Sunday, February 25, 2018

Saya Mengenang Yockie Suryo Prayogo


Itulah mslhnya . kesehatan saya , masih banyak org yg msh mudah salah mengerti watak keras saya. Bikin sy stress nggak abis2.
(JSOP, Whats App. 16 Mei 2017. 8.24pm)             

Yockie Suryo Prayogo 
(Demak, 14 September 1954 - Jakarta/Tangerang Selatan, 5 Februari 2018)



Mas Yockie, yang penting istirahatlah dulu, mas. Besok jadi lebih segar mas. Jangan begadang mas....
Itu salah satu dari message via whats app saya ke mas Yockie Suryoprayogo. Biasanya, itu jadi penutup, setelah bincang-bincang ngalor-ngidul. Kalau sudah saya kirim message itu, mas Yockie tak lagi merespon balik. Tak tahu juga, apakah mas Yockie beneran istirahat, tidur maksudnya, atau ngapain...
Tentunya, sudah tak ada lagi kirim-kiriman message begitu. Mas Yockie tak perlu lagi “mencari” saya dan bertanya, Dion di mana, ke sini dong. Kok ga kelihatan sih? Ga ada juga yang tetiba mengontak, masih via whats app, Dion nanti sore ada di mana, bisa ga ke Pondok Indah, kita ketemu yiuk dengan si anu...
Atau bisa juga tetiba banget, ke PIM yiuk. Di sini ada Kadri dan Rustam nih, mereka lagi ngomongin orang. Lihat deh mereka itu baik satu sama lain, ga seperti kalau di Facebook. Saya hanya senyum dan ya mencoba untuk ikut kumpul....
Kabarnya, menurut cerita istrinya mas Yockie, mbak Tiwi, kalau begadangan itu mas suka juga main game pesawat? Semacam cockpit simulator pesawat, macam-macam jenis pesawatnya. Wah, baru tahu juga. Dulu katanya, malah mas Yockie hobinya aeromodelling lho. Kerapkali, menyempatkan waktu untuk menerbangkan pesawat modelnya, di lapangan, mengajak putra-putrinya dan istrinya.
Ada banyak kenangan. Mungkin dari 1980-an dulu, dimana mas Yockie buat saya adalah rockstar tulen. Orisinal. Bukan KW! Tinggi rada kurus, tapi tidak krempeng ya, sedikit senyum. Suara khas baritonnya kalau lagi ngomong itu, hanya mas Iye’ atau Achmad Albar yang “menyaingi”. Bikin orang segan. Segan di sini konteksnya, jadi sangat “hormat”.
Kayaknya penuh wibawa. Terkesan tidaklah supel. Soal supel, ya kalah jauhlah dari mas Iye, yang relatif lebih ramah. Mas Yockie bukan tipikal orang yang bisa cepat ramah dengan orang yang baru dikenalnya. Lebih nongol kesan tegas dan strict nya. Jadi, kalau ditegur dan mas Yockie balas senyum aja, aduh...itu udah kayak berkah!
Segalak itukah? Tidak bersahabatkah? Nyatanya sih tidaklah begitu.... Kesan-kesan awal. Itu kesan saya di 1980-an dulu. Awal waktu ketemu, diperkenalkan dengan Remy Soetansyah, jaman God Bless. Peran almarhum Remy lah yang besar, untuk membuat saya lalu jadi mengenal dekat God Bless, termasuk Yockie Suryoprayogo.
Sedikit buka album lama nih, dari catatan saya, Yockie masuk God Bless mulai sebelum konser peratama di Taman Ismail Marzuki, tahun 1973. Artinya itu formasi “Mark-I”. Yockie tak lama, malah mundur. Ia ternyata juga sempat ikut mendukung Giant Step, grup rock Bandung kesohor itu.
Yockie kemudian masuk lagi formasi God Bless, setelah “Trio Nasution” yaitu Keenan, Oding dan Debby keluar. Yockie masuk lagi, waktu itu hampir bersamaan dengan masuknya Ian Antono dan Teddy Sujaya, rocker “impor” dari kota Malang. Lalu keluar lagi, masuklah Abadi Soesman.
Yockie sebetulnya terlihat sebagian dirinya adalah God Bless. Karena, lalu masuk lagi. Untuk ikut membuat album Semut Hitam, dirilis 1988. Kemudian Eet Syahranie masuk  God Bless menggantikan Ian Antono yang sempat mundur, menghasilkan Raksasa
Yockie ikut juga dalam album Apa Kabar, yang dirilis 1997. Dalam album ini, Ian Antono kembali masuk God Bless, maka formasi merekapun menampilkan duo-gitaris yaitu Ian Antono dan Eet Syahranie.
Yockie pun mundur lagi dari God Bless, digantikan (lagi) oleh Abadi Soesman. Yockie sempat kembali bermain dengan God Bless di Bandung, dalam konser To Commemorate God Bless, 1973-2014. Dimana dalam konser itu, Teddy Sujaya dan Eet Syahranie juga ikut dipanggil untuk bermain bareng lagi.
Satu saat, sore hari di sebuah apartemen Yockie pernah berdialog, hanya berdua saja dengan saya.Yang menemani di ruangan apartemen itu hanya sebuah pesawat televisi, dengan volume suara minimal. Waktu itu abis sound check dari pagi hari, malamnya konser. Tetiba Yockie bercerita soal God Bless...
Ia banyak juga cerita, tapi sebagian biarlah saya simpan buat saya saja.Intinya, ia waktu itu mengaku bahwa God Bless adalah juga bagian penting dirinya, yang tak mungkin bisa ia lepaskan. Sejatinya, ia mengatakan, ia mencintai God Bless. Ia juga menyayangi seluruh personilnya, mereka sudah kayak keluarga.
Ia menyayangkan memang ada konflik, tapi konflik antara Yockie dan personil lain itu, iapun tak menghendakinya. Yockie menceritakan cukup detil, termasuk konflik-konflik yang terjadi. Yang jelas, ia merindukan bisa bermain bersama lagi dengan God Bless, dalam suasana kekeluargaan. Menghasilkan lagi karya-karya baru....


Saya sudah menceritakan, pada tulisan-tulisan sebelumnya saat saya lalu jadi dekat dengan Yockie di tahun 2010. Saat itu dalam persiapan konser musikal Diana, sebuah konser untuk merayakan Hari Ulang Tahun harian umum Kompas. Waktu itu saya memang diminta mendampingi Yockie, oleh koordinator utama tim organizer inti, yaitu almarhumah Eni Erliani. Pertimbangannya saya yang kenal dengan Yockie dan Yockie juga kenal dengan saya.
Awalnya menyenangkan memang. Sering kami jalan bertiga, dan menceritakan hal-hal dulu, terutama soal musik. Termasuk cerita soal God Bless, Kantata Takwalah, Swamilah dan lain-lainnya. Tapi pada waktu-waktu berikutnya, ternyata terjadi banyak misunderstanding. Kisruhlah jadinya...
Sampai puncaknya, beberapa saat sebelum konser tersebut, Yockie malah melepaskan pertemanan di Facebook bahkan sampai nge-block saya. Kemudian juga bisa dibilang seluruh tim organizer acara tersebut.
GOD BLESS, 1976-an. Foto koleksi AKTUIL/Buyunk Rizal


Walau kemudian, setelah konser, pada kesempatan pembubaran panitya kerja. Sebuah acara makan malam sederhana bersama tim dari Kompas, sebagai pemilik acara, saya mewakili organizer mengatakan terimakasih dan merasakan sebuah kehormatan bisa bekerjasama dengan “orang-orang besar” dalam sebuah acara kolosal...
Saya memuji karya musik yang dihasilkan Yockie dan juga karya keseluruhan konser musikal itu, dengan Garin Nugroho sebagai sutradara lakon serta Eko Supriyanto yang bertindak sebagai koreografer atau penata gerak dan tari. Padahal saat itu sih, Yockie sudah “malas” bertegur sapa dengan saya.... Tapi memang saya respek dan menghormatinya.
Apalagi catatan khususnya adalah, karya-karya musik yang dihasilkan Yockie untuk pagelaran tersebut, terbilang luar biasa. Walaupun membutuhkan waktu lumayan panjang, hingga waktu-waktu sangat dekat dengan pagelaran tersebut, untuk mengetahui ide-ide karya musiknya secara lengkap.
Lumayan lama, sampai pada taraf dirasakan seperti “tak ada kepastian”. Yockie dikejar-kejar untuk karya-karya musiknya, semua lagu yang dipakai dalam acara itu adalah lagu dari Koes Bersaudara dan Koes Plus. Ia selalu saja seperti mengelak atau mengulur-ulur waktu. Sempat terjadi kayak kegalauanlah, di antara Garin Nugroho, Eko Supriyanto hingga Bre Redana, sang penggagas dan pembuat cerita.
Tapi begitulah, memang Yockie memerlukan waktu “perenungan” yang relatif panjang untuk dapat melakukan interpretasi kembali terhadap karya-karya Koes Bersaudara dan Koes Plus itu. Toh hasilnya, harus diberi acungan jempol! Saya menyebutnya, sebagai salah satu karya musik terbaik dari Yockie Suryoprayogo.
Seperti ambil contoh satu saja, lagu mellow, ‘Selamat Tinggal’. Di tangan Yockie menjadi sebuah lagu yang lebih dramatis, kelu dan lebih “menyayat”. Tetapi sekaligus megah dengan permainan solo piano Yockie sendiri serta balutan orkestrasi, yang digarap oleh Oni Krisnerwinto. Serta dukungan koor yang dibentuk oleh Aning Katamsi.
Sayangnya, karya-karya olahan musik Yockie dalam DIANA, tak disebarluaskan dalam bentuk album rekaman tersendiri. Padahalmacam lagu Selamat Tnggal itu,menjadi “lebih abadi” lagi, kemungkinan bisa diterima pelbagai jaman. Lagu pas untuk “theme=song” putus cinta, ditinggal sekolah di luar, terpaksa putus karena kehendak ortu bahkan...ambruknya mahligai rumah tangga!
Mas Yockie yang baik, so sorry kalau saya sedikit bercerita tentang kisah lama seputar Diana itu ya. Maafkan. Saya sebenarnya lebih merasa sedih, daripada kesal dan kecewa sih, saat mas Yockie malah nge-block saya saat itu.
Menariknya, cerita tentang saya di block dan “mengecewakan”nya itu, kerapkali diceritakan kepada orang-orang lain oleh Yockie sendiri. Tetapi ceritanya di depan saya lho! Sambil tertawa lebar. Sayapun tersenyum saja. Mas Yockie ini ada-ada saja....
Tapi itu memang cerita yang tak pernah bisa saya lupakan. Itu macam sejarah hidup saya, di satu ketika dekat dan bekerjasama dengan seorang maestro musik Indonesia. Yang saya hormati dan kagumi betul, karya-karya musiknya. Ini nih jadi susah kan? Kadung respek dan memberi apresiasi tinggi, eh malah diblock....

Yockie, latihan gabungan DIANA di studio Pengadegan, 2010

Lalu begitulah, cerita saya mengenal Yockie ini sampai pada pementasan LCLR+ di 1 dan 2 Oktober 2015. Waktu itu yang bikin adalah XI Creative. Saya nonton pada 2 hari itu. Seneng aja liat suasananya. Lagu-lagunya juga bagus-bagus kan? Diambil dari album Dasa Tembang Tercantik, Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors, edisi 1977, 1978, 1979 mayoritas. Ditambah beberapa lagu karya Yockie yang lain.
Jadi waktu hanya menonton. Kemudian ternyata konsep konser tersebut diambil sebuah show production atawa promotor, lalu dibawalah untuk dipentaskan di Sasana Budaya Ganesha, Bandung. Saya diajak, ya nonton saja. Ikut dooong.
Lha tahu-tahunya, konsep itu berlanjut terus. Lho, jadi kayak tour dong? Iya, gitu deh. Dipentaskanlah di Surabaya, saya diajak untuk ikut serta. Sekarang, ada “job”nya, memotret! Ikut lagi deh.
Lalu eh ke Malang lagi, saya ikut lagi. Ikut ngurusin artis-artis. Nambah job saya. Seru kan? Dan abis dari Malang lalu ke Yogya, ini beneran jadi kerja. Ya mengurus artis “secara resmi”lah gitu. Saya malah dengan kekasih hati saya, yang langsung dilibatkan. Kami berdua mengurusi talent.
Nah di antara acara-acara serial konser LCLR+, yang lalu menjadi BPB+ (Badai Pasti Berlalu plus) itu, saya jadi semakin dekat dengan Yockie Suryoprayogo. Malah pernah belakangan Yockie meminta saya, bantuin menjadi tenaga production-nya, untuk show-shownya.

Persiapan DIANA, di DSS Studio, 2010. Rayendra Sunito, Eet Syahranie, Nini Sunny dan Yockie Suryo Prayogo


Terutama setelah beberapa konsernya di Hard Rock Cafe, seperti konser ulang tahunnya. Kalau konser terakhir di Hard Rock Cafe, Intimate Concert nya karena satu dan lain hal, saya tak terlibat. Bantu-bantu sedikit saja, itupun juga ga kelihatan dan ada yang menganggap ga jelas kerjaan saya. Hihihihihi. Ya ga papa juga.
Tapi Yockie mencari saya, dikirimnya message. Menanyakan kenapa saya tak ikutan, kok ga bantuin? Dia mengabarkan lagi menginap di sebuah apartemen, sampai memotret ruangan apartemen itu. Hahahaha... Saya tahu, mas Yockie “menggoda” saya untuk datang. Tapi kalau saya datang, itu pasti akan mengganggu waktu istirahatnya!
Problem yang paling “meresahkan”, sebenarnya, meresahkan banyak orang tapi terlebih pasti keluarganya. Yaitu Yockie itu senang sekali begadang. Tidur hanya sebentaran, kalaupun bisa tidur itu sudah alhamdulillah, bangun dan melek terus sampai matahari bersinar!
Sendirian saja, ia bisa terjaga. Palingan asyik buka Facebook! Atau sosial media yang lain. Seringkali diselingi dengan berbalas-balasan pesan lewat whats app. Terus tuh, sambil merokok juga. Dan kuat sampai lewat subuh! Itu bisa dibilang,”jadwal” tetapnya saban hari....
Dan ya seperti cerita di atas itu, ternyata sambilannya main game simulator pesawat gitu. Apa dulunya, mas Yockie pernah punya cita-cita jadi pilot ya? Kabarnya sih begitu, kata mbak Tiwi, istrinya. Menurut mbak Tiwi juga, mas Yockie itu lahir memang di Demak lalu ke Jakarta, sempat ke Balikpapan. Kemudian Malang. Lalu balik lagi ke Jakarta.
Kegemaran Yockie berinteraksi dengan publik via media sosial, khususnya facebook, sempat dipergunjingkan. Karena Yockie seringkali emosional! Nah lho. Ada orang mengajak berdebat, lha diladenin terus. Padahal kenal juga ga....
Saya pernah bilang, mas ga usah ditanggapinlah yang aneh-aneh di facebook. Itu kan cuma iseng ngegangguin mas doang. Jawabnya, kalau dia iseng ya kita isengin balik. Tapi, lanjutnya lagi, kita harus mengajarkan mereka dong. Ga bisa seenaknya aja. Kalau sudah kelewatan, ya saya block saja. Begitu jawab lengkapnya.
Persoalan sedikit pelik, ketika Yockie juga menyenggol soal politik. Apalagi pada suasana pilkada DKI 2017 lalu itu. Ketidak benaran kan harus ditunjukkan, diingatkan, begitu sih alasannya. Maka, “musuh”nyapun bertambahlah di khasanah sosial media itu. Ia tak bergeming, tetap berani beradu persepsi dan opini!
Nah omongin soal “fenomena emosionalnya” di facebook itu, bisa berlama-lama. Yockie bisa menjelaskannya dengan sedikit menggebu-gebu. Kira-kira ya, hampir semenggebu-gebunya, ketika omongin musik Indonesia, industri musik baik rekaman dan show. Kaitan dengan sponsorship, dengan pembiayaannya.
Di titik itu, keresahan dan kegundahannya membuncah. Ia sering menyampaikan keresahannya, sebagai musisi harus berkarya, menunjukkan karyanya. Jangan hanya berhenti pada catatan-catatan. Tapi perlu modal untuk mengimplementasikan niat dan keinginannya.
Di sisi lain, sponsor memiliki paradigma-paradigma berbeda, dengan yang dimilikinya atau musisi lainnya. Menyatukan persepsi itulah yang selalu menjadi ganjalan. Padahal, sekali lagi, sebagai musisi haruslah berkarya. Dan karena karya-karyanya iapun boleh hidup karenanya? Yockie menjawab dengan tegas, ya sudah pasti!


Kegundah-gulanaannya memang di situ. Sementara ia juga memahami, bahwa ia adalah seorang profesional sejati. Musisi yang hidup semata-mata dari musik. Kasarnya kan, musik adalah pendaringannya. Tapi ia harus senantiasa siap untuk memberi penjelasan atas parameter bermusiknya, terhadap pihak-pihak yang memiliki potensi untuk mendukung keinginannya.
Yockie juga resah melihat perkembangan musik Indonesia saat ini, terutama dengan pemunculan musisi-musisi muda. Tetapi ia juga memiliki catatan,beberapa nama yang baru, yang dianggapnya benar. Pokoknya ramai, kalau berdiskusi dengan Yockie. Satu hal yang tersirat jelas, ia bersikukuh betul dengan pendapatnya.
Idealis ya? Bisa dibilang demikian. Ia teguh berpegang pada prinsipnya. Ketika memerlukan dukungan, finansial, untuk konsernya misalnya. Ada domainnya yang Yockie akan gerah kalau diutak-atik. Kadang, sekitarnya mengatakan, ini nih susahnya Yockie....
Suatu ketika, Yockie pernah mengajak untuk berdiskusi “rada serius tapi santai tapi lantas emang serius”. Mengajak Adib Hidayat dan Denny MR, dua sahabat dekat yang jurnalis musik mumpuni itu. Juga tentunya, Kadri Mohamad, sang lawyer cum rocker yang punya bergudang-gudang ide. Dan saya, dengan Yockie ditemani istrinya, Tiwi. Rame dan panjang....
Tapi begitulah, menyoal idealismenya misalnya ya. Toh “susah”nya adalah hal yang sulit terbantahkan bahwa ia telah menghasilkan setumpuk karya-karya musik yang sangat mewarnai musik Indonesia. Karya-karyanya punya nilai tersendiri, dan terbukti telah meraih atensi sekaligus apresiasi istimewa dari kaum penikmat musik.
Lihat pada karya “pop” yang membesarkan namanya macam Badai Pasti Berlalu, dimana ia berkarya bersama sahabat-sahabatnya seperti Erros Djarot, Chrisye sampai Debby Nasution. Berlanjut dengan hasil angan-tangan kreatifnya membesut para finalis 10 besar Lomba Cipta Lagu Remaja, buatan Radio Prambors.
Badai Pasti Berlalu, lewat vokal khas Chrisye dan Berlian Hutauruk, menjadi album pop paling fenomenal. Sama tinggi penilaiannya dari sisi artistik, dengan filmnya yang dibesut sutradara Teguh Karya. Dan Lomba Cipta Lagu Remaja itu, munculnya juga di tahun yang sama 1977.
Keduanya adalah album musik pop yang “sangat berbeda”, dari yang ada saat itu. Pop yang megah, lebih kompleks pada tatanan nada tetapi tetap menghibur, menghenyakkan, menyentuh jiwa, mengaduk emosi. Dulu itu kan lalu ada yang menyebut munculnya apa yang disebut “pop kreatif”. Yockie salah satu tokoh pionir terdepannya, dengan ide-idenya dalam komposisi atau membentuk bungkusan musiknya. Selain lewat permainan piano dan keyboardnya.
Sedari God Bless, Yockie sudah memperlihatkan permainan keyboard yang memberi aksentuasi lebih symphonic atau orkestral. Saat mengutak-atik musik pop pun, ia tetap pada bentuk itu. Malah sepertinya, ia nge-lead dengan suasana simfoninya itu.


Satu ketika pernah Yockie bercerita. Saya coba ingat-ingat nih mas Yockie. Bahwa tahun-tahun itu, memang enerji bermusiknya tengah menggelegak. Tapi ia tak menampik bahwasanya, ia juga dikelilingi sahabat-sahabatnya yang sama dalam visi dan misi.
Yockie kemudian malah seperti menggalang semacam “revolusi” dalam bermusik pop ya? Yockie pernah bilang, inspirasinya dari The Beatles. Ia menyebut semua album The Beatles itu. Lalu dengan apa yang kemudian terjadi di industri musik dunia pada era 1970-an itu.
Tambahan catatan, Yockie kemudian juga menghasilkan Sabda Alam kan? Album yang melejitkan Chrisye sebagai penyanyi pop pria, dengan karakter suara dan penampilan uniknya. Setahun sebelumnya tentu saja dengan Jurang Pemisah.
Jurang Pemisah sebetulnya dianggap album perdana dari Chrisye, dimana itulah kali pertama almarhum Chrisye direkam khusus sebagai penyanyi dalam sebuah album. Chrisye bermain bass juga di album itu. Yockie bermain kibor, gitar dan drums. Selain juga melibatkan nama Ian Antono dan Teddy Sujaya.
Sekian waktu Yockie senantiasa mengawal Chrisye. Juga melibatkan nama Erros Jarot sebagai penulis lagu.  Tetapi kemudian Yockie mulailah berkelana sebagai music director atau producer, pada album-album solo banyak penyanyi. Baik rock maupun pop.
Antara lain ia membesut musik untuk album Dian Pramana Poetra, Titi DJ, Vonny Sumlang hingga Keenan Nasution, Andi Meriem Matalatta dan lainnya.
Selain album rock, sebenarnya lebih tepat disebut pop rock, dari Ikang Fawzy, Mel Shandy, Ita Purnamasari sampai Nicky Astria. Bisa dibilang, sebagian besar album sempat menghasilkan hits single yang lumayan populer di jaman itu.
Setelah perjalanan itu, Yockie seperti masuk pada episode selanjutnya. Dimana ia bersekutu dengan maesenas, Setiawan Djodi. Dalam sebuah album,beserta konser yang cukup fenomenal, Kantata Takwa.
Menurut Yockie, konsep Kantata Takwa itu sangat menarik. Ia terlibat dan senang untuk mendukung album ini, karena isinya seniman atau budayawan semua. Bayangkan, hingga WS. Rendra ada. Selain itu, Sawung Jabo, Innisisri, Donny Fattah sampai Iwan Fals.
Kolaborasi bermusik, yang berlandaskan kepedulian pada problematika sosial tersebut, bermula dari sebuah workshop yang penuh semangat. Sayangnya, ini menurut Yockie, tak bisa berkelanjutan untuk waktu panjang. Problematika sosial itu, akhirnya juga dialami para personilnya. Maksudnya?
Yockie hanya terkekeh-kekeh ketika ditanya begitu. Ada pergeseran pada sudut pandang para personilnya, ketika sudah berjalan dan ternyata sukses meraih atensi publik, begitulah kira-kira jawaban Yockie. Yang kemudian terkesan, ia enggan bercerita lebih panjang lagi soal Kantata Takwa ini.
Iya memang begitu, di waktu yang memungkinkan saya bisa ngobrol dengan Yockie, ia lebih banyak bercerita seputar God Bless. Termasuk segenap problem-problem dan konflik di dalamnya. Menyoal Kantata Takwa, yang jelas ia tetap bersahabat dekat dengan Setiawan Djodi untuk seterusnya.
Djodi sendiri mengakui peran penting Yockie dalam Kantata Takwa. Musiknya Kantata Takwa itu ya musiknya Yockie. Ia memberi apresiasi dan respek penuh, sehingga meneruskan persahabatan, hingga akhir hayat Yockie. Djodi menjadi lebih peduli, ketika Yockie telah didiagnose menderita penyakit sirosis. Itu sama dengan yang dialami Djodi, yang “diselesaikan” lewat operasi transpltasi hati di Singapura.
Sayang Yockie tak dapat melalui operasi tersebut, begitu Djodi agak menyayangkan. Memang Yockie punya handicap berbeda dengan dirinya, untuk bisa memasuki tahapan transplatasi hati tersebut.Yockie punya problem diabetes. Walau itu bukan lantas membuat Yockie tak mungkin menjalani transplantasi, terang Djodi.



Yockie bersama Setiawan Djodi, di Hard Rock Cafe
Djodi beserta istrinya, terbilang rajin mendatangi Yockie di rumah sakit. Apalagi setelah Yockie mengalami serangan stroke, sampai membuatnya masuk masa kritis dalam keadaan coma. Pada saat itulah, beberapa kali saya sempat berbincang dengan Djodi, terutama soal sirosis. Sampai menyenggol pengalaman spiritualnya, saat harus menjalani koma, paska operasi transplatasi hatinya itu.
Susahnya, mas Yockie itu mengidap komplikasi kan? Kalau mas Yockie sendiri mengungkapkan ia menderita sirosis yang belumlah terlalu lama didiagnose. Selain itu juga diabetes, ini penyakit lamanya. Belum lagi ditambah hepatitis c. Dan terakhir itu, terkena stroke, yang menyerang pembuluh darah di otaknya.
Lalu kembali ke perjalanan Yockie. Setelah Kantata Takwa, atau di sela-sela kesibukannya dengan Kantata,ia juga bergabung dengan Swami. Di dalamnya ada Sawung Jabo, Innisisri, Iwan Fals dan Naniel. Notabene adalah “kolega”nya di dalam Kantata Takwa.
Kantata Takwa dan Swami, lebih ke rock. Seolah mengembalikan jati diri seorang Yockie. Back to be rocker! Yeah! Tapi untukYockie,ia tak menganggap Kantata Takwa atau Swami bermusik rock Bukan itu yang penting, menurut Yockie.
Bagaimana menyajikan kritik sosial, mengangkat problematika sosial di era pemerintahan jaman itu, ke publik. Lewat musik, kritiknya dipahami masyarakat. Seperti protes atas ketimpangan yang terjadi, tapi tetap menghibur. Perhatikan saja musiknya, begitu terang Yockie satu ketika.
Suasana etnik juga ya mas, itu pernah saya kemukakan pada Yockie. Yockie mengiyakan. Lebih perkusif, menurut Yockie begitu. Karena itulah, bunyian musiknya mungkin lebih familiar di kuping publik kebanyakan. Rock bernuansa etnik?
Apalagi kalau menilik musiknya kelompok Suket. Yockie gabung dengan beberapa musisi Surabaya, seperti Didiet Sakshsana, Rere Reza, Edi Kemput, selain itu juga ada Jalu Pratidina dan Naniel. Lebih kental suasana musik folk rocknya. “Rock kerakyatan”?
Lalu pada masa berikutnya, Yockie pernah juga tampil mendukung sebuah Rock Opera, di tahun 2003. Dimana kali ini ia bertemu dan berkolaborasi dengan Renny Djayoesman dan Teater Koma. Ada Iwan Fals juga ikut mendukung. Selain para rocker lain, baik musisi maupun penyanyi.
Ya lalu sampailah pada Musikal Diana yang digelar di Plenary Hall, JCC, tahun 2010 itu. Yang persiapannya dilakukan di Jakarta dan Solo, selama sekitar 5 bulanan lamanya. Yang lantas mempertemukan saya dengan Yockie itulah...
spontanitas itu haruslah bermakna kejujuran berekspresi yg bisa dipertanggung jawabkan dan itu hanya bisa dilakukan apabila musisi sudah terlibat dalam persoalan musik dan lagu yg dimainkannya...karenanya hrs latihan , latihan dan terus latihan ... yang dibutuhkan hanyalah pergaulan diluar urusan musik yang terbuka dan sehat
'nyet..! salah loe; anjiing...; begitulah bahasa2 kalimat yg simpang siur diantara kami
(salah satu status mas Yockie, di Facebook. Melengkapi foto, kebetulan jepretan saya, mas Yockie dengan kibornya dan Windy Setiadi dengan akordeonnya di atas panggung, konser Menjilat Matahari)

Nicky Astria

Benny Soebardja

Berlian Hutauruk

Rere Reza, drummer
Mas Yockie, nuwun sewu mas. Saya coba colek beberapa teman baik. Mereka pernah secara langsung merasakan banyak hal dari mas Yockie. Mereka saya minta mengingat-ingat hal sekitar mas Yockie....
Seperti cerita Nicky Astria nih. “Hanya mas Yockie yang menegur saya, menegur baik-baik ya. Kan saya tuh, kalau abis rekaman itu, pilih langsung aja pulang tuh. Selesai, ya ngibrit pulang. Rekaman teh kayak sekolah gitu lho dulu itu...”
Cerita Nicky lagi, Yockie lalu menegurnya dengan bilang, Nicky saya lihat kamu dari dulu-dulu, abis rekaman langsung pulang. Harusnya jangan begitu, dengerin dulu hasil hari itu, apa yang kurang. Gimana mau lebih baik, kalau kamu ga tau mana yang harus diperbaiki, mana yang terasa kurang?
Nicky bilang, dari semua musisi yang pernah kerja bareng sama dia, hanya Yockie seorang yang menegurnya kayak gitu. Tegurannya itu, kena di hatinya. Dan ia memberi respek atas teguran itu. Yockie juga, Nicky ingat, bilang bahwa ia harus menghargai profesinya.
Yockie sendiri pernah menggarap musik untuk lagu, ‘Biar Semua Hilang’ (album Tangan Tangan Setan, 1985) lalu lagu, ‘Bebas Lepas’ (album Gersang, 1986). Nicky ingat, yang terlibat nyaris full itu, di album Kemana yang rilis tahun 2003.
Yang jelas, karena diingatnya terus nasehat Yockie itu, maka pada album Restropective, rilis 2013, ia turun tangan langsung. Rekamannya itu gw dengerin bener-bener. Gw minta backin vocal sendiri juga. Kalo pas dengerin lagi di rumah, ada yang kurang enak gitu, gw minta retake.”
Sampai iapun ikut repot milih-milihin desain cover sampai fotonya. Hasilnya, menurut Nicky, “wah itu cover album gw paling keren deh ya menurut gw sendiri ya...hahaha.” Youngky Soewarno yang jadi produser atau music director album itu sempat bilang, dia senang karena Nicky semangat lagi.
Ada juga kenangan yang diingat gitaris dan vokalis Giant Step, Benny Soebardja. Benny ingat, ia pernah didatangin Deddy Stanzah dan Yockie di Bandung, pada satu saat. Itu setelah Yockie keluar dari God Bless, kemudian Soman Lubis menggantikannya. Yang membuat Soman Lubis keluar dari Shark Move.
Kan Shark Move itu grup yang dibentuk juga oleh Benny Soebadja. Nah ya kebetulan kan, Deddy dan Yockie ajak bikin band, jadilah Giant Step. Maka itulah Giant Step formasi pertama dengan saya, Yockie, Deddy dan Sammy Zakaria. Dari situlah juga saya mengenal Yockie, dulunya itu saya tahunya namanya Yongkie.
Waktu itu, cepat bisa beradaptasilah ya, satu sama lain. Makanyakan, langsung memang kita bikin band itu. Yockie memang musisi yang cepat tanggap sih, jadi kan persiapan itu lancar. Perkenalan awal itu di tahun 1975 tepatnya.
Lalu ini nih, “ito” Berlian Hutauruk. Ceritanya, “Waktu awal, sebelum proses rekaman Badai Pasti Berlalu,Yockie ke rumah saya. Ya di rumah ada piano, lalu dia main deh. Aduh kok ya enak banget jadinya piano saya itu, sebelumnya ga pernah dengar piano saya itu bunyinya seenak itu lho...”
Dan kemudian waktu itu kita break untuk makan siang, masih di rumah saya, lanjut Berlian. Suguhan makanan rumahanlah ya. Nah itu ada tempe goreng ya, kata Yockie, itu tempe enak banget. Dan Yockie inget terus sampai waktu lama. Itu sisi pribadi Yockie yang saya ingat terus. Yockie baik orangnya.”
Berlian bilang, cerita yang dikenang banyak banget. Tapi dia ga sanggup ceritain lagi, karena dia juga merasa sangat kehilangan. “Yang jelas sih, kami berdua itu beda deh di luar panggung dan di atas panggung. Kalau di panggung,kita bisa fokus masing-masing, untuk menghasilkan hasil yang terbaik yang bisa kita lakukan.”
Luar panggung ya tentu saja beda kan. Kita bisa becanda kemana-mana, haha hihihihi. Seru kalau kita itu lagi mengenang waktu-waktu dulu, terutama ya sekitar proses Badai Pasti Berlalu itu.
Oh ya, saya random saja pilih musisi dan penyanyi, untuk mengenang mas Yockie nih mas. Pastinya, musisi dan penyanyi yang kerapkali bekerjasama dengan mas Yockie dari dulu sampai .... saat-saat terakhirnya mas Yockie.
Ada Mochamad Reza atau Rere, drummer. Dia kan dikenal sebagai drummernya Grassrock lantas menjadi salah satu session player yang lumayan laris. Jangan-jangan karena mas Yockie juga? Hehehe....
Rere bercerita, ia mulai bekerjasama dengan mas Yockie dari albumnya Mel Shandy, album Bianglala. Album itu dirilis tahun 1989. Kemudian album-album lainnya, terutama solonya mas Yockie,juga show-shownya.
Sampai ke Suket juga. Terutama ya memang setelah Kantata Takwa. “Mas Yockie itu orangnya sangat perhatian sama proses kreatif,”ucap Rere. Orangnya detil dan juga mengulik musik banget, tambahnya.
Ya Rere merasa cukup dekat, apalagi waktu dia baru hijrah dari Surabaya ke Jakarta, ia sering banget numpang tidur di rumah mas Yockie yang di Kebon Jeruk. Kesempatan itu, Rere pakai untuk berguru dengan Yockie.
Ya dengan banyak tanya, diskusi-diskusi, omongin musik. Terutama apa yang sudah direkam atau dimainkan gitu. “Gw tuh pernah ditegur mas Yockie di atas stage lho, gara-gara gw ga fokus. Langsung sadar deh. Dia tau banget, gw lagi ga fokus....”
Terakhir Rere bekerjasama dengan Yockie untuk konser Menjilat Matahari, 12 Oktober di The Pallas. Konser itu memang diinginkan Yockie, mempertunjukkan sisi rocknya, jadi mengedepankan karya-karya rocknya bersama God Bless dan Kantata Takwa misalnya. Dan Yockie menginginkan musisi pendukungnya memang yang rocker.
Waktu itu Rere bersama Edi Kemput, Krisna Prameswara dan Daeng Octav. Juga didukung gitaris lain, Totok Tewel. Selain melibatkan lagi, Didiet violin serta mengundang Windy Setiadi,membantu dengan akordeonnya.
Indro Hardjodikoro

Restu Triandy, atau Andy /rif

Ariyo Wahab
Didiet Violin

Foto bagus ini dari angle yang "mahal" adalah jepretan Bayu Randu

Foto karya Bayu Randu yang saya puji banget! Suka dengan foto ini
Kemudian saya colek Indro Hardjodikoro. Indro ini menjadi “asisten terpercaya” dalam menata musik pergelaran LCLR+. Dan seterusnya, hingga terakhir. Hanya di konserMenjilat Matahari saja,Indro tak terlibat samasekali.
Pertama kenal mas Yockie di sekitar 1998an, itu di RCTI. Mas Yockie syuting acara apa, saya syuting acara lainnya, begitu kenang Indro. Tapi ngobrol serius ya baru sekitar 2005 lah. “Kemudian kan saya dilibatkan menjadi bassis di konser DIANA itu. Dari situ memang jadi tambah dekat lagi. Abis itu,main untuk sebuah konser di Jakarta, drummernya Rere tuh.”
Selama perjalanan tur konser LCLR+ dan BPB+, Indro juga bertugas membentuk “band” pengiringnya. Mengkoordinir para musisi itu, menyiapkan segala hal untuk masa persiapan band menjelang konser. Karena lebih condong ke pop ya, sehingga mas Yockie lebih memilih Indro dan kawan-kawannya?
Walau pop banget ya juga nggak sih ya. Karena tetap saja, suasana rocknya kelihatan kan Indro mengiyakan sambil senyum, ya aku sih mencoba bisa membantu mas Yockie sebisa mungkin, sesuai keinginannya. Ada kisah kasihnya sih, tapi itu kan serunya proses bermusik ya...” Ungkap Indro lagi.
Buat Indro, Yockie adalah sosok yang idealis dan tegas dengan prinsip-prinsipnya. Untuk banyak hal, apalagi untuk musik. “Kesannya memang galak, tapi sebetulnya sih orangnya baik hati dan sangat toleran. Dia betul-betul memperjuangkan hak-hak berkesenian, maksudnya hak para seniman dan budayawan gitu.”
Selama perjalanan konser LCLR+ dan BPB+ hingga beberapa konser lain, teristimewa yang diadakan di Hard Rock Cafe Jakarta, Indro terus mendukung Yockie. Dimana Indro dibantu pula sepenuhnya oleh sang istri tercinta, Naya.
Oh ya ada juga orang yang selalu mendampingi mas Yockie, sejak musikal Diana. Bayu Randu namanya. Ia diajak untuk menjadi kayak “tehnisi” segalaperalatan kibor Yockie. Ia yang melakukan finalisasi setting, pokoknya menyiapkan perabotan keyboard itu untuk siap dimainkan Yockie.
Bayu Randu, yang dikenal juga sebagai sound engineer dan bergiat pula dalam media musik digital, mas Yockie memang keras orangnya tapi baik. Contoh jelasnya, kalau dari sound check apalagi pas show, Bayu harus berada dekat peralatannya. Bener-bener jadimacam “pengawal pribadi”. Dan harus sigapdan cekatan.
Karena itulah, Bayu yang suka memotret iseng-iseng itu, sampai seringkali pengen betul memotret namun kawatir nanti mengganggu konsentrasinya membantu Yockie. Takut diomelin juga sih, kata Bayu.
Satu ketika, ia kepergok “diam-diam” oleh Yockie, ya lagi motret Yockie. “Abis acara eh itu sound check kali ya, mas Yockie menegur, tadi kamu motretin saya ya? Ya saya ngaku aja, rada takut juga aduh kena tegur nih. Tapi ternyata mas Yockie malah bilang,kalau motret bilang-bilang dong, omongnya sambil senyum....”
Buat Bayu, kalau semua set-up lancar dan sesuai keinginan mas Yockie, itu artinya aman dan damai. Tapi jangan coba-coba sekali mas Yockie perlu dia, lalu mas Yockie ga melihat Bayu, “Waduh kalau itu sih, masalah besarlah. Ga boleh tuh,”cerita Bayu.
Kemudian ini Didiet Violin, Sigit Arditya nama lengkapnya. Didiet kan terus diajak spanjang LCLR+ dan BPB+. Bahkan saat Menjilat Matahari, dalam konsep rock itu, Didiet dengan violinnya tetap diajak serta. Didiet bilang, oom Yockie itu ngajarinnya sampai hal-hal kecil, tapi sesuai idealisnya orang klasik, itu yang aku inget.”
"Mulai intro lagu itu jgn pake itungan, udah masuk aja, saya pasti langsung iringin" Jadi buat beliau tempo lagu itu gak berdasarkan metronome atau itungan dari hi hat drum, terang Didiet lagi. “Tapi rasain aja, nanti tempo suatu lagu akan sama kalo kita sering latian bareng...”
Oom Yockie buatku pribadi, juga istriku Mery ya, orangnya tuh karismatik. Sosok yang tegas, tapi beliau sayang sama kita. Itu terasa ya,”Ucap Didiet lagi. Oh ya, Mery, sang istri, juga mejadi langganan sebagai pendukung konser LCLR+ dan BPB+, di posisi backing vocal.
Buat Ariyo Wahab, vokalis, mas Yockie itu seorang pejuang, apresiatif, pintar dan selalu update. “Terasa deh, main musiknya itu dari hati,”jelas Ariyo, vokalis dari The Dance Company dan Free on Saturday selain SoG ini.
Orangnya juga jujur, kata Ariyo lagi. “Dalam artian, ya kalau iya ya iya, ngga ya ngga. Ga pernah terkesan ragu. Orangnya juga ceplas ceplos. Kalaupun ngajarin atau ngarahin ya ada becandanya juga gitu, lanjut Ariyo.
Ariyo mulai kerjasama dari Diana. Kemudian ketika LCLR+ eh atau sudah menjadi BPB+ ya di Jogjakarta, Ariyo kemudian diajak serta. Berlanjut ke pergelaran lain yang di Jakarta. Termasuk di Menjilat Matahari, sebagai konser terakhirnya Yockie. Memang akhirnya Yockie pun “mempersatukan” lagi saya, Ariyo dan Andy rif ya dengan mas Yockie sendiri tentunya, setelah DIANA yang penuh “romantika” itu.
Andy sendiri, Restu Traindy Karjono begitu nama lengkapnya, mengingat Yockie sebagai sosok guru. “Mas Yockie tuh guru yang ga pernah sungkan atau pelit untuk berbagi ilmu, tentang bernyanyi ya tentang musik juga.”
Orangnya memang tegas, tapi sebagai teman juga menyenangkan kok, banyak becandanya. Seringkali mengajarkan atau ngarahin gitu, sambil berbagi pengalaman ya. Jadi kan, gampang kita terima dan enak aja.”
Andy ingat ia pertama kali kerjasama dengan Yockie mulai Rock Opera di 2002. Abis itu kan ya langsung dengan Diana. Di Diana-lah, lalu Yockie memiliki ide untuk “mengadu” Andy dan Ariyo. Lebih tepatnya sih bukan beradu gimana ya, tapi berduet kali ya. Dan itu keterusan, bahkan untuk acara-acara lain yang tidak melibatkan Yockie sekalipun.
Andy seperti juga Ariyo, yang saya ingat ya, memang langsung jadi “pilihan prioritas utama” waktu menyiapkan konser terakhir, Menjilat Matahari. Kayaknya sih ya harus ada Andy dan Ariyo. Saya sendiri langsung diminta ,mengontak Andy dan Ariyo. Begitu keduanya menyatakan bisa, terlihat betul raut tenang wajah mas Yockie. Eh beneran kan ya mas? Amanlah ya kalau Andy dan Ariyo bisa?
Jadi pada konser terakhir itu, Andy dan Ariyo sebagai penyanyi bersama Budi Cilok dan juga Nicky Astria. Mas Yockie juga menyanyi, sementara mas Djodi ikut menjadi guest star sebagai gitaris, khususnya di lagu-lagu Kantata Takwa.
Itu adalah memang konser terakhir Yockie Suryo Prayogo. Konser yang sudah diidam-idamkannya sejak beberapa waktu sebelumnya. Ia memang berkeinginan sekali-sekali lebih ngerock. Walau sbetulnya, keinginan atau cita-cita “terbesar”nya adalah bisa memanggungkan lagi Musik Saya adalah Saya.
Yockie pernah mengutarakan niatnya soal Musik Saya adalah Saya itu, saat persiapan Menjilat Matahari. Ia kepengen konser selanjutnya ya Musik Saya adalah Saya. Saya mendukung banget karena buat saya, saya kan bilang ya ke mas Yockie, aduh konser itu betul-betul mas Yockie! Title nya itu lho, gagah betul dan klop banget sama keteguhan idealismenya seorang Yockie!
Konser itu, digelar 1979 dan diikuti dirilisnya album, adalah kolaborasi Yockie dengan Idris Sardi, yang dikemas sahabat baik Yockie, Sys Ns. Sys memang menjadi sutradara pertunjukkan tersebut. Sys juga yang memilih Yockie menangani album Dasa Tembang Tercantik - Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors pada awal banget, 1977.
Ada Yockie, ada Sys dengan para artis penyanyi, musisi sebelum konser LCLR+ di Surabaya

Sarah Anjani dan ayahnya, di konser ulang tahun Yockie Suryo Prayogo, 14 September 2017 di Hard Rock Cafe

Backstage LCLR+ Sabuga, Bandung
Cukup berani juga Sys Ns mengajak Yockie mengemas sebuah album pop. Tak heran kalau kemudian persahabatan mereka memang kian dekat saja, karena kebetulan waktu itu Sys juga terbilang dekat dengan keluarga dari Tiwi, yang lantas menjadi istri Yockie. Dan untuk seterusnya, keduanya terbilang sangat dekat.
Di saat persiapan Menjilat Matahari, kondisi tubuh Yockie sudah agak naik turun. Ia pernah dibawa ke rumah sakit juga. Saat hari konser saja, mas Yockie terlihat betul agak kurang sehat, jalannya tertatih-taih. Walau ketika di atas panggung, langsung terlihat segar bugar!
Sebelumnya pada konser LCLR+ di Malang dan Yogya, juga Yockie harus mendapatkan penanganan khusus di saat-saat dekat konser. Terutama ia sering merasa lemas atau jari-jarinya kerapkali berasa kaku. Jalannya juga terasa berat.
Akhirnya, pada awal banget November itu, Yockie terkena serangan stroke di rumahnya. Iapun segera dilarikan ke rumah sakit. Yang dapat tempatnya adalah di rumah sakit Pondok Indah di Bintaro Jaya. Langsung ditangani intensif di ruang ICU. Ia koma dengan status kesadaran “sangat minimal”. Masuk masa kritis juga. 
Tapi toh pada akhirnya, ia ternyata perlahan mulai bisa seperti sembuh. Perlahan tapi pasti membaik, walau memang lambat sekali. Tetapi sempat menimbulkan optimisme, terutama untuk keluarganya. Mas Yockie bisa sembuh. Semangat hidupnya luar biasa.
Cuma memang Sang Khalik berkehendak lain. Sabtu 3 Februari, Yockie harus dilarikan kembali ke rumah sakit karena pendarahan serius di buang air besarnya. 2 minggu sebelumnya, itu artinya beberapa hari sebelum konser Pagelaran Sang Bahaduri yang adalah malam dana untuk dirinya, Yockie juga masuk rumah sakit karena muntah darah. Walau akhirnya hanya dirawat dua hari, lalu diperbolehkan pulang.
Dan pada Senin 5 Februari pagi, saya dan istri dibangunkan pesan melalui whats app, mengabarkan bahwa mas Yockie telah pergi untuk selama-lamanya. Kami terdiam berdua, tak sanggup berkata-kata. Mas Yockie, juga mbak Tiwi istrinya, memang sudah dekat banget dan lebih seperti kakak bagi kami berdua.
Mas Yockie dan mbak Tiwi, mengapit saya dan istri. Pada pesta pernikahan kami, 5 Agustus 2017
Mas Yockie bersama mbak Tiwi dan Sarah Anjani, konser BPB Jogjakarta, dengan Gilang Samsoe, Andy /rif, Berlian Hutauruk dan Eghay kibordis.
Saya pribadi ingat betul,betapa mas Yockie seringkali becanda seperti “mencolek” hubungan saya dengan istri saya sekarang itu. Tentunya waktu itu kami masih berpacaran ya. Jangan lama-lama ya Dion dan Tyas, itu yang sering ditanyakan sambil tersenyum.
Lalu mas Yockie juga beberapa kali bilang, kalau nanti jadi saya harus dikirimi undangan,jangan lupa lho ya. Begitu pesan mas Yockie. Kami pasti menjawab dengan senyum lebar. Pasti mas, dan insya Allah mas Yockie dan mbak Tiwi bisa datang ya...
Kebahagiaan kamipun akhirnya menjadi lebih lengkap lagi, saat kamipun resmi menikah di 5 Agustus 2017, dan dimana mas Yockie dan mbak Tiwi pun menyempatkan hadir. Mas Yockie hanya senyum dan bilang, akhirnya ya Dion dan Tyas. Semoga langgeng terus kalian ya.... Makasih banyak mas Yockie dan mbak Tiwi bisa hadir juga.
Secara sosok, berasa juga kehilangan itu. Apalagi untuk Pratiwi Puspitasari, istrinya yang sekarang, dengan dua putra putrinya, Reza Praditya Ramadhan dan Sarah Anjani Prabanda. Serta Nara Putra Prayindra dan Adelani Puput Ayuningtyas, dua putra dan putri dari pernikahannya yang terdahulu dengan Indah Soekotjo.
Nara Putra adalah gitaris, yang saat Menjilat Matahari juga ikut tampil. Sementara Sarah Anjani juga mulai merintis karirnya sebagai penyanyi, dimana pada beberapa konser Yockie ayahnya,kerapkali menjadi bintang tamu spesial.
Tulisan ini susah dimulai. Lamban betul menyelesaikannya. Dan sayapun kesulitan sendiri untuk menutupnya, mas. Maaf untuk kekurangan-kekurangan saya selama ini, sebagai teman.  Tapi persahabatan kita, sangat berarti mas, buatku dan istriku. 
Juga pastinya untuk sahabat-sahabat terdekat banget dari mas Yockie, paling tidak seputar serial konser LCLR+ dan BPB+, Donny Hardono misalnya. Termasuk Indro dan Naya. Tentunya Kadri Mohamad, ini nih "orang"nya yang sadar atau tidak, membuat jalinan persahabatan kita mas, jadi dapat terjalin lagi....
Jangan lupa, saya tak boleh lupain dong, semua "alumni" konser LCLR+,BPB+ dan terakhir harus ikut juga, pendukung konser Menjilat Matahari. Semua pasti merasakan betul, kehilangan yang sangat mas....
Berat nian harus kuucapkan mas...Selamat jalan mas menuju keabadiannya. Sampai kita kelak bertemu kembali pada suatu masa.... Oh ya,nuwun sewu lagi ya mas, saya teruskan saja whats app group "the-Band" yang waktu itu dibuat untuk persiapan Menjilat Matahari. Biarlah  menjadi ajang silaturahmi kita untuk terus ingat dengan mas Yockie.
Akhirnya mas Yockie berkumpullah lagi dengan sahabat-sahabat baikmu mas... Mas "Willy" Rendra, Chrisye, mas Roedra Setyabudi dan juga Sys Ns yang mengejutkan malah pergi pulang sebelum dirimu mas.
Karya-karyamu, Yockie Suryo Prayogo selalu ada dan berarti untuk Musik Indonesia kemarin, hari ini dan sampai seterusnya, sepanjang waktu..../*


Bermusik itu “panggilan jiwa”, bukan panggilan proyek atau orderan kerja, celaka kalau maknanya “jungkir balik”
*
tak ada suatu apapun yg disebut terbaik selagi proses kehidupan masih berlangsung , katagori terbaik baru bisa didefinisikan apabila proses berkebudayaan manusianya telah berakhir , dan itu berarti 'sudah mati'
(Saya ambil beberapa status-status mas Yockie di Facebook. Khususnya pada status ini, mas Yockie menuliskan dengan gambar liang lahat..... 14 Oktober 2017)

Foto terakhir, saat konser terakhirnya. Persis sebelum Yockie turun panggung, 12 Oktober 2017