dan kawan-kawan. LIGRO, Emerald BEX, KSP feat. Idang Rasjidi dan Yovie Widianto Fusion.
Dengan sebelumnya, diselenggarakan pre event nya yang menampilkan Aria Baron & Violet Jessica, Duo Agam Hamzah – Donny Suhendra serta penampilan dari Rocker Kasarung. Event digelar pada 1 & 2 Juli 2011 di Convention Hall, Hotel Danau Toba International – MEDAN.
Kemudian WeM dan indiejazzINDONESIA melanjutkan NSJF sebagai agenda tetap setahun sekali. Pada tahun-tahun berikutnya dihadirkan headliners seperti Bertha, I Wayan Balawan, Iwanouz, Rezza Artamevia, Sherly’O, Dion Idol bersama Aditya Bayu, Iwang Noorsaid, Bintang Indriato Trio++, Fusion Stuff, Drum N Wind - Jonathan Jones & Jamal Mohamed, Steve Thornton, Espen Ericksen Trio, Rieka Roslan, Phil Yoon Trio, Razak Rahman, Vickay, The KadriJimmo feat. Keenan Nasution, Teza Sumendra. Dan pada setiap tahun NSJF, Erucakra Mahameru sebagai tuan rumah, juga menjadi performer tetap, bersama grupnya, C-Man.

Dan waktu berjalan, eeeh masuk di tahun 2016 ini, NSJF pun siap  kembali digelar. Menurut rencana akan diadakan pada hari Rabu, 4 Mei. Mengambil tempat di ballroom Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention, Medan. Dimuali sekitar 19.00 wib. So akan ada keunikan apa lagi, yang dapat dijumpai penonton, di tahun ini?
Sebuah kebanggaan tak terkira rasanya, ketika superfusionband Krakatau, akan menyinggahi kota Medan. Mereka akan memeriahkan NSJF 2016 nanti. Tentu akan menjadi kesempatan berharga, bagi penggemar musik di kota Medan, untuk menikmati penampilan grup musik jazz-fusion terbaik tanah air, Krakatau.
Grup tersebut, tercatat sebagai grup musik jazz tersukses pada era 1980-an. Mereka mencatat rekor penjualan album-albumnya. Yang dari album-album sukses itu, lantas memunculkan  banyak lagu-lagu yang begitu populer, dan digemari banyak orang.
Lagu-lagu mereka seperti, ‘Gemilang’, ‘Kau Datang’, ‘Imaji’, ‘Dirimu Kasih’, ‘Cita Pasti’, ‘La Samba Primadona’, ‘Sayap Sayap Beku’, ‘Haiti’ dan ‘Kembali Satu’, menjadi lagu-lagu yang menemani begitu banyak orang. Dalam melalui “masa muda” dulu, periode seputaran 1985-1990an.
Krakatau akan tampil lengkap, dengan formasi solid mereka dari akhir tahun 1986, yaitu formasi album-album mereka, Donny Suhendra (gitar), Prasadja Budi Dharma (bass), Indra Lesmana (kibor), Trie Utami (vokal utama), Gilang Ramadhan (drums) dan Dwiki Dharmawan (kibor).
Formasi itu, yang lantas saya pilih menyebutnya sebagai, superfusionband. Soalnya, emang gimana ya, “super sekaleee”. Fusion Band, ya so pastilah. Agak-agak repot gimana sebetulnya ya, saya kenal dan dekat dengan mereka sejak pertama kali mereka dibentuk sih. Sekian waktu sempat jadi lebih dekat, lantaran karena duet manajer merka, alm. Nunus Oetomo dan alm. Iwan Pratiwi Setyawan.
Mereka, dalam formasi solid tersebut di atas, sempat vakum lumayan panjang, dan baru bersepakat berkumpul lagi di jelang tahun 2014. Akhirnya merekapun tampil lagi bersama sejak dua tahun silam, dengan antara lain telah tampil di beberapa kota antara lain Jakarta, Surabaya, Yogyakarta dan Bali.
Maka catatlah, bahwa Medan bakal menjadi kota pertama di luar Jawa, yang akan mereka singgahi. Dalam perjalanan kembali mereka berenam, dalam formasi “Reunion” yang spesial itu. Sangat spesial, karena Krakatau bisa dibilang telah menjadi reunian grup musik yang paling ditunggu-tunggu penikmat musik tanah air!
So publik Medan, saya sangat menyarankan bersiaplah dan bersukacitalah...!
 Selain Krakatau, NSJF 2016 juga akan dimeriahkan oleh Phil Yoon dengan grup jazznya dari Korea Selatan. Seperti diketahui, Phil Yoon telah tampil di NSJF tahun silam. Di tahun ini ia berkeinginan dengan antusias untuk dapat tampil lagi. Namun dengan formasi berbeda, terutama ia menyertakan vokalis perempuan cantik nanti.
Phil Yoon, drummer lulusan Berklee College of Music di Boston itu, kembali akan didukung oleh Jonghwon Lee (saxophone), Jinho Heo (bass), Myoungguh Lee (piano). Dan khusus tahun ini,  ditambah dengan Ahhye Cho (vokalis).
Jazz dari Korea, dengan “rasa Amerika” nan sedap. Ada suasana jazz yang tak begitu biasa ditemui sebenarnya. Apalagi, para jazzer asal Krea Selatan itu menyuguhkan jazz yang lebih pada bentuk “tradisional jazz”. Apa yang lebih disebut sebagai cool jazz, bebop, hardbop. Menambah corak unik tentunya, pada menu NSJF tahun ini.
Sajian apa yang bisa disebut saja sebagai...K-Jazz. Menyusulkan akan fenomena K-Pop, yang telah mendunia, sejak beberapa tahun silam itu. Phil Yoon, drummer elegan yang juga chairman dari Yongin Global Jazz Festival serta CEO dari Global Green International Jazz and Culture Exchange Centre, tentunya akan berpotensi menambah unsur kesukacitaan bagi para penonton NSJF tahun ini.

Dan tentu saja, NSJF akan menampilkan pula penampilan grup fusion kebanggaan Medan, C-Man. Tetap dipimpin langsung oleh Erucakra Mahameru (gitaris dan vokal), dengan kali ini didukung oleh Heri Syahputra (keyboard), Rusfian Karim (drums), Brian Harefa (saxophone) dan Radhian Suhada (electric bass). Tampil untuk pertamakali, Omar sebagai vokalis.
Penampilan kontinyu dalam NSJF, sejak NSJF edisi pertama di tahun 2011, tentunya membuat kelompok C-Man menjadi makin solid. Yang pasti, mereka akan ikut memberikan pengalaman lebih sempurna, dalam menikmati jazz sepenuhnya, kepada seluruh penonton. Dengan corak khas tersendiri, yang berbeda tentunya dengan suguhan jazz performers lainnya.
Erucakra dan teman-temannya, dengan kontinuitas terjaga, menjadi performers tetap kebanggaan tuan rumah pada tiap tahunnya. Tentulah akan menarik, mengamati dan menikmati, segenap upaya mereka untuk meneruskan kreatifitas bermusiknya. Mengolah sajian jazz dalam kemasan yang sebut saja, neo progressive fusion nan modern, lalu menghidangkan ke penonton dengan semaksimal mungkin. Apresiatif, sekaligus menghibur, tentunya.

Oh ya, ini penting bener nih. Catat ya, konsep konser jazz dalam ajang tahunan NSJF 2016 nanti akan dibuka oleh penampilan dari musisi legendaris internasional, Jeff Lorber. Lorber adalah kibordis, yang dicatat sebagai salah satu tokoh penting musik jazz-fusion dunia di era 1980-an. Selama ini Jeff Lorber terus aktif menjadi langganan headliner-performer pada ajang Java Jazz Festival.
Well gini ceritanya ya. Nama Jeff Lorber disebutkan paling belakangan. Adalah Arsyadona yang via telephone mengabarkan, bahwa Dwiki Dharmawan menyodorkan Jeff Lorber, bisa masuk menjadi pengisi NSJF 2016. Saya mah setuju saja. Seru juga pastinya!
Walau pastinya, mungkin nama besar seorang Jeff Lorber, lebih dikenal akrab para musisi, atau jazz fans fanatik saja. Maksudnya ini, untuk publik kebanyakan ya. Masyarakat Medan, penggemar musiknya sekalipun, rasanya sebagian besar pasti tak terlalu familiar dengan nama Jeff Lorber.
Tapi kehadiran Jee Lorber tetaplah penting. At least, menegaskan akan perbedaan NSJF sebagai festival jazz dengan karakter khasnya. Beda dengan festival lain di Nusantara. Apa ya, tetap kami upayakan corak jazznya harus mendominasi... Kan namanya juga jazz festival?
Lihat ini deh, Lorber, telah menghasilkan tak kurang dari 9 album dengan Jeff Lorber Fusion-nya. Dimulai dengan selftitled album, The Jeff Lorber Fusion, yang dirilis tahun 1977. Selain itu, ia menghasilkan 14 solo album. Dan solo albumnya dimulai dengan, It’s a Fact, yang dirilis oleh Arista Record di tahun 1982.
Secara khusus Lorber akan melakukan kolaborasi dengan para musisi muda bertalenta Indonesia, khusus untuk penonton NSJF 2016. Akan menemani Jeff Lorber nanti, Barry Likumahuwa, bassis muda paling menonjol saat ini.
Selain itu juga ada nama lain, musisi muda yang halak-hita, Ricad Hutapea (saxophone), Akan merupakan penampilan “resmi” Ricad Hutapea pertama di tanah leluhurnya, yang bakalan menarik tentunya  Masih ada juga, drummer muda Echa Sumantri, yang merupakan salah satu drummer muda teraktif saat ini, yang juga telah bermain dengan nyaris seluruh musisi jazz terbaik tanah air.   
Well, so bayangin sajalah. Tiga orang musisi muda yang terbilang terbaik Indonesia, bersekutu dengan musisi yang telah menjadi ikon fusion movement dunia. Dan oho, kolaborasi fusion yang ramai dan seru itu, bakal tambah meriah dengan ikut tampilnya Dwiki Dharmawan dan Erucakra Mahameru! Bakal menjadi session eksotis, yang sangat menggairahkan, dan bakal menyempurnakan tontonan jazz sepenuhnya yang tiada duanya selama ini di Medan.



Maka rasanya, penawaran untuk menikmati jazz yang bagus dengan variasi musik beragam, tak bisa dilewatkan begitu saja. Bisa menjadi pengalaman paling berharga pada hidup para penonton nantinya. Sebuah sajian festival jazz yang tetap unik dan selalu sangat perlu disaksikan. Itu sisi puentiiing dan vitalnya NSJF ini, menurut saya.
So, tunggu apa lagi? Silahkan segera beli tiketnya dan persiapkan diri anda sepenuhnya untuk menikmati hidangan jazz terbaik, yang tak akan mudah dilupakan! Saya jamin lhooow, percaya deh  Sampai jumpa nanti pada NSJF 2016.  Let’s be Ready to have very good time of Jazz, Folks! / *

Official-Website and for further information  : www.northsumatrajazzfestival.com




Saturday, April 16, 2016

Duo JOEL & BONITA, Ketika Mereka Bersama Doeloe...


-repost n rewrite lil bit-
Adalah suatu malam, bertempat di RW Lounge, di kawasan Kemang. Ditampilkan Bintang Indriano Trio, tentu dengan pimpinannya bassis Bintang Indrianto. Gitaris, Denny Chasmala. Drummer, Mohamad Iqbal. Tentang mereka, telah saya sering tuliskan sih. Bukan perkara, ga ada yang baru dari trio ini.
Tapi memang, walau mereka bertiga tetap seru dan ramai, kalau mereka lagi dikedepankan. Dituliskan lagi. Jangan-jangan pembaca tulisan-tulisan ane beranggapan, ah Dion kurang bahan banget nih. Kok ngejazz melulu dengan berita itu-itu saja?
Nge jazz atau tidak jazz, seperti juga rock tapi kurang keras. Kalau sayur itu ga pake garam, kayak apa? Tapi adalah Joel Achmad. Yang cowok berambut kriwil ini dulu. Penampilannya malam itu, mengingatkan kita agak seperti siapa ya? Siapa gitu deh. Tapi ah, ga mirip siapa-siapa juga ga terlalu masalahlah. Yang pasti, anak muda berlogat kental Surabaya-an ini bisa dibilang, susah dicari dua-nya!
Ngerepotin jack! Ahay, bukan. Bukan itu! Tapi begini, ia itu dikenal lewat tayangan dangdut rutin di sebuah stasiun televisi. Memang sih ia acapkali memakai topeng gitu. Tapi namanya kan disebut? Ia disitu dikenal sebagai Joel Kriwil. Rambutnya memang lurus panjang. Yaaah, kriwil kan ikal, masak lurus? Seru dan nekad sekaleee wong-e.!

Yang orang mungkin banyak tidak tahu, Joel Kriwil tak hanya berdangdut! Ia punya album rekaman sendiri, malah nge-pop dengan sedikit nge-rock! Tapi sebelumnya, ia tampil...ngagetin! Asli coy, ngagetin banget. Karena ia menyanyi dengan baik di album rekaman Jazzy-Ramadhan bertajuk, Sound of Belief. Album itu beredar pertama tahun 2004. Lalu di re-released tahun 2008.
Album tersebut mendapat respon positif publik, dan banyak yang terkagum-kagum dengan suara “penyanyi cowok” di situ. Yaaa ini dia, Joel Achmad. Itu suaranya. Orisinal. Dia sendiri pernah bilang, muke dangdut tapi gw nge-jazz dengan faseh dong! Artikulasi teks Iggris-nya terbilang bagus. Maklum, terang Joel, topel gw lima (maksud dia, toefl! Hah, tapi hanya...5?) 
Dan udah, ntar aja kapan-kapan saya tulis profil lengkap dia. Sekarang kembali ke duetnya dengan Bonita. Joel agak sedikit gusar, karena namanya ga ditulis dalam promo. Bintang hanya menulis “dan ....” Padahal, gw udah siapin jiwa raga sepenuhnya buat tampil maksimal! Gw latihan 7 hari penuh kemarin ini!
Bonita, nah ini cewek yang belakangan dikenal dengan grup Bonita & The Husband ini, mengiyakan. “Iya, gw juga latihan serius. Datang ontime. Malah kayak diaudisi. Dikerjain melulu. Nyanyi bagus-bagus diketawain! Dan gw jadi bingung, ini yang benar yang mana? Mereka bertiga itu, seriusnya mana, becandanya mana...”
Jelang hari show kemarin, sehabis latihan, Bonita diminta Bintang membawa setrika-an! Buat apaan mas, tanya Bonita. Kalau kita main bertiga saja, instrumental, kamu daripada bengong ya setrikain baju siapa kek. Nanti dibantu Joel, yang bawa kain lap!
Dan hari show, Bonita kelabakan. Anaknya terkasih, demam dan muntah-muntah. Ia nyaris tak jadi tampil. Ia karena commit, tetap berangkat dan siap tampil. “Tapi mas, karena aku kebingungan, setrikanya lupa bawa!” Ia bilang begitu pada Bintang. Denny yang jawab, oh ga papa, kita udah nyiapin kok!
Ada setrikaan? Jangan-jangan pake setumpuk pakaian habis cuci yang perlu disetrika? Etapi, ini apaan sih sebenarnya. Ada show jazz, atau suasana rumah tangga. Kalaupun show, suasana dengan setrikaan itu, aduh kelewat jazzy ga sih?
Jadi, dia nyetrika di atas panggung? Kejadian nyata, tak begitu. Hanya memang, Joel dan Bonita dapat tempat duduk,di sisi kiri stage, lengkap dengan meja. Mereka menyanyi dari situ. Bonita duduk, sesekali liat tab-nya untuk baca lirik lagu. Joel juga demikian, tapi Joel sempat berdiri dan.... berjoget! Dangdut?
Mereka berdua aslinya memang, “meramaikan” aksi musik Bintang Indrianto Trio. Menjadi ramai dan....penuh gelak tawa. Sepasang muda-mudi duduk di pojokkan, sampai tertawa-tawa terus dan langsung tanya, kapan lagi mereka main ya? Sseorang penonton pria, sambil nge-wine juga terus terpingkal-pingkal dan pengen liat lagi performance mereka! Tambah lagi aja botolnya pak....

Tunggu dulu, jadi duet Joel dan Bonita itu, menyanyi atawa...stand-up comedy? Menyanyi dong! Yang stand-up comedy itu malah, Bintang dan Denny! Ga main musik? Ya mereka tetap main musik kok. Ya “paket”nya begitulah. Musik, jazz, rock, pop, blues, progressive ah you named it lah, de el el.
Main bener lho, dan jelas seru! Pakai penyanyi pula, ya Joel dan Bonita. Plus celetukan-celetukan atau komentar guyonan dari mereka, dari atas panggung untuk semua penonton yang ada. Malah penonton juga boleh menyela iseng. Panggung jazz atawa panggung Topeng Betawi?
Duet itu bawain ‘You Make Me Feel Brand New’ dengan Joel “mengambil” tone falsetto khas lagu milik The Stylistic itu. Penuh canda, tapi sesekali serius juga. Dan Joel memperlihatkan kemampuan vokalnya, lumayan lhooow! Terutama falsetto-nya itu. Lalu ‘Play That Funky Music’, yang membuat Joel bergoyang. Tidak dangdut kok!
Lantas ‘Highway Star’nya Deep Purple dibawain juga. Tentu lagu-lagu itu di rearansemen dengan musik yang berbeda banget dari aslinya. Terutama Highway Star yang tidak lagi hard rock sepenuhnya. Maslh “digabung” dengan teriakan khas yelling Robert Plant di reffrain lagu, ‘Stairway to Heaven’ Led Zeppelin itu.
Trio juga sempat membawakan lagi, ‘Madu dan Racun’ yang saat Solo City Jazz tempo hari, sukses “mencairkan suasana” dan membuat mereka disukai penonton. Sebuah lagu populer, yang dikenal tua muda, tapi diaransemen lagi dengan “usil” tapi asyik jadinya. Dan langsung akrab dengan kuping penonton!
Langsung menggelitik kuping, eh sampai hatipun. Ada-ada aja memang. Kalau Bintang dan Denny so bakudapa, apalagi maen bareng. Akan ada potensi kegilaan lumayan serius yang bisa terjadi. Ah, bukti banyak momen sudah terlihat kok. Kegilaan yang mengejutkan, menghenyakkan sekaligus...melenakan!
Usailah malam jazzy yang berbeda. Ga lagi terlalu jelas, jazz atau bukan. Penuh warna sebenarnya. Trio saja cukup ramai. Tentu lantaran kwalitas nan mumpuni ketiga personilnya. Sebenarnya, mereka bermain relatif kencang dan bertenaga. Nafasnya sesekali malah terkesan rock lho! Plus bonus, ketawa ngakak! Semua puas?
Oh ya, foto-foto dari duo tersebut, bersama Bintang, Denny dan Iqbal, saya ambil ga hanya waktu di RW Lounge. Tapi juga saat mereka sempat pula tampil di acara Jazz Spot di Fourties Kafe, Kemang. Kalau ga salah, persis seminggu kemudian.
Dasar Bintang, Denny dan Iqbal emang jago pisan euy. Hahaha... emangnya ayam jago? Ada lawan aduannya ga? Tapi kemasan tampilan mereka, walau dalam skala kecilpun, terkesan tidak generik. Obat? Maksudnya, tak standar kali ya. Gimana ya, kemasan yang ada aja kejutan-kejutan menggelitik yang muncul.
Jazz penuh canda tawa, kan bukannya haram hukumnya toh? Jazz-jazzan tak selalu harus berarti serius dan lebih serius. Hidup ini bukannya sudah terlalu serius? Diimbangi dengan sedikit becandaan, mungkin akan membuat otak dan hati kita lebih fresh?
Bukan melulu bermain dengan skill, akrobat, bikin penonton melongo dan takjub. Ya itu sih boleh-boleh saja. Tapi kalau tetiba ada yang muncul dengan bentuk kemasan berbeda, boleh jugalah? Walau nanti mungkin penonton terkesima juga, dan bingung, ini jazz atau apa namanya.... Dan lantas tanya, toilet dimana ya mas?
Menurut Bintang, format trio ini memang sengaja dikembangkan dengan melibatkan bintang tamu vokal. Biar lebih lebar lagi suasana musiknya. Karena ia juga banyak menerima “pesanan”, pakai vokal dong. Vokal sebenarnya kan penting tidak penting, “tapi orang-orang minta ya turuti saja deh”, begitu jelas Bintang lagi. Ah ya, jadi lebih heboh dan tambah seru sih!
Bener ga, Bintang atau Denny? Iqbal perlu ditanyain juga? Tapi betewe, apa kabar duo “H2A” itu sekarang ini sih? H2A paan tuh? Hancur Hancur Asyiiiiikz.... Ancur tapi heboh en ngangenin siiih.... /*