Tampilan
rambut lebat panjang dan gimbal. Langsung mengingatkan pada sosok khas, Bob
Marley. Atau...Peter Tosh? Figur reggae abis, tapi musiknya tak melulu reggae.
Bahkan di album terbarunya, ia bisa dibilang seperti memainkan bermacam-macam
musik.
Sebagian
besar nuansanya folk dan bluesy. Ada selipan nuansa jazzy dan
rock segala. Ia juga lebih mengedepankan unsur-unsur musik yang rootsy. Mungkin ada sedikit suasana
reggae hadir, tapi sangat minimal.
Asaprokok
mengepul. Asbak yang sudah menampung beberapa puntung rokok. Beberapa cangkir
kopi dan teh, berserakan di meja. Dan itulah yang menemaninya sore itu. Ia pun
bercerita....
On The Move
adalah albumnya yang terbaru, “Kali ini beda dengan angle yang ada pada Ray
D’Sky. Gw pilih bermain tidak terlalu folk dan akustik. Tapi electric dan
lebih rock, walau ga menyengat kuping...” Bisa langsung terasa di single, ‘On
My Way’ yang diedarin September kemarin. Ia nambahin, albumnya sendiri resmi
dirilis akhir Oktober kemarin ini.
Plastik,
adalah grup band fenomenal yang sempat meramaikan dan bahkan mengguncang musik
Indonesia, pada era 1990-an. “Itu edisi perjalanan karir musik gw paling awal.
Dengan Plastik, gw muncul menjadi ya musisi, penyanyi dan penulis lagu. Itulah
awal perkenalan gw dengan dunia musik.”
Episode
kesuksesan Plastik berakhir, relatif singkat. Ia lantas ikut membentuk dan
memotori kelompok Steven and the Coconut
Trees. Kelompok reggae yang menyambut para penggemar musik
dengan...’Welcome to My Paradise’. Mungkin grup yang lumayan sukses ini juga,
ikut memberi saham gede akan image-nya
sebagai musisi cum penyanyi reggae.
“Karena gimbal gw ini ya?”
Setelah
itu, ia menghasilkan album Ray D’Sky.
Musiknya folk dan bertema dasar, pada muatan lirik, lingkungan hidup. “Ada yang
nyebut Ray D’Sky musiknya adalah green
folk.Sementara gw ya hanya pengen memainkan musik yang lebih down to earth, menyuarakan tema
kehidupan alam dan masyarakat sekitar gw...”
Ray
D’Sky masih jalan terus, “Ya jalan aja, bukan proyek musik sekilas kok. Tapi
kemudian Ipang Lazuardi, Didit Saad negajak gw kumpul-kumpul lagi, becandaan,
ngobrol kesana kemari. Mau reuni Plastik? Bukan kesitu arahnya sebenarnya...”
Muncullah
Big Deal, sebagai debut album, Daddy and the Hot Tea. Plastik masa
kini? “Bentuk enerji yang keluar, mungkin aja sih landasannya emang suasana
Plastik. Tapi hasil akhirnya beda sebenarnya. Walaupun, akhirnya banyak
penggemar fanatik Plastik yang menyambut baik album ini.”
Para
“bapak-bapak penyuka teh panas” merilis album di tahun silam. Dan lantas, On
The Move menyusullah. “Semua lagu karya gw sendiri, musiknya juga gw. Dibantu
teman-teman sih, salah satunya Didit Saad. Ide lirik, sebagian besar gw dapat
di Australia.”
“Gw
memang harusnya tinggal di sebelah barat Australia. Tapi saat ini, gw harus
kembali ke tanah air, urus sampai tuntas album solo perdana gw ini. Seluruh
lirik memang bahasa Inggris. Salah satunya ya dengan alasan, karena album ini
gw pengen bisa menginternasional, terutama bisa dijual di Australia.”
Beberapa
waktu ia terpaksa berjauhan lagi dengan anak dan istrinya. “Gw akan jalani
proses rilis album ini, promosiin sendiri juga. Label rekaman ini, milik gw
sendiri. Gw mencoba dengan nekad sih, hehehehe. Dan album ini gw pengen terjual
merata di seluruh Nusantara dan juga internasional. Gw pengen bisa tampil
berkeliling berbagai negara, dengan musik gw ini...”
Aray Daulay, si
musisi dan penyanyi gimbal yang friendly
ini, lalu menyeruput kopi dari cangkirnya disambung menghisap rokoknya. Ia
buru-buru bilang, “Gw dibantu sepenuhnya oleh Le Specs dan Foodism. Keduanya
memberi support penuh gw untuk menyelesaikan album ini. Dukungan mereka total
dan sangat berarti.”
Maka
jangan heran, Aray menghisap rokoknya lagi, kalau launching album On th Move ini mengambil tempat di Foodism ini.
Kebetulan, sambungnya, Foodism di Kemang ini juga baru dibuka, soft-launchingnya Sabtu kemarin ini.
“Tempatnya asyik, Konsep hiburan musiknya unik. Pas dengan gw dan musik gw.
Atmosfir Foodism itu cocok banget dengan musik gw.”
ARAY DAULAY – On the Move showcase di Foodism-Kemang, Senin 10
November. Kepengen jadi rangkaian tur show Aray Daulay, untuk promosi album
ini. Ia bakal ditemani Didit Saad
(gitar), Morris Orah (drums) dan Rival Pallo Himran (bass). Para musisi
yang memang mendukungnya saat pengerjaan rekaman albumnya ini.
Rencana
tur show tersebut, sudah dimulai sejak 4 November kemarin di Bandung. Aray
menyebutnya showcase pemanasan. Ia menyertakan Ariyo Wahab kemarin. Di Jakarta, pada launching resmi malam ini,
Aray Daulay akan mengajak serta Ipang
Lazuardi dan Steven. Dan seperti
juga di Bandung, acara showcasenya akan dibuka penampilan Ocean-49.
Berikutnya,
ia akan menyinggahi beberapa kota lain. Termasuk beberapa showcase di Bali dan
Lombok, sampai Gili Trawangan. Paling ga ya, sampai Desember besok tur show
mini ini bisa diselesaikan, jelas Aray. Gw kemudian akan lanjutkan di Australia
nantinya.
Ia
menjelaskan setelah menghisap hisapan terakhir rokoknya. Kemudian ia
menghabiskan pula kopinya. Eh udahan dulu ah, keenakan ngobrol gini...kapan
kita ke Foodism nya? Temen-temen wartawan kan udah nungguin....
*/dM
No comments:
Post a Comment