Thursday, February 4, 2016

Layala dan Lahami Roesli: Yang Kita Harus Lawan Itu Kemiskinan, Bukan Orang Miskin




Tubuhnya lumayan gede. Paling tidak, berat badannya “sedikit” di atas rata-rata orang kebanyakan. Rambut ikal panjang. Apalagi? Pakaian selalu setia, berhitam-hitam. Suka protes, dalam ngomong di panggung apalagi di lirik lagunya. Usil dan nakal, terutama juga di lirik lagunya. Senang becanda dan supel sebenarnya, ke semua orang, bahkan ke yang baru dikenal sekalipun.

Dan jiwa sosial tinggi. Lihat saja bagaimana ia mengasuh, membina sekian banyak anak-anak jalanan. Terutama para pengamen anak-anak dan dengan juga membuka lebar rumahnya, sebagai “rumah singgah”.Berkaitan dengan para anak-anak pengamen itu, kalau ada razia dan mereka “digaruk” petugas Kamtib (sekarang Polisi Pamong Praja), maka iapun dengan sukarela menjemput mereka di kantor polisi. Jam berapapun, ia sendiri yang menjemput anak-anak itu!

Itu salah satu hal yang terus nempel diingatan para anak-anak yang pernah dibinanya langsung. Bagaimana “sang aki” mereka mengurusi mereka dengan penuh perhatian. Ya mereka memanggilnya dengan sebutan “aki” atau kakek. Kakek nan funky dan rock n roll. Yang melihat bahwa anak-anak jalanan itulah yang melindungi dan merubah dirinya, bukan sebaliknya!

Hal itu pula yang secara konsisten ditunjukkan, selain diingatkan, kepada kedua anaknya sendiri. Anak-anak jalanan itu berkah juga adanya dan ia nikmati kebersamaan dengan mereka. Walau diantara mereka ada yang memusingkan, ada yang mungkin “menyusahkan”. Tapi toh ada juga yang membuat senyum, membuatnya tertawa dan...membanggakan hatinya.

Perkara memelihara dan merawat sebaik-baiknya para anak jalanan, jumlahnya katanya bisa ratusan, bukan soal mudah. Bayangin aja ramainya rumahnya kalau para anak-anak itu datang berkumpul? Mereka bisa berdatangan selepas maghrib, datang terus sampai malam. Lalu pagi hingga siang harinya, satu demi satu menghilang...kembali ke jalanan untuk mengamen!

Begitulah, musisi, seniman penting, bisa disebut salah satu seniman terbesar yang dimiliki kota Bandung. Besar badannya dan besar pula memang karya-karyanya, sepanjang hidupnya. Selain hitam-hitam kostum apalagi yang dikenal darinya? Oooh ya, komentator ajang pencarian penyanyi berbakat televisi, AFI. Ia menjadi komentator yang dikenal paling keras tapi penuh kritik, candaan, keusilan. Iapun jadi dikenal luas...ibu-ibu dan wanita!

Iya, itu acara soalnya banyak disukai kaum perempuan. Maka iapun memang terlihat jelas, masuk ke lingkungan manapun. Politik pun juga begitu. Ada yang unik dan menarik bahwa, banyak calon-calon presiden kita, pasti memasukkan jadwal untuk sowan menemuinya di rumahnya. Sejak dari pertama kali dulu adanya pemilihan presiden. Itu yang diutarakan Aat Soeratin, seniman Bandung yang juga dikenal salah satu sahabat terdekat almarhum.

Almarhum Harry Roesli. Ia meninggal dunia karena sakit, salah satunya adalah jantung karena diabetesnya, pada 11 Desember 2004 di Jakarta. Djauhar Zaharsyah Fachrudin Roesli, begitu nama lengkapnya. Kelahiran Bandung, 10 September 1951. Cucu dari salah satu pujangga besar, Marah Roesli.

Ia adalah peraih Doktor Musik dari Rotterdam Conservatorium, Belanda, lulus 1981. Dan iapun lantas menjadi pengajar, sampai tingkat Guru Besar,  di jurusan musik pada UPI (Uniersitas Pendidikan Indonesia) dan Universitas Pasundan, keduanya di Bandung.

So, semasa hidupnya, apalagi yang namanya di Bandung. Siapa tak kenal dia? Semua orang kenal dia. Tapi kalau masa sekarang, jangan kaget kalau ada yang menyebutnya, Harry Roesli itu ketua panitya Pasar Seni ITB ya? Bahkan juga, ada anak-anak muda Bandung yang ketika ditanya, tahu ga Harry Roesli, malah ga tau bahwa Harry Roesli sudah ga ada.

Ia menikahi Kania Perdani Handiman, pada 1981. Dan berputra 2 orang, ya si kembar itulah dengan nama lengkapnya, Lahami Khrisna Parana dan Layala Khrisna Patria. Si kembar lahir pada 6 Juli 1982 di Bandung.

Ia adalah cucu dari pujangga besar Marah Roesli, yang terkenal dengan karyanya, Siti Nurbaya itu.  Ayahnya adalah tentara, dari Polisi Militer, Mayjend Roeshan Roesli. Ibunya, Eddhyana Roesli adalah dokter anak. Dan dari buku Playing “God” karya sang kakak, Prof.DR.dr. Rully MA. Roesli SP-PD-KGH, sang kakak menggambarkan masa kecil mereka.

Selain olahragawan, ibuku memang seorang seniman di keluarga kami. Beliau pandai bermain musik. Bermain biola. Penuh kreativitas. Saat kami kecil, beliau sering membuatkan lagu-lagu yang lucu dan bersemangat. Rumah kami penuh tawa dan irama musik. Kami semua diajaribermain musik dan main band. Namun tampaknya aku dan kedua kakakku tidak berbakat. Hanya adikku (almarhum) yang meneruskan berkarya di bidang musik, Harry Roesli. (Playing “God”, Rully Roesli. Penerbit Mizan. Halaman 35).

Jadi memang, dalam keluarga Harry Roesli hanya Harry si bungsu seorang, yang berkarir sebagai musisi. Kakak tertuanya, Ratwini Sumarso-Roesli adalah seorang dokter THT. Kakak nomer dua, Utami Roesli  adalah dokter anak. Kemudian Rully Roesli yang adalah dokter ahli penyakit dalam.

Saya sebagai penulis, mengenalnya sejak sekitar pertengahan 1980-an. Yang saya ingat, saya diperkenalkan kepada beliau oleh sahabat saya, yang juga sudah pergi, alm.Remy Soetansyah. Ada 2-3 x saya diajak Remy bertemu Harry Roesli di Jakarta dan juga ada sekali waktu di Bandung. Sebelum mengenalnya langsung, saya juga sudah cukup mengenal karya-karya musiknya. Baik album, lagu maupun pementasan.


Jadi, sebelum berkenalan, malah saya sempat menyaksikan 2x pementasannya di Jakarta. Di Taman Ismail Marzuki dan Gedung Kesenian Jakarta. Pementasannya, dengan balutan teatrikal. Musik yang warna-warni kontemporer. Isinya penuh kritik, tapi juga becanda, ada kejahilan dia diikuti keusilannya. Sejak itu memang saya menilainya, ini musisi yang super aneh tapi asyik! Lagu dan musiknya susah-susah sih, tapi saya suka kok.... Dan oho, tentu saja, tidak mainstream nih.

Dan sedari awal itu, saya memang melihat dan merasakan, musisi bernama Harry Roesli ini keukeuh betul dengan musiknya. Dan anti-mainstream sedari awal pemunculnnya! Atau mungkin tepatnya, ia nyaman-nyaman saja berada di “luar pagar” industri musik. Laku atau tidak karyanya, nomer sekian. Tak semua karya lagunya terkesan berat. Tapi kalaupun musiknya terasa ringan, coba teliti lirik lagunya... Oho!

Nah, saya setelah kepergiannya, kemudian mengenal lebih dekat kedua anaknya, Hami dan Yala. Menjadi sering ketemu. Apalagi sempat merancang pementasan ulang, semacam reinterpretasi atas karya musik dan teater almarhum. Antara lain, salah satunya adalah Rock Opera Ken Arok. Lalu juga Titik Api. Ada seorang sahabat dekat kami bertiga, yang “menyatukan” kami. Ia juga respek atas segala karya almarhum dan nama besarnya.
  
Tapi terpenting lagi, ia melihat dan mengakui potensi kedua anak almarhum. Iapun tergerak untuk mencoba memberi jalan, kepada perjalanan karir bermusik Hami dan Yala. Atas nama kecintaannya juga sebetulnya. Cinta yang tulus dari seorang ibu kepada anaknya. Ibu dari Hami dan Yala, teh Kania juga merestuinya.

Sayangnya, setelah dapat menggelar tontonan bertajuk Titik Api. Di Jakarta dan Bandung. Direncanakan sebagai pemanasan sebelum mengemas ulang dan menyajikan kembali Ken Arok nantinya. Eni Erliani, sahabat dekat kami itu, ternyata juga pergi meninggalkan kami. Ia seperti “memilih” bertemu saja dengan Harry Roesli di nirwana sana.

Begitulah cerita singkat, bagaimana penulis lantas dekat dan menjadi sering bertemu dengan Hami dan Yala. Pada 7 Desember kemarin, di rumah mereka, Jl.WR.Supratman No.59, diadakanlah perhelatan bertajuk, Siapa Sih Harry Roesli. Salah satu alasan utama pergelaran seharian penuh itu adalah, memperingati 10 tahun kepergian almarhum Harry Roesli.

Yang paling mengharukan, suasana rumah itu seperti mengingatkan akan suasana rumah dulu saat Harry Roesli masih ada. Oh ya, rumah tinggal Harry Roesli yang lantas menjadi “markas besar” pergerakan berkesenian si empunya rumah dan sahabat-sahabat serta anak didiknya, termasuk anak-anak asuhnya para anak-anak jalanan, terletak di WR. Supratman no.57. Rumah “bersejarah” itu kini menjadi sebuah kafe.

Pusat kegiatan kini berpindah ke WR. Supratman 59 di sebelahnya. Dulunya adalah rumah tinggal orang tua dari Harry Roesli. Tempat berkumpulnya keluarga besar Roesli. Kini menjadi markasnya Rumah Musik Harry Roesli yang dipimpin langsung oleh Hami dan Yala, selain menjadi kediaman mereka dengan sang ibu.

RMHR adalah menjadi kelanjutan dari Depot Kreasi Seni Bandung yang didirikan dan dijalankan oleh Harry Roesli, Aat Soeratin dan sahabat-sahabat lainnya. DKSB menjadi sarang kreatif dan musik, pelbagai kreasi musik, pentas dan karya-karya kontemporer dihasilkan oleh DKSB. Dan DKSB lantas juga menjadi “pabrik” dalam menghasilkan musisi-musisi potensial Bandung, yang lantas menasional namanya. Bersaing sehat dengan Elfa Secioria, dalam Elfa Secioria Music School-nya.

Di bawah ini bincang-bincang singkat penulis dengan si kembar Hami dan Yala. Yala mewarisi tubuh subur sang ayah. Uniknya, beberapa tahun lalu, Hami pun tak jauh beda sebenarnya. Sama-sama subur. Ternyata baru sekitar 2 tahun berselang, Hami “sukses” mengecilkan badannya. Jauh beda jadinya.

Sekedar sedikit gambaran saja, Lahami Roesli menyukai Sting, Bon Jovi, Metallica, The 1975, Fall Out Boy, Rage Against the Machine. Penyuka karya Khalil Gibran. Ia pernah membentuk Jolly Jumper, dan merilis album di 2002 dan 2010 dengan grupnya tersebut. Ia juga yang membesut musik untuk pementasan Can i Rock (re-interpretasi atas RockOpera Ken Arok dari bapaknya).

Sementara Lahami Roesli, menyukai Puppen, Slipknot, Kyai Fatahillah Gamelan, juga Ary Juliant. Selain itu ia menyukai banget karya-karya almarhum bapaknya. Sama dengan Hami ternyata, keduanya senang menonton program olahraga di televisi. Apalagi kalau tayangan langsung sepakbola tim nasional kita dan Persib Bandung! Yala juga menyukai membaca buku, Dunia Sofie dan Kesaksian.

Ia membentuk band Authority pada 1995, terus hingga 2010. Sempat merilis Almarhum di tahun 2005. Terakhir, ia membentuk Anaking, yang terus berjalan hingga saat ini. Dalam grupnya masing-masing baik Hami dan Yala mengkonsep musiknya selain bermain. Hami kerapkali memilih gitar. Sementara Yala bermain drums.

Alasan Hami, kenapa dia kok jadi kurus? “Supaya gampang dikenalin orang-orang aja. Kalau sama-sama gede, susah bedainnya antara saya dan Yala.” Ia menjawab santai lantas tersenyum lebar. Ada sisi “usil”nya Harry Roesli yang dititiskan pada Hami. Kalau dari Yala terasa, ide kreasi musiknya mengingatkan kita pada sang ayah.

Menurut orang-orang terdekat mereka, seorang Harry Roesli lengkap dengan sifat, tabiat dan perilaku khasnya itu, dibagi dua ke anak kembarnya itu. Jadi, kalau Yala dan Hami disatukan, itulah Harry Roesli, begitu kata Aat Soeratin beberapa tahun silam.

Obrolan dengan Hami dan Yala, ditambah pula hasil ngobrol penulis dengan beberapa sahabat dekat Harry Roesli. Termasuk cerita sang istri, Kania Roesli. Obrolan dilakukan dimana-mana, setiap kali ada kesempatan. Terakhir juga melalui surat elektronik. Selain berkiriman pesan via telephone.


                                     

  
Hami dan Yala, menurut data terakhir yang berhasil didapat atau dikumpulkan, ada berapa banyak album Harry Roesli, yang diedarkan ke pasaran?
Lahami  : 17 mas, pas
Layala  : Iya 17 mas...

Dan dari catatan data terakhir tersebut, apa album pertama dan album terakhir yang dihasilkan alm. Ayahanda? Diedarkan tahun berapa, tepatnya?

Lahami  : Album ke-1 Philosophy Gang tahun 1971, Album Terakhir Si Cantik Tahun 1997
Layala   : Ya mas itu yang kami bisa kumpulkan sampai saat ini

Susah ya kumpulin data mengenai album bapak?

Lahami  :  Lumayan ribet. Banyak tercecer mas sebenarnya. Bapak itu suka bikin lagu, lalu kasih begitu saja ke teman-teman atau sahabatnya. Ada juga yang bisa kita kumpulkan rada susah.Ya harus tanya kiri kanan gitu.

Layala  :  Iya mas, tapi sebagian besar juga sebenarnya rekaman bapak itu banyak yang sudah raib entah kemana. Kebanyakan kan dalam pita kaset mas. Ada tuh, yang saya dan Hami cari eh ada yang bilang oh saya ada. Tapi pas dicari-cari ternyata orang itu kehilangan juga. Tapi tanya dengan teman lain, iya memang ada lagu atau rekaman lagu itu dulu, tapi ga tahu siapa yang masih menyimpan.Nah begitu ketemu yang katanya masih menyimpannya, ternyata pas dicari-cari sudah hilang. Begitulah serunya mas....

Lahami  :  Beberapa malah ibupun juga ga tahu lho. Hahahaha.... Tapi banyak yang ibu tahu sebenarnya, cuma memang sulit untuk melacaknya. Sebagai dataada, tapi bentuk fisiknya rekamannya ga ada.

Betewe ya, di rumah kalian itu, sebenarnya album dari penyanyi, grup musik mana yang paling banyak dimiliki atau dikoleksi alm. Harry Roesli?

Lahami  :  Gentle Giant, Zappa, terkadang ada album-album anak kecil. Iya mas, ada juga tuh.
Layala   :  Frank Zappa, Gino Vanelli, yang saya tahu sih hanya ini


Ini menariknya, Harry Roesli memang mengandrungi banget Gino Vanelli. Beberapa teman mengakuinya. Sampai-sampai Fariz RM yang pernah juga berguru, dengan antara lain berdiam beberapa waktu di Supratman masa ia kuliah, mengaku Harry Roesli menjelaskan banyak tentang Gino Vanelli yang asal Kanada itu. Sampai Fariz juga jadi ikutan suka.

Dia suka falsettonya,emang betul itu. Sebelum informasi dari Fariz itu, pernah ada kibordis dari DKSB yaitu Ario Wibisono menceritakan hal itu duluan. Mas Harry dengerin terus dan saking sukanya, mas Harry itu jadi pengen kalau ngambil falsetto (nada tinggi dengan suara palsu maksudnya) pakai cara Gino Vanelli, lanjut Ario.

Menurut Aat Soeratin dan Didi Petet, Harry juga keras. Ia seru, laki-laki, becanda dan keras dalam kritik, tapi juga punya sisi melankolis. Antara lain, cerita Didi yang diiyakan Aat, pernah kok di mobil rame-rame eh ada lagu mellow sedihnya si saha eta, Harry berhenti dan matanya bisa basah”.

“Ga tau ada masalah apa. Tapi ya pernah begitu lho. Itu di, lagunya Boz Scaggs. Ada juga lagunya Gino Vanelli yang suka didengerin Harry dengan meresapinya gimana ya. Kelihatanlah dia lagi sedih...,” tambah Aat. Dia manusia biasa juga kan, timpal Didi lagi.

Apa sih sebenarnya arti  seorang bernama Harry Roesli, buat Hami dan Yala?

Lahami :  Pahlawan. Karena selama hidupnya, beliau memberikan banyak pengaruh positif kepadalingkungan sekitarnya. Dan beliau tak pernah mengakui hal tersebut. Itulah pahlawan sebenarnya.

Layala   : Dia adalah seorang Bapak yang mengajarkan bahwa kekayaan itu bukan harta, terbukti ketika beliau meninggal dia mewariskan ratusan anak jalanan kepada kita yang kalau dihitung warisan ini nilainya sangat tidak terhingga. Harta yang sungguh bernilai.

Apa yang paling diinget dari seorang ayah bernama Harry Roesli ini?

Lahami  :  Pas ngajar nyetir mobil, galak banget mas. Saya sampai stress. Tapi di sanalah saya punya momen bisa berdua bersama beliau. Yang mana beliau banyak bercerita tentang kehidupan

Layala   : Kalau lagi bikin pagelaran jangan pernah dekat-dekat sama beliau karena akan uring-uringan dan kalau sudah begitu marahnya sangat menyeramkan lho! Hehehehe... siapapun juga bisa kena semprot.


Sebelum ayahanda wafat, ada pesan-pesan terakhir khusus yang mungkin disampaikan kepada masing-masing anaknya? Yang paling diinget sama masing-masing Hami dan Yala...

Lahami  :  Tidak ada pesan khusus untuk saya. Namun keinginan terakhirnya selain Jangan Matikan Lampu Kerjanya adalah beliau meminta saya utk ikut mengawalnya.  Saya memahami hal tersebut, belakangan bahwa itu adalah sebagai tugas saya untuk mengawal spirit beliau.

Layala   : Messagenya sangat meaningfull yakni jangan matikan lampu di meja kerja saya, yang artinya segala perjuangan beliau tidak boleh selesai. Itu saya tanamkan dalam diri, demikian pula yang dilakukan Hami.

Soal musik, ada ga arahan atau petunjuk bapak sebagai seorang “tokoh musik” kepada masing-masing anaknya?

Lahami  : Justru itulah bedanya beliau. Tidak ada pengarahan satu pun. Hal itu karena beliau membebaskan kami anak-anaknyanya ini untuk berkarya sesuai hati masing-masing.

Layala   : Sejujurnya tidak, selama saya bermusik beliau hanya mengarahkan 1 kali. Dan itupun bukan teknis melainkan lebih kepada attitude. Kalau musik yang saya tangkap mungkin karena beliau berfikir bahwa Layala Roesli tidak harus menjadi Harry Roesli.

Bagaimana cara seorang bapak, Harry Roesli, mengenalkan musik kepada masing-masing anaknya? Pernah ingat, misal Hami diajarkan apa dulu lalu Yala diajarkan apa, saat pertama kali?

Lahami  :  Kalau musik khusus tidak ada. Namun saya sering masuk kamarnya untuk melihat-lihat CD dan kaset. Lalu ada beberapa yang saya suka dan coba ulik. Saya ingat mas, waktu itu minta diajarin bass lagunya Red Hot Chilli Peppers. Dan tau ga, bapak waktu itu mengajarkannya jam 11 malem di teras pake bass dan amply. Coba bayangkanlah bagaimana stressnya tetangga kami hahahaha. Bapak cuek gitu, saya mah ikut aja....

Layala   :  Saya pertama kali bisa main musik justru sendiri tapi kalau kaset atau CD yang pertama kali diperdengarkan saya oleh Bapak adalah Sepultura dan Madball. Karena itulah saya mulai bermain musik Punk, Hardcore, dan lain-lain sejenis itu. Ga jelas, kenapa bapak ngenalin itu ke saya...

Kembali masalah Gino Vanelli. Nah baik Hami dan Yala sampai ga akan bisa lupa, bahwa kalau ke Jakarta, sepanjang perjalanan pergi dan pulang, pasti album Gino Vanelli yang sering sekali diputar di dalam mobil. Yang mau tak mau mereka dengarkan dan sampai...hafal.

Terutama lagu, ‘Brother to Brother’-nya Gino Vanelli. Catatan saja, lagu tersebut menjadi salah satu hits dari album berjudul sama, yang diedarkan 1978. Lagu tersebut relatif panjang, berdurasi lebih dari 7 menit. Dan sukses memang menjadi hits, terutama di Kanada dan Amerika, bersama hits lain, ‘I Just Wanna Stop’ yang lebih poppish.

Buat Hami dan Yala, mereka memilih lagu itu kalau ditanya lagu apa kira-kira yang disukai sama bapaknya. Sering diputar, kalau tidak dibilang selalu malah, yang senantiasa bapak mendengarnya dengan baik.


Bagi kedua anaknya, apakah masing-masing punya lagu yang paling disukai, yang tentunya karya almarhum ayahanda? Kenapa ?

Lahami  :  Favorit saya adalah Jangan Menangis Indonesia. Karena lagunya punya makna dalam tentang kecintaan beliau kepada negeri ini. Lagnua terkesan sedih ya di depan, tapi perhatikan belakangnya, penuh semangat untuk mengajak menjaga tanah air, menjaga negara kita

Layala   :  Waduh banyak banget Mas. Tapi yang paling saya suka sih lagu ‘Orang Rapih’. Karena lagu ini menceritakan tentang kemunafikan orang dengan segala pencitraan.

Apakah secara khusus, bapak pernah membagi atau share pandangannya mengenai bangsa dan negara kita kepada masing-masing anaknya?

Lahami  :  Pernah. Tapi beliau biasanya tidak melalui arahan atau nasihat. Tapi
Melalui sikap dan tindakan. Sebuah cara yang menurut saya efektif. Janganlah kita hanya berkomentar tentang kondisi bangsa namun tidak melakukan apapun untuk mengubahnya

Layala  :  Dia selalu memperlihatkan bahwa seharusnya bangsa ini tidak seperti ini. Dan saya selalu ingat dia pernah bilang, “Yang kita harus lawan itu kemiskinan bukan orang miskin.”

Menurut kalian masing-masing, sebagai anaknya, bagaimanakah karya-karya bapak. Ditinjau dari sisi lirik lagu, misalnya? Apakah bapak, menurut kalian tau yang mungkin pernah bapak sampaikan langsung, melewati proses fase-fase tertentu pada sisi lirik itu? Contohnya, periode bapak mengkritik prsiden, bapak melontarkan keluh kesahnya terhadap bangsa, bapak gembira dan sebagainya....

Lahami  :    Karya-karyanya hanyalah sebuah ekspresi dari hati. Muncul tanpa paksaan, muncul tanpa pesanan,muncul tanpa research market. Murni keluar ketika beliau ingin berpendapat dan mengeluarkan unek-unek pikiran dan perasaan

Layala   : Kalau dialog langsung sih jarang Mas. Tapi saya bisa melihatnya ketika proses latihan di rumah. Dari situ saya bisa tahu kegelisahan apa yang ingin beliau sampaikan.

Menurut kalian berdua, mendengar dan mengikuti dari karya-karya lagu bapak misalnya, bagaimana bapak memandang ketuhanan?

Lahami  :  Dengan sifat humanisnya justru Bapa mengajarkan saya menjadi kenal dengan nilai-nilai kehidupan. Melalui aksinya, beliau mengajarkan agama kepada saya. Agama itu bukan hanya untuk Tuhan, tapi juga utk sesama manusia

Layala   :  Sangat Spiritual. Beliau adalah orang yang sangat dekat dengan Tuhan. Buktinya lagu Manusia Baru yang dia ciptakan. Lagu ini sempat ditawar hampir 1 milyar oleh seorang produser, tapi beliau tolak. Bahkan menurutnya lagu ini harus dibagikan secara gratis. Karena menurut beliau uang 1 milyar untuk membayar hubungan saya sama Tuhan itu adalah uang yang sangat kecil.

Apa sih pesan terakhir bapak yang pernah kalian mungkin dengar atau ketahui, kepada ibu kalian?

Lahami  : Beliau sempat meminta maaf dan berharap utk bisa pulih dr sakitnya.

Layala               : Yang saya ingat waktu di rumah sakit dia bilang ke Ibu, ”Saya seperti Munir. Tapi saya diracun sama diri saya sendiri.”


Seberapa sayang dan cintanya kalian sebagai anak-anaknya, kepada bapak?

Lahami  : Saya tidak bangga menjadi anaknya Harry Roesli. Tapi saya sangat bangga sekali pisan. Karena kata bangga saja tidak cukup.

Layala   : Saya beruntung dilahirkan menjadi anak dari seorang Harry Roesli. Tapi bukan karena beliau public figure. Melainkan karena beliau mengajarkan kesederhanaan hidup, mengajarkan berbagi, dapat memanfaatkan ketenaran beliau untuk berbuat hal yang positif.

Pandangan bapak mengenai anak-anak jalanan, pengamen anak-anak, yang pernah bapak sampaikan kepada anak-anaknya sendiri?

Lahami  : Mereka adalah anak manusia yang tidak diberi kesempatan. Maka tugas kami untuk membantu mereka memberi kesempatan tsb.

Layala   : Dia selalu bilang kalau anak-anak jalanan ini adalah tanggung jawab bersama. Apa yang beliau lakukan hanyalah menyebarkan awareness. Namun  sayangnya hingga beliau meninggal, awareness ini belum menyebar dan mempengaruhi masyarakat.

Lahami  :  Bapak bilang, bukan kita yang mengubah mereka atau mendidik mereka, tapi merekalah yang mengubah dan mendidik kita.

Layala  :  Iya mas, jangan pernah berpikir kita yang mendidik mereka. Itu yang bapak tegaskan kepada kami.

Menurut Kania Roesli istrinya, atau ibunda Hami dan Yala, membuka pintu bagi anak-anak jalanan itu adalah kehidupan mereka sehari-hari. Banyak yang datang dan pergi, ada yang kuat dan betah lalu mau berusaha merubah diri. Banyak belajar misalnya, tapi ada juga yang ternyata tak ingin berubah.

Misal, lanjutnya, ada juga kok yang senang mengutil. Mengambil barang orang lain atau mencuri. Ada yang lalu kita ingatkan terus menerus, terutama ya mas Harry yang tegas, akhirnya tidak lagi meneruskan kebiasaan buruk itu. Tapi ada juga yang tidak. Termasuk yang suka mabuk, misal dengan ngelem (menghirup lem, biasanya ada lem keras merek tertentu). Ada yang lalu bertobat, tapi ada juga yang susah untuk dibilangin.

Pada akhirnya, kami sih sekarang memang berpikir, kami tak mungkin untuk mengajarkan mereka yang memang sukanya kelewat nakal. Mabuk atau mencuri. “Saya rasa, kalau menangani yang begitu harus khusus, kami tak punya kemampuan untuk itu. Ya kami lepas, tapi kalau dia lantas berubah baik, ya tetap kami terima.”

Di lain kesempatan, menurut Ustad Erick Yusuf yang seringkai membantu sisi musik pergelaran yang dibuat Harry Roesli dulu, terlihat betul bahwa rejeki Harry Roesli itu ada saja. Ia bisa menerima siapapun yang ingin ke rumahnya, menginap, dididik. Bisa menghidupi mereka. Jiwa sosial Harry Roesli tinggi sekali. Ga tau ada duit dari mana, mungkin juga dia minta kepada keluarga lainnya, tapi sungguh itu untuk membantu orang-orang yang memerlukan. Termasuk menghidupi para anak-anak jalanan.

Kania lalu juga mengatakan, itu adalah bagian hidupnya, bagian dari keluarganya selama ini. Anak-anak jalanan itu adalah hidup mereka juga, sejak adanya Harry Roesli. “Tak mengganggu kok. Sayapun tetap bisa memiliki aktifitas kan, di rumah maupun di luar.”  Kania mempunyai kelompok tari kontemporer, salsa dan lainnya termasuk line dance. Mereka berlatih rutin di rumahnya juga, Supratman 59.

Mengapa, menurut kalian, “spirit” dari ayahanda sebaiknya tetap dipelihara dan dijaga pada masa sekarang?

Lahami  :  Karena punya nilai positif yang tinggi. Spirit beliau mempunyai kecerdasan emosional yg luar biasa. Dengan penyebaran kecerdasan tersebut, saya harap anak sekarang lebih mempunyai “rasa” terhadap sesamanya    

Layala   :  Nasionalime, Humanisme, dan spirit bermusik “Kumaha Aing”(Gimana Gua) 

Setelah 10 tahun kepergian bapak, apa yang dirasa hilang. Yang paling dirasa hilang dan kalian rindukan terhadap sosok pribadi figur Harry Roesli sebagai ayahanda?
  
Lahami  :  Tidak ada yg sering ngajak makan di luar. Tidak ada yg jahil dari pagi ampe malem. Tidak ada yang marah-marah ketika kehabisan rokok. Tidak ada lagi yang nganterin sekolah kalau supir berhalangan.  Tidak ada yg nelponin kalo jam 12 malem belum pulang....

Layala   :  Terasa sekali tidak ada figure. Dulu mudah sekali Bapak bisa membebaskan anak-anak jalanan dari razia. Tinggal telfon Kapolrestabes atau Walikota. Sekarang saya harus berurusan dahulu dengan birokrasi yang berbelit. Dan pasti makan waktu ga sebentar. Kalau dulu, bapak sendiri yang datang menjemput, kayaknya sebentar saja sudah bisa membawa anak-anak pulang.

Pernahkah atau seberapa sering, semasa hidupnya, bapak mengajak kedua anaknya bersama-sama bermain musik bersama, latihan di rumah dan show di pentas? Pernah show bareng, dimana dan kapan?

Lahami  :  Pernah. Yang saya inget adalah karena beliau itu ngajaknya selalu spontan ya. Rata-rata bermain musik mengiring teater. Manggung di acara festival perkusi internasional juga berkesan. Karena itu event internasional pertama yang saya ikutin. Dan saya waktu itu masih berumur 12 thn hehehehe...masih kecil mas.

Layala   :  Yang saya ingat kita selalu diajak kalau mengiringi pementasan teater Putu Wijaya, lalu pernah diajak juga tampil di International Percussion Festival. Berdua Hami tuh...


Kembali kepada Kania, istri tercinta. Yang tak akan lupa dengan sosok sang suami. Yang mewarisi begitu banyak lagu karya, musik dan pelbagai bentuk seni lainnya. Termasuk koleksi macam-macam. Antara lain sampai tas dan sepatu. Semua memang berwarna hitam.

Mas Harry itu, kenang Kania, juga modis dan pesolek lho. Begitu-begitu ya, kayaknya ga pedulian sama penampilan, oooh salah! Mas Harry punya banyak sekali tas dari yang kecil sekali sampai yang berukuran relatif besar. Waktu dikumpulin, mas Harry masih ada, Kania pernah kaget karena kamarnya bisa penuh dengan tas-tas itu. Belum lagi sepatu.

Sepatu mas Harry banyak banget. Yah ketika mas Harry meninggal, sebagian besar tas dan sepatu ya kami bagi-bagikan kepada kerabat dan keluarga ya. Tapi ada koleksi mas Harry lain, alat-alat musik misal, kami simpan dan rawat baik-baik.

Menurut Kania lagi, mas Harry kalau sudah suka ada satu t-shirt atau baju hitam motif tertentu, bisa dia beli 4 sampai 5 bahkan lebih. Dengan model dan bentuk yang sama. “Kayaknya sih mas Harry ga ganti-ganti atau bajunya sekilas hanya itu saja, padahal ga begitu. Memang semua hitam-hitam.”

Yang konyol keisengan mas Harry, hal itu juga diiyakan Hami dan Yala, mas Harry sering menggoda orang rumah untuk ambilkan baju hitam model anu. Iseng saja, dia tahu pasti orang itu akan bingung cari dimana dan yang mana lagi, kan nyaris semuanya sama?

Harry penggila makanan enak. Itu yang juga selalu diingat banyak sahabat dan, palagi keluarga terdekat. Ia “memperkenalkan” apa yang disebutnya, “Tour de Dahar” (Mengambil dari lomba balap sepeda termahsyur dunia, Tour de France). Alias, mengunjungi warung-warung hingga restoran yang terkenal. Bahkan dalam sehari, ia bisa mengajak Tour de Gahar mampir di 5 sampai 6 warung atau resto. Bahkan lebih mas! Begitu kata Yala, “Makanya begini deh jadinya badan saya...” Ia tertawa lebar.

Satu hal tersulit untuk mengatur mas Harry adalah soal makanan, ungkap Kania. Walau ia sebenarnya harus berhati-hari karena mengidap diabetes, artinya mengatur betul pola makan termasuk banyaknya. Tapi ia seringkali “mangkir”. Mas Harry bandel banget soal makanan, tambah Kania yang diiyakan kedua anaknya.

Pengalaman penulis, yang paling ingat adalah, saat bekerjasama dalam acara di Bunderan Hotel Indonesia di tahun 2004. Acara besar dalam rangka perayaan HUT Kota Jakarta ke 477 waktu itu. Dengan acara puncak, permainan bareng “orkestrasi” perkusi dengan 477 pemain perkusi. Harry Roesli menjadi pemimpin dan dirigen orkestra perkusi yang terbesar, dan masuk MURI tersebut.

Waktu itu, Harry Roesli dibantu beberapa musisi kenamaan lain, antara lain ada alm.Inisisri, juga Gilang Ramadhan dan beberapa lainnya. Penulis kerja rangkap waktu itu, antara lain sebenarnya adalah Talent Coordinator, lalu juga menangani panggung sebagai salah satu Stage Manager.

Tapi Harry Roesli juga meminta saya saja sebagai Liasion Officer nya. Sayapun tak kuasa menolak. Nah saat itu, penulis melihat memang Harry Roesli tetap saja makan banyak, dimana-mana. He he he. Dan kenyataannya, ketika acara berlangsung, sesungguhnya gula darahnya sedang ekstra tinggi, tapi ia nampak sehat-sehat saja. Tetap aktif dan bersemangat!

Jadi, ia sempat memeriksakan dirinya secara diam-diam setelah acara, ternyata kadar gula dalam darahnya membuat dokter geleng-geleng kepala! Ia bercerita sambil terkekeh-kekeh saja dengan tenangnya. Katanya, ia cuma pusing-pusing sedikit saja waktu acara itu. Itu momen terakhir penulis dengan almarhum. 5 bulan setelah acara tersebut, Harry Roesli berpulang....

Begitulah cerita Harry Roesli. Sosok seorang seniman besar Bandung. Musisi “hitam-hitam” yang dikenal bengal, ceplas-ceplos, usil, iseng, rajin mengkritik dan disebut juga mbeling. Tapi sekaligus juga, menjadi sahabat bagi begitu banyak orang, dari berbagai kalangan. Yang sungguh tak akan pernah melupakan kehadirannya, apalagi karya-karya yang dihasilkannya sepanjang hidupnya hingga usianya mencapai 53 tahun...

Apa kabar, mas Harry di sana? Musikmu tak pernah berhenti dibunyikan dan memang lampu kerja di meja mas Harry tak pernah berhenti menyala.... 
*dM


Yala, Ibu Kania Roesli, dan Hami



Layala, Ladion, dan Lahami :)



No comments: