Sunday, February 7, 2016

ROY “JECOVOX” JECONIAH, Cak Roy Suka Marco van Basten dan Paolo Maldini



Roy Jeconiah Isoka Wurangian. Begitu nama lengkapnya. Tinggi sekitar 176 cm dan beratnya, sekitar 80 kg. Rocker tulen! Tinggi besar, rambut lebih sebahu, bertato dan menyanyi gahar. Artikulasi jelas. Boleh jadi, ia salah satu penyanyi rock terdepan tanah air saat ini.
Karir menyanyinya sudah dijalankan sejak lumayan lama. Awal 1990-an ia muncul dengan Los Angels, yang menjadi Finalis 10 Besar dari Festival Rock Log Zhelebour. Menjadi finalis di tahun 1993. Los Angels ini lantas menjadi Boomerang. Grup rock ini menjadi rock band kebanggaan Surabaya sejak saat itu.
Bersama Boomerang, Roy telah merilis 8 album rekaman, sebelum dia memutuskan hengkang dari grup tersebut di tahun 2010. Mereka merilis selftitled album di tahun 1994. Lantas Kontaminasi Otak, 1995. Dilanjutkan kemudian dengan Disharmoni (1996), Segitiga (1998), Extravaganza (2000), Terapi Visi (2003), Urbanoustic (2004). Terakhir album Roy dengan Boomerang, Suara Jalanan, dirilis tahun 2009.
Anak ke 8 dari 10 bersaudara, putra pasangan William Joseph Wurangian dan Ursula Clementine Emma Soroinsong ini, memang dari seluruh keluarganya hanya Roy sendiri yang menekuni karir musiknya secara professional.Ia menikahi Precillia Grace Tulenan, yang pada awalnya tak terlalu percaya ia penyanyi dan tidak tahu ia vokalis Boomerang. Sekarang ini, putranya sudah 2 orang, Jozche Imanuelle Tarynce Isoka Wurangian dan adiknya, Jozhua Daniel Darynce Isoka Wurangian.

Roy itu Menado banget ya? Lihat saja nama anaknya, dan namanya sendiri. Ada Isoka. Kata Roy, Isoka itu diambil dari kata Isosoran Kameng, bahasa dari tanah Minahasa, kampung halaman leluhurnya. Artinya, semakin bertambah hal-hal yang baik. Dan hebatnya, di kampung halamannya, hanya dia sendiri yang diberikan nama baik itu! Maka menurutnya, tak ada salahnya nama baik itu diberikannya juga untuk kedua anaknya.
Hal menarik dari Roy dan istrinya, mereka adalah sama-sama berdarah Kawanua. Tapi keduanya ternyata sama-sama lebih bisa berbahasa Jawa, karena keduanya itu lama dibesarkan di Surabaya. Jadi, waktu mereka sempat bersama pulang kampung, cerita Roy, kita berdua hanya tersenyum-senyum saja kalau keluarga mereka mengajak mereka bicara bahasa Manado.
Berarti, tidaklah terlalu “Manado banget” dong? Apalagi Roy sendiri mengaku, baru merasakan menapaki tanah “kampung halaman”nya ketika sudah dewasa. Pengalaman pertama itu dialaminya, saat Boomerang berkesempatan manggung di Manado. Ia memilih keluar dari pesawat belakangan, setelah semua penumpang turun. Begitu ia turun dari tangga pesawat, ia langsung mencium tanah! Ya, ia tertawa menceritakan ini beberapa tahun lalu. Akhirnya, gw sampai juga di Manado!  
NewsMusik diwakili Gideon Momongan dan Indrawan Ibonk, menjumpai Roy di rumahnya yang asri di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan. Kami menikmati rode bonesoep alias sup kacang merah, asli kesukaan orang Kawanua tuh. Enak dan gurih rasanya. Nikmat betul. Maka obrolanpun jadi lancar jadinya.
Kamipun bercakap-cakap kesana-kemari. Tentu bermula dari karir menyanyinya sampai soal sepakbola dan olahraga. Awalnya, sempat juga menanyakan, kok sebagai orang Manado tidak memelihara anjing? Iapun langsung menjawab cepat, pernah ia memelihara sampai 15 anjing!  Roy dan Precillia sama-sama senang anjing. Akhirnya, anjing-anjing itu dibagi-bagikan ke kerabat dan teman-teman mereka. Terutama ketika mereka sudah memiliki anak.
Tapi begitu sampai di rumahnya itu, kami terkagum-kaum dengan sebuah box berukuran besar, berada di salah satu sudut ruang keluarganya. Box besar itu, mengingatkan kita akan hard-case untuk alat-alat musik, Ada pintu kecil di bagian depan box besar itu.


NewsMusik  :  Bro, eh itu apaan? Hardcase?
Roy Jeconiah  : Oh itu memang dibuat oleh orang yang biasa membuat hardcase, untuk alat-alat musik. Dibikin di Jakarta. Box itu adalah ruang take-vocal broer...
NM  : Wah, menarik juga broer (kami memang saling memanggil dengan “bro” atau kadang juga “broer”). Kita sih belum pernah lihat. Jadi, memang muat untuk satu orang ya? Dan kelihatannya seperti knockdown gitu? Mahal bro?
RJ  : Mahal, nghhh aku rasa ga juga. Ini praktis dan efisien. Relatif murah. Memang box ini knockdown. Bisa dibawa-bawa. Jadi, kalau misal aku mau take-vocal dimana, di dearah mana gitu. Aku bisa bawa. Pasti tak akan mengganggu orang lain, bebas kita rekaman suara, sambil teriak-teriak. Aku bikin karena mikirnya ya, kalau mau rekaman suaraku di studio mana gitu, akan buang waktu, tenaga, juga uang. Capek deh. Apalagi daerah Ciputat sini kan, biangnya macet.
NM  : Oh bener juga bro. Idenya siapa?
RJ  : Ya ide aku, karena pertimbangan efisiensi itu. Aku kasih ide dasar, nah dituangkan dalam desainnya sama pembuatnya langsung. Ia minta waktu pembuatan seminggu. Eh, hari kelima ternyata sudah selesai lho. Hari keenamnya, dia antarkan ke sini, langsung pasang dan siap pakai. Yang jelas, kedap suara banget. Tapi memang,panas banget di dalamnya. Cuma aku lagi akalin biar ada udara dari blowers bisa diselipkan masuk. biar ga terlalu pengap.

Roy lalu menunjukkan box tersebut. Membukanya. Ada mike di dalamnya, juga standbook. Dan Roy menunjukkan pula, siasatnya biar tidak terlalu pengap, bagaimana ia mencoba memasukkan angin dari sebuah blower.
Menurutnya, bisa juga dimasukkan sebuah pendingin udara portable yang ukuran kecil. Pendingin udara itu dipasang bila sedang tidak dpakai studio itu. Kalau mau dipakai, tinggal dikeluarkan. Mungkin akan lebih adem, menurut Roy.
Menurut Roy lagi, box khusus itu ternyata ada yang menjualnya di luar negeri. Roy memperoleh info dari seorang distributor alat musik ternama. Tapi distributor itu mengatakan, harganya lumayan mahal di sana. Jadi, tak mungkin mereka ambil dan menjualnya di sini. Harganya akan jadi kelewat tinggi.
Box studio take vocal itu, langsung dipakainya untuk penggarapan solo albumnya. Yang menurutnya, ia berkeinginan solo album itu, dapat dirilis tepat pada Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober. Diharapkan memberi semangat dan inspirasi kepada generasi muda, yang adalah jumlah terbesar penggemarnya selama ini. Ia memakai nama, Jecovox.
Ok, lalu kami meneruskan lagi obrolan ke hal-hal lain. Diawali tentu dengan soal karir musiknya.


                                                                                                                                             

















NM  : Bro, waktu awal karirmu dulu, orang tua ngijinin untuk menyanyi ga? Menjadi penyanyi serius gitu, maksudnya
RJ  : Dulu, orang tuaku tidak tahu kalau aku pergi keluar untuk latihan band. Mereka tahunya, aku pergi main saja. Waktu ada kabar dari pak Log Zhelebour bahwa klip pertama Boomerang akan tayang di TV, aku sengaja mengajak ayah, kakak dan adik-adikku duduk bersama depan TV. Saat itu tinggal ayah memang, ibuku sudah almarhumah sejak aku kelas 2 SMA. Mereka ga ngerti, kenapa aku ajak mereka nonton televisi. Jadi, pas klip itu ditayangin, semua kaget karena aku ada di klip itu. Ayah kaget dan terdiam beberapa saat. Diem aja. Eh lalu tiba-tiba dia berdiri dan menghampiri aku, lantas memelukku! Sejak saat itulah, ayah dan keluargaku jadi pendukung nomer 1 karir musikku.
NM  : Apa pesan orang tuamu, dalam hal ini ayah, mengenai karir menyanyimu?
RJ  : Beliau hanya berpesan tetaplah rendah hati. Selalu ingat bahwa semua ini pemberian Tuhan, dan sewaktu-waktu bisa saja Tuhan meminta lagi. Ya jika saat itu terjadi, aku harus rela dan berbesar hati untuk mengembalikannya.
NM  : Oh ya, mungkin ada juga saham ayah dan ibu, dalam membentuk atau mengarahkan karir musikmu?
RJ  : Aku dan ayah itu sering berdiskusi kecil soal musik jaman beliau. Jadinya, aku kenal nama-nama seperti Bing Crosby, Nat King Cole, Andrew Sisters, Glen Miller, Perry Como dan sejenisnya ya dari beliau. Ayah sering memutar lagu-lagu itu di rumah. Dan nyaris tiap sore, bila mereka ada di rumah, ayah suka main gitar dan ibuku menyanyi. Aku sering mendengar dan melihatnya.
NM  : Bro, masih inget ga, nyanyi pertama kali, di depan umum ya, kapan tuh? Dan mungkin masih inget, di acara apa?
RJ  : Nyanyi pertama kali di SMP. Waktu itu ada acara AMD, ABRI Masuk Desa. Aku nyanyiin lagu Rolling Stones,’Honky Tonk Woman’ dan ‘As Tears Goes By’
NM  : Kalau di sekolah, waktu SD deh. Suka menyanyi di depan kelas? Masih inget, nyanyi lagu apa? Lagu perjuangan, kali ya?
RJ  : Sering sih ga. Tapi ya suka juga, kalau disuruh guru. Aku nyanyi lagu Honky Tonk Woman aja. Soalnya, lagu itu yang aku hafal. Hahahahaha…..
NM  : Pertama kali menyanyi serius, mendapat bayaran berapa?
RJ  : Pertama kali dibayar, menikmati bayaran dari nyanyi, waktu dengan Los Angels, jadi pembuka Gong 2000 Tour di Sulawesi Selatan. Nah bayaran pertama kali, ya di situ itu. Dapat 200 ribuan. Karena 750 ribu dibagi empat.
NM  : Oh ya, waktu itu langsung ikut tour? Ada pengalaman berkesan saat itu?
RJ  : Iya, kita jadi pembuka Gong 2000, nama besar kan. Main pertama kali di stadion besar dan penonton full. Jadi abis kita main, kita nonton Gong 2000, curi ilmu. Kita belajar interaksi dengan penonton, komunikasi antar personil, gaya panggung. Pas show berikut, langsung kita praktekkin…

NM  : Mengenai rock ya, bro. Kalau aku sebut, Achmad Albar, ada kesan tertentu?
RJ  : Wah, Mas Iye’ (panggilan Achmad Albar), vokalis idola. Jadi waktu di tour di Sulawesi Selatan itu, kami semua sedang duduk di lobi hotel. Ga begitu jauh dari tempat personil Gong 2000 duduk-duduk juga. Datang seorang kru Gong 2000, dan Mas Iye’ bertanya ke dia,’Gimana dengan keadaan di lapangan?” Itu suaranya bulat, bass banget. Wuih, kita semua langsung terdiam, kayak kaget dengar suara Mas Iye’ itu. Asli, aku dan teman-teman terpesona banget! Edan, jantan gitu kedengarannya.
NM  : Lalu, gimana kalau saya menyebutkan, Metalicca?
RJ  : Hahaha….saya nonton kok konser mereka kemarin dan dulu waktu 1993 juga! Nah, waktu 1993 itu, aku dengan Henry dan Farid (personil Boomerang), bukan beli tiket. Kita kru panggung!
NM  : Oh ya, seru banget bro? Kok jadi kru? Gimana ceritanya?
RJ  : Iya, aku dan temen-temen kan pengen nonton. Kebetulan kakakku Lexy, ikut menangani produksi konser itu. Lexy mengajak kita, udah bantu aja jadi kru panggung. Kita mau banget! Jadilah kita kru panggung. Yang paling ingat, satu ketika, konser sudah beres. Kami ditugasin bawa semua peralatan Metalicca ke truk pengangkut. Aku bawa kan, ya didorong karena case-nya beroda. Begitu sampai truk, eh kru Metalicca itu liatin aku dan menarik aku ke atas truk, kamu bantu aku di sini saja.
NM  : Oh ya, terus gimana bro?
RJ  : Wuih, aku di atas, angkat-angkat box-box itu, nah orang kru Metalicca yang nentuin tempatnya, box ini taruh dimana, box itu dimana. Wah, tepat lho. Pas banget 1 truk. Selesai 1 truk, aku pamit, pikirku sudah selesai. Ternyata, eit tunggu dulu, kata kru itu. Masih ada truk lain! Dan ternyata ada 6 truk! Gilaaa, kataku. Hasilnya, beberapa hari setelah konser itu, aku sakit pinggang, aku nyeri banget kalau berdiri tegak! Hahahaha….
NM  : Waduh, repot juga. Berapa hari sakitnya?
RJ  : Sempat 2 hari lah gitu, aku jalan tertatih-tatih dan harus membungkuk. Tau ga sembuhnya gimana? Saat Lexy datang dan memberikan amplop untuk kami bertiga. Ini kerjaan kemarin itu ada honornya. Amplop itu isinya 500 ribu! Wah, lumayan! Langsung sembuh! Kita jadi jalan-jalan deh… Hihihihi. Sembuh karena amplop! Kita itu kerja, asli ngebantuin dan udah seneng karena bisa nonton Metalicca gratis, itu aja. Jelas kaget, eh dapat honor!
NM  : Nonton Metalicca 2 kali, dalam kurun waktu lumayan jauh ya, ada perbedaannya?
RJ  : Metalicca di 1993 kayaknya memang seperti mimpi melihat mereka langsung dari depan. Kayak ga berkedip mata kita ini. Mereka solid banget. Enerji dan spiritnya terasa. Di 2013 kemarin, mereka tetap asyik kok. Tapi kelasnya sudah legend ya. Keras tapi lebih berwibawa dan mainnya lebih apa ya…sopan mungkin. Cuma raut muka emang keliatan sudah tua dan capek gitu. Oh ya tau ga, waktu di 1993 itu, saat menunggu konser, dari saat sound-check terakhir, mereka tidak balik ke hotel. Mereka di dressing-room aja, dan Jason Newsted dan Lars Ulrich itu malah jammin’ asyik! Mereka warming-up nya ya main band juga!





















NM  : Apa arti keluarga, buatmu?
RJ  : Keluarga itu sangat penting buatku. Mereka selalu jadi pendukung di kehidupanku, termasuk di karir musikku. Lalu sejak menikah, istri dan anak-anak menjadi prioritas utama, sesuatu yang sangat spesial dan berharga. Waktu dulu, awal karirku, aku sebenarnya jarang di rumah. Lebih banyak berkumpul sama teman-teman, apalagi waktu di Boomerang. Kita kan punya ruko yang dijadikan tempat tinggal, sekalian sekretariat kegiatan Boomerang.
NM  : Istrimu sukanya dengan musik yang gimana, bro?
RJ  : Dia senang dengan Celine Dion. Jadi yaaah, suka juga kita nonton DVD konser Celine Dion barengan di rumah.
NM  : Kalau lagu-lagumu, ada yang istrimu dan anak-anakmu suka?
RJ  : Kalau istriku suka dengan lagu di Boomerang, ‘Milikmu’ dan ‘Bungaku’. Anak-anakku, belum terlalu keliatan. Mungkin yang besar, dia suka sama lagu-lagu di solo albumku nanti.
NM  : Anak-anak ada yang berbakat musik?
RJ  : Oh Tarynce suka dengan drums. Dari usia 13 bulan, dia seneng mukul-mukul drums ya, dan eh aku iseng rekam kan. Lalu aku dengerin lagi, ketukannya pas. Sekarang dia makin suka nge-drum. Aku belikan dia drum. Tau ga, aku bayarin drums itu tukar dengan vespaku! Hehehehe…ga papa, yang penting anakku suka. Dia sekarang lagi senang lagu-lagunya Phil Collins. Kalau adiknya, Darynce, kayaknya dia suka menyanyi. Ada nanti suaranya aku rekam dan aku masukkin di solo albumku.

NM  : Bro, ada pengalaman panggung yang paling diingat, selama karir musikmu?
RJ  : Kita pernah ditimpukin batu gede, oleh penonton! Itu karena kita nekad bawain ‘Satisfaction’nya Rolling Stones tapi ga persis aslinya. Kita aransemen segala. Waktu itu, penonton rock Surabaya emang sukanya kalau kita bawain lagu-lagu rock luar, ya harus persis aslinya.
NM  : Sangar betul penonton rock Surabaya ya? Ada yang masih diingat lagi?
RJ  : Oh pernah dengan Boomerang, kita main di atap gedung DPRD di Surabaya. Setnya dibikin dadakan, waktu itu kan bulan-bulan menjelang keruntuhan orde baru ya. Sempat ada pihak-pihak yang menghalagi kita, tapi karena kita itu didukung para mahasiswa dan demonstran, maka akhirnya kita bisa main juga. Lainnya, yang aku ingat ya, main sama Boomerang juga. Sore hari kita main di pelatara parkir di plaza-plaza dan mall di Surabaya, ini juga dadakan dan spontan. Malamnya langsung lanjut main di kafe-kafe. Ini acra untuk pengumpulan dana bagi korban tsunami di Aceh dulu itu.
NM  : Penyanyi atau grup band favoritmu?
RJ  : Banyak! The Beatles, Rolling Stones, Pearl Jam, Alice in Chains, Genesis, Portishead, Pink Floyd.Aku juga suka Iwan Fals, Leo Kristi, God Bless
NM  : Kalau grup sekarang, yang disukai?
RJ  : Aku suka dengerin Burgerkill dan Suckerhead, untuk grup rock lokal. Kalau yang luar, banyak juga. Tapi salah satunya adalah Devil Driver.

Roy Jeconiah, begitu nama panggungnya sejak di Boomerang. Rocker satu ini senang olahraga. Ia sebenarnya punya hobi jogging di siang sampai sore hari. Berkeliling daerah seputar rumahnya. Jadwalnya rutin, tapi tidak setiap hari.
Tapi belakangan ini, hobi itu tidak dijalankan dulu.Istirahat untuk sementara waktu. Sejak ia terkena penyakit typhus. Ia sempat terkena penyakit itu dua kali, dalam waktu berdekatan. Karena penyakit itu, ia disarankan tak terlalu capek, jangan dulu olahraga. Dan juga, tambahnya, tidak minum kopi. Padahal ia juga peminum kopi. Repot juga!
Menurut penggemar warna merah, hitam dan biru ini, ia kemarin memang cukup lelah. Ia menjalani serangkaian tur di beberapa kota di Jawa, bersama sebuah perusahaan rokok. Mungkin karena kelelahan itu, daya tahan tubuhnya menurun, iapun terkena penyakit itu.
Kini ia mengganti joggingnya dengan bersepeda santai keliling kompleksnya, bersama kedua anaknya. Atau hanya berjalan santai saja, mengajak kedua anaknya. Ia merasa perlu olahraga, selain karena memang suka, sekaligus menjaga stamina. Menyanyi di atas panggung itu, butuh stamina prima, jelas Roy yang sejak awal 2000 memutuskan meninggalkan Surabaya dan pindah ke ibukota.














NM  : Broer, senang sepakbola juga?
RJ  :  Ya, senang banget! Aku Milanisti, sejak Ruud Gullit masuk ke klub itu. Dan asal tau broer, aku sekeluarga, termasuk ayahku, semua Milanisti. Hanya ada kakaku nomer 3 ya, dia lelaki paling besar dalam keluarga, yang favoritnya Inter Milan! Hahahaha
NM  : Oh pantas, sukanya merah dan hitam. Kalau klub suka AC Milan, bagaimana dengan negara?
RJ  : Oranye bro! Hehehehe. Pemain favoritku sepanjang masa itu Marco Van Basten dan Paolo Maldini.
NM  : Jadi, waktu AC Milan ke sini dan timnas Belanda, pasti nonton ya? Mungkin ada pengalaman seru?
RJ  : Iya donk. Hehehehe, ada tuh. Waktu Milan legend datang, aku pengen banget bisa ketemu Paolo Maldini. Aku sampai cari info, mereka menginap dimana. Aku memutuskan check-in di hotel, yang akan ditempati tim para pemain legendaris AC Milan itu. Ternyata, ga jelas kenapa, mereka tidak jadi menginap di hotel itu! Walah. Gigit jari deh. Tapi akhirnya, aku tetap bisa ketemu dan berfoto dengan Maldini.
NM  : Kalau timnas Indonesia? Atau ada klub lokal favoritkah?
RJ  : Aku ikutin kok timnas Indonesia. Ya suka juga, tapi tidak fanatik ya. Suka waktu timnas ada Widodo Cahyono Putra itu. Tetap berharap kita punya timnas sepakbola yang tangguh kayak jaman dulu, disegani di wilayah Asia. Kalau klub, aku dulu fans Niac Mitra Surabaya. Aku sempat lho nonton Niac Mitra mengalahkan Arsenal di Stadion Tambaksari, yang mainnya jam 2 siang itu. Aku masih kecil waktu itu, tapi sudah suka nonton sepakbola.
NM  : Eh jangan-jangan pernah ikut klub sepakbola dulu?
RJ  : Pernah sih, waktu di Surabaya ya. Tapi waktu aku kecil dulu. Masuk PSAD. Setelah itu, ya paling ikut latihan bersama teman-teman saja.

Roy yang kelahiran Surabaya pada 8 November 1969 ini, juga senang bertato. Walau ia mengaku, tidak terlalu addict. Tato terbaru ada di tangan kanan dan kirinya. Di tangan kanan, ia mentato nama istrinya. Di tato kiri ia mentato nama kedua anaknya, juga ada gambar matahari, bulan dan 2 bintang. Ya 2 bintang itu adalah anakku, terangnya sambil memperlihatkan tatonya tersebut.
Tato pertamanya ada di lengan lanan lalu kiri. Di buat oleh temannya di Surabaya. Tapi sudah dirubah beberapa kali. Salah satu tato pertamanya adalah, inisial namanya sendiri.
Tapi bagaimana kalau nanti anaknya bertambah, artinya gambar bintangnya akan bertambah lagi? Roy menggeleng dan tertawa lebar. Ia mengatakan ke istrinya, ia merasa sudah cukup dua saja putra mereka. Belum terpikir, untuk menambah anak lagi. Walau ia belum memiliki anak perempuan.
















NM  : Eh broer, masih jalan ga bisnis rumah makanmu? Apa ya namanya?
RJ  : Oh itu, udah ga lagi.Tidak ada orang yang bisa jalanin. Aku dan istriku kan tidak mungkin hadir terus di situ setiap hari. Hahaha, namanya...Cak Roy. Jualan soto dan juga kopi khas Gresik. Aku itu lihat dan pelajari bumbu dan cara memasak, sementara kopi dapatnya itu dari warung kopi langgananku di Gresik.
NM  : Bro, apa yang paling ditakuti terjadi di dalam kehidupanmu?
RJ  : Selain tentu saja,kehilangan keluarga dan teman-teman dekat, kehilangan gairah dalam bermusik! Itu yang aku takuti.Semoga ga terjadi ya, broer. Amin.

NM  : Eh,Roy Jeconiah pada 20 tahun lagi, bagaimana dan dimana?
RJ  : Dengan istri, gendong cucu. Tinggalnya di pedesaan gitu, sekalian urus sawah.dan sapi. Hahahaha....semoga juga tetap bernyanyi dan berkesenian.
NM  :  Pada masa mendatang nanti, Roy Jeconiah akan tetap nge-rock?
RJ  : Kalau tetap terus bisa menyanyi ya,pengennya bisa mainin musik sendiri dengan ramuan jenis musik yang aku suka. Tapi alas musiknya, tetap rock.
NM  : Bro, pendapatmu mengenai dunia musik Indonesia kita, pada masa sekarang ini?
RJ  : Seperti mati  segan hidup tak mau. Begitulah industri musik kita saat ini. Maju nggak, mundur juga nggak. Era sudah sangat modern begini, era keterbukaan. Dibarengi tehnologi yang serba digital ya, tapi kaum industrinya, maksudnya para pemegang kuasa, masih berkelakuan seperti era analog. Sebelum digital! Banyak band atau penyanyi baru yang harusnya layak diberi kesempatan untuk lebih berkembang di industri musik tapi mereka tidak pernah dihampiri. Tak pernah ada kesempatan untuk mereka itu, dalam menjalani proses. Smuanya pengennya serba instan. Semua memang butuh uang, tapi uang sudah menjadi begitu dominan! Seandainya ya bro, label-label besar mau memberikan kesempatan, mungkin akan banyak nama-nama baru di dunia musik kita, yang mempunyai kwalitas yang mumpuni. Kemungkinan juga mereka itu membawa terobosan-terobosan, jenis-jenis musik relatif baru yang lebih segar.
NM  : Pemerintah juga harusnya berperan ya, bro?
RJ  : Ya harusnya ikut andil karena peran mereka sangat besar dalam ikut memajukan industri musik secara keseluruhan. Mungkin ada semacam Keppres, undang-undang atau apalah namanya untuk melawan hal-hal yang menghancurkan industri musik Indonesia. Seperti pembajakan, sanksi hukumnya jangan maksimaltapi minimal.Maksudnya, pembajak dihukumminimal5 tahun, jadi harus menjalani 5 tahun dulu baru bebas. Bukan maksimal, karena ntar hukuman maksimal 10 tahun akhirnya yang terjadi malah cuma menjalani 1-2 tahun saja. Aku ga terlalu paham hal-hal seperti ini, tapi yang jelas musik Indonesia apapun jenis musiknya, adalah aset bagi pemerintah Indonesia. Pemerintah jangan tinggal diam. Sayangnya, wakil-wakil kita di industri musik, kesenian dan budaya. Ah entah apalagi namanya... Mereka yang sudah bisa dan pernah menembus gedung MPR-DPR, tidak mampu menjadi penggerak sih /*




1 comment:

Shannon D said...

Thanks for postingg this