Tuesday, February 16, 2016

EVENT ORGANIZER, Modal, Konsep dan Nyali!

Dana ada, konsep ada. Tidak punya tim pelaksana? Itu gampang. Banyak kok sekarang ini, tim pelaksana acara free-lance. Tim pelaksana yang lengkap, mulai dari Stage & Show lalu Production Management. Yang repot memang, ada dana, tidak punya konsep. Sama saja dengan, konsep ada, duitnya belum datang.
Inilah dunia show-organizer saat ini di sini. Belakangan menjamurlah EO-EO di berbagai kota. Menarik memang melihat fenomena ini, kenapa anak-anak muda mulai menyukai dunia event-organizer. Dari pengamatan NewsMusik selama ini, salah satu yang membuat mereka mulai menyukai per-EO-an karena dunianya terlihat fun. Seneng-seneng, nonton musik, bisa kenalan dan dekat-dekat dengan artis atau grup band pujaan.

Hati-Hati, Bullying!
Memang sekilas, enak banget! Tapi kalau lantas sudah mikirin yang namanya, ada butuh modal.  Ada perlu sponsor, lalu…pertanggung jawabannya supaya acara sukses. Jangan sampai rugi, nanti…nyungsep! Nah ini dia.
Kita pernah dengar dan miris betul dengan cerita teman organizer di Jogja. Yang bunuh diri, dengan dicurigai karena pusing dan sangat terbebani akan acaranya di Jogja. Bukan sekedar ancaman rugi yang sudah membayang di depan mata, tapi pake “bonus” segala. Bullying via twitter dan socmed lain, dimana pihak-pihak yang merasa dirugikan berkicauan dengan sadisnya. Menuding bahwa teman itu, membawa lari uang!
Padahal kisah sejati, ia memang terlalu nekad dan berani! Jalan terus, walau tidak ada duit cukup. Dia bawa lari duit apa? Teganya orang-orang yang tidak tahu kasus yang jelas, tapi sudah buru-buru ikut menyerang. Tapi suka atau tidak suka, begitulah salah satu resiko di dunia showbiz kita saat ini.
Social-Media bisa menjadi “kawan” yang bisa diakrabi dengan baik dan saling menguntungkan. Tapi bisa saja, di waktu mendatang, malah berbalik jadi “lawan” yang menakutkan. Yang mencaci maki tanpa etika moral, tanpa maaf. Ini salah satu resiko dari dunia showbiz modern, di masa kini.
Tapi baiknya, kita telusuri dulu, bagaimana sebaiknya menapaki karir di dunia showbiz atau biasa disebut event-organizer ini. Bahwa yang terawal sekali, modal paling mendasar banget memang adalah, dana! Tapi saya juga melihatnya bahwa dana dan konsep sama pentingnya.

Venue sampai Keamanan dan Kesuksesan!
Bagaimana mendapatkan dana. Dana bisa datang dari beberapa pintu. Salah satunya adalah, dana produser eksekutif alias pendana. Bisa perorangan, bisa sebuah company. Semisal pada pergelaran konser bintang internasional, atau konser penuh sebuah grup ataupun penyanyi lokal. Orang atau company yang menyediakan dana, biasanya sudah menyiapkan sejumlah dana dan berikut rencana. Rencana ini sudah “hampir final”.
Mereka perlu semacam tim pelaksana, yang akan “beroperasi” di lapangan, dalam hal ini melakukan eksekusi konkritnya. Ya menyiapkan sepenuhnya, menjalankannya dengan sebaik-baiknya. Termasuk di dalamnya adalah bagaimana menyiapkan venue atau tempat konser, talent department, production. penjualan tiket, termasuk promosi. Juga berkaitan dengan perijinan dan keamanan. Dan tentu saja, berujung pada, kesuksesan acara tersebut.
Itu semua adalah porsi dari sebuah event organizer. Event organizer dalam hal ini, bisa menerima “tugas” tersebut atau bekerjasama dengan pihak promotor. Dalam hal ini, promotor adalah pihak eksekutif produser yang mempunyai dana dan keinginan menggelar satu bentuk acara. Seperti yang telah disebutkan di atas.
Dalam hal eksekusi dalam penyelenggaraan acara tersebut, pihak EO menyiapkan konsep pelaksanaannya, terpenting adalah time-scheduling. Dan dalam pelaksanaannya bisa bekerjasama juga dengan pihak-pihak yang bertanggung jawab melaksanakan per-bidang seperti promosi misalnya. Ataupun mengenai panggung dan produksi.
Pada waktu mendatang, di tulisan berikut, akan dikupas lagi secara rinci mengenai bentuk-bentuk deskripsi dari tenaga-tenaga dan bidang pendukung sebuah acara tersebut.


Konsep dan Sponsorship
Kali ini memang dibicarakan dulu, sebatas pada Event Organizer. Yang mana, bisa bekerjasama dalam hal ini menjadi “divisi” pelaksana dengan satu promotor. Ataupun menjadi “motor utama” sebuah acara, bekerjasama dengan pihak sponsor. Baik itu sponsor tunggal, sponsor utama ataupun sponsor-sponsor pendukung lainnya.
Maka memang kembali ke atas, yaitu pentingnya konsep yang sama penting dengan dana. Karena bila saja berkeinginan meminta bantuan sponsor, pasti harus berangkat dari sebuah konsep. Bila konsep itu menarik, dan pihak sponsor merasa bahwa konsep tersebut cocok dan pas sebagai salah satu media promosi mereka, kerjasama bisa saja terjadi.
Yang perlu dicermati, ketika sponsor dari produk apapun menyatakan keinginannya memberikan dukungan sponsor, sejatinya mereka tetaplah “berjualan” atau mempromosikan produk mereka. Tidak akan terpisah. Pihak sponsor pasti akan memanfaatkan sponsorship yang terjadi tersebut, sebagai salah satu media promosi produk mereka juga adanya. Tidak semata-mata hanya “ikut mempromosikan” acara yang mereka sponsori.
Ambil contoh, sponsor mendukung sebuah gala-konser artis internasional. Mereka, terutama yang bersedia menjadi sponsor tunggal atau sponsor utama, di sisi lain sebenarnya bisa memanfaatkan image dari artis internasional tersebut sebagai “bintang iklan” produk mereka.
Artinya, mereka akan memanfaatkan hal tersebut secara maksimal. Dalam kurun waktu cukup. Maka, kalau mengharapkan sponsorship, memang sulit kalau waktunya “terbatas”. Di sini maksudnya adalah, perhatikan waktu  “ideal” melakukan approaching ke sponsor. Paling ideal, tidak dalam waktu mepet. Disarankan sebaiknya 3-4 bulan, paling “maksimal” sebelum tanggal waktu pelaksanaan event yang telah ditetapkan.
.
Etapi ya, sponsor itu sebenarnya ga terlalu peduli dengan “idealisme”. Banyak sponsor, lebih melihat pada potensi event, bisa atau tidak menjaring banyak penonton. Simple saja pemikiran mereka, penontonnya banyak ya promosi produk mereka juga efektif. Mereka, para sponsor, sulit “memahami” soal idealisme. Mereka hanya pengen tahu, potensi sukses. Sudah, itu saja.
Ada sih, beberapa sponsor yang masih mau peduli dengan idealisme. Misal, mengangkat kebaruan tema musik. Tapi tak banyak. Kebanyakan sponsor, pasti lebih suka memilih, event dengan menjual kemasan “lebih pop”. Maksudnya yang “menjual” nama-nama populer. Karena buat mereka, nama-nama itu yang bisa menjadi jaminan,event itu bakal padat penontonnya.
Sedikit hal lain menyangkut sponsorship. Satu ketika, bahkan bisa saja terjadi, sebuah event organizer tidak lagi membutuhkan biaya besar untuk persiapan. Ketika mereka sudah mendapatkan kepercayaan penuh, dan seringkali sudah sukses bekerjasama pada beberapa event dengan sponsor. Maka EO tersebut, bisa saja nanti hanya bermodalkan ongkos pembuatan sebuah proposal. Paling-paling modal tinta printer saja…. Dan dengan proposal yang simple dan tidak terlalu jauh isi di dalamnya
Karena kepercayaan dan perjalanan selama ini, yang akan membuat pihak calon sponsor tersebut memang sudah “mengandalkan” pihak EO. Artinya, proses pendekatannya tidak akan terlalu bertele-tele. Singkat, padat, jabat tangan, jalan! Enak ya….?
Enak memang. Tapi proses ke arah itu  harus dijalani dengan hati-hati dan penuh kesabaran, tentu saja. Sekali lagi, tetap berangkat dari konsep juga adanya. Konsep acara yang unik, berbeda, dengan perhitungan budget relatif “masuk akal”… Masuk akal bagi sponsor tentu saja. Yang perlu diketahui, sponsor sebenarnya juga paham harga-harga dari venue, persewaan dan rate dari artis penyanyi dan grup band. Maka, hindari mark-up dari budget untuk point-point di atas.
Bagi EO yang terbilang baru, perlu juga mempertimbangkan hal yang lumayan penting. Bagaimana caranya bisa eksis sekalian memperoleh pengalaman. Branding-image ataupun, “menaikkan” bendera. Agar diketahui dan dikenal. Syukur-syukur, image jadi langsung bagus karena show yang digelar ternyata sukses.
“Mengerek” bendera memang penting juga. Tapi seringkali harus “memilih”, naikkin bendera dulu atau untung? Begini soalnya, bendera bisa dinaikkan, makin lama makin tinggi. Untung memang tipis, malah seringkali juga agak-agak rugi. Tapi nama makin dikenal, apalagi bisa spesifik karena selalu menggelar acara dengan konsep-konsep unik dan “lain daripada yang lain”.
Proses itu, harus terus diikuti gimana juga eksis via socmed. Eksis secara positif. Maka sekalian, fans bisa diraih. Makin banyak fans, rajin mengumpulkan penggemar. Dan terus menghasilkan bentuk konsep acara berbeda. Sebenarnya membuka masa depan yang lumayan cerah. Artinya, bisa terjadi pada waktu kemudian keuntungan bisa diraih. Membesar, perlahan tapi pasti.
Ketika makin besar dan terus menjaga imej positif, sponsorpun makin mengenal dan “percaya”. Penggemar-penggemar lantas bisa dibuat setia menunggu penuh harap. Tapi ingat, potensi kemungkinan rada-rada rugi di awal harus bisa diantisipasi sebaik mungkin. So, ini namanya butuh…stamina!
Stamina yang memadai. Stamina di sini maksudnya adalah, dana awal yang lumayan cukup. Sehingga tetap konsisten untuk menggelar acara. Banyak acara yang sekarang terlihat besar dan naga-naganya untung besar, dimulai dari perjuangan dulu. Berdarah-darah dulu, begitu istilah ekstrimnya.
Java Jazz Festival, salah satu contoh konkrit. Paling tidak pada 3 tahun pertama penyelenggaraannya, mereka rasanya siap mental untuk “menikmati” kerugian. Tapi lihat sekarang. Bagaimana acara festival akbar untuk musik jazz itu ditunggu-tunggu, bahkan oleh bukan penggemar jazz tulen sekalipun! Walau, apakah mereka sudah untung besar atau belum, aha...hanya mereka dan Tuhan lah yang tahu....

Kalau stamina dirasakan “kurang mendukung”, so berhati-hatilah. Mulailah dengan langkah-langkah awal yang “lebih aman”. Venue di tempat kecil, clubs misalnya. Tekan ongkos produksi seminimal mungkin yang bisa dicapai. Manfaatkan betul, sebagai ajang cari pengalaman, learning by doing.
Karena kalau di kafe ataupun clubs, jumlah penonton yang “harus” didatangkan, tidaklah banyak. Biasanya 300-400an orang yang datang saja, rata-rata kafe di sini, pasti sudah sesak. Sementara potensi incomings bisa didapat dari sharing harga ticket, setelah dipotong pajak dan minuman pertama. Makanya, sering disebut sebagai 1st drink charge, daripada entrance-ticket. Kemudian bisa didapat dari pemasukan atas penjualan makanan-minuman, ditentukan akan mendapatkan share berapa persen. Negotiable.
Maka dari itu, bila ingin menggelar acara di kafe, sebaiknya mampu mengundang datang menonton, orang-orang yang juga doyan makan dan terutama minum. Makin besar penjualan, tentu saja, makin besar pula potensi pemasukan untuk EO dari share yang disepakati.
Sebenarnya, acara-acara itu teristimewa musik, harusnya tidaklah kering! Begitu banyak nama saat ini, bermacam-macam genre music bertumbuhan. Penonton atawa penggemarnya pasti ada. Yang dibutuhkan hanyalah kejelian saja. Intuisi kali ya, kerennya.
Jeli atau tidak mengendus peluang “menjual” konsep dengan nama band atau artis penyanyi ini. Seberapa besar sebenarnya potensi nama-nama ini untuk dapat menarik banyak orang datang. Eits, bukan hanya datang menonton, tapi juga beli tiket. Kalau di kafe atau clubs ditambah, ga pelit untuk beli minuman, ya seperti yang dijelaskan di atas.
Asal tahu saja, ada band-band atau penyanyi tertentu memang fansnya lumayan banyak. Kalau mereka manggung di kafe, hampir bisa dipastikan kafe itu akan penuh sesak. Tapi sayangnya, penonton band atau penyanyi itu dari kalangan yang rada-rada terlalu senang sama band dan penyanyi tersebut sampai…lupa pesan makanan, apalagi minuman! Cihuyyy… Maka pengharapan dapat pemasukan tambahan dari billing F & B jadi menurun kan?
Well,konsep sudah di kepala. Duit sudah masuk dompet dan saku-saku celana dan baju. Janganlah lupa, eksekusi. Eksekusinya usahakan detil. Mau konsep se-“sederhana” apapun, karena misal modal tak “maksimal”. Bagaimana tontonan kita itu, hasilnya optimal. Penonton banyak, mereka suka, mereka ingat “karya” kita sebagai event organizernya.
Yoih bray,bikin event itu ya karya juga, pada akhirnya. Seni-nya kan gimana bikin penonton suka? Bukan, bukan semata-mata pada bandnya atau artis penyanyi yang kita tampilkan. Walau ga kalah penting juga memang, membuat penyanyi, musisi atau grup band senang, nyaman bekerjasama dengan kita.

Gimana bikin audience suka? Konsep jelas, pernak-perniknya diperhatiin cermat. Sound yang baik, tata panggung yang juga baik. Mata nyaman dan kuping juga nyaman. Mungkin boleh juga,tata panggung yang asyik. Hal itu kelak bakal jadi “ciri tersendiri” yang diingat publik. Kalau EO yang itu bikin acara,pasti asyik acaranya....
Ya bukan untuk event besar, sekelas hall atau yang sekelas stadion. Termasuk event-event di kafe-kafe. Kalau penonton suka, karena sound dan lightingnya bagus, biasanya artis penyanyi atau band yang tampil, juga akan suka. Event dengan “terpaksa” meminimalisir sound dan lighting, biasanya sih akan melahirkan imej ga bagus.
Kan yang penting itu konsepnya? Jadi, soundnya yang penting bunyilah, lighting yang penting ga gelap banget. Sebaiknya sih, jangan berpikiran kelewat sederhana kayak gitu. Lighting misalnya. Bayangin lighting minim, bagaimana penonton bisa memotret dengan bagus? Hasil foto penting hari ini, foto-foto pakai camera-phone lho. Penting, karena akan disebar-sebarin para penonton di socmed, jack! Promosi murmer yang belakangan terasa betul manfaatnya.
Dan akhirnya, jelas sudah kan? Bagaimana soal per-modal-an. Antara dana uang dan konsep. Juga ke-nekad-an atau nyali? Bisa saja begitu. Kalau tidak ada nyali, tapi tetap sebaiknya lewat perhitungan cermat, ya sudahlah…lupakan untuk nyemplung juga di dunia EO begini.
Kalau terlampau banyak hitang-hitung, jangan jalanin. Mungkin baiknya, buka saja toko kelontong atau bengkel plus cuci mobil…. (Walah, sama aja. Tetap butuh modal!) /*








No comments: