|
Raden Agung |
|
Yaya Moektio |
|
Fariz RM dan Keenan Nasution |
|
Andy /rif |
|
Welly Siahaan |
Kalau
orang-orang gagah, dengan profesi sama berkumpul. Hasilnya kegagahan? Karena
musisi yang berkumpul, maka jadinya adalah musik gagah? Apa arti gagah dalam
hal ini? Seperti apa musik yang tidak gagah sebenarnya, kalau ada ya?
Maka
yang menonton itu, juga orang-orang gagah, atau mungkin yang merasa diri gagah?
Atau yang kepengen dilihat gagah? Tetapi begitulah ceritanya yang terjadi, ada
konser Musik Gagah, yang telah
berhasil digelar dua kali di ibukota, di penghujung Oktober dan November 2019
silam.
Gagah
rupawan, gagah berani kan bagus-bagus saja ya? Yang tidak baik itu tentu
menggagahi. Kagak ada gagah-gagahnya itu
mah.... Gagah itu baik. Menggagahi itu yang ga boleh dong.
|
Vedy Ideo |
|
Reynold Silalahi |
|
Egy Eghay |
|
F a i s a l |
|
Ecky Lamoh |
Musik
Gagah dapat digelar atas inisiatif “iseng” saja dari komunitas Indonesia Maharddhika. Dimana
“komunitas” yang sejatinya tidak resmi itu, telah pernah melansir album rekaman
di tahun 2014. Diawali album berformat CD, disusul dengan format mewah boxset.
Adalah
Yeninots Production, terdiri dari
3-sekawan Yeni Fatmawati, Hendronoto “Ninot” Soebroto dan Kadri Mohamad, yang menjadi motor utama
yang menginisiasi rilisnya album CD dan boxset tersebut.
Indonesia
Maharddhika versi album terdiri dari beberapa musisi, selain beberapa grup
band. Antara lain ada Atmosfera, The Miracle, In Memoriam, Imanissimo,
Cockpit, The KadriJimmo, Discus, Vantasma dan Van Java. Selain sebuah grup kolaborasi lintas negara, lintas
genre, yang khusus membawakan lagu “fenomenal”, ‘Indonesia Maharddhika’ yang
berasal dari kelompok legendaris, Guruh Gypsi.
Kolaborasi
itu lead by music director, Iwan Hasan. Melibatkan sampai original member Guruh Gypsi, Keenan Nasution. Kemudian Indra Lesmana juga ada Marcell. Bahkan menyertakan pula salah
satu ikon rock progresif dunia, Rick
Wakeman, yang dikenal sebagai salah satu tokoh grup kenamaan, Yes.
Saya
pernah menulis detil mengenai movement
bernama Indonesia Maharddhika ini, yang mengedepankan warna musik progressive rock tanah air. Silahkan
ditelusuri saja deh website saya ini.
|
Iman Ismar |
|
Eric Martoyo |
|
Arry Syaff |
|
Iwan "Cumi" a.k.a Wancum |
|
Noldy Benyamin Pamungkas |
|
Benny Soebardja dan Naftali Angelina |
Nah
dalam perjalanan waktunya, Kadri Mohamad, si singing-lawyer yang kerapkali terlihat rada hyper-active itu, menggulirkan ide untuk Indonesia Maharddhika
dapat berkumpul dan berjalan bareng lagi. Bukan untuk menghasilkan album
rekaman lanjutan. Tetapi kali ini untuk panggung, bersatu dalam konser.
Kan
bukannya, bersatu kita teguh, bercerai kita...bukan dong, bukan kawin lagi.
Bercerai kita, kita apa ya? Nelangsa? Bisa aja sih. Bercerai ya, jadi sendiri
dong. Tapi ya begitulah, Indonesia Maharddhika kemudian menjadi komunitas yang
berkelanjutan.
Nah
diikuti dengan bungkusan, yaitu membawakan karya-karya musik dari para legenda
musik cadas tanah air. Eh “kebetulan” ya, rata-rata lagu yang telah dikurasi
itu, mayoritas adalah yang musiknya bertema progressive rock itu.
Nama-nama
besar seperti kisal Harry Roesli dan
Yockie Suryo Prayogo. Selain itu ada
juga Debby Nasution. Lalu Andy Julias. Kemudian juga Iwan Madjid. Kelima nama di atas, telah
tiada. Mereka menghasilkan karya-karya bernas, sepanjang masa hidupnya.
|
Naftali Angelina |
|
Fariz RM |
Karya-karya
mereka memang terkesan gagah, berwibawa. Dan merupakan repertoar-repertoar lagu
rock Indonesia penting, yang menginspirasi akan lahirnya karya-karya lagu dari
para penulislagu dan musisi pada era berikutnya. Lagu dan musik penting, yang
seperti ikut “membentuk” musik rock tanah air.
Karena
mereka telah hadir, dengan karya-karya gagahnya itu diikuti penampilan mereka
di atas panggung, sejak awal 1970-an. Seperti almarhum Harry Roesli, dengan
album Philosophy Gang-nya. Album itu
keluar, di saat musik rock Indonesia sebenarnya dipenuhi cover-version
grup-grup rock ternama barat.
Tetiba
saja ada kelompok Gang of Harry Roesli
dari Bandung, yang berani-beraninya merilis album berisikan lagu-lagu karya
sendiri. Disusul berikutnya juga Yockie Suryo Prayogo, dimana almarhum Yockie
bersama kelompok God Bless merilis
album perdana, dengan lagu-lagu karya sendiri.
Harry
masih terus aktif meneruskan ide-ide “gokil”nya di musik, antara lain lewat
Rock Opera Ken Arok misalnya. Atau
juga Titik Api. Dan pelbagai album
lain, sebagian dengan Depot Kreasi Seni Bandung, yang disingkat DKSB.
Yockie
meneruskan pengembaraan kreaitifitas musiknya di album Dasa Tembang Tercantik, Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors,sebelumnya
lewat album Badai Pasti Berlalu.
Juga album Jurang Pemisah dan Musik Saya adalah Saya, untuk menyebut
sedikit dari karya-karya beliau yang dirilis diera 1970-an.
Sementara
Debby Nasution juga lewat Badai Pasti Berlalu selain Guruh Gypsi tentu saja.
Dan persekutuan berikutnya dengan Keenan Nasution, saudara kandungnya. Andy
Julias lewat kelompok Makara Band.
Sementara Iwan Madjid memunculkan kelompok Wow
bersama Fariz RM, Darwin Rachman dan Moesya Joenoes.
|
Keenan Nasution dengan Faisal dan Iman Ismar |
|
Bangkit Sanjaya |
|
Kadri Mohamad |
Ide-ide
bermusik mereka memang menghasilkan karya-karya musik yang pernah melintas di
era sekitar 1970-1980an. Sebagian merupakan karya-karya yang dianggap, wakil
dari fenomena yang terjadi pada era tersebut. Artinya, lagu-lagu yang kental
gitu deh, aroma nostalgianya. Tentunya, kalau didengarkan lagi di masa
sekarang.
Kembali
pada Indonesia Maharddhika. Maka bertolak dari ya sebut saja, memberi respek
dan apresiasi tinggi pada tokoh-tokoh penting musik rock Indonesia tersebutlah,
tentu lewat karya-karya mumpni mereka, Indonesia Maharddhika kemudian
dijalankan. Ya barengan, kan bentuknya komunitas. Ada musisinya, ada
penyanyinya, dan beberapa kalangan yang terkait erat di dalam perjuangan musik
tersebut.
Nah
ada saya juga di dalamnya. Kebetulan saya sudah memulai lewat keterlibatan
dalam pengerjaan pemasaran dan promosi boxset Indonesia Maharddhika tersebut.
Waktu itu urusannya di produksi untuk show launching, selain promosi. Bahkan
ikutan di marketing sekalian.
Kini
saya diajak serta lagi, yang mengajak lagi-lagi Kadri Mohamad. Tapi bukan urusan
produksi-produksian lagi. Sekarang jadi host,
berpasangan dengan Keith Rustam!
Tugas saya ya nge-host alias ngemsi
lah kira-kira gitu deh. Dengan fokus, lebih mengangkat karya-karya para legenda
rock tersebut di atas. Dengan ceritain sejarahnyalah gitu.
Oh
ya, Indonesia Maharddhika versi panggung ini, juga gegara WAG alias whats app group.
Dimana WAG itu dibikin sejak masa rilis boset, dan tak pernah di delete. Selama ini isinya jadi
ngorbol-ngebrel ngalor-ngidul, utara-selatan, atas-bawah ya kek gitulah. Lalu kan, ide manggung
bareng digulirkanlah di situ.
|
Keenan Nasution |
|
Naftali Angelina |
|
Tony Wenas |
|
Arry Syaff |
|
Foto-foto Tyas Yahya |
Dan
sampai nama pementasan juga didiskusikan di WAG tersebut. Ketemu Musik Gagah,
jadinya memang dicari nama “khusus” yang barulah gitu. Karena kan memang musiknya
rock, rock itu konotasinya....”gagah”. Jadi “lebih gagah” lagi, karena musiknya
mayoritas adalah progressive rock!
Progrock
kan apa ya, sulit gitu. Sulit atawa complicated
gitulah. Kencang, bertenaga tapi
rada ribet. Penggemarnya relatif lebih “kecil” lagi, secara jumlah, dari rock
fans ya? Ya memang kenyataannya begitu. Dan, hari ini sih milenial ga akrablah
dengan prog-rock itu.
Milenial,
kenapa disebut ya karena itu menjadi salah satu target. Gimana musik-musik rock
“berkwalitas”, yang sekaligus juga masuk dalam catatan sejarah musik rock tanah
air itu, bisa tetap lestari.
Bisa
dipahami, dikenal dan syukur-syukur kemudian bisa disukai kaum milenial. Itu
artinya kan, menjadikan prog-rock tetap bisa bernafas dengan lumayan “lapang”lah.
Menarik nafasnya enak gitu, oksigen cukup, aliran darah jadinya lancar kan.
Ujung-ujungnya apaan lagi kalau bukan....umur panjang dong!
|
J i m m o |
|
Fariz RM |
|
Soebroto Harry |
|
Egy Eghay |
Biar
anak-anak muda sekarang, memahami juga sejarah musik. Bisa mengenal karya-karya
bagus yang ditulis oleh tokoh-tokoh penting musik rock Indonesia. Yang telah
menginspirasi karya-karya lagu masa kini, yang disukai para milenial. Kira-kira
begitu.
Selain
tetap memberi ruang nostalgia, tetap saja kaum “generasi lawas” bisa memperoleh
kesempatan menikmati lagu-lagu yang pernah disukainya itu. Eh bukan hanya
pernah sih, tapi sejatinya kan ya selalu mereka sukai.
Kini
dibawakan lagi, bisa dinikmati lagi. Musiknya “bener”, Yang main juga musisi
yang “bener”, dengan penyanyi-penyanyi yang bagus-bagus. Menyoal musisi,
dipertemukanlah musisi lintas usia juga, dari yang sudah berkelana dari era 1970-an
sampai yang era 2010an gitulah.
Tersebutlah
nama-nama musisi seperti Yaya Moektio,
Welly Siahaan, Reynold Silalahi, Hayunaji,
Eghay, Faisal, Iwan “Cumi” a.k.a Wancum, Peter Lumingkewas,
Raden Agung, Iman Ismar, Noldy Benyamin
Pamungkas, Vedy Ideo, Johannes Jordan, Soebroto Harry, Fadhil Indra,
Biondi Noya dan Windy Setiadi.
Dengan
para penyanyinya adalah, Benny Soebardja,
Bangkit Sanjaya, Fariz RM, Eric Martoyo, Andy /rif,
Ecky Lamoh, Jimmo, Arry Syaff, Keenan Nasution dan tentu saja dong, KadriMohamad. Ditambah backing vocal, yang merupakan anggota
termuda, Naftali Angelina.
Dan
pentas Musik Gagah pun digelarlah untuk kali pertama di Titan Centre, Bintaro
Jaya sektor 7. Bertindak sebagai sutradara adalah Jimmo, yang merupakan debut
Jimmo sebagai seorang show director sebuah konser.
Acara
digelar pada 26 Oktober 2019 dan terbilang relatif lumayanlah. Dengan mengingat
dan melihat dari pelbagai sudut pandang dan pertimbangan tuh ya. Yang jelas
sih, ingat ini musik yang relatif “segmented”, soalnya yang dikedepankan itu
prog-rocknya bukan semata-mata rock. Harapan utama, waktu itu, para penggemar
prog rock juga akan datang menonton kan? Emangnya banyak ya, secara jumlah,
para fans prog rock itu? Semoga saja....
|
Iman Isar |
|
F a i s a l |
|
Johannes Jordan |
|
Vedy Ideo |
|
Bangkit Sanjaya |
Kemudian,
eh ternyata dapat kesempatan lagi, untuk bisa digelar lagi pada 26 November
2019, kali ini di Sallo Inyan Resto di Tebet Timur.Jadi persis sebulan setelah
konser pertama, digelarlah konser Musik Gagah kedua.
Repertoar
yang dibawakan itu hampir sama. Ada 18 lagu yang dibawakan pada konser pertama.
Dan di konser kedua ada 17 lagu. Dan dengan ada pergantian penyanyi. Ecky Lamoh
tak tampil lagi di konser kedua, tapi muncul nama Tony Wenas dan Doddy Katamsi.
Sementara
untuk musisi tidak ada pergantian, malah bertambah satu orang. Musisi yang juga
relatif muda, ini muda banget malah, Aufa
Kantadiredja. Selain itu, ada very special guest, Adi Adrian. Yang kini di KLa, mantan kibordis Makara.
Dan venue yang resto bebas alkohol itu, malam itu relatif
penuh juga. Malah muncullah beberapa nama yang dikenal sebagai penggemar
prog-rock, yang tidak sempat hadir pada konser pertama.
Mengenai
finansial, acara konser ini sebenarnya didanai sendiri. Dimana dimanfaatkan
sisa pemasukan atau profit dari pergerakan album CD dan Boxset. Ditambah urunan
dari beberapa principle yaitu Bangkit
Sanjaya, Eric Martoyo, Keith Rustam dan Kadri Mohamad. Lantas masuk juga, Tony
Wenas.
|
Adi "KLa" Adrian |
|
Doddy Katamsi |
Jadi
begitulah, Indonesia Maharddhika akhirnya bisa beraksi lagi. Malah sampai 2
kali, dalam jangka waktu sebulan.
Dan
yang seru, dengan rada ribet juga urusan traffic pemain atau musisinya. Karena
bisa dibilang, di hampir setiap pergantian lagu, terjadi pula pergantian
musisi. Lumayan jadi “”pekerjaan rumah” juga untuk sisi tehnis. Maksudnya soal
produksi di atas panggung, tentu terkait peralatannya.
Well,
kan based on komunitas, datangnya dari semacam paguyuban gitu. So, semua memang
terlibat dan diupayakan mempunyai porsi “keterlibatan” yang sama. Prosesnya memang asyik banget tuh.
Ya
mulai dari pemilihan lagu kemudian siapa musisi yang akan tampil di lagu-lagu
tersebut. Bagaimana juga bentuk aransemennya. Lalu ga kalah serunya adalah, menentukan
jadwal latihannya! Oho. Asyik-asyik, seru tapi pusing juga sih.... Hehehe.
Pusing
sih pusing tapi toh kejadian juga akhirnya kn? Iya sih, alhamdulillah bisa
berjalan dengan lumayan lancar. Kalau ada sedikit gangguan, itu kecil sih dan
bisa ditanggulangi dengan seoptimal mungkin.
Konser
model kroyokan gini, menyenangkan sebetulnya. Ajang silaturahmi, menjaga
pertemanan. Dan kan kemudian ya dihadapi dengan...”gotong royong”lah. Kalau ada
masalah, dipikirkanlah bareng. Misal seperti soal aransemen, ada Welly Siahaan
yang bertanggung jawab, tapi toh dibantu juga oleh teman-teman musisi lainnya.
Pada
akhirnya memang IndonesiaMaharddhika, menyodorkan alternatif bunyi musik, yang
ikut memperkaya khasanah musik Indonesia. Ceileeee, bahasanya itu lho...”khasanah”!
Hehehe....
|
Kadri Mohamad |
|
Benny Soebardja |
|
Tony Wenas |
|
Doddy Katamsi |
|
Yaya Moektio |
|
Iwan "Wancum" dan Doddy Katamsi |
|
Arry Syaff |
|
Adi Adrian, Arry Syaff |
|
Biondi Noya |
Ada
rock yang juga kenceng lho, tapi rada dikit ribet yang nama “gagah”nya ya
prog-rock, yang ikut menyemarakkan musik Indonesia. Semoga dapat mencuri
perhatian, lalu mengundang generasi kemudian atawa yang sekarang ini, untuk mau
menyaksikan dan mengapresiasinya.
Di
rencanakan pada kesempatan berikutnya, Musik Gagah lengkap dengan “rombongan
sirkus”nya akan menggelar konsernya di luar Jakarta. Misalnya di kota Surabaya dan
Malang, mudah-mudahan juga kota-kota lainnya. Semoga semesta memberkati rencana
di 2020 itu.
Mudah-mudahan
saja semesta akan memberi jalan, bagi “kaum gagah” ini bisa mempertunjukkan
kegagagahannya ke publik di kota-kota lain di luar Jakarta. Kaum gagah berani
yang bersemangat untuk terus menyebar virus.....
Eh
virus musik lho, virus yang positif. Karena juga kan lagu-lagu prog-rock itu
mayoritas muatan liriknya positif kok. Ada kritik sosial, selain itu juga cinta tanah air./*
Foto - foto Gideon Momongan-Musik Gagah