Pada
akhirnya, sayapun menulis buku. Unuk teman-teman baik saya. Sebuah kesempatan
yang tak terduga sebetulnya. Anak-anak mnta mas untuk menulis buku tentang
mereka, begitu ucap Alditama, karena
mereka anggap mas cukup mengenal dekat mereka. Dan salah satu wartawan yang
banyak menulis jazz, lanjut Alditama.
Oh
ya, Alditama Zein itu manajer
mereka, sejak 9 tahun silam. Gagasan itu datang dari saya, saya pikir mereka
pantas kok dibikinkan buku. Saya kaget juga, bahwa mereka memilih saya.
Ok
gini deh, saya kenal dekat mereka, paling tidak mungkin ada kali ya 10-an tahun
terakhir. Lebih sedikitlah. Tapi tak sedekat dan seakrab dengan banyak musisi
lain, atau grup band, yang saya sudah kenal dan akrab sejak 1990-an. Bahkan ada
yang saya kenal sejak 1980-an!
Saya
pikirkan dengan cepat, lantas langsung setuju. Dasar utama, saya suka dengan
grupnya Alditama itu. Suwer! Grup bagus dan kalau di atas panggung, terasa
solid. Salah satu grup yang sukses selalu menggoyang para penontonnya,
dimanapun mereka tampil.
Goyang
beneran. Joged gitu. Ah ya, jojing lah. Ga sedap kayaknya, denger dan nonton
mereka, tapi diem-diem en senyum doang. Musiknya tuh, kalau buat saya, masuk
kuping dengan cepat, langsung melemaskan urat dan otot-otot. Sepertinya,
melancarkan peredaran darah saja.
Bikin
rileks. Bikin nyaman. Bikin asyiklah. Ga keras, tapi rame. Ya gimana ga rame, 8
orang kan yang main? Musiknya acid jazz,
kira-kira begitulah. Ada unsur funk,
jazz(y), soul dan memang
cenderung nge-dance. Remix, electronica gitu? Bukan dong,
bukan ke situ.
Saya
teringat, di era ketika mereka muncul, tahun 1990-an itu ya, itu era band kafe
kan? Maksudnya, entertainer band di
kafe-kafe sangat merajai. DJ belum terlalu akrab. Nah band-band kafe itu,
sebagian besar memainkan apa yang disebut Top-40. Alias, memainkan lagu-lagu
terpopuler, yang ada di charts.
Teristimewa lagu-lagu baratlah.
Mereka
beda. Karena tidak membawakan Top-40. Tapi ya gitu itu, memilih acid jazz.
Musiknya mungkin kurang begitu populer, pada awalnya, tapi ya menggoyang. Belum
banyak yang familiar, tapi terkesan,
cepat ditangkap dan dicerna kuping publik. Apalagi kuping publik muda, terutama
kalangan kampus misal.
Waktu
itu,bahkan format mereka, ngeband dengan banyak orang. Ya paling ga dengan 2
keyboard, plus ada perkusi, lantas saja jadi trend tersendiri. Juga tentu
dengan menonjolkan dua vokalis, laki dan perempuan itu. Banyak band, tampil
dengan format begitu, saat kelompok ini jadi populer. Hebat kan?
Ok then,
itu gambaran sekilas di awal. Jadi pembukalah ya. So, balik keformat 8-kepala
itu. Begitu ada band yang pakai format itu, apalagi dengan 2 vokalis cowok dan
cewek, langsung disebut “kayak The Groove, ya model The Groove” deh. Mereka
sudah jadi panutan! Oho, jadi trend tersendiri.
Saya
respek dan kagum dengan mereka karena itu. Dalam beberapa tahun saja, mereka
menjadi band yang menginspirasi band-band kafe lainnya. Bahkan mereka sudah
memulainya, saat album rekaman mereka belum lagi dirilis lho! Apalagi saat Kuingin, dirilis oleh Sony Music ke
pasar secara resmi, di tahun 1999.
Well,
lalu proses pembuatan buku dimulai. Saya sebelumnya mencoba membaca beberapa
buku mengenai perjalanan grup musik. Hanya sebagai referensi. Tapi ah ga sih,
itu cuma jadi pemicu motivasi aja. Guidance
sesaat iya sih. Tapi ketika sudah jalan, saya malah melupakan buku-buku itu
semua.
Saya
bersama Aldi, mencoba mengatur jadwal. Jadwal utama adalah menemui satu persatu
dari The Groove. Kalau ada kesempatan, bisa bertemu barengan semua boleh saja,
tapi saya tetap perlu bertemu dan ngobrol orang per orang dari mereka. Selain
itu, juga menemui para sahabat The Groove. Baik fans fanatik, misalnya. Orang
label rekaman pertama mereka. Siapapun, yang pernah dekat dan dianggap memiliki
pengalaman menarik, dengan mereka berdelapan itu.
Mau
tahu, apa yang romantis dari proses pembuatan buku The Groove itu? Ya saya
jalan ditemani Alditama Zein itu. Hahaha. Itu romantis lho. Pernah untuk
menemui 2 atau 3 The Groove yang tinggal di Bandung, saya dan Aldi terjebak
macet parah di tol Cikampek! Mau tahu waktu tempuh, Jakarta ke Bandung, waktu
itu? Hampir 8 jam lah! Seru kan?
Seru,
bukan romantis dong? Hehehehe, romantis di sini maksudnya, ya penuh kesan. Yang
tak mudah dilupakan. Ga selalu saya pasti ditemani Aldi. Ada beberapa kali
juga, saya harus jalan sendiri. Maklum, Aldi juga punya kesibukan lain, selain
menjadi menejernya The Groove kan?
Ketika
berjalan itu, saya sembari mencoba mereka-reka akan gimana buku ini. Saya
enaknya menulisnya gimana ya? Bagan untuk isi halaman demi halaman sudah saya
susun. Saya, bersama Aldi, targetkan harusnya 2 sampai 3 bulan tahap wawancara
keseluruhan selesai.
Lalu
saya bisa langsung lanjutkan menulis. Untuk menulisnya, saya pasang target
sendiri. Harusnya, maksimal 3 bulan sudah selesai. Selesai keseluruhan. Tinggal
masuk tahap edit. Edit selesai ya bisa naik cetak. Yang akan melakukan editing
siapa? Sedari awal, itu masih kosong. Saya bilang, perlu editor.
Editor
nanti akan bekerjasama dengan pihak layout design. Editor akan bisa menyiapkan
bahan-bahan tulisan yang siapmasuk di layout yang sudah digariskan. Tapi sampai
tahap akhir, saya mencoba seperti “melakukan editing sendiri” saja. Karena
belum bisa ketahuan siapa yang akan menjadi editor buku ini.
Akhirnya
ya begitulah, wawancara sudah selesai. Dengan keseluruh personil dari The
Groove selengkapnya. Ah, sebenar-benarnyalah, di sisi ini saya merasa ada yang
kurang “intens dan detil”. Ini harus jadi sisi paling menarik. Hubungan antar
personil.
Bagaimana
mereka bergaul di dalam, hari demi hari. Dalam proses bikin lagu misalnya. Lalu
rekaman. Saat show, baik sebelum maupun setelah manggung itu. Interaksi dari semua
personil. Terbatas di situ saja, ga mau mengembangkannya terlalu jauh. Misal
merembet ke cinta-cintaan, menyentuh masalah percintaan para personilnya. Saya
dan Aldi sepakat, itu akan jadi terlampau jauh dan tak fokus.
Setelah
bertemu dan ngobrol, memang saya sepakat, cerita mereka itu sudah cukup banget.
Seru-seru, ada dramanya juga, ada lucu-lucuan. Cukup lengkap dan menarik. Dan
saya bisa membaginya ke dalam beberapa bab.
Jadi
saya siapkan saja bab berdasarkan tahun, terkait aktifitas rekaman dan
show-show mereka. Terbagi dalam 4 bab, antara dari awal banget sampai tahun
sekarang. Pas lah bercerita 19 tahun perjalanan mereka itu.
Kemudian
ada lagi 1 bab, yang isinya cerita-cerita, komen, kenangan dari ya “orang-orang
pilihan” itu. Antara lain ada Abdul Saab
(crew setia mereka), Andien Aisyah (fans sejak Andien masih...SMP!), Arie Dagienkz (sahabat lama), Bedi Gunawan (orang terdekat, pernah
menjadi menejer mereka), Bhita Harwatri
(salah satu MD terdekat mereka, di tahun awal mereka).
Ada
juga Cindy Bernadette (pernah
mendukung mereka jadi vokalis, “menggantikan” Rieka Roslan). Cindy ini saya
ngobrol via email-emailan tanya jawab gitu. Djundi Prakasha dari Bandung, yang juragan kafe yang mempopulerkan
The Groove dulu. Goutama Adjie, yang adalah sound engineer mereka sejak awal
banget. Dan lainnya, total ada 14 orang. Termasuk Yovie Widianto, yang bertindak sebagai produser untuk debut album
mereka, Kuingin, yang dilansir 1999 itu.
Oh
ya jadi saya menemui dan mengajak ngobrol semua The Groove. Ya semuanya, jadi
ada 9 kepala sebenarnya. Ali Akbar
(kibor), Ari Firman (bass), Arie Arief (gitar), Deta Gunima (drums), Reza Hernanza (vokal utama), Reza Josef Patty “Rejoz” (perkusi dan
vokal), Tanto Putrandito (kibor), RiekaRoslan (vokal utama).
Dan
juga tentunya, ngobrol atawa mewawancarai bassis pertama, sekaligus pendiri The
Groove, siapa lagi kalau bukan, Yuke
Sampurna..Komplit sudah, sebagai bahan dasar. Cerita perjalananpun sudah
terkumpul, makin lengkap.
Hasil
akhir, ya seperti yang ada dalam buku itu. Judul Forever You’ll Be Mine. Dan dijual bandling dengan CD album kelima mereka, yang titelnya juga sama.
Mau tahu, apa yang paling unik dari buku ini?
Eh
iya, tadi ada kan yang romantis. Kalau yang tragis atau dramanya? Ah, baca aja
bukunya. Ga surprais lagi kalau saya tulis di sini dong ah. Ok yang paling
unik, saya itu ga tahu hasil akhir buku ini. Jujur ya, saya mendengar buku ini
akhirnya akan naik cetak juga, dalam waktu mepet.
Soalnya,ya
saya buka deh. Buku ini saya tulis dan selesai saya tulis di sekitar 2,5 tahun
yang lalu. Waktu itu, buku ini memang disiapkan untuk dirilis barengan juga
dengan album terbaru mereka. Tapi dalamrangka 17 tahun usia mereka.
Karena
“satu dan lain hal”, jadwal untuk memeriahkan 17 tahun usia mereka itu,
akhirnya ya “lolos” deh. Tapi rencan terbitkan buku ini, tetap disimpan, mereka
tetap berkeinginan merilis album dan buku ini. Ya gitu, album juga tak
selesai-selesai, buku juga belum lengkap penuh dan pastinya, belum jelas kapan
bisa naik cetak.
Belum
lengkap memang isi buku. Paling tidak ya, dari apa yang sudah saya bagi dalam
beberapa bab-nya. Proses pengumpulan data, berhenti. Dan saya tak tahu lagi.
Lalu ii buku jadi gimana.Nah tentunya, termasuk soal editing. Ada editornyakah?
Loss contact sama sekali
Waktu
dikabarkan bahwa buku akan dirilis, sudah rampung seua bahan. Eh ya saya
penasaran sebenarnya, pengen aja tanya gimana jadinya isi buku ini? Karena saya
hanya menyiapkan tulisan-tulisan, sudah terbagi dalam bab-bab itu. Juga
menyertakan foto-foto The Groove, jepretan saya dalam berbagai acara. Tapi
foto-foto di tahun-tahun sekarang saja.
Saya
sejatinya, rada kawatir soal editing. Well, editing itu penting banget. Tapi
editor sebaiknya, eh seharusnya, melakukan edit dengan komunikasi intens dengan
penulisnya. Gimana ya, saya “memahami betul”, bahwasaya gaya tulisan saya itu
spesifik. Ceileee... Maklumlah, bakat
alam.
Aneh
kali ye? Hehehehe. Kata orang, saya senang betul berpanjang-panjang, cerita
kesana kemari, suka muter-muter aja. Ada yang bilang juga, gaya bahasa saya
seenaknya. Tapi katanya, memang “agak aneh”, karena saya memilih cara bertutur
dalam menulis, seperti ngobrol dengan pembacanya.
Ini
soal The Groove. Tulisan saya ya maunya juga ada dong “groovy”-nya. Groovy nya saya tangkap dari...lagu-lagu mereka, yang
saya terus putar selama saya menulis. Enak aja, kayak apa sih ya, soul-nya masuk. Soul dari band-nya.
Lalu
saya juga “memutarkan kembali” alias mengingat-ingat dari gaya bicara,
becandaan, bercerita dari mereka satu demi satu.Itu yang saya jadi “motivator”
dalam saya menulis buku ini. Motivator? Eh salah kali. Inspirasi? Masak sih?
Ide-ide dasar gitulah maksudnya.
Itu
jadi kayak pijakan saya, dalam mulai mengetik. Menulis isi buku ini. Selembar
demi selembar. Berapa bulan sih ya, saya menulis? Ada kali 3 bulanan, saya
menulis dengan cukup intens. Sebagian besar, saya tulis jelang “Midnight” sampai mau...subuh! Begadang
dong?
Jam-jam
kecil lah istilahnya. Jam dimana enerji menulis saya, ide-ide saya, mengalir
dengan lancar. Rasanya sih begitu. Kebiasaan dari dulu kali yeeee. Pengennya,
tulisan saya jadinya juga bisa nyambung dengan lagu dan musiknya The Groove.
Itu saya “kulik” banget.
So,
kalau saya rada kawatir akan hasil akhir editing, kalau saya tak berkomunikasi
sama sekali dengan editornya. Ya wajarlah ya? Cuma padaakhirnya, itu saya ga
lagipersoalkan sama sekali. Kenapa? Karena,yaelaaaa, bisa dicetak dan terbit
aje udah bagus keleussss. Bayangin, kalau saya inta harus ketemuan dulu dengan
editorya?
Makan
banyak waktu nantinya.Bisa telat naek cetaknye dong, bang. Ya sutralah ya. Saya
pasrahkan dan ikhlaskan dengan hati terbuka. Maka sampai last minute pun,
memang ga pernah ketemu dengan editornya. Kalau penulis buku mengetahui ini,pasti
pada kaget banget.
Yoih
memang yang pualiiiing penting, buku selesai. Siap cetak. Lantas dicetak dan
dirilis. Dan saya memang melihat hasil akhir, bukan dari “mock-up” atau draft-nya.
Tapi langsung jack, udah jadi tu buku! Hahahaha. Surprais,surprais.... Ini
gokil dan seru. Tapi asyiknya. Sumpriiit, ini asyik. Saya salut aja, lha bisa
jadi juga!
Saya
ga ada komentar apapun mengenai isi editingnya, bagaimana tulisan saya diedit.
Pusing atau gimana ya editornya, ngadepin bahan-bahan tulisan saya. Ngeditnya
gimana, apanya yang diedit? Saya sudah lupain.
Sampai
saat ini saja, saya juga memang tak pernah bertemu dengan pihak editornya.
Hehehehe. Yang penting, sudah sukses dicetak. Aman kok .Aman dan....tetap “baik
dan perlu” dibaca publik. Iya nih, ini beneran. Bukan sekedar promosi doang.
Jadinya,
Alditama memang menjadi partner saya menulis, pada akhirnya. Aldi menyiapkan
data-data seperti Mengenal Mereka Lebih Dekat. Maksudnya profile tiap personil selengkapnya.
Termasuk data-data detil dari tiap album, dalam bab Discography.
Lalu catatan, list nama-nama para additional
players dan management-team nya.
Data-data
tersebut penting banget dong.Untuk lebih detil lagi mengenal pergerakan dari
The Groove. Untuk jadi lebih akrab lagilah dengan semua The Groove. Dan, ini
buat saya sangat penting, tak melupakan orang-orang yang pernah mendukung The
Groove. Mereka punya peran masing-masing. Harus tercatat dengan baiklah.
Buku
beginian.Mau yang modelnya macam otobiografi, biografi, anthology atau
apapunlah, tetappenting. Ada sejarah tertulis di situ.Untuk “dibagi-bagikan”.
Disebarkan. Bisa jadi pencerahan, menambah wawasan. Sebagai informasi.
Penting
dong, buat band-band muda. atau anak-anak sekarang yang misal, baru pengen jadi
“anak band”. Di saat saya menulis, niat
saya memang ke situ.Isi tulisan saya, tentang The Groove, jangan hanya untuk
para pecinta The Groove.Tapi untuk publik luas.
Semoga
ya, ini saya doain waktu mau menulis, yang sudah suka The Groove yamakin cita
dan sayang. Buat yang baru tau dikit-dikit tentang The Groove, eh jadi fans
deh, mau dengerin lebih banyak lagi lagu-lagu mereka.
Kalau
buat yang belum pernah tau The Groove? Mari berkenalanlah dengan mereka, lewat
buku ini. Baca buku, lantas dengerin album mereka itu. Atau baca buku, sambil dengerin
album terbaru mereka itu? Sak karepmu. Mana-manalah yang ngana suka, ambe jo!
Permisi
yeee, saya tak berkeinginan mengulas isi buku. Ah, baca aja deh. Masak sih saya
mengulas dari buku yang saya tulis sendiri? Aneh aje. Biarlah, udah aja yang
unik itu proses kreatif pembuatan buku ini aja. Itu sudah cukup. Jangan
tambah-tambah lagi dengan “keanehan” yang lainnya.... Hihihihi.
The
Groove sudah bikin buku.Dan disebarkan. Moga-moga ya bermanfaat dan berfaedah
buat publik. Grup-grup band lain, musisi atawa penyanyi, bisa juga
mempertimbangkan membuat buku.Sebuah catatan sejarah. Salah satu dokumentasi “penting
dan mahal”.
Beberapa
band, sudah membuat buku serupa. Jangan menunggu harus 5 tahun, 10 tahun atau
19tahun kayak The Groove. Saya pikir ya, bahkan sebuah grup barupun, bisa saja
membuat “dokumentasi buku” seperti ini.
Ceritanya
belum banyak? Proses kreatif satu demi satu lagu, sebagai isi album tersebut.
Proses terbentuknya band, gimana di studio, gimana di pentas-pentas awal. Itu
saja sudah jadi cerita dasar. Pasti menarik. Semua band, pasti punya cerita
masing-masing.Iya, hubungan antar personil itu kan, seru lho? Setuju dong?
Bisa
saja band baru, yang dapat kesempatan bikin album perdana. Atau band yang sudah
2-3 album.Sampai pada band-band yang panjang sudah karirnya. Eh seru juga
pasti, band-band yang reunian, misalnya. Semua band, eh juga musisi dan
penyanyi, pasti punya cerita sendiri-sendiri.
Punya
masalah masing-masing kan? Kalau band, ini band ya, ga punya masalah, biasanya
band itu “ga akan jadi”! Masalah datang, lalu mengutak-atik bareng seband, cari
solusi, itu seru. Dan itu, termasuk proses kreatif. Bener ga?
Lalu
apalagi? Belum beli buku dan CD The
Groove, Forever You’ll Be Mine? Beli dong. Bermanfaat kok. Ya gimana mau
tahu apaan manfaatnya, kalau belum beli bray? The Groove, generasi 90-an yang
terus hadir, eksis, jalan, sampai hari ini. Ga banyak band yang seperti The
Groove.
Oh ya peluncuran resmi bukudan cd The Groove itu, dilakukan pada Rabu 25 Mei 2016. Mengambil tempat di Parc 19, Kemang. Dimulai dengan potong tumpeng, penyerahan simbolis buku dan cd dari pihak distributor, RPM Music kepada The Groove dan saya beserta Alditama. Lalu ada Jumpa Pers dulu. Terakhir, pada malam harinya, The Groove tampil dalam Special Showcase.
Ah
yang bener? Ga percaya? Balik lagi, beli dong.... /*