Tubuhnya lumayan gede. Paling tidak, berat badannya “sedikit” di atas rata-rata orang kebanyakan. Rambut ikal panjang. Apalagi? Pakaian selalu setia, berhitam-hitam. Suka protes, dalam ngomong di panggung apalagi di lirik lagunya. Usil dan nakal, terutama juga di lirik lagunya. Senang becanda dan supel sebenarnya, ke semua orang, bahkan ke yang baru dikenal sekalipun.
Dan jiwa sosial tinggi. Lihat saja bagaimana ia mengasuh,
membina sekian banyak anak-anak jalanan. Terutama para pengamen anak-anak dan
dengan juga membuka lebar rumahnya, sebagai “rumah singgah”.Berkaitan dengan
para anak-anak pengamen itu, kalau ada razia dan mereka “digaruk” petugas
Kamtib (sekarang Polisi Pamong Praja), maka iapun dengan sukarela menjemput
mereka di kantor polisi. Jam berapapun, ia sendiri yang menjemput anak-anak
itu!
Itu salah satu hal yang terus nempel diingatan para anak-anak yang pernah dibinanya langsung.
Bagaimana “sang aki” mereka mengurusi mereka dengan penuh perhatian. Ya mereka
memanggilnya dengan sebutan “aki” atau kakek. Kakek nan funky dan rock n roll.
Yang melihat bahwa anak-anak jalanan itulah yang melindungi dan merubah
dirinya, bukan sebaliknya!
Hal itu pula yang secara konsisten ditunjukkan,
selain diingatkan, kepada kedua anaknya sendiri. Anak-anak jalanan itu berkah
juga adanya dan ia nikmati kebersamaan dengan mereka. Walau diantara mereka ada
yang memusingkan, ada yang mungkin “menyusahkan”. Tapi toh ada juga yang membuat
senyum, membuatnya tertawa dan...membanggakan hatinya.
Perkara memelihara dan merawat sebaik-baiknya para
anak jalanan, jumlahnya katanya bisa ratusan, bukan soal mudah. Bayangin aja ramainya rumahnya kalau
para anak-anak itu datang berkumpul? Mereka bisa berdatangan selepas maghrib,
datang terus sampai malam. Lalu pagi hingga siang harinya, satu demi satu
menghilang...kembali ke jalanan untuk mengamen!
Begitulah, musisi, seniman penting, bisa disebut
salah satu seniman terbesar yang dimiliki kota Bandung. Besar badannya dan
besar pula memang karya-karyanya, sepanjang hidupnya. Selain hitam-hitam kostum
apalagi yang dikenal darinya? Oooh ya, komentator ajang pencarian penyanyi
berbakat televisi, AFI. Ia menjadi komentator yang dikenal paling keras tapi
penuh kritik, candaan, keusilan. Iapun jadi dikenal luas...ibu-ibu dan wanita!
Iya, itu acara soalnya banyak disukai kaum
perempuan. Maka iapun memang terlihat jelas, masuk ke lingkungan manapun.
Politik pun juga begitu. Ada yang unik dan menarik bahwa, banyak calon-calon
presiden kita, pasti memasukkan jadwal untuk sowan menemuinya di rumahnya.
Sejak dari pertama kali dulu adanya pemilihan presiden. Itu yang diutarakan Aat Soeratin, seniman Bandung yang juga
dikenal salah satu sahabat terdekat almarhum.
Almarhum Harry
Roesli. Ia meninggal dunia karena sakit, salah satunya adalah jantung
karena diabetesnya, pada 11 Desember 2004 di Jakarta. Djauhar Zaharsyah
Fachrudin Roesli, begitu nama lengkapnya. Kelahiran Bandung, 10 September 1951.
Cucu dari salah satu pujangga besar, Marah Roesli.
Ia adalah peraih Doktor Musik dari Rotterdam
Conservatorium, Belanda, lulus 1981. Dan iapun lantas menjadi pengajar, sampai
tingkat Guru Besar, di jurusan musik
pada UPI (Uniersitas Pendidikan Indonesia) dan Universitas Pasundan, keduanya
di Bandung.
So, semasa hidupnya, apalagi yang namanya di
Bandung. Siapa tak kenal dia? Semua orang kenal dia. Tapi kalau masa sekarang,
jangan kaget kalau ada yang menyebutnya, Harry Roesli itu ketua panitya Pasar
Seni ITB ya? Bahkan juga, ada anak-anak muda Bandung yang ketika ditanya, tahu
ga Harry Roesli, malah ga tau bahwa Harry Roesli sudah ga ada.
Ia menikahi Kania
Perdani Handiman, pada 1981. Dan berputra 2 orang, ya si kembar itulah
dengan nama lengkapnya, Lahami Khrisna
Parana dan Layala Khrisna Patria.
Si kembar lahir pada 6 Juli 1982 di Bandung.
Ia adalah cucu dari pujangga besar Marah Roesli, yang terkenal dengan
karyanya, Siti Nurbaya itu. Ayahnya
adalah tentara, dari Polisi Militer, Mayjend Roeshan Roesli. Ibunya, Eddhyana
Roesli adalah dokter anak. Dan dari buku Playing “God” karya sang kakak, Prof.DR.dr. Rully MA. Roesli SP-PD-KGH, sang kakak menggambarkan
masa kecil mereka.
Selain olahragawan, ibuku memang seorang seniman di
keluarga kami. Beliau pandai bermain musik. Bermain biola. Penuh kreativitas.
Saat kami kecil, beliau sering membuatkan lagu-lagu yang lucu dan bersemangat.
Rumah kami penuh tawa dan irama musik. Kami semua diajaribermain musik dan main
band. Namun tampaknya aku dan kedua kakakku tidak berbakat. Hanya adikku
(almarhum) yang meneruskan berkarya di bidang musik, Harry Roesli. (Playing
“God”, Rully Roesli. Penerbit Mizan. Halaman 35).
Jadi memang, dalam keluarga Harry Roesli hanya
Harry si bungsu seorang, yang berkarir sebagai musisi. Kakak tertuanya, Ratwini Sumarso-Roesli adalah seorang
dokter THT. Kakak nomer dua, Utami
Roesli adalah dokter anak. Kemudian
Rully Roesli yang adalah dokter ahli penyakit dalam.
Saya sebagai penulis, mengenalnya sejak sekitar
pertengahan 1980-an. Yang saya ingat, saya diperkenalkan kepada beliau oleh
sahabat saya, yang juga sudah pergi, alm.Remy Soetansyah. Ada 2-3 x saya diajak
Remy bertemu Harry Roesli di Jakarta dan juga ada sekali waktu di Bandung.
Sebelum mengenalnya langsung, saya juga sudah cukup mengenal karya-karya
musiknya. Baik album, lagu maupun pementasan.
Dan sedari awal itu, saya memang melihat dan
merasakan, musisi bernama Harry Roesli ini keukeuh
betul dengan musiknya. Dan anti-mainstream
sedari awal pemunculnnya! Atau mungkin tepatnya, ia nyaman-nyaman saja berada
di “luar pagar” industri musik. Laku atau tidak karyanya, nomer sekian. Tak
semua karya lagunya terkesan berat. Tapi kalaupun musiknya terasa ringan, coba
teliti lirik lagunya... Oho!
Nah, saya setelah kepergiannya, kemudian mengenal
lebih dekat kedua anaknya, Hami dan Yala. Menjadi sering ketemu. Apalagi sempat
merancang pementasan ulang, semacam reinterpretasi atas karya musik dan teater
almarhum. Antara lain, salah satunya adalah Rock Opera Ken Arok. Lalu juga Titik
Api. Ada seorang sahabat dekat kami bertiga, yang “menyatukan” kami. Ia
juga respek atas segala karya almarhum dan nama besarnya.
Tapi terpenting lagi, ia melihat dan mengakui
potensi kedua anak almarhum. Iapun tergerak untuk mencoba memberi jalan, kepada
perjalanan karir bermusik Hami dan Yala. Atas nama kecintaannya juga
sebetulnya. Cinta yang tulus dari seorang ibu kepada anaknya. Ibu dari Hami dan
Yala, teh Kania juga merestuinya.
Sayangnya, setelah dapat menggelar tontonan
bertajuk Titik Api. Di Jakarta dan
Bandung. Direncanakan sebagai pemanasan sebelum mengemas ulang dan menyajikan
kembali Ken Arok nantinya. Eni Erliani,
sahabat dekat kami itu, ternyata juga pergi meninggalkan kami. Ia seperti
“memilih” bertemu saja dengan Harry Roesli di nirwana sana.
Begitulah cerita singkat, bagaimana penulis lantas
dekat dan menjadi sering bertemu dengan Hami dan Yala. Pada 7 Desember kemarin,
di rumah mereka, Jl.WR.Supratman No.59, diadakanlah perhelatan bertajuk, Siapa
Sih Harry Roesli. Salah satu alasan utama pergelaran seharian penuh itu adalah,
memperingati 10 tahun kepergian almarhum Harry Roesli.
Yang paling mengharukan, suasana rumah itu seperti
mengingatkan akan suasana rumah dulu saat Harry Roesli masih ada. Oh ya, rumah
tinggal Harry Roesli yang lantas menjadi “markas besar” pergerakan berkesenian
si empunya rumah dan sahabat-sahabat serta anak didiknya, termasuk anak-anak
asuhnya para anak-anak jalanan, terletak di WR. Supratman no.57. Rumah
“bersejarah” itu kini menjadi sebuah kafe.
Pusat kegiatan kini berpindah ke WR. Supratman 59
di sebelahnya. Dulunya adalah rumah tinggal orang tua dari Harry Roesli. Tempat
berkumpulnya keluarga besar Roesli. Kini menjadi markasnya Rumah Musik Harry Roesli yang dipimpin langsung oleh Hami dan Yala,
selain menjadi kediaman mereka dengan sang ibu.
RMHR adalah menjadi kelanjutan dari Depot Kreasi Seni Bandung yang
didirikan dan dijalankan oleh Harry Roesli, Aat Soeratin dan sahabat-sahabat
lainnya. DKSB menjadi sarang kreatif dan musik, pelbagai kreasi musik, pentas
dan karya-karya kontemporer dihasilkan oleh DKSB. Dan DKSB lantas juga menjadi
“pabrik” dalam menghasilkan musisi-musisi potensial Bandung, yang lantas
menasional namanya. Bersaing sehat dengan Elfa Secioria, dalam Elfa Secioria
Music School-nya.
Di bawah ini bincang-bincang singkat penulis dengan
si kembar Hami dan Yala. Yala mewarisi tubuh subur sang ayah. Uniknya, beberapa
tahun lalu, Hami pun tak jauh beda sebenarnya. Sama-sama subur. Ternyata baru
sekitar 2 tahun berselang, Hami “sukses” mengecilkan badannya. Jauh beda
jadinya.
Sekedar sedikit gambaran saja, Lahami Roesli
menyukai Sting, Bon Jovi, Metallica, The 1975, Fall Out Boy, Rage Against the
Machine. Penyuka karya Khalil Gibran. Ia pernah membentuk Jolly Jumper, dan merilis album di 2002 dan 2010 dengan grupnya
tersebut. Ia juga yang membesut musik untuk pementasan Can i Rock (re-interpretasi atas RockOpera Ken Arok dari bapaknya).
Sementara Lahami Roesli, menyukai Puppen, Slipknot,
Kyai Fatahillah Gamelan, juga Ary Juliant. Selain itu ia menyukai banget
karya-karya almarhum bapaknya. Sama dengan Hami ternyata, keduanya senang
menonton program olahraga di televisi. Apalagi kalau tayangan langsung
sepakbola tim nasional kita dan Persib Bandung! Yala juga menyukai membaca
buku, Dunia Sofie dan Kesaksian.
Ia membentuk band Authority pada 1995, terus hingga 2010. Sempat merilis Almarhum di tahun 2005. Terakhir, ia
membentuk Anaking, yang terus
berjalan hingga saat ini. Dalam grupnya masing-masing baik Hami dan Yala
mengkonsep musiknya selain bermain. Hami kerapkali memilih gitar. Sementara
Yala bermain drums.
Alasan Hami, kenapa dia kok jadi kurus? “Supaya
gampang dikenalin orang-orang aja. Kalau sama-sama gede, susah bedainnya antara
saya dan Yala.” Ia menjawab santai lantas tersenyum lebar. Ada sisi “usil”nya
Harry Roesli yang dititiskan pada Hami. Kalau dari Yala terasa, ide kreasi
musiknya mengingatkan kita pada sang ayah.
Menurut orang-orang terdekat mereka, seorang Harry
Roesli lengkap dengan sifat, tabiat dan perilaku khasnya itu, dibagi dua ke
anak kembarnya itu. Jadi, kalau Yala dan Hami disatukan, itulah Harry Roesli,
begitu kata Aat Soeratin beberapa tahun silam.
Obrolan dengan Hami dan Yala, ditambah pula hasil
ngobrol penulis dengan beberapa sahabat dekat Harry Roesli. Termasuk cerita
sang istri, Kania Roesli. Obrolan dilakukan dimana-mana, setiap kali ada
kesempatan. Terakhir juga melalui surat elektronik. Selain berkiriman pesan via
telephone.
Hami dan Yala, menurut
data terakhir yang berhasil didapat atau dikumpulkan, ada berapa banyak album
Harry Roesli, yang diedarkan ke pasaran?
Lahami : 17 mas, pas
Layala : Iya
17 mas...
Dan dari catatan data terakhir tersebut, apa album
pertama dan album terakhir yang dihasilkan alm. Ayahanda? Diedarkan tahun
berapa, tepatnya?
Lahami : Album ke-1 Philosophy Gang
tahun 1971, Album Terakhir Si Cantik Tahun 1997
Layala : Ya mas itu yang kami bisa kumpulkan sampai saat ini
Susah ya kumpulin data mengenai album bapak?
Lahami
: Lumayan ribet. Banyak tercecer
mas sebenarnya. Bapak itu suka bikin lagu, lalu kasih begitu saja ke
teman-teman atau sahabatnya. Ada juga yang bisa kita kumpulkan rada susah.Ya
harus tanya kiri kanan gitu.
Layala
: Iya mas, tapi sebagian besar
juga sebenarnya rekaman bapak itu banyak yang sudah raib entah kemana.
Kebanyakan kan dalam pita kaset mas. Ada tuh, yang saya dan Hami cari eh ada
yang bilang oh saya ada. Tapi pas dicari-cari ternyata orang itu kehilangan
juga. Tapi tanya dengan teman lain, iya memang ada lagu atau rekaman lagu itu
dulu, tapi ga tahu siapa yang masih menyimpan.Nah begitu ketemu yang katanya
masih menyimpannya, ternyata pas dicari-cari sudah hilang. Begitulah serunya
mas....
Lahami
: Beberapa malah ibupun juga ga
tahu lho. Hahahaha.... Tapi banyak yang ibu tahu sebenarnya, cuma memang sulit
untuk melacaknya. Sebagai dataada, tapi bentuk fisiknya rekamannya ga ada.
Betewe ya, di rumah kalian itu, sebenarnya album dari
penyanyi, grup musik mana yang paling banyak dimiliki atau dikoleksi alm. Harry
Roesli?
Lahami : Gentle Giant, Zappa, terkadang ada album-album
anak kecil. Iya mas,
ada juga tuh.
Layala : Frank Zappa, Gino Vanelli,
yang saya tahu sih hanya ini
Ini menariknya, Harry Roesli memang mengandrungi
banget Gino Vanelli. Beberapa teman mengakuinya. Sampai-sampai Fariz RM yang pernah juga berguru,
dengan antara lain berdiam beberapa waktu di Supratman masa ia kuliah, mengaku
Harry Roesli menjelaskan banyak tentang Gino Vanelli yang asal Kanada itu.
Sampai Fariz juga jadi ikutan suka.
Dia suka falsettonya,emang betul itu. Sebelum
informasi dari Fariz itu, pernah ada kibordis dari DKSB yaitu Ario Wibisono menceritakan hal itu
duluan. Mas Harry dengerin terus dan saking sukanya, mas Harry itu jadi pengen
kalau ngambil falsetto (nada tinggi dengan suara palsu maksudnya) pakai cara
Gino Vanelli, lanjut Ario.
Menurut Aat Soeratin dan Didi Petet, Harry juga
keras. Ia seru, laki-laki, becanda dan keras dalam kritik, tapi juga punya sisi
melankolis. Antara lain, cerita Didi yang diiyakan Aat, pernah kok di mobil
rame-rame eh ada lagu mellow sedihnya si saha eta, Harry berhenti dan matanya
bisa basah”.
“Ga tau ada masalah apa. Tapi ya pernah begitu lho.
Itu di, lagunya Boz Scaggs. Ada juga lagunya Gino Vanelli yang suka didengerin
Harry dengan meresapinya gimana ya. Kelihatanlah dia lagi sedih...,” tambah
Aat. Dia manusia biasa juga kan, timpal Didi lagi.
Apa sih sebenarnya arti seorang bernama Harry Roesli, buat Hami dan
Yala?
Lahami : Pahlawan. Karena selama hidupnya,
beliau memberikan banyak pengaruh positif kepadalingkungan sekitarnya. Dan
beliau tak pernah mengakui hal tersebut. Itulah pahlawan sebenarnya.
Layala : Dia adalah seorang Bapak
yang mengajarkan bahwa kekayaan itu bukan harta, terbukti ketika beliau
meninggal dia mewariskan ratusan anak jalanan kepada kita yang kalau dihitung
warisan ini nilainya sangat tidak terhingga. Harta yang sungguh bernilai.
Apa yang paling diinget dari seorang ayah bernama Harry
Roesli ini?
Lahami : Pas ngajar nyetir mobil, galak banget mas. Saya sampai stress. Tapi di sanalah saya punya momen bisa berdua bersama beliau. Yang mana beliau banyak
bercerita tentang kehidupan
Layala : Kalau lagi bikin pagelaran
jangan pernah dekat-dekat sama beliau karena akan uring-uringan dan kalau sudah
begitu marahnya sangat menyeramkan lho! Hehehehe... siapapun juga bisa kena semprot.
Sebelum ayahanda wafat, ada pesan-pesan terakhir
khusus yang mungkin disampaikan kepada masing-masing anaknya? Yang paling
diinget sama masing-masing Hami dan Yala...
Lahami : Tidak ada pesan khusus untuk saya. Namun keinginan terakhirnya selain Jangan
Matikan Lampu Kerjanya adalah beliau
meminta saya utk ikut mengawalnya. Saya
memahami hal tersebut, belakangan
bahwa itu adalah sebagai tugas saya untuk mengawal spirit beliau.
Layala : Messagenya sangat meaningfull yakni jangan matikan lampu
di meja kerja saya, yang artinya segala perjuangan beliau tidak boleh selesai. Itu saya tanamkan dalam diri, demikian pula yang
dilakukan Hami.
Soal musik, ada ga arahan atau petunjuk bapak
sebagai seorang “tokoh musik” kepada masing-masing anaknya?
Lahami : Justru itulah bedanya
beliau. Tidak ada pengarahan satu pun. Hal itu karena beliau membebaskan kami anak-anaknyanya ini untuk berkarya sesuai hati
masing-masing.
Layala : Sejujurnya tidak, selama
saya bermusik beliau hanya mengarahkan 1 kali. Dan itupun bukan teknis
melainkan lebih kepada attitude. Kalau musik yang saya tangkap mungkin karena
beliau berfikir bahwa Layala Roesli tidak harus menjadi Harry Roesli.
Bagaimana cara seorang bapak, Harry Roesli,
mengenalkan musik kepada masing-masing anaknya? Pernah ingat, misal Hami
diajarkan apa dulu lalu Yala diajarkan apa, saat pertama kali?
Lahami : Kalau musik khusus tidak
ada. Namun saya sering masuk kamarnya untuk melihat-lihat CD dan kaset. Lalu ada beberapa yang saya suka dan coba ulik. Saya ingat mas, waktu itu minta diajarin bass lagunya Red Hot Chilli Peppers. Dan tau ga, bapak waktu itu mengajarkannya jam 11 malem di teras pake bass dan amply. Coba
bayangkanlah bagaimana stressnya tetangga kami hahahaha. Bapak cuek gitu, saya mah ikut aja....
Layala : Saya pertama kali bisa main
musik justru sendiri tapi kalau kaset atau CD yang pertama kali diperdengarkan saya oleh Bapak adalah Sepultura dan
Madball. Karena itulah saya mulai bermain musik Punk, Hardcore, dan lain-lain sejenis itu. Ga jelas, kenapa bapak
ngenalin itu ke saya...
Kembali masalah Gino Vanelli. Nah baik Hami dan
Yala sampai ga akan bisa lupa, bahwa kalau ke Jakarta, sepanjang perjalanan
pergi dan pulang, pasti album Gino Vanelli yang sering sekali diputar di dalam
mobil. Yang mau tak mau mereka dengarkan dan sampai...hafal.
Terutama lagu, ‘Brother to Brother’-nya Gino
Vanelli. Catatan saja, lagu tersebut menjadi salah satu hits dari album
berjudul sama, yang diedarkan 1978. Lagu tersebut relatif panjang, berdurasi
lebih dari 7 menit. Dan sukses memang menjadi hits, terutama di Kanada dan
Amerika, bersama hits lain, ‘I Just Wanna Stop’ yang lebih poppish.
Buat Hami dan Yala, mereka memilih lagu itu kalau
ditanya lagu apa kira-kira yang disukai sama bapaknya. Sering diputar, kalau
tidak dibilang selalu malah, yang senantiasa bapak mendengarnya dengan baik.
Bagi kedua anaknya, apakah masing-masing punya lagu
yang paling disukai, yang tentunya karya almarhum ayahanda? Kenapa ?
Lahami : Favorit saya adalah ‘Jangan Menangis Indonesia’. Karena lagunya punya makna dalam tentang kecintaan beliau kepada negeri ini. Lagnua terkesan sedih ya di depan, tapi perhatikan
belakangnya, penuh semangat untuk mengajak menjaga tanah air, menjaga negara
kita
Layala : Waduh banyak banget Mas.
Tapi yang paling saya suka sih lagu ‘Orang Rapih’. Karena lagu ini menceritakan tentang kemunafikan orang
dengan segala pencitraan.
Apakah secara khusus, bapak pernah membagi atau share pandangannya mengenai bangsa dan
negara kita kepada masing-masing anaknya?
Lahami : Pernah. Tapi beliau biasanya tidak melalui
arahan atau nasihat. Tapi
Melalui sikap dan tindakan.
Sebuah cara yang menurut saya efektif. Janganlah kita hanya berkomentar tentang kondisi bangsa namun tidak melakukan apapun untuk mengubahnya
Layala : Dia selalu memperlihatkan bahwa seharusnya
bangsa ini tidak seperti ini. Dan saya selalu ingat dia pernah bilang, “Yang
kita harus lawan itu kemiskinan bukan orang miskin.”
Menurut kalian masing-masing, sebagai anaknya,
bagaimanakah karya-karya bapak. Ditinjau dari sisi lirik lagu, misalnya? Apakah
bapak, menurut kalian tau yang mungkin pernah bapak sampaikan langsung,
melewati proses fase-fase tertentu pada sisi lirik itu? Contohnya, periode
bapak mengkritik prsiden, bapak melontarkan keluh kesahnya terhadap bangsa,
bapak gembira dan sebagainya....
Lahami : Karya-karyanya hanyalah sebuah ekspresi
dari hati. Muncul tanpa paksaan, muncul tanpa pesanan,muncul tanpa research
market. Murni keluar ketika beliau ingin berpendapat dan mengeluarkan unek-unek
pikiran dan perasaan
Layala : Kalau dialog langsung sih
jarang Mas. Tapi saya bisa melihatnya ketika proses latihan di rumah. Dari situ
saya bisa tahu kegelisahan apa yang ingin beliau sampaikan.
Menurut kalian berdua, mendengar dan mengikuti dari
karya-karya lagu bapak misalnya, bagaimana bapak memandang ketuhanan?
Lahami : Dengan sifat humanisnya justru Bapa
mengajarkan saya menjadi kenal dengan nilai-nilai kehidupan. Melalui aksinya,
beliau mengajarkan agama kepada saya. Agama itu bukan hanya untuk Tuhan, tapi juga utk sesama manusia
Layala : Sangat Spiritual. Beliau
adalah orang yang sangat dekat dengan Tuhan. Buktinya lagu Manusia Baru yang
dia ciptakan. Lagu ini sempat ditawar hampir 1 milyar oleh seorang produser,
tapi beliau tolak. Bahkan menurutnya lagu ini harus dibagikan secara gratis.
Karena menurut beliau uang 1 milyar untuk membayar hubungan saya sama Tuhan itu
adalah uang yang sangat kecil.
Apa sih pesan terakhir bapak yang pernah kalian
mungkin dengar atau ketahui, kepada ibu kalian?
Lahami : Beliau sempat meminta maaf
dan berharap utk bisa pulih dr sakitnya.
Layala : Yang saya
ingat waktu di rumah sakit dia bilang ke Ibu, ”Saya seperti Munir. Tapi saya
diracun sama diri saya sendiri.”
Seberapa sayang dan cintanya kalian sebagai
anak-anaknya, kepada bapak?
Lahami : Saya tidak bangga menjadi
anaknya Harry Roesli. Tapi saya sangat bangga sekali pisan. Karena kata bangga
saja tidak cukup.
Layala : Saya beruntung dilahirkan
menjadi anak dari seorang Harry Roesli. Tapi bukan karena beliau public figure. Melainkan karena beliau
mengajarkan kesederhanaan hidup, mengajarkan berbagi, dapat memanfaatkan ketenaran beliau untuk berbuat hal yang
positif.
Pandangan bapak mengenai anak-anak jalanan,
pengamen anak-anak, yang pernah bapak sampaikan kepada anak-anaknya sendiri?
Lahami : Mereka adalah anak manusia
yang tidak diberi kesempatan. Maka tugas kami untuk membantu mereka memberi kesempatan tsb.
Layala : Dia selalu bilang kalau
anak-anak jalanan ini adalah tanggung jawab bersama. Apa yang beliau lakukan
hanyalah menyebarkan awareness. Namun
sayangnya hingga beliau meninggal, awareness ini belum menyebar dan mempengaruhi
masyarakat.
Lahami
: Bapak bilang, bukan kita yang
mengubah mereka atau mendidik mereka, tapi merekalah yang mengubah dan mendidik
kita.
Layala
: Iya mas, jangan pernah berpikir
kita yang mendidik mereka. Itu yang bapak tegaskan kepada kami.
Menurut Kania Roesli istrinya, atau ibunda Hami dan
Yala, membuka pintu bagi anak-anak jalanan itu adalah kehidupan mereka
sehari-hari. Banyak yang datang dan pergi, ada yang kuat dan betah lalu mau berusaha
merubah diri. Banyak belajar misalnya, tapi ada juga yang ternyata tak ingin
berubah.
Misal, lanjutnya, ada juga kok yang senang
mengutil. Mengambil barang orang lain atau mencuri. Ada yang lalu kita ingatkan
terus menerus, terutama ya mas Harry yang tegas, akhirnya tidak lagi meneruskan
kebiasaan buruk itu. Tapi ada juga yang tidak. Termasuk yang suka mabuk, misal
dengan ngelem (menghirup lem,
biasanya ada lem keras merek tertentu). Ada yang lalu bertobat, tapi ada juga
yang susah untuk dibilangin.
Pada akhirnya, kami sih sekarang memang berpikir,
kami tak mungkin untuk mengajarkan mereka yang memang sukanya kelewat nakal.
Mabuk atau mencuri. “Saya rasa, kalau menangani yang begitu harus khusus, kami
tak punya kemampuan untuk itu. Ya kami lepas, tapi kalau dia lantas berubah
baik, ya tetap kami terima.”
Di lain kesempatan, menurut Ustad Erick Yusuf yang seringkai membantu
sisi musik pergelaran yang dibuat Harry Roesli dulu, terlihat betul bahwa
rejeki Harry Roesli itu ada saja. Ia bisa menerima siapapun yang ingin ke
rumahnya, menginap, dididik. Bisa menghidupi mereka. Jiwa sosial Harry Roesli
tinggi sekali. Ga tau ada duit dari mana, mungkin juga dia minta kepada
keluarga lainnya, tapi sungguh itu untuk membantu orang-orang yang memerlukan.
Termasuk menghidupi para anak-anak jalanan.
Kania lalu juga mengatakan, itu adalah bagian
hidupnya, bagian dari keluarganya selama ini. Anak-anak jalanan itu adalah
hidup mereka juga, sejak adanya Harry Roesli. “Tak mengganggu kok. Sayapun
tetap bisa memiliki aktifitas kan, di rumah maupun di luar.” Kania mempunyai kelompok tari kontemporer,
salsa dan lainnya termasuk line dance. Mereka berlatih rutin di rumahnya juga,
Supratman 59.
Mengapa, menurut kalian, “spirit” dari ayahanda sebaiknya tetap dipelihara dan dijaga pada
masa sekarang?
Lahami : Karena punya nilai positif
yang tinggi. Spirit beliau mempunyai kecerdasan emosional yg luar biasa. Dengan penyebaran kecerdasan tersebut, saya harap anak sekarang lebih mempunyai “rasa”
terhadap sesamanya
Layala : Nasionalime, Humanisme, dan
spirit bermusik “Kumaha Aing”(Gimana Gua)
Setelah 10 tahun kepergian bapak, apa yang dirasa
hilang. Yang paling dirasa hilang dan kalian rindukan terhadap sosok pribadi
figur Harry Roesli sebagai ayahanda?
Lahami : Tidak ada yg sering ngajak
makan di luar. Tidak ada yg jahil dari pagi ampe malem. Tidak ada yang marah-marah ketika kehabisan rokok. Tidak ada lagi yang nganterin sekolah kalau supir berhalangan.
Tidak ada yg nelponin kalo jam 12 malem belum pulang....
Layala : Terasa sekali tidak ada figure. Dulu mudah sekali Bapak bisa
membebaskan anak-anak jalanan dari razia. Tinggal telfon Kapolrestabes atau
Walikota. Sekarang saya harus berurusan dahulu dengan birokrasi yang berbelit. Dan pasti makan waktu ga sebentar. Kalau dulu,
bapak sendiri yang datang menjemput, kayaknya sebentar saja sudah bisa membawa
anak-anak pulang.
Pernahkah atau seberapa sering, semasa hidupnya,
bapak mengajak kedua anaknya bersama-sama bermain musik bersama, latihan di
rumah dan show di pentas? Pernah show bareng, dimana dan kapan?
Lahami : Pernah. Yang saya inget adalah karena beliau itu ngajaknya
selalu spontan ya. Rata-rata bermain musik mengiring teater. Manggung di acara festival
perkusi internasional juga berkesan. Karena itu event
internasional pertama yang saya ikutin. Dan saya
waktu itu masih berumur 12 thn hehehehe...masih
kecil mas.
Layala : Yang saya ingat kita selalu
diajak kalau mengiringi pementasan teater Putu Wijaya, lalu pernah diajak juga
tampil di International Percussion Festival. Berdua Hami tuh...
Kembali kepada Kania, istri tercinta. Yang tak akan
lupa dengan sosok sang suami. Yang mewarisi begitu banyak lagu karya, musik dan
pelbagai bentuk seni lainnya. Termasuk koleksi macam-macam. Antara lain sampai
tas dan sepatu. Semua memang berwarna hitam.
Mas Harry itu, kenang Kania, juga modis dan pesolek
lho. Begitu-begitu ya, kayaknya ga pedulian sama penampilan, oooh salah! Mas
Harry punya banyak sekali tas dari yang kecil sekali sampai yang berukuran
relatif besar. Waktu dikumpulin, mas
Harry masih ada, Kania pernah kaget karena kamarnya bisa penuh dengan tas-tas
itu. Belum lagi sepatu.
Sepatu mas Harry banyak banget. Yah ketika mas
Harry meninggal, sebagian besar tas dan sepatu ya kami bagi-bagikan kepada
kerabat dan keluarga ya. Tapi ada koleksi mas Harry lain, alat-alat musik
misal, kami simpan dan rawat baik-baik.
Menurut Kania lagi, mas Harry kalau sudah suka ada
satu t-shirt atau baju hitam motif tertentu, bisa dia beli 4 sampai 5 bahkan
lebih. Dengan model dan bentuk yang sama. “Kayaknya sih mas Harry ga
ganti-ganti atau bajunya sekilas hanya itu saja, padahal ga begitu. Memang
semua hitam-hitam.”
Yang konyol keisengan mas Harry, hal itu juga
diiyakan Hami dan Yala, mas Harry sering menggoda orang rumah untuk ambilkan
baju hitam model anu. Iseng saja, dia tahu pasti orang itu akan bingung cari
dimana dan yang mana lagi, kan nyaris semuanya sama?
Harry penggila makanan enak. Itu yang juga selalu
diingat banyak sahabat dan, palagi keluarga terdekat. Ia “memperkenalkan” apa
yang disebutnya, “Tour de Dahar”
(Mengambil dari lomba balap sepeda termahsyur dunia, Tour de France). Alias,
mengunjungi warung-warung hingga restoran yang terkenal. Bahkan dalam sehari,
ia bisa mengajak Tour de Gahar mampir di 5 sampai 6 warung atau resto. Bahkan
lebih mas! Begitu kata Yala, “Makanya begini deh jadinya badan saya...” Ia
tertawa lebar.
Satu hal tersulit untuk mengatur mas Harry adalah
soal makanan, ungkap Kania. Walau ia sebenarnya harus berhati-hari karena
mengidap diabetes, artinya mengatur betul pola makan termasuk banyaknya. Tapi
ia seringkali “mangkir”. Mas Harry bandel banget soal makanan, tambah Kania
yang diiyakan kedua anaknya.
Pengalaman penulis, yang paling ingat adalah, saat
bekerjasama dalam acara di Bunderan Hotel Indonesia di tahun 2004. Acara besar
dalam rangka perayaan HUT Kota Jakarta ke 477 waktu itu. Dengan acara puncak,
permainan bareng “orkestrasi” perkusi dengan 477 pemain perkusi. Harry Roesli
menjadi pemimpin dan dirigen orkestra perkusi yang terbesar, dan masuk MURI
tersebut.
Waktu itu, Harry Roesli dibantu beberapa musisi
kenamaan lain, antara lain ada alm.Inisisri, juga Gilang Ramadhan dan beberapa
lainnya. Penulis kerja rangkap waktu itu, antara lain sebenarnya adalah Talent Coordinator, lalu juga menangani
panggung sebagai salah satu Stage
Manager.
Tapi Harry Roesli juga meminta saya saja sebagai Liasion Officer nya. Sayapun tak kuasa
menolak. Nah saat itu, penulis melihat memang Harry Roesli tetap saja makan
banyak, dimana-mana. He he he. Dan kenyataannya, ketika acara berlangsung,
sesungguhnya gula darahnya sedang ekstra tinggi, tapi ia nampak sehat-sehat
saja. Tetap aktif dan bersemangat!
Jadi, ia sempat memeriksakan dirinya secara
diam-diam setelah acara, ternyata kadar gula dalam darahnya membuat dokter
geleng-geleng kepala! Ia bercerita sambil terkekeh-kekeh saja dengan tenangnya.
Katanya, ia cuma pusing-pusing sedikit saja waktu acara itu. Itu momen terakhir
penulis dengan almarhum. 5 bulan setelah acara tersebut, Harry Roesli
berpulang....
Begitulah cerita Harry Roesli. Sosok seorang
seniman besar Bandung. Musisi “hitam-hitam” yang dikenal bengal, ceplas-ceplos,
usil, iseng, rajin mengkritik dan disebut juga mbeling. Tapi sekaligus juga, menjadi sahabat bagi begitu banyak
orang, dari berbagai kalangan. Yang sungguh tak akan pernah melupakan
kehadirannya, apalagi karya-karya yang dihasilkannya sepanjang hidupnya hingga
usianya mencapai 53 tahun...
Apa kabar, mas Harry di sana? Musikmu tak pernah
berhenti dibunyikan dan memang lampu kerja di meja mas Harry tak pernah
berhenti menyala....
*dM
Yala, Ibu Kania Roesli, dan Hami |
Layala, Ladion, dan Lahami :) |
No comments:
Post a Comment