Monday, February 8, 2016

SUARASAMA, Kontemporer Kontemplasi



Inilah Suarasama, kelompok musik yang berasal dari Medan, Sumatera Utara.  Sebelum menelusuri lebih jauh perkara musiknya, maka simaklah dulu beberapa catatan “prestasi” yang telah mereka hasilkan selama ini.
Debut album mereka Fajar di Atas Awan, diproduseri oleh Radio France Internationale (RFI), Perancis. Salah satu lagu dalam album tersebut, berjudul sama dengan albumnya, menjadi salah satu materi album Music of Indonesia 20 : Indonesian Guitars by the Smithsonian Folkways Recording, Washington DC. Album itu dirilis tahun 1999.
Album perdana Suarasama itu lalu dirilis ulang dalam format CD dan LP oleh Dragcity Chicago dan disebarkan di beberapa negara di dunia. Dan lagu berjudul sama dengan album, kemudian juga di pblish kembali dalam sebuah album kompilasi sebagai covermonth-CD oleh Uncut Magazine, London.
Album yang dirilis oleh Dragcity tersebut, terpilih sebagai salah satu dari 5 album World Music sebagai Album of The Year oleh San Fransisco Chronicle. Selain itu juga salah satu dari 10 album World Music Terbaik oleh Uncut Magazine. Juga terpilih sebagai salah satu album terbaik di bulan Oktober 2008 oleh Global Rhythm Magazine, Amerika Serikat. Dan catatan lain adalah, album tersebut telah di review oleh lebih dari 35 majalah, baik cetak maupun webzine, di Amerika dan Eropa.
Selepas album tersebut, yang disebut banyak kritikus musik sebagi warna baru dalam bentuk world music, Suarasama juga menghasilkan album lain. Yaitu Rites of Passages (dirilis 2002), Lebah (2008) dan Timeline yang belum lama mereka sebarkan resmi di tahun 2013 ini. Dan album-abum berikutnya itu, juga memperoleh tanggapan positif dari media-media luar negeri serta para pecinta world music.

Mereka juga telah tampil di banyak festival-festival musik di mancanegara, teristimewa yang mengetengahkan world music dan jazz seperti  Sufi Soul 2nd World Music Festival di Pakistan pada tahun 2001, Sharq Taronalari Festival di Uzbekistan 2001,  Bali World Music Festival 2002, North Sumatra Traditional Music and Dance di Guangzhou, China 2001,  North Sumatra Traditional Music and Dance  di  Singapore 2002, Asean Composer League and International Puppet Festival, New Zealand, 2007.
Mereka juga tampil di 2nd International Rondalla Festival, Philippines, 2007, Riau HitamPutih World Music Festival 2008 dan pada Asian Music Forum, Thailand, 2009. Selanjutnya, Bandung Worldjazz Festival 2009, Irwansyah Harahap-Suarasama and Friends in Concert, Adam Concert Hall, Wellington 2009. Berlanjut dengan penampilan format duo Suarasama (Irwansyah Harahap and Rithaony Hutajulu) di Minpaku Museum of Ethnology Osaka Japan pada 2010.
Terakhir, pada 2013 ini saja, mereka telah tampil antara lain di Jazz Market by the Sea, Taman Bhagawan, Bali 2013. Lalu North Sumatra Jazz Festival di Medan serta Art Summit di Jakarta. Sebelumnya juga menggelar konser di Bentar Budaya,Jakarta.
Siapa sebenarnya mereka? Adalah Irwansyah Harahap, salah satu tokoh penting etnomusikologi yang berdomisili di Medan yang menjadi pengagas dan pendiri kelompok ini. Ia mendirikan grup ini bersama sang istri, Rithaony Hutajulu. Mereka bersepakat membentuk kelompok ini, tak lama setelah keduanya kembali ke Medan, selepas masa studI di University of Washington, Seattle, Amerika Serikat.

Irwansyah, berkuliah di fakultas etnomusikologi di Universitas Sumatera Utara. Selama masa kuliah, ia mendalami berbagai peralatan musik tradisi yang menarik perhatiannya. Antara lain ada Gambus ,  ‘ud  (alat petik Arab). Serta berbagai alat tradisi khas Batak Toba macam Hasapi (alat petik khas 2 senar),  Garantung (berbentuk xylophone) dan peralatan perkusi drumming dari Mandailing,  Gordang Sambilan. Ia lalu mengambil master degree di Amerika Serikat itu.
Suarasama, menyerap pelbagai elemen musik yang selama ini dipelajari dan dicermati oleh Irawansyah, bersama Ritha. Yaitu bentuk musik kontemporer bernuansa kontemplatif atau meditatif, berlandaskan pada ketertarikan Irwansyah atas bentuk musik sufi asal Pakistan. Musiknya juga mengandung unsur world music, memiliki kesan folk, ethnic macam-macam serta musik perkusif.
Dalam hal ini Irwansyah meracik warna musik Afro dengan Timur Tengah baik Arab dan Persia, Eropa Timur, Asia Tenggara termasuk pula musik tradisi Melayu dan Sumatera Utara. Dengan suara yang keluar lebih didominasi bebunyian akustik. Seperti apa yang dimainkan oleh Irwansyah dengan pelbagai bentuk alat musik petik seperti gitar akustik, gambus, ‘ud termasuk beberapa peralatan yang didisainnya sendiri.
Dasar dari “hobi” Irwansyah melakukan re-design adalah dasarnya, ia mengembangkan beberapa peralatan musik akustik petik, dengan mencari bentuk bunyian tertentu. Demi mencari bentuk karakteristik idiomatik bunyi yang berbeda-beda untuk memenuhi estetika musik yang ingin dicapai, begitulah yang ia sampaikan pada profile-sheetnya untuk sebuah acara.
Hal seperti itulah, yang bisa jadi membuat musik Suarasama terkesan “baru”. NewsMusik lebih suka menyebutnya sebagai bentuk world music yang menentramkan jiwa dan pikiran. Seringkali musik mereka terkesan pula ilustratif. Bisa mengundang imajinasi tertentu, saat mendengarkan bunyian musik yang ditimpali suara Ritha. Sengaja atau tidak, sesekali NewsMusik menangkap sebersit nuansa magis dalam musik mereka.
Menjadi menarik memang, ketika hasil dari mengamati dan meresapi musik akustik mereka ini. Lalu menempatkannya pada “ruang etalase” musik-musik kontemporer yang telah ada selama ini. Suarasama tak pelak lagi, jelas menambah direktori musik-musik eksotik ke-timur-an, memiliki identitas khusus yang dihasilkan musisi Indonesia.

Dan saat kita mengagumi pelbagai corak karya estetika musik kontemporer yang telah dihasilkan beragam musisi, yang telah diakui bahkan dikagumi pula oleh dunia internasional, kita boleh berbangga atas kekayaan yang kita miliki ini.
Persoalan kemudian, apakah Indonesia telah memperlakukan Suarasama begitu pula halnya dengan musisi-musisi tanah air kita yang berkwalitas internasional lainnya, dengan baik dan...bijaksana? Mendukung sepenuhnya pergerakan bermusik mereka, karena toh langsung atau tidak langsung mereka dengan musiknya telah ikut mempromosikan secara baik Indonesia, ke seluruh dunia.
Itulah persoalan mendasar, yang lebih penting untuk dicermati dan dipikirkan sebaik-baiknya. Daripada, memikirkan bagaimana musik-musik kontemporer sejenis Suarasama bisa populer dan digemari oleh telinga dan hati masyarakat Indonesia dimanapun. Lantaran soal selera, susah betul untuk diperdebatkan! Belum lagi, industri musik (populer) selama ini memang lebih suka menjaga jarak dengan bentuk-bentuk musik eksploratif berbau tradisi begitu. Segmented dan tidak komersil, paling-paling begitulah stigma yang terlanjur ditempelkan kaum industri.


NewsMusik memberikan respek positif akan kemampuan mumpuni para musisi dengan kreasinya, seperti yang telah dihasilkan Irwansyah Harahap, Ritha bersama para musisi pendukungnya dalam Suarasama yaitu Syainul Irwan (vokal dan Indian Sruti Box), Muhamad Amin (“Udubronze drums), Horas Panjaitan (Duf, Djembe) dan Ernie Zulfan Rangkuti (Percussion, cymbals dan minimalist drums-set).
Kita berharap, eksplorasi bermusik mereka akan tiada henti. Dilakukan sepenuh hati. Demi memperkaya bunyi-bunyian musik yang ada. Simple-nya sih begini buat NewsMusik, berilah ruang bagi musik-musik lain non-pop, yang mungkin tidak komersil. Jangan hanya memberi ruang lapang dan lebar bagi musik-musik pop industri, yang sudah terlalu memenuhi ruang dan waktu kita selama ini. Misalnya, lewat layar kaca... /dionM





No comments: