|
foto : DSP |
Menyebut namanya,
ini unik dan menarik. Ia salah satu dari sedikit sekali musisi di sini, yang
saat melangit namanya, malah tetiba menghilang. Ia lumayan berani, berbelok
arah, meninggalkan jalur nyamannya. Yaitu, popularitas yang sedang posisi
bagus, menanjak.
Ia malah terbang,
meninggalkan Indonesia. Dan itu artinya, melepas popularitasnya sebagai musisi cum penulis lagu cum penyanyi. Ia memilih berkecimpung lebih dalam di dunia hak
kekayaan intelektual internasional.
Untungnya, ia tak
begitu lama meninggalkan jauh dunia musik, sebagai praktisi. Ia lantas dapat
menyiasati waktu, untuk sesekali menyempatkan diri pulang ke tanah air.
Terutama untuk tampil lagi, meneruskan perjalanannya bersama-sama teman-teman
baiknya, di salah satu grup yang ikut membesarkan namanya.
Waktupun berjalan
terus. Tak terasa memang, kita umurnya makin banyak kan? Demikian juga figur
musisi, yang popularitasnya relatif cepat menanjak di awalnya, karena faktor babyface-nya itu. Nah memang, kita
lantas bisa berharap, satu waktu di depan, ia kembali dan berperan lagi, di
dunia musik Indonesia.
Kenyataan lantas
membuktikan, ia memang akan menyelesaikan masa tugasnya di wilayah
internasional. Berarti,ia akan segera kembali. Lalu, apa yang akan
dilakukannya, ketika ia “pulang kampung”? Pastinya dong, tak sekadar, kembali
bermukim di rumah lamanya saja. Masak cuma, balik tinggal di Bintaro lagi?
Hehehehe...
|
foto : DSP |
Dia bernama lengkap,
Candra Nazarudin Darusman Tentu saja ia sudah lumayan dikenal luas publik, tentu
saja terutama oleh penggemar musik. Publik mengenalnya antara lain, bisa disebut, melalui karya-karyanya di group musik, yang awalnya
adalah kelompok vokal, Chaseiro. Juga solo albumnya, walau terasa
minim, karena hanya ada 2 album. Dan berikutnya, lewat grup musik (jazz) fusion
yang ikut dibentuknya, Karimata.
Sekedar mengingatkan
saja, Chaseiro berdiri sejak tahun 1978. Merilis album perdana di 1979, Pemuda, dengan semua lagu yang mereka
bawakan, juga ditulis oleh Candra Darusman. Dibantu penulisan syair beberapa
lagunya oleh sahabat-sahabat dekat mereka seperti Harry Sabar, Joeliardi
Soenendar dan Irvan N.
Perlu diketahui,
saat Chaseiro baru mulai berdiri, mengikuti kontes vokal group Radio Amigos.
Mereka berhasil jadi juara saat itu, dengan salah satu lagu yang dibawakan,
‘Mari Wong’, adalah ciptaan Candra.
Lalu, Karimata mulai
tampil pas di pertengahan 1980-an, dengan kemudian melansir album pertama
mereka, Pasti, di tahun berikutnya. Grup ini diperkenalkan di tahun
1985, menjadi “wakil” Indonesia di ajang festival jazz, North Sea Jaz Festival,
di Den Haag, Belanda. Waktu itu, bersama kelompok Bhaskara.
Dalam album perdana
Karimata itu, Candra menulis 3 lagu di antaranya. Karimata sendiri, kemudian
sempat merilis 5 album rekaman. Dengan setelah album Jezz, yang dirilis 1991, mereka kemudian vakum hingga sekarang.
Sementara solo album
Candra Darusman sendiri, dihasilkannya sebelum keterlibatannya dengan Karimata,
yang antara lain membuatnya terpaksa “vakum” sesaat dari Chaseiro. Ini lantaran
kedua solo album itu, Indahnya Sepi
(1981) dan Kekagumanku (1983),
terhitung lumayan laris di pasar.
Selain itu, Candra,
setelah kesuksesan solo albumnya, juga mulai aktif bermain dengan sebuah
kelompok band lain. Candra Darusman
Latin Jazz Band. Dimana ia kerap didukung para musisi muda, antara lain
dari kelompok, Black Fantasy.
Ia juga sempat
menjulang tinggi namanya sebagai salah satu dari “3-Serangkai” produser, yang
berada di kesuksesan beberapa album jazzy
di era pertengahan 1980-an. Bersama dua sahabatnya, sesama anggota Karimata
yaitu Erwin Gutawa dan Aminoto Kosin, Candra antara lain sukses
“membentuk” Ruth Sahanaya. Lewat
debut album penyanyi cantik itu, Seputih
Kasih,yang dirilis tahun 1987.
Di sisi lain, ia juga merupakan salah seorang yang ikut membuat acara
tahunan, Jazz Goes To Campus (JGTC) yang mulai diadakan pada tahun 1977 dan terus sukses diselenggarakan
setiap tahun di Universitas Indonesia, hingga kini.
JGTC tersebut, pada
awalnya, sampai beberapa tahun di periode awal, lebih sebagai sebuah panggung
jazz dengan beberapa grup dan musisi yang tampil. Digelar dari siang sampai
sore hari di areal Taman Ekonomi, kampus Salemba. Konsepnya sederhana waktu
itu. Panggungpun minimalis.
Sederhana dalam
penyajiannya. Tetapi yang bikin menarik, JGTC pada tiap tahun penyelenggaraannya,
senantiasa menghadirkan nama-nama jazzer kenamaan Indonesia. Tua dan muda.
Tampil dalam suasana lebih bersahabat, dekat dan intim.
Namun kemudian
berkembang, dengan menampilkan lebih banyak lagi performers, misal lantas jam pertunjukkannya sampai masuk ke malam
hari. Alhasil panggung jazz “mahasiswa” itu, berkembanglah menjadi berbentuk
festival jazz, pada saat menjelang akhir 1980-an.
Sebagai penulis lagu, dua karya Candra Darusman
bahkan masuk sebagai 2 dari 150 lagu Indonesia terbaik sepanjang masa, pilihan
majalah Rolling Stone Indonesia pada 2009. Dan
sebagai catatan lain pula, Candra pernah menempatkan salah satu lagu yang
ditulisnya, ‘Hari Yang Indah’, menjadi Finalis pada Fesival Lagu Pop Nasional,
tahun 1977.
Pada saat malam
final, yang menyanyikan lagu itu adalah, sahabat-sahabatnya, dari keluarga Indrakesuma. Mereka kelak kemudian
bergabung dengannya di Chaseiro, Rizali,
Helmie dan Irwan Indrakesuma.
Pemuda keren yang
lahir di Bogor, 21 Agustus 1957 ini, juga dikenal sebagai sosok yang sangat memperhatikan kesejahteraan
seniman musik di Indonesia dengan keikutsertaannya sebagai Direktur Persatuan Artis Pencipta Lagu, Penata Musik
Indonesia (PAPPRI) dan juga General Manager Yayasan
Karya Cipta Indonesia.
Setelah menjabat sebagai konsultan selama 9 tahun
di organisasi dunia World Intelectual
Property Organization di Geneve,
Swiss, saat ini Candra Darusman masih terus mengabdikan diri dalam pengembangan
kebijakan HaKI dengan jabatannya sebagai Deputy
Director WIPO yang berkedudukan di Singapura.
Pengabdian ini juga yang lantas
membuatnya terpilih dalam Penghargaan Kebudayaan Tahun 2016, untuk
kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaru. Penghargaan ini diterima Candra
Darusman kemarin, pada 23 September 2016 dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Penghargaan
tersebut diberikan karena
dedikasinya dalam bidang Seni Musik
(Pelopor HaKI Bidang Musik dan Festival
Jazz di Indonesia).
Atas dasar
serangkaian catatan perjalanannya tersebut di ataslah, rasanya tepat kiranya
kalau Signature Music, lantas
bermaksud untuk memberikan penghargaan, atau apresiasi lebih, kepada Candra. Berupa
sebuah album rekaman dan sebuah buku. Perjalanannya selama ini telah
memperlihatkan dedikasi dan konsistensinya dalam dunia musik Indonesia.
Mngenai buku, adalah tentang Intelectual Property
dan hak cipta dalam industri musik yang akan berjudul Perjalanan Sebuah Lagu ini merupakan sebuah pengenalan tentang segala
hal yang berhubungan dengan karya cipta, ditulis dari pengalaman dan pandangan
seorang Candra Darusman. Diharapkan buku ini dapat memberikan gambaran dan
menjadi pegangan bagi para pencipta di Indonesia akan hak, kewajiban dan
perlindungan atas karya ciptaannya.
Sedangkan album musik akan berjudul It's
Amazing - Perjalanan Karya Candra Darusman. Album direncanakan akan dirilis di Agustus 2017 dan akan
menampilkan 12 lagu karya Candra yang pernah direkamnya bersama Chaseiro,
Karimata dan juga solo albumnya, dengan tambahan 2 lagu baru. Lagu-lagu ini
akan dibawakan oleh beberapa penyanyi, baik solis maupun group/ band, yang dikenal di Indonesia.
Dan dengan tambahan sebuah lagu
baru yang akan dibawakan langsung oleh Candra Darusman
sendiri.
Beberapa penyanyi dan musisi yang akan ikut serta dalam album ini antara lain
adalah: Maliq & D'Essentials, Glenn Fredly, Fariz RM, Sheila Majid, Shili & Adi dan Andien.
Sedangkan beberapa arranjer Indonesia yang juga
sudah menyatakan kesiapannya untuk ikut serta dalam album ini adalah Addie MS, Erwin Gutawa, Yovie Widiyanto, Tohpati dan Andi Rianto.
Beberapa musisi lain juga sedang dalam tahap pembicaraan untuk dapat ikut
berpartisipasi dalam album ini.
Dan kedua gawe besar untuk tahun depan itu,
ditandai dengan sebuah acara Syukuran dengan potong tumpeng. Acara tersebut
sekaligus sebagai kick-off dari
mulainya proses produksi album dan buku tersebut di atas, diadakan Sabtu 24
September lalu, di studio Erwin Gutawa, di kawasan selatan Jakarta.
Dalam acara yang dipandu Ferdy Hasan itu, Candra berkesempatan memaparkan hal terkait apa
yang tengah terjadi dewasa ini, pada dunia musik secara global dan di
Indonesia. Pemaparan berlangsung sekitar hampir 30 menit. Bentuknya, menjadi
kayak “kuliah umum” saja.
Ada hal-hal menarik, tentu saja memberi
pencerahan dan menambah wawasan, karena Candra menerangkan dengan kelengkapan
data-data. Misal mengenai incomings
dan potensinya di industri musik masa sekarang.
Baik itu tentang penjualan fisik (terutama
CD). Kemudian juga download. Termasuk
streaming. Bagaimana sebuah produk
rekaman musik dijual, bagaimana dengan potensi pasar dan jalur-jalur distribusi
yang tersedia pada saat ini.
|
foto : DSP |
Adapun para “mahasiswa” yang mengikuti kuliah
umum kemarin itu, terdiri dari beberapa praktisi musik, dan para wartawan baik
dari online, surat kabar maupun
televisi. Candra, sebagai “keynote
speaker”, ditemani para “pemrasaran”, yang ikut memberikan komentar,
masukan dan pandangannya.
Para “pemrasaran” adalah Erwin Gutawa, Andien Aisyah, Addie MS dan
Glenn Fredly. Ikut memberikan komentarnya, wartawan musik legendaris, Bens Leo. Kuliah umum Candra Darusman
mengenai dunia musik saat ini dan terkait HaKI, dibuka oleh executive producer, Panji Prasetyo.
Turut hadir pula, beberapa nama lain. Seperti Yudhis Dwikorana, Iman Sastrosatomo, Fryda Lucyana dan Widyasena Soemadio. Menyusul belakangan, datang juga, Once Mekel.
Perihal Signature
Music Indonesia,
adalah sebuah label rekaman
Indonesia yang telah menerbitkan dua buah album, Fariz RM, Fenomena (2011).
Dan album Erwin Gutawa, OST Musikal Laskar Pelangi (2012).
Dengan produser eksekutifnya, Panji Prasetyo, adalah lawyer yang juga bergiat di sisi hak kekayaan intelektual.
Panji sendiri, yang
mengaku adalah penikmat musik Indonesia relatif fanatik, bermaksud menghadirkan
katalog musik-musik Indonesia bagus. Bagus di sini konteksnya
adalah,musik-musik yang pernah memberi inspirasi kuat, dalam perjalanan musik
Indonesia.
Upaya menghadirkan
lagi karya-karya lagu seorang tokoh bernama Candra Darusman, adalah salah satu
langkah yang diniatinya sejak beberapa tahun lalu. Jelas dasarnya, ia
berpendapat, karya-karya Candra itu pantas betul dicatat dalam sejarah
perjalanan musik Indonesia selama ini.
Ga salah sih.
Karya-karya lagu Candra, memang terbilang menjadi lagu-lagu yang sempat lumayan
kental mewarnai jaman. Paling tidak di era 1980-an dulu. Lagu-lagu bagus, yang
sungguh bukan lagu-lagu “mudah”. Kekuatannya ada pada lagu, dan juga syairnya
yang “berbicara”. Baik soal cinta, juga soal kemanusiaan. Dalam pilihan bahasa
yang manis, relatif mudah dicerna, tapi bukan barisan kata-kata “pasaran”
biasa.
Ada catatan lain,
yang tak kalah serunya nih. Yaitu, Candra sekian waktu terkesan “tidak pede”
untuk hadir solo lagi. Kalau menurut saya, ia bukan tidak percaya diri, atau
terlalu low profile. Kemungkinan ia
belum punya cukup waktu, untuk memusatkan konsentrasinya. Waktunya belum datang
saja. Maklum, Candra seorang yang cukup perfeksionis selama ini lho.
Kalau menyoal
lagu-lagu asyik tahun sebelumnya, dalam hal ini era 1980-an, ketika dihadirkan
lagi sebenarnya bukan semata-mata karena menyolek urusan romantisme masa lalu.
Bukan cuma menghadirkan nostalgia. Karena kalau hanya urusan itu, ketika kesenangan
nostalgia sudah meredup, ya kelar sudah!
Tentunya, lagu itu
baik musik dan lagunya sendiri, tetap kontekstual didengar hari ini. Kalau
lantas diupayakan bisa didengarkan lagi, lebih sebagai menjelaskan ada
lagu-lagu sebagus ini di waktu lalu. Dan, nah ini nih yang penting, tetap enak
dan nyaman kok didengar hari ini. Begitu kan?
Turut menambah
perbendaharaan lagu-lagu bagus masa sekarang, yang so pasti tak kalah dari
lagu-lagu yang beredar di masa sekarang ini. Artinya, ya yang menikmati itu tak
hanya orang-orang yang sudah pernah mengenal lagu-lagu tersebut, terbuka lebar
untuk merangkul penggemar yang “baru”.
Itulah yang pas,
kalau disebut sebagai “melestarikan”. Mampu merangkul penggemar yang relatif “baru”.
Sehingga karya-karya lagu dan musik itu, akan tetap hidup, dari waktu ke waktu.
Signature Music
memang menuju ke arah situ. Melestarikan dengan “baik dan benar”. Kali ini
karya suami dari Budi “Dini” Ariani dan ayah dari Kara, Rio dan Rino, bernama
Candra Darusman. Dan dengan dukungan penerbit Kompas Gramedia, juga akan
menerbitkan pemikiran, pandangan serta berbagi pengalamannya dalam dunia musik,
dalam sebuah buku.
Paket komplit yang
semoga tak hanya menghibur, tapi juga memperluas wawasan dan memberikan
pengetahuan lebih detil lagi. Bagus untuk publik, termasuk para musisi dan
penyanyi. Tahun depan akan dirilis. Di Agustus 2017, pas saat Candra Darusman
nanti berusia 60 tahun.
/*
Foto - foto : Gideon Momongan