Friday, January 4, 2019

Bunga-Bunga Unik, Menarik dan Misteriusnya Mhyajo








BUNGA untuk MIRA akhirnya berhasil dipentaskan pada 22 dan 23 Desember di Teater Jakarta-TIM. Menjadi sebuah tontonan segar, terkesan juga relatif “baru”, yang pas menutup rangkaian pertunjukkan sepanjang 2018.
Walau sejatinya, digelar pada tanggal nyaris di penghujung banget tahun 2018 tak disengaja. Pilihan tanggal, memang diambillah, hanya lantaran tersisa tanggal segitu aja yang kosong di gedung megah itu! Yaaaa salaaaam....

Adalah dara bernama, Mira. Dengan ambisi menggelora, yang seakan semakin tak terhentikan. Sekalipun ia telah menjadi penari Jazz Kontemporer yang cukup ternama, Mira selalu haus untuk menjadi ‘pusat perhatian’ dimanapun ia berada. Ia harus lebih dan lebih.....
Intrik ‘menghalalkan segala cara’ ini selalu mendapat dukungan dari Ibu, dan Bob bisnis manajer serta dua orang sahabat nya Wina, penata rias dan Gita, penata kostum pertunjukan. Mira pun semakin tenggelam dalam ambisinya....
Tahun ini, selain ingin merebut perhatian Andre - sang promotor ternama dan pemilik gedung teater “Tujuh Musim”. Mira ternyata juga berhasil memanipulasi Puti, yang mempunyai hubungan kakak beradik tidak sedarah dengannya. 
Puti sendiri adalah seorang botanis yang berhati lembut dan sedang mempersiapkan produk kosmetika berbahan dasar herbal, akhirnya menerima bantuan Mira.

Akankah Mira mendapat kesuksesan dan semua perhatian dunia yang di impikan ?  
Apakah justru misi terselubung ini menjadi bumerang atas sifat tamak yang dimiliki selama ini ? 
Apakah Puti yang selalu menjadi bulan-bulanan akhirnya bertidak tegas dan melakukan pembalasan ?












Itulah synopsis singkat dari pagelaran pop musikal yang terinspirasi dongeng legendaris “Bawang Merah dan Bawah Putih” dalam imajinasi fiksi ilmiah bertempat di satu waktu tertentu, ditulis dan disutradarai oleh Mhyajo (Mia Johannes)
Sebagai bingkai cerita adalah hiruk pikuk dan gemerlapnya dunia pertunjukan. Pementasan musikal dibungkus  nuansa pop musikal, yang menyajikan konflik, cinta, ambisi dan ...kematian! Dan dbalut dalam kemasan kekinian pada unsur alunan musik komposisi Ramondo Gascaro dan tata gerak serta akting oleh koreografer, Ufa Sofura.
Dan ketika rampung menonton kemarin, tak bisa tidak eh ada “tercium” gaya khas sutradara Quentin Tarratino. Kan senor “Kill Bil” Tarrantino itu spesialis an aestheticization of violence gitu deh. Seru juga! Ternyata, Mhya memang juga pengagum senor Quentin Tarrantiono!

Awalnya naskah berjudul Bunga Untuk Mira ini bukan untuk pertunjukan Musikal, tapi untuk format baru bagi pertunjukan seni.  Namun dikarenakan melihat peluang dan masukan dari banyak pihak termasuk dari Eksekutif Produser, Mhya lalu setuju merubah naskah ini menjadi naskah musikal. 

Pertunjukkan musikal yang diwarnai suasana pop, dengan bungkusan musik bertema lebih dekat pada jazz-fantasy tersebut memakan waktu selama 1 jam 30 menit. Menampilkan pula penataan dekorasi panggung dan penataan cahaya, yang digarap detil dengan kesan modern.
Bertanggung jawab untuk penataan cahaya atas pementasan ini adalah, seorang lighting-designer yang telah berkelas internasional. Iwan Hutapea. Dan ada sosok Alexander Triyono, sebagai penata visual.









Konsep pencahayaan yang cermat, memang menyirami set panggung yang juga ditangani sendiri oleh Mhyajo, dengan dibantu Risdo Sinaga, sebagai direktur tehnis untuk sisi artistik.
Untuk sisi musik, ada keterlibatan Indra Perkasa di sisi orkestrasi, yang kemarin ditampilkan secara live trsebut. Lalu juga ada Nabil Husein, nama muda yang disebut sebagai salah satu yang terbaik saat ini di Indonesia, sebagai sound engineer.
Untuk keperluan kostum, didukung oleh Kleting Titis Wiganti (pembawa brand KLE) dan juga aksesoris yang dikenakan beberapa pemain adalah hasil karya Andi Yulianti (House of Jealouxy) yang so pastinya memperkuat karakter para pemeran dalam musikal ini.
Bunga untuk Mira, didukung para pemeran antara lain Shae (penyanyi dan aktris, populer lewat single-nya, 'Sayang', yang dirilis di Malaysia beberapa tahun lalu), Dea Panendra (peraih piala Citra 2018 kategori Pemeran Pembantu Terbaik, lewat film Marlina Sang Pembunuh dalam Empat Babak. Selain itu juga mendukung musikal lain seperti Laskar Pelangi dan Timun Mas), Daniel Adnan (ikut berperan dalam film Buffalo Boys, dan juga dalam film yang baru akan dirilis tahun 2019 nanti, Gundala Putra Petir).
Lalu juga Johan Yanuar (salah satu pemenang kompetisi L-Men of the Year 2010, kemudian kontes Manhunt International di Korea Selatan. Ia juga bassis dan kini menjadi host program olahraga televisi di sebuah stasiun televisi swasta), Maya Hasan (harpist, aktris dan juga belakangan dikenal sebagai expertist di musical healing atau music-theraphy).
Nama-nama lain adalah Wandy Adrianus, Ayu Gurnita, Diani Wardani, Astrid Soelaeman, Euridite Gumulya, Eva Prima, Geri Krisdianto, Josh Putra Pattiwael, Mario Avner Francis, Prita Putri Aunalal, Rangga Kusumaputra, Novita, Trigoras Iriyanto, Wahyu Setiawan.






Perpaduan bintang-bintang muda, dari beragam “dunia” terbilang lumayan berhasil. Catatan spesial untuk Shae yang berusaha total dalam pentas musikal pertamanya, and the result, welldone! Ataupun keberhasilan Maya Hasan, “menghimpun” semua “roh-roh” ibu tiri yang aduuuuhhh...
Ataupun Daniel Adnan, yang berjuang begitu rupa menaklukkan peran, dengan artikulasi “bahasa” yang “lucu”. Anak muda blasteran Ceko ini, punya tongkrongan superstar nih. Semoga ia memang punya talenta, untuk menjadi bintang bersinar cemerlang kelak! Good luck, bufalo boy!
Dan tentunya, Dea Panendra. Adegan penutupnya, ada “nuansa” Annabele nya! So weird, so mysterious. Dan Dea menaklukkannya dengan upaya maksimal. Terus terang, mengejutkan dan...mengagetkan juga sih. Alhasil, Dea memberi arti lebih pada pentas ini, secara keseluruhannya.
7evenNotes sebagai promotor penyelenggara didukung sepenuhnya oleh SET Production, Etcetera Lighting, Sumber Ria, Kleting KLE, Laxmi Tailor, House of Jealouxy, 5 House Production, Ben Q, Cosmopolitan FM, Bravaradio FM, Prambors FM, Delta FM, Bahana FM, DeMajors, RuRu (Ruang Rupa), Kita Kru, Peqho, SSA, Palalada, WE.EAT, BRWS Coffee, Sekolah Kami dan Hantu Komunitas.
Satu hal menarik, konsep Bunga untuk Mira ternyata telah dirancang, tak berhenti hanya pada sekali pergelaran itu saja. Berani dan...smart! Mhya bersama 7evenNotes berencana, Bunga untuk Mira akan berkelanjutan.





Akan ada “produk-produk kesenian” turunannya. Sebut saja begitu. Misalnya, album musiknya. Ini yang kemungkinan akan menjadi produk pertama. Digarap serius, dengan dasar utamanya adalah live recording, yang telah dilakukan selama pergelaran kemarin.
Lantas, Mhya mengangankan adanya pertunjukkan monolog. Eits, belum berhenti, ada rancangan rencana bikin pameran karya instalasi. Yang menurut Mhya, makanya keseluruhan set dari pergelaran kemarin, disimpan rapi. Dan termasuk semua iles dokumentasi, baik foto-foto dan video.
Semangat kreatif dari sutradara perempuan cantik, yang enerjik ini terkesan menjanjikan. Perlu disupport. Karena memang Mhya punya talenta untuk itu. Ditambah ia pernah terpilih untuk mengenyam pendidikan seni pertunjukkan dari lembaga ternama Lincoln Centre, New York. Sementara itu kan, sebelum bernai menggelar pop musikal itu, ia telah membuktikan kemampuannya lewat berbagai pertunjukkan skala besar, yang juga berkelas internasional.




Kalaupun lantas dipentaskan ulang, semacam rerun dari pop musikal itu, Mhya mengatakan tak tertutup kemungkinannya. Soalnya, lanjutnya, memang ada rencana itu. Tetapi tentu dengan adanya sedikit perubahan di sana-sini, yang tak akan merombak sajian pementasan keseluruhan.
Good point! Karena sejatinya sebuah langkah awal, kalau lantas dinilai sempurna, tentu saja terlalu pagi. Namun kalaupun kemarin ada kekurangan di sana-sini, itulah sebuah proses kreatf. Tidak ada kesempurnaan yang hakiki, sebelum memang tak lagi bisa...bernafas!
And overall, Welcome Mhyajo di dunia seni pertunjukkan, terkhususnya Musical! Don’t Stop, sista. Iya dong, sudah keburu melangkah kan, kudu diterusin dong. Setuju dong?
Sebagai catatan saja, rasa-rasanya belum ada pementasan musikal yang direncanakan lengkap, dengan “turunan”nya seperti itu. Sebagai ide kreatif, hal tersebut patut dipuji, dan tentu dong, ditunggu. 







Pada akhirnya, title Bunga untuk Mira lantas dibentuk lebih sebagai sebuah brand. Yang diharapkan ikut memberi kegairahan tambahan bagi dunia seni pertunjukkan tanah air. Memberikan alternatif tontonan hiburan lain.
Malah naga-naganya sih, bisa saja produk-produk ikutannya, akan berkembang luas, bahkan yang bisa jadi ya, belum terpikirkan pada hari-hari ini. Semestalah yang lantas menghembuskan angin-angin kreatif kepada Mhya dan timnya...  
Apalagi menyoal terkhususnya rerun, atawa pementasan kembali, well siapa tahu memang ditunggu-tunggu. Terutama oleh publik, yang kemarin itu ga sempat menontonnya. Salah satunya, keburu “kabur” berlibur misalnya.... /*