Thursday, February 6, 2020

D'Masiv, Jangan Menyerah untuk Semakin Rindu Setengah Mati....





Sebenar-benarnyalah, pas Jumat 31 Januari itu ada beberapa event musik di ibukota. Kalau boleh sih ya, pengennya bisa nonton semuanya. Cuma kan, ya itu amat sangat tidak memungkinkan. Semuanya jamnya sama, cuy! Apalah mau dikata...
Dan setelah menimbang-nimbang dengan secermat mungkin dan sebijaksana mungkin, pilihan jatuh pada...ke The Pallas deh yiuk. Istriku, sebagai my really soul-mate, mengiyakan langsung lho menanggukkan kepala. Brangkaaaattt!




Kenapa pilihan ke situ. Gini cerita sesungguhnya, saya belum pernah menonton D’Masiv, secara penuh, full-set maksudnya. Ini memang merupakan konser solo perdana mereka di Jakarta. Tuh kan, ya pas dong? Bagaimana mungkin saya melewatkannya begitu saja?
Saya belum pernah nonton mereka sepenuhnya, padahal mengenal mereka sejak awal banget karir bermusik mereka. Iya memang kejadian beneran lho itu. Mereka tampil di sebuah Kompetisi Band, mereka ga jadi juara utama gitu tetapi lagu karya mereka itu, menjadi lagu terbaik dari kompetisi band itu.

Saya lupa sih sama kejadian itu, ini ngaku deh. Tetapi waktu kita ngobrol, ini suatu waktu di beberapa tahun lampau ya, ketika obrolan sampai pada topik kalian dimana sih main pertamanya, sebagai band ya?






Eh bo’ong ding. Maksudku, ya ga persis begitulah pertanyaanku. Tetapi kira-kira memang mengorek perjalanan awal karir bermusik mereka. Dan ya di situlah mereka sebut soal kompetisi band di pelataran parkir Taman Ismail Marzuki itu. Waduh, lupa deh tahun berapa tuh....
Lho, waktu itu, aku jadi jurinya. Eh kalian yang mana? Begitu mereka bilang, lagu mereka jadi lagu terbaik, mendadak sontak dong, langsung inget! Wah, itu ya kalian? Kalian mainnya rapi waktu itu, tetapi yang mencuri perhatian memang lagu kalian, bagus banget....
Tunggu, tunggu. Sebenarnya yang ngingetin banget perjumpaan kita pertama di sekitar 13 – 14 tahun silam itu adalah ketika disebut nama, almarhum Mike Mohede! Mike waktu itu ikut kompetisi itu, dan so pasti jadi best vocalistnya. Bandnyapun menang.

Ya itu kisahnya. So, setelah mereka lantas muncul di blantika musik Indonesia. Itu bahasa gaul banget ya, blantika! Hehehe.... Lalu mereka makin besar namanya, lagu-lagu mereka jadi hits. Digila-gilai para fans musik Indonesia, so pastinyalah.
Dan saya masak belum pernah punya kesempatan menonton mereka lho. Makdikipe dah. Tapi tunggu dulu, ini ada pengakuan lainnya ya. Saya sejatinya biasa-biasa saja dengan D’Masiv ketika mereka awal menghasilkan album rekaman, album Perubahan, dirilis 2008.

Eh sampai album kedua deh, Perjalanan yang dirilis dua tahun kemudian. Ini band pop apaan? Aduh penyanyinya itu lho, ga ada ekspresinya sama sekali sih? Kok ya bisa nyanyi,dengan ekspresi lempeng aja gitu.....
Eh iya, saya pernah kok menulis mereka, coba buka-buka aja, liatin website saya ini deh. Udah lama juga sih. Ekstrim amat penilaian saya? Ga lah. Tapi saya juga cermati lagu-lagu mereka, eh lagu ringan dengan melodi yang pas masuk kuping masyarakat. Dan terpenting, pilihan kata pada syairnya itu....
Bukan kata kata penuh “bunga-bungaan semerbak mewangi” yang susah dipahami. Tetapi bukan lantas berarti, kata-kata terlalu sederhana, yang “remeh-temeh”. Oh ga begitu. Puitis juga, tapi gimana ya, ada “sesuatu”nya juga gitu.






Sing penting, bisa langsung kek mewakili perasaan, kegundahan atawa kesukacitaan para pendengarnya. Ya gitu dong, khittahnya musik pop kan? Pas aja, puitis tetapi ga ribet pilihan katanya. Ngerti kan?
Dan itulah yang membuat mereka bisa merangsek maju, menjadi salah satu pop-band sukses sejak sekitar 12 tahun lalu. Pop yang manis, tetapi sebenarnya, ada juga aksen-aksen galaknya dikit, maksudnya pada sisi musiknya ya. Itu untuk rekaman. Dan di atas panggung, mereka bisa lebih galakkan lagi, tidak pada semua lagu memang sih.

Betewe, pada perjalanan waktu kemudian, saya melihat dan merasa, ya lihat dari penampilan mereka di televisi misalnya ya. Eh mereka udah berubah nih. Udah lebih baik. Mulai ekspresi. Outfit juga mulai kelihatan diperhatiin. Dan, ya saya jadi ga merasa agak-agak “terganggu” kan jadinya. Makin lumayan enak untuk dilihat.
Dan ok, singkat cerita. Ke The Pallas. Saya bersama istri. Mengajak juga 2 teman baik saya, Nini Sunny dan Muhamad Ihsan. Mereka juga antusias untuk menonton Dmasiv. Sama dengan kami, bakal menjadi pengalaman perdana nih.
Perdana menikmati sepenuhnya, seutuhnya D’Masiv. Pucuk dicinta ulam tiba! Kayak begitulah adanya. Yang saya tahu persis, harusnya D’Masiv menggelar konsernya di awal September 2019, di Tennis Indoor, Senayan. Sayangnya, 2 atau 3 hari sebelum Hari-H, konser dibatalkan.







Bukan batal sih bilangnya, tapi mundur. Dimundurkan ke Desember awal 2019. Tetapi ternyata, lagi-lagi tidak dapat terealisir. Maka menonton Dmasiv, yah jadi mimpi doang nih. Sedih kan?
Eh eh datanglah info, ada D’Masiv LOVE Concert, 31 Januari di The Pallas. Nah niiii dieee! Harus nontonlah ya. Saya dan istri setuju, dan siap banget nonton udah dari awal Januari 2020 lah gitu.
Kesampaian juga ya akhirnya. Dan beneran juga adanya. Agak hujan, ya kita teroboslah. Dan kami sudah siap di kafe serupa hall lumayan besar di kawasan SCBD Senayan itu, sejak sekitar jam 19.30an.

Masuk ke dalam clubs gede itu, jelang jam 21.00. Dan konser dimulai dengan dentuman keras, yang aslik jack, ngagetin! Suara keras itu dibunyiin jam 21.30anlah gitu. Dan langsung D’Masiv ngegeber panggung dong. Dibuka dengan, ‘Lelaki Pantang Menyerah’, setelah overture. Disambung lagi, ‘Kesempatan bersamamu’.
Total ada 19 karya lagu mereka yang dibawakan. Menyelip kejutan manis, lewat lagu dari sang legenda, almarhum Chrisye. ‘Pergilah Kasih’ dibawakan menyusul, ‘Selamat Jalan Kekasih’. Dan yang lebih mengejutkan, menjadi momen indah adalah mereka “bermain” dengan Chrisye!
Dalam ‘Selamat Jalan Kekasih’, Rian Ekky Pradipta, sang vokalis utamapun, mendapat kesempatan berduet dengan almarhum Chrisye. Dan penonton terkesima, lalu ikutan menyanyi.
Nah menyoal sing-a-long, koor bareng ataupun ikutan menyanyi rame-rame, ini serunya. Saya dan juga istri bak terpana lho. Ya gimana ga terkagum-kagum, yang ikutan menyanyi itu bukan hanya penonton cewek tapi juga cowok. Dan yang cowok itu kelihatan banget hafal, tukas istriku. Dia memang perhatiin banget.
Sempet-sempetnya doski perhatiin, padahal dia juga ikut-ikutan memotret. Kan artinya ya mondar-mandir juga sih. Tapi rupa-rupanya dia jalan wara-wiri sambil liat-liatin kanan-kiri ya.... Mungkin ikut-ikutan nyanyi? Yaeyalaaaan....
Keren deh. Masivers ternyata merata ya, cewek dan cowok. Yang cowok-cowok juga ga sungkan ikutan menyanyi, sambil goyang juga malah. Lompat-lompat juga. Masivers tulen tuh!





Well, cinta adalah milik semua, bukaaaan? Cinta dimiliki wanita, juga dimiliki pria. Lelaki mencintai perempuan, perempuan pun begitu sebaliknya. Jadi, lagu-lagu cinta itu bisa disukai oleh semua. Padahal, lagu-lagu D’Masiv sejatinya tak melulu cinta dua insan, memadu kasih, seia sekata, menyukai dan mencintainya sepenuh hati, hanyalah engkau seorang di hatiku... lebih luas lagi dong.
Lagu-lagu lain yang dimainkan, disajikan kemarin malam antara lain ada, ‘Pernah Memiliki, ‘Ingin Lekas Memelukmu Lagi’, ‘Hidup Untukmu Mati Tanpamu’. Lalu ada, ‘Esok Kan Bahagia’, ‘Natural’. Lantas, ‘Jangan Menyerah’ dilanjut dengan hits lain, ‘Semakin’.

Ada selipan sesi akustik, dimana mereka membawakan, ‘Melodi’, ‘Rindu Setengah Mati’ dan ‘Sudahi Perih Ini’ disambung ‘Apa Salahku’. Berlanjut dengan lagu special request dari 4 seleb yang diajak naik panggung, cewek cewek cantik lhoooo. Mereka berempat sepakat memilih lagu, ‘Aku Percaya Kamu’.
Keempat cewek itu adalah selebriti masa kini dah, mileniallah, Anya Geraldine dan Nabila JKT48. Ada juga Nafa Urbach. Dan, hanya ini yang saya kenal baik, Sara Wijayanto, yang kebetulan lama ga ketemuan eh kayak “dipertemukan kembali” deh sama D’Masiv.







Lagu lainnya ada, ‘Merindukanmu’ kemudian ‘Cita Sampai Di sini' dirangkai dengan ‘Di antara Kalian’. Lalu ‘Diam Tanpa Kata. Lantas ‘Cinta ini Membunuhku’ menjadi lagu penutup yang pas. Pas, konser ini serasa...”membunuhku”.
Pada akhirnya, menonton D’Masiv sampai selesai. Rada pegel juga sih akhirnya. Ga duduk soalnya. Belum lagi, kudu rajin jalan ke sana kemari. Mencari angle yang pas untuk memotret.

Iya kudu ada sedikit usaha, kudu rajin karena lightingnya ini nih kurang bersahabat untuk fotografi. Mungkin itu, satu sisi “kelemahan” konser asyiknya D’Masiv kemarin. Kebanyakan tampil tata lampunya kelap-kelip di sisi belakang. Mengakibatkan silhoutte. Sayang aja. Padahal ada follow spot, yang dinyalakan sesekali, itupun dengan intensity tidak maksimal. Dan ada juga spot berupa freshnel di sisi atas, tetapi juga dimainkan hanya sesekali.
Kalau saja, dimainkan sering, ah pasti akan lebih keren lagi hasil jeprat-jepretku. Terutama untuk tampilan wajah, jadi lebih terlihat jelas. Ga akan “merusak” tampilan permainan tata lampu moving light yang menari-nari dan bergantian warna itu sih.
Ah maaf intermezzo ya. Semoga kali berikutnya, sisi tata cahaya bisa digarap lebih baik lagi. Jadi saya menonton dengan nyaman, senang hati, sambil bisa memotret dengan leluasa. Tentu saja dengan hasil optimal. Artinya, kepuasan jadi maksimallah.
Tak mengapa, kan baru sekali ini “konser besar” begitu. Toh akhirnya bisa sukses menjadwal ulang rencana konser, walau tertunda setelah hampir 4 bulan dari jadwal semula kan?

Salam hormat dan sukses selalu untuk Rian, juga Dwiki Aditya Marsall atau Kiki (gitar), Rayyi Kurniawan Iskandar Dinata (bass), Wahyu Piaji (drums) dan Nurul Damar Ramadhan atau Rama (gitaris). Juga Eggy Eghay, kibordis yang selalu membantu mereka di panggung.
Salam juga untuk additional 3 pemain tiup yang muncul mendukung di beberapa lagu. Eggy Pratama (trumpet), Willam Nababan (saxophone), Dede Halim (trombone). Lebih keren kalau sekalian blowers setnya atau “pasukan tiup” lebih lengkap lagi, dan dengan tampilan sound yang lebih jelas.
Terima kasih D’Masiv, asyik! Kami terhibur! Ditunggu konser-konser lainnya. Sehat selalu ya. /*











Malam Dana Amal untuk Korban Longsor di Banten, KOMUNIKASI







Alhamdulillah, bisa terkumpul Rp. 11.329.074, dari Malam KOMUNIKASI (Kongkow Musik Unik sambil Berdonasi), bertempat di Hard Rock Cafe, Jakarta. Acara yang diadakan dari sore hari sampai menjelang tengah malam itu, digelar pada Selasa, 28 Januari 2020.
Acara amal ini diadakan oleh Masyarakat Peduli Indonesia, bekerjasama dengan Rumah Harapan – Melanie Soebono serta Eksekutif Daerah WALHI Jakarta. Bersama dengan pihak Hard Rock Cafe.
Pengumpulan dana masih tetap terbuka hingga 29 Februari 2020. Bila ada teman-teman yang ingin menyumbang, dapat melakukan pengiriman uang ke rekening Masyarakat Peduli Indonesia, nomer rekening 0181166665, Bank Artha Graha cabang BEJ. Atau kirim ke WALHI, rekening 3019991980, BCA.





Inisiatif pengumpulan dana dari masyarakat, lewat pergelaran musik lintas genre, setelah musibah parah yang melanda kabupaten Lebak di Banten. Dimana di dusun Banjarsari tepatnya, terlanda musibah bencana, air bah dan tanah longsor.
Ratusan rumah rusak, yang mengakibatkan ribuan warga masyarakat tempat tinggalnya pada bencana di awal Januari 2020 tersebut. Menurut kabar, sebagian besar dari masyarakat terdampak bencana tersebut, yang kehilangan rumah dan harta bendanya, harus direlokasi.
Hingga saat ini, kondisi tanah di daerah tersebut masih sangat labil, bahkan bergerak. Sehingga tidak memungkinkan untuk dapat dibangun rumah tinggal. Harus diupayakan areal lain, yang lebih aman, untuk bisa mendirikan bangunan. Selain tempat tinggal, juga rumah badah dan sekolah-sekolah.





Malam 28 Januari kemarin, ada berbagai grup band dan penyanyi yang tampil, bersinerji untuk dapat turut serta bersimpati kepada korban bencana alam tersebut. Musisi yang hadir memang dari pelbagai jenis musik.
Antara lain ada Gabriel Mayo, Sandy Canester, Renadiva Putri, Reynold  Senar Gitar, Tatlo, Tom N Roy, The Tambel, Abidine, Classmate Journal, Blue Riders, Conrad Good Vibration, Reza The Groove Hernanza, Chaplin Band, Melanie Subono, Agam Hamzah & band, Siksa Kubur, Pop Out, Getah, Damon Koeswoyo - Terry Jingga dan beberapa lainnya lagi.
Sebuah kepedulian sosial yang perlu dipuji, serta didukung. Bagaimana kita ikut merasakan penderitaan saudara-saudara kita yang terdampak musibah bencana alam. Lewat aksi nyata, dengan menikmati sajian musik sambil berdonasi.





Menurut Tom’ Imot, sebagai komandan acara, Komunikasi kemarin adalah merupakan gerakan sosial yang pertama. Akan segera berlanjut dengan aksi serupa, Komunikasi #2. Tom’ Imot mengucapkan syukur atas kesediaan teman-teman musisi untuk mendukung acara penggalangan dana itu.

Tak lupa juga atas para penonton yang telah meluangkan waktu, untuk datang menonton dan memberikan donasi. Semoga niat baik tersebut, akan segera dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang memang sangat membutuhkan uluran tangan.






Menurut Tom’Imot lagi, perkongsian penyelenggara acara amal, Komunikasi, berniat bisa ikut juga membantu pendirian kembali rumah ibadah dan sekolah-sekolah yang sebagian besar rusak parah. Tentu saja, bila ada yang menyusul untuk bisa ikut menyumbang, akan sangat terbuka dan tentunya, ditunggu dan akan segera disalurkan kepada mereka yang sangat memerlukan.

Sampai jumpa di acara sosial berikutnya, Komunikasi edisi selanjutnya./*