Mhyajo a.k.a Mia Johannes. Foto : Indrawan Ibonk |
Adalah dara bernama, Mira. Dengan ambisi menggelora, yang
seakan semakin tak terhentikan. Sekalipun ia telah menjadi penari Jazz Kontemporer yang cukup ternama,
Mira selalu haus untuk menjadi ‘pusat perhatian’ dimanapun ia berada. Ia harus
lebih dan lebih.....
Intrik ‘menghalalkan
segala cara’ ini selalu mendapat dukungan dari Ibu, dan Bob bisnis manajer serta dua orang sahabat nya Wina, penata rias. Dan Gita,
penata kostum pertunjukan. Mira pun semakin tenggelam dalam ambisinya....
Tahun ini, selain ingin merebut perhatian Andre
- sang promotor ternama dan pemilik gedung teater “Tujuh Musim”. Mira ternyata juga
berhasil memanipulasi Puti, yang
mempunyai hubungan kakak beradik tidak sedarah dengannya. Puti seorang botanis
yang berhati lembut dan sedang mempersiapkan produk kosmetika berbahan dasar
herbal, pada akhirnya menerima bantuan Mira.
akankah Mira mendapat kesuksesan dan semua perhatian dunia yang di impikan ?
apakah justru misi
terselubung ini menjadi bumerang atas sifat tamak yang dimiliki selama ini ?
apakah Puti yang selalu menjadi bulan-bulanan akhirnya bertidak tegas dan melakukan pembalasan ?
Kira-kira begitulah gambaran synopsis dari pementasan musikal nan fresh, unik dan relatif berbeda ini. Sebuah pergelaran pop musikal yang terinspirasi oleh dongeng legendaris “Bawang Merah dan Bawah Putih” dalam imajinasi fiksi ilmiah bertempat di satu alam semesta yang berbeda, ditulis dan disutradarai oleh Mhyajo (Mia Johannes).
Sebuah reinterpretasi,
dengan suasana “jauh berbeda”, kekinian, suasana pop berbau-bau jazz(y), dengan
latar belakang dunia pertunjukkan. Format sajiannya, pop musikal. Pentasnya
nanti menyajikan berbagai konflik, gelora cinta, ambisius dan...kematian!
Tawarannya memang
menjadi macam romansa gelap, misterius, sekaligus mengejutkan! Di balik
gemerlapnya sebuah pentas pertunjukkan. Dibungkus tata tarian, gerak oleh
koreograer muda nan manis lagi enerjik, Ufa
Sofura. Serta musik yang menyajikan komposisi musisi muda Ramondo Gascaro.
Untuk sisi sajian
musik, yang akan dihidangkan secara live
nantinya, Mondo akan mengundang dukungan orkestra. Dimana sisi orkestra
tersebut, dibantu oleh Indra Perkasa.
Mhyajo. Foto : Indrawan Ibonk |
Pertunjukkan musikal
yang diwarnai suasana pop, dengan bungkusan musik bertema lebih dekat pada jazz-fantasy, akan memakan waktu selama 1 jam 30 menit. Menampilkan
pula penataan dekorasi panggung dan penataan cahaya, yang digarap detil dengan
kesan modern. Dengan penata cahaya adalah Iwan
Hutapea., ditingkahi tata visual Alexander
Triyono.
Untuk urusan kostum, didukung oleh Kleting Titis Wiganti, (KLE). Dan untuk sebagian besar asesoris yang digunakan, dibantu oleh Andi Yulianty (dengan House of Jealouxy).
Untuk urusan kostum, didukung oleh Kleting Titis Wiganti, (KLE). Dan untuk sebagian besar asesoris yang digunakan, dibantu oleh Andi Yulianty (dengan House of Jealouxy).
Dalam pementasan ini,
indera penglihatan penonton akan digelitik oleh permainan cychlorama, dimana akan menyajikan keindahan cahaya di atas
panggung bak lukisan, tetapi dengan para pemeran, sebagai objek tata cahaya,
tetap bergerak leluasa.
Untuk mengemas suara,
ada peran sound engineer muda
berbakat, Nabil Husein. Sementara Risdo Sinaga, nanti akan mendukung
sebagai direktur tehnis untuk tata artistik.
Mhyajo dan Mondo Gascaro. Foto Muhamad Ihsan |
Ufa Sofura. Foto Muhamad Ihsan |
Well, ini adalah
debut dari sutradara muda rupawan, Mhyajo.
Sutradara bernama lengkap, Mia Johannes ini, Oktober silam menggarap dengan
sukses, Colors of Indonesia. Yang
ditonton penonton yang datang dari 189 negara, peserta konerensi internasional
IMF-WB di Bali tempo hari itu.
Ide cerita lantas
dituangkan dalam naskah libretto,
oleh Mhyajo sendiri. Ide dan lantas diikuti penulisan script, dilakukan Mhya selepas ia kelar menuntaskan studi seni
pertunjukkannya di Lincoln Centre,
New York, di tahun silam.
Catatan saja, Mhya
terpilih mengikuti workshop khusus
untuk seni pertunjukkan tersebut, menjadi satu-satunya sutradara Indonesia yang
terpilih. Ia menjadi satu dari 66 peserta yang datang dari 56 negara.
Jadi proses datang
dan mengalirnya ide, bergulir begitu saja. Mhya menyebut, mulai dari Brooklyn,
saat di sela-sela ia menjalani workshop itu. Menyambung ke Solo. Lalu Gianyar,
di Bali. “Proses ide mengenai scenic-set yang nanti dipakai, jadinya dari
Brooklyn hingga Solo dan Gianyar.”
Sementara proses
akhir, setelah penguraian sosok tokoh, dan detil naskah dialog. Termasuk
berikutnya, penulisan lirik dikerjakannya di Georgetown, Penang, urai Mhya
lagi.
Kesungguhan seorang
perempuan enerjik ini, rasanya total. Dengan semangatnya ia menuntaskan segala
sesuatunya, dan memastikan pementasannya, walau harus independen.
Dalam arti, Mhya
sadari bahwa targetnya memang mampu mementaskan. Secara independen, bergerak
mandiripun dilakoninya dengan sadar, dengan perhitungan cermat. Memang pada
akhirnya, Mhya berhadapan dengan kenyataan, susahnya memperoleh dukungan
sponsor!
Bahkan juga tak mudah
buatnya untuk meraih atensi, termasuk dari media massa. Meyakinkan bahwa karya
perdananya ini, layaklah untuk memperoleh support. Dukungan, untuk
menyebarluaskan, sehingga kelak bisa memancing publik untuk datang menonton.
Itulah tantangan
paling sedap. Walau sedap-sedap, rada asin, tapi crispy-nya membuat semangatnya justru makin meletup. Ia maklum, ini
karya perdananya. Dan resikonya, jelaslah ia belum dihitung sebagai apa ya,
pelaku mainstream industri seni pertujukkan tanah air.
Semangat tak surut,
ia justru tergerak untuk mewujudkan idenya. Membuktikan bahwa ia punya
kemampuan? Bisa ya, bisa tidak. Tapi rasanya lebih ke soal, apakah idenya akan
memperkaya khasanah seni pertunjukkan di Indonesia?
The Main-Casts BUNGA Untuk Mira |
Apakah memang seorang
Mhyajo, kelak akan punya peran, dan punya arti di khasanah seni pertunjukkan di
Indonesia? Waktu akan membuktikannya. Tetapi yang perlu dicermati sebenarnya,
bagaimana kalau kita sama-sama ikut menjadi saksi, pembuktian Mhya. Lewat karya
perdananya, Bunga untuk Mira itu.
Dalam pop musikalnya
itu, Mhya mengundang sejumlah aktris dan aktormuda berbakat. Dea Panendra misalnya. Kemarin ia
barusan mendapat penghargaan Piala Citra, kategori Pemeran Pendukung Wanita
Terbaik. Lewat peran apiknya di film, Marlina
Si Pembunuh dalam Empat Babak, yang mana filmnya itu sendiri menjadi film
terbaik.
Dea juga ikut
berperan dalam beberapa musikal lain sebelumnya, seperti Laskar Pelangi dan
Timun Mas lalu Bunga Terakhir Kasih tak Sampai. Ia juga tercatat sebagai
alumnus Indonesian Idol 2010.
Daniel Adnan, sebelum ini ia
berpengalaman bermain di dunia teater. Ia tercatat mendukung pementasan Aladin,
Verdo, Atas Nama Kota dan Khatulistiwa. Pria muda berdarah Jawa-Ceko, bertinggi
badan 190 ini, ikut berperan pula dalam film layar lebar, Buffalo Boys. Dan kelak akan tampil di film layar lebar lainnya, Gundala Putra Petir, yang baru
menyelesaikan produksinya.
Lalu ada Shae. Ia sebelumnya dikenal sebagai
penyanyi, dengan singlenya, Sayang, yang dirilis di Malaysia dan sukses juga di
Indonesia. Ia berpengalaman pula berakting, pada film, Basahhh (2008) dan 3600
Detik (2014).
Penampilannya sebagai penyanyi, telah lumayan menciptakan sebuah sensasi. Itu lantaran bakatnya semata juga. Dan ternyata ia juga bertalenta sebagai seorang aktris.
Ada juga nama Johan
Yanuar, yang mengawali karirnya sebagai model. Ia adalah juara ketiga dalam
kontes L-Men Indonesia di tahun 2010. Lalu masuk Top 15 dan meraih gelar The
Best National Costumre, pada ajang Manhunt International pada tahun 2011 di
Korea Selatan.
Johan Yanuar juga
tercatat sebagai musisi, ia bassis di kelompok musiknya, d Journey. Dimana
grupnya telah menghasilkan sebuah mini album, pada beberapa tahun lalu.
Maya Christina Hasan, harpist cantik itu
juga akan ikut berperan nanti. Maya pernah ikut mendukung ilm Koper, karya
Richard Oh, di tahun 2006. Selain itu, ikut dalam pentas musikal seperti, Gallery of Kisses (2002) dengan
Eksotika Karmawhibangga Indonesia. Lalu dalam 1001 Nights dengan sutradara Robert
Draffin dari Australia.
Selain itu, Maya juga
ikut pementasan Rumah Boneka, di
tahun 2011, yang disutradarai oleh Slamet Rahardjo. Ia juga bahkan menulis
naskah dan menyutradari pentas teater Love
Versus Fear, Obing dan Panggung dari Perempuan.
Casts lain, ada para penari profesional
selain bintang-bintang muda berbakat di dunia seni pertunjukkan. Baik untuk
musik maupun teater dan tari. Seperti Diani
atau nama lengkapnya, Mahardiani Indah
Kusuma Wardani. Atau juga Ayu
Gurnitha. Selain Wandy Adrianus.
Mhya, bersama dengan
Ufa Sofura dan Mondo Gascaro telah beberapa bulan menyiapkan Bunga untuk Mira.
Adapun naskah dan dialog, menurut Mhya, telah dilakukan 3 kali revisi. Dan proses audisi, untuk talent scouting dilakukan dalam tiga
kali, sejak sekitar awal tahun ini.
Pementasan Bunga Untuk Mira, akan mengambil
tempat di Teater Jakarta (teater besar), Taman Ismail Marzuki, pada 22 dan 23
Desember 2018. Untuk pemesanan tiket silahkan menghubungi kiostix.com dan indotix.com.
Akhirul kata, pesan
paling bijaksana adalah, bergegaslah untuk mendapatkan tiketnya. Jangan sampai
kehabisan. Sesal kemudian, tiadalah artinya. Mari menikmati dan merasakan
pementasan musikal yang unik dan berbeda ini.
Sampai ketemu di sana
ya, teman-teman sekalian..../*
Saat Press-Gathering BUNGA Untuk MIRA saya sebagai Moderator. Foto : Indrawan Ibonk |