Inilah
dunia show-organizer saat ini di
sini. Belakangan menjamurlah EO-EO di
berbagai kota. Menarik memang melihat fenomena ini, kenapa anak-anak muda mulai
menyukai dunia event-organizer. Dari
pengamatan NewsMusik selama ini, salah satu yang membuat mereka mulai menyukai
per-EO-an karena dunianya terlihat fun.
Seneng-seneng, nonton musik, bisa
kenalan dan dekat-dekat dengan artis atau grup band pujaan.
Hati-Hati, Bullying!
Memang
sekilas, enak banget! Tapi kalau lantas sudah mikirin yang namanya, ada butuh
modal. Ada perlu sponsor,
lalu…pertanggung jawabannya supaya acara sukses. Jangan sampai rugi, nanti…nyungsep! Nah ini dia.
Kita
pernah dengar dan miris betul dengan cerita teman organizer di Jogja. Yang
bunuh diri, dengan dicurigai karena pusing dan sangat terbebani akan acaranya
di Jogja. Bukan sekedar ancaman rugi yang sudah membayang di depan mata, tapi pake “bonus” segala. Bullying via twitter dan socmed lain, dimana pihak-pihak yang
merasa dirugikan berkicauan dengan sadisnya. Menuding bahwa teman itu, membawa
lari uang!
Padahal
kisah sejati, ia memang terlalu nekad dan berani! Jalan terus, walau tidak ada
duit cukup. Dia bawa lari duit apa? Teganya orang-orang yang tidak tahu kasus
yang jelas, tapi sudah buru-buru ikut menyerang. Tapi suka atau tidak suka,
begitulah salah satu resiko di dunia showbiz
kita saat ini.
Social-Media bisa menjadi “kawan”
yang bisa diakrabi dengan baik dan saling menguntungkan. Tapi bisa saja, di
waktu mendatang, malah berbalik jadi “lawan” yang menakutkan. Yang mencaci maki
tanpa etika moral, tanpa maaf. Ini salah satu resiko dari dunia showbiz modern,
di masa kini.
Tapi
baiknya, kita telusuri dulu, bagaimana sebaiknya menapaki karir di dunia
showbiz atau biasa disebut event-organizer ini. Bahwa yang terawal sekali,
modal paling mendasar banget memang adalah, dana! Tapi saya juga melihatnya bahwa dana
dan konsep sama pentingnya.
Venue sampai Keamanan dan Kesuksesan!
Bagaimana
mendapatkan dana. Dana bisa datang dari beberapa pintu. Salah satunya adalah,
dana produser eksekutif alias pendana. Bisa perorangan, bisa sebuah company. Semisal pada pergelaran konser
bintang internasional, atau konser penuh sebuah grup ataupun penyanyi lokal.
Orang atau company yang menyediakan dana, biasanya sudah menyiapkan sejumlah
dana dan berikut rencana. Rencana ini sudah “hampir final”.
Mereka
perlu semacam tim pelaksana, yang akan “beroperasi” di lapangan, dalam hal ini
melakukan eksekusi konkritnya. Ya menyiapkan sepenuhnya, menjalankannya dengan
sebaik-baiknya. Termasuk di dalamnya adalah bagaimana menyiapkan venue atau
tempat konser, talent department, production. penjualan
tiket, termasuk promosi. Juga berkaitan dengan perijinan dan keamanan. Dan
tentu saja, berujung pada, kesuksesan acara tersebut.
Itu
semua adalah porsi dari sebuah event organizer. Event organizer dalam hal ini,
bisa menerima “tugas” tersebut atau bekerjasama dengan pihak promotor. Dalam
hal ini, promotor adalah pihak eksekutif produser yang mempunyai dana dan
keinginan menggelar satu bentuk acara. Seperti yang telah disebutkan di atas.
Dalam
hal eksekusi dalam penyelenggaraan acara tersebut, pihak EO menyiapkan konsep
pelaksanaannya, terpenting adalah time-scheduling.
Dan dalam pelaksanaannya bisa bekerjasama juga dengan pihak-pihak yang
bertanggung jawab melaksanakan per-bidang seperti promosi misalnya. Ataupun
mengenai panggung dan produksi.
Pada
waktu mendatang, di tulisan berikut, akan dikupas lagi secara rinci mengenai
bentuk-bentuk deskripsi dari tenaga-tenaga dan
bidang pendukung sebuah acara tersebut.
Konsep dan Sponsorship
Kali
ini memang dibicarakan dulu, sebatas pada Event Organizer. Yang mana, bisa
bekerjasama dalam hal ini menjadi “divisi” pelaksana dengan satu promotor.
Ataupun menjadi “motor utama” sebuah acara, bekerjasama dengan pihak sponsor.
Baik itu sponsor tunggal, sponsor utama ataupun sponsor-sponsor pendukung
lainnya.
Maka
memang kembali ke atas, yaitu pentingnya konsep yang sama penting dengan dana.
Karena bila saja berkeinginan meminta bantuan sponsor, pasti harus berangkat
dari sebuah konsep. Bila konsep itu menarik, dan pihak sponsor merasa bahwa
konsep tersebut cocok dan pas sebagai salah satu media promosi mereka, kerjasama
bisa saja terjadi.
Yang
perlu dicermati, ketika sponsor dari produk apapun menyatakan keinginannya
memberikan dukungan sponsor, sejatinya mereka tetaplah “berjualan” atau
mempromosikan produk mereka. Tidak akan terpisah. Pihak sponsor pasti akan
memanfaatkan sponsorship yang terjadi
tersebut, sebagai salah satu media promosi produk mereka juga adanya. Tidak
semata-mata hanya “ikut mempromosikan” acara yang mereka sponsori.
Ambil
contoh, sponsor mendukung sebuah gala-konser artis internasional. Mereka,
terutama yang bersedia menjadi sponsor tunggal atau sponsor utama, di sisi lain
sebenarnya bisa memanfaatkan image
dari artis internasional tersebut sebagai “bintang iklan” produk mereka.
Artinya,
mereka akan memanfaatkan hal tersebut secara maksimal. Dalam kurun waktu cukup.
Maka, kalau mengharapkan sponsorship, memang sulit kalau waktunya “terbatas”.
Di sini maksudnya adalah, perhatikan waktu
“ideal” melakukan approaching ke
sponsor. Paling ideal, tidak dalam waktu mepet. Disarankan sebaiknya 3-4 bulan,
paling “maksimal” sebelum tanggal waktu pelaksanaan event yang telah
ditetapkan.
.
Etapi
ya, sponsor itu sebenarnya ga terlalu peduli dengan “idealisme”. Banyak
sponsor, lebih melihat pada potensi event, bisa atau tidak menjaring banyak
penonton. Simple saja pemikiran mereka, penontonnya banyak ya promosi produk
mereka juga efektif. Mereka, para sponsor, sulit “memahami” soal idealisme.
Mereka hanya pengen tahu, potensi sukses. Sudah, itu saja.
Ada
sih, beberapa sponsor yang masih mau peduli dengan idealisme. Misal, mengangkat
kebaruan tema musik. Tapi tak banyak. Kebanyakan sponsor, pasti lebih suka
memilih, event dengan menjual kemasan “lebih pop”. Maksudnya yang “menjual”
nama-nama populer. Karena buat mereka, nama-nama itu yang bisa menjadi
jaminan,event itu bakal padat penontonnya.
Sedikit
hal lain menyangkut sponsorship. Satu ketika, bahkan bisa
saja terjadi, sebuah event organizer tidak lagi membutuhkan biaya besar untuk
persiapan. Ketika mereka sudah mendapatkan kepercayaan penuh, dan seringkali
sudah sukses bekerjasama pada beberapa event dengan sponsor. Maka EO tersebut,
bisa saja nanti hanya bermodalkan ongkos pembuatan sebuah proposal.
Paling-paling modal tinta printer
saja…. Dan dengan proposal yang simple
dan tidak terlalu jauh isi di dalamnya
Karena
kepercayaan dan perjalanan selama ini, yang akan membuat pihak calon sponsor
tersebut memang sudah “mengandalkan” pihak EO. Artinya, proses pendekatannya
tidak akan terlalu bertele-tele. Singkat, padat, jabat tangan, jalan! Enak
ya….?
Enak
memang. Tapi proses ke arah itu harus dijalani dengan hati-hati dan penuh
kesabaran, tentu saja. Sekali lagi, tetap berangkat dari konsep juga adanya.
Konsep acara yang unik, berbeda, dengan perhitungan budget relatif “masuk
akal”… Masuk akal bagi sponsor tentu saja. Yang perlu
diketahui, sponsor sebenarnya juga paham harga-harga dari venue, persewaan dan rate dari artis penyanyi dan grup band.
Maka, hindari mark-up dari budget
untuk point-point di atas.
Bagi
EO yang terbilang baru, perlu juga mempertimbangkan hal yang lumayan penting.
Bagaimana caranya bisa eksis sekalian memperoleh pengalaman. Branding-image ataupun, “menaikkan”
bendera. Agar diketahui dan dikenal. Syukur-syukur, image jadi langsung bagus
karena show yang digelar ternyata sukses.
“Mengerek”
bendera memang penting juga. Tapi seringkali harus “memilih”, naikkin bendera dulu atau untung? Begini
soalnya, bendera bisa dinaikkan, makin lama makin tinggi. Untung memang tipis,
malah seringkali juga agak-agak rugi. Tapi nama makin dikenal, apalagi bisa
spesifik karena selalu menggelar acara dengan konsep-konsep unik dan “lain
daripada yang lain”.
Proses
itu, harus terus diikuti gimana juga
eksis via socmed. Eksis secara positif. Maka sekalian, fans bisa diraih. Makin
banyak fans, rajin mengumpulkan penggemar. Dan terus menghasilkan bentuk konsep
acara berbeda. Sebenarnya membuka masa depan yang lumayan cerah. Artinya, bisa
terjadi pada waktu kemudian keuntungan bisa diraih. Membesar, perlahan tapi
pasti.
Ketika
makin besar dan terus menjaga imej positif, sponsorpun makin mengenal dan
“percaya”. Penggemar-penggemar lantas bisa dibuat setia menunggu penuh harap.
Tapi ingat, potensi kemungkinan rada-rada rugi di awal harus bisa diantisipasi
sebaik mungkin. So, ini namanya butuh…stamina!
Stamina
yang memadai. Stamina di sini maksudnya adalah, dana awal yang lumayan cukup.
Sehingga tetap konsisten untuk menggelar acara. Banyak acara yang sekarang
terlihat besar dan naga-naganya untung besar, dimulai dari perjuangan dulu.
Berdarah-darah dulu, begitu istilah ekstrimnya.
Java
Jazz Festival, salah satu contoh konkrit. Paling tidak pada 3 tahun pertama
penyelenggaraannya, mereka rasanya siap mental untuk “menikmati” kerugian. Tapi
lihat sekarang. Bagaimana acara festival akbar untuk musik jazz itu ditunggu-tunggu,
bahkan oleh bukan penggemar jazz tulen sekalipun! Walau, apakah mereka sudah untung besar atau belum,
aha...hanya mereka dan Tuhan lah yang tahu....
Kalau
stamina dirasakan “kurang mendukung”, so berhati-hatilah. Mulailah dengan
langkah-langkah awal yang “lebih aman”. Venue di tempat kecil, clubs misalnya. Tekan ongkos produksi
seminimal mungkin yang bisa dicapai. Manfaatkan betul, sebagai ajang cari
pengalaman, learning by doing.
Karena
kalau di kafe ataupun clubs, jumlah penonton yang “harus” didatangkan, tidaklah
banyak. Biasanya 300-400an orang yang datang saja, rata-rata kafe di sini,
pasti sudah sesak. Sementara potensi incomings
bisa didapat dari sharing harga
ticket, setelah dipotong pajak dan minuman pertama. Makanya, sering disebut
sebagai 1st drink charge,
daripada entrance-ticket. Kemudian
bisa didapat dari pemasukan atas penjualan makanan-minuman, ditentukan akan
mendapatkan share berapa persen. Negotiable.
Maka
dari itu, bila ingin menggelar acara di kafe, sebaiknya mampu mengundang datang
menonton, orang-orang yang juga doyan makan dan terutama minum. Makin besar
penjualan, tentu saja, makin besar pula potensi pemasukan untuk EO dari share
yang disepakati.
Sebenarnya,
acara-acara itu teristimewa musik, harusnya tidaklah kering! Begitu banyak nama
saat ini, bermacam-macam genre music
bertumbuhan. Penonton atawa penggemarnya pasti ada. Yang dibutuhkan hanyalah
kejelian saja. Intuisi kali ya, kerennya.
Jeli
atau tidak mengendus peluang “menjual” konsep dengan nama band atau artis
penyanyi ini. Seberapa besar sebenarnya potensi nama-nama ini untuk dapat
menarik banyak orang datang. Eits, bukan hanya datang menonton, tapi juga beli
tiket. Kalau di kafe atau clubs ditambah, ga pelit untuk beli minuman, ya
seperti yang dijelaskan di atas.
Asal
tahu saja, ada band-band atau penyanyi tertentu memang fansnya lumayan banyak.
Kalau mereka manggung di kafe, hampir bisa dipastikan kafe itu akan penuh
sesak. Tapi sayangnya, penonton band atau penyanyi itu dari kalangan yang
rada-rada terlalu senang sama band dan penyanyi tersebut sampai…lupa pesan
makanan, apalagi minuman! Cihuyyy…
Maka pengharapan dapat pemasukan tambahan dari billing F & B jadi
menurun kan?
Well,konsep
sudah di kepala. Duit sudah masuk dompet dan saku-saku celana dan baju.
Janganlah lupa, eksekusi. Eksekusinya usahakan detil. Mau konsep se-“sederhana”
apapun, karena misal modal tak “maksimal”. Bagaimana tontonan kita itu,
hasilnya optimal. Penonton banyak, mereka suka, mereka ingat “karya” kita
sebagai event organizernya.
Yoih
bray,bikin event itu ya karya juga, pada akhirnya. Seni-nya kan gimana bikin
penonton suka? Bukan, bukan semata-mata pada bandnya atau artis penyanyi yang
kita tampilkan. Walau ga kalah penting juga memang, membuat penyanyi, musisi
atau grup band senang, nyaman bekerjasama dengan kita.
Gimana
bikin audience suka? Konsep jelas,
pernak-perniknya diperhatiin cermat. Sound yang baik, tata panggung yang juga
baik. Mata nyaman dan kuping juga nyaman. Mungkin boleh juga,tata panggung yang
asyik. Hal itu kelak bakal jadi “ciri tersendiri” yang diingat publik. Kalau EO
yang itu bikin acara,pasti asyik acaranya....
Ya
bukan untuk event besar, sekelas hall atau yang sekelas stadion. Termasuk
event-event di kafe-kafe. Kalau penonton suka, karena sound dan lightingnya
bagus, biasanya artis penyanyi atau band yang tampil, juga akan suka. Event
dengan “terpaksa” meminimalisir sound dan lighting, biasanya sih akan
melahirkan imej ga bagus.
Kan
yang penting itu konsepnya? Jadi, soundnya yang penting bunyilah, lighting yang
penting ga gelap banget. Sebaiknya sih, jangan berpikiran kelewat sederhana
kayak gitu. Lighting misalnya. Bayangin lighting minim, bagaimana penonton bisa
memotret dengan bagus? Hasil foto penting hari ini, foto-foto pakai camera-phone lho. Penting, karena akan
disebar-sebarin para penonton di socmed,
jack! Promosi murmer yang belakangan terasa betul manfaatnya.
Dan
akhirnya, jelas sudah kan? Bagaimana soal per-modal-an. Antara dana uang dan
konsep. Juga ke-nekad-an atau nyali? Bisa saja begitu. Kalau tidak ada nyali,
tapi tetap sebaiknya lewat perhitungan cermat, ya sudahlah…lupakan untuk nyemplung juga di dunia EO begini.
Kalau
terlampau banyak hitang-hitung, jangan jalanin. Mungkin
baiknya, buka saja toko kelontong atau bengkel plus cuci mobil…. (Walah, sama
aja. Tetap butuh modal!) /*
No comments:
Post a Comment