Though his mind is not for rent, Don’t
put him down as arrogant, He reserves the quiet defense, Riding out the day’s
event, the River....
What you say about his company, is what
you say about society, Catch the mist catch the myth, Catch the mysteri catch
the drift....
Dan,
silahkan lanjutkan saja. Bagi generasi yang pada saat mungkin masih “ber-putih
abu-abu” atau mulai kuliah, misalnya. Yang waktu itu doyannya mungkin killing
time, abis sekolahan dan kuliah di New Garden Hall. Buat kawula muda di Jakarta
ya. Atau pulang sekolah dan kuliah, pilih ngabisin waktu belanja kaset di
Aquarius Aldiron Plaza, di kawasan Blok M. Bisa juga di Wimar Audio. Lalu
sore-sore ngeceng di...Lintas Melawai...
Pasti
paham betul lirik lagu di atas. Yup itu memang masterpiece dari trio dahsyat
dari Kanada, Rush. Cuma bertiga, tapi memang menggedor-gedor musiknya, panas
membara, menggebu-gebu. Seolah-olah, tak membiarkan penonton atau pendengar
musik mereka untuk, sekedar “menarik nafas” sesaat.
Gary Lee Weinrib
a.k.a Geddy Lee, kelahiran 29 Juli
1953, bassis dan lead vocal belakangan juga kibordis. Neil Peart, kelahiran 12 Desember 1952, drummer. Alex Zivojinovich a.k.a Alex Lifeson, kelahiran 27 Agustus
1953, gitaris. Sebelumnya, saat dibentuk di 1968 di Willowdale, dekat kota
besar Toronto, Alex Lifeson bermain dengan John Rutsey (drums) dan Jeff Jones
(bass).
Nah
formasi trio solid, Lifeson, Lee dan Peart telah bermain bersama sejak 1974.
Yang artinya sudah 40 tahun lamanya! Oho, awet neberrrr! Album pertama mereka memang dirilis 1974, sebuah selftitled album. Dan musiknya langsung
terkesan padat, kompleks pada komposisinya. Diwarnai lirik yang bernuansa sci-fi, fantasy dan filosofis.
Musik
dasarnya sendiri mengalami pergeseran dari awalnya mengandung elemen blues dan
heavy metal bertenaga dan galak, lalu ke bentuk lebih terkesan solid pada
progressive rock. Belakangan mereka mulai menonjolkan pula sound keyboard dan
synthesizer yang lebih tegas menghiasi musik mereka.
Nah
didapat kabar terbaru, nama Alex Lifeson dan Geddy Lee, telah diajukan untuk
menjadi nama sebuah taman di kota Toronto. Atas pertimbangan bahwa keduanya
berprestasi tingkat dunia, tentu saja lewat musik, yang mana ikut mengharumkan
nama Kanada di dunia internasional.
Konsep
dari taman itu memang adalah arts-theme
park. Sehingga kalau memakai nama pelaku seni, klopsudah. Secara prinsip,
baik Lifeson dan Lee sudah menyetujui untuk memakai nama mereka sebagai nama
taman tersebut.
Rush
memang tetap ada dan tak pernah hilang dari dunia musik internasional, walau
mereka sempat menghilang dan dikabarkan ketiganya berniat pensiun. Mereka
memang ciamik di album maupun panggung. Dan konser-konser mereka juga tematik
dan menggunakan konsep “menakjubkan”.
Itu
diakui oleh PLSN (Projection, Lights, Staging News) yang
lantas akan memberikan Parnelli
Visionary Awards di tahun ini kepada, Howard
Ungerleider. Orang ini memang menjadi lighting
director semua konser Rush selama puluhan tahun. Ia mempunyai banyak
ide-ide baru dan inovatif, dan membuatnya dianggap sebagai salah satu pionir
konsep panggung, dalam dunia bisnis hiburan.
Award
akan diberikan pada November mendatang di MGM Grand, Las Vegas. Sementara itu,
sebelumnya ketiga Rush juga mendapatkan gelar honoris causa, Doctor of
Music dari Nipsing University, di Ontario, Kanada. Berkenan dengan sepak
terjang ketiganya dalam dunia musik, dengan masa karir yang begitu panjang.
Sepanjang
perjalanan karir mereka, sejak debut album di tahun 1974 itu, mereka telah
mengumpulkan sebanyak 24 piringan emas, 14 platinum dan 3 multi-platinum.
Mereka sempat menjadi nominasi pada 7 kesempatan Grammy Awards, walau sejauh ini belum pernah memenangkannya. Tapi
mereka mendapat Juno Awards, masuk di
Canadian Music Hall of Fame, pada
1994. Dan 9 tahun kemudian, masuk di Rock
n Roll Hall of Fame.
Sejauh
ini, mereka dikabarkan telah menjual 25 juta copies di Amerika saja, dan 40-an
juta untuk seluruh dunia, dari keseluruhan album mereka. Baik album studio
maupun live. Album tersukses mereka adalah Moving
Pictures, yang dirilis tahun 1981, dan telah terjual di atas 4,4 juta
copies.
Album
tersebut juga, yang sangat populer di Indonesia. Dengan album itu, Rush lantas
merampas perhatian anak-anak muda era 80-an, bersaing keras dengan Genesis dan
Yes, 2 nama populer lain digenre progressive rock (art rock). Dari album
tersebutlah, keluar hits mereka, ‘Tom Sawyer’, ‘YYZ’ dan ‘Red Barchetta’,
ketiga lagu yang tetap akrab hingga hari ini. Bahkan kerapkali, masih diputar
oleh radio-radio.
Album
mereka yang terakhir, Clockwork Angels,
diberi anugerah Album of the Year
pada Progressive Rock Awards di tahun
sama. Selepas merilis studio album ke 20 tersebut, merekapun melakukan tur
lumayan panjang, dari September 2012 hingga Agustus 2013.
Yang
menarik, trio ini mempunyai reputasi sangat baik di khasanah musik rock dunia.
Banyak grup rock, bahkan yang bukan progressive rock, menjadikan musik mereka
sebagai salah satu inspirasi penting musik mereka. Salah satunya misalnya, Trent Reznor. Reznor mengakui, album
Signals, album ke 9 dari Rush yang dirilis 1982 adalah album yang dijadikan
inspirasi utamanya. Dalam hal, bagaimana memasukkan keyboard dan synthesizer ke
dalam musik hard rock.
Reznor
juga menjadi salah satu narasumber, yang ikut diinterview dan masuk dalam film Rush : Beyond The Lighted Stage. Sebuah
film dokumenter, yang disutradarai oleh Scott
Mc Fadyen dan Sam Dunn.
Menggambarkan perjalanan panjang grup ini, dan betapa Rush dengan musiknya,
ikut mempengaruhi dan mewarnai dunia musik rock.
Selain
Reznor, banyak nama-nama tenar menjadi narasumber dalam film yang dirilis tahun
2010 dan berdurasi 107 menit ini, antara lain seperti Sebastian Bach (Skid Row), Jack
Black (Tenacious D), Mick Box
(Uriah Heep), Jimmy Chamberlain (The Smashing Pumpkins), Kirk Hammet (Metallica), Les
Claypool (Primus), Gene Simmons
(Kiss) sampai Mike Portnoy dan
lainnya.
Kedahsyatan
mereka juga tergambar pada aksi ketiga musisinya. Terutama sekali pada 2
pentolan utama grup ini. Neil Peart misalnya, yang disebut-sebut sebagaisalah
satu drummer rock terbaikdunia sepanjang masa. Permainannya menginspirasi
begitu banyak drummer, tak hanya rock, bahkan jazz dan blues. Ia juga
menginspirasi para drummer dengan setting drumsnya yang dilengkapi glockenspiel, turbular bells, dan beberapa percussion
toy lain. Membuatnya sebagai drummer cum
percussionist lengkap.
Peart
dianggap sebagai salah satu drummer, dari sedikit drummer, yang paling menonjol
dari sebuah grup. Dan ia juga adalah penulis lirik, pada hampir seluruh lagu
Rush selama ini. Lirik lagunya awalnya berkisah seputar sci-fi, fantasy, lalu
belakangan menjadi lebar. Ia juga menyentuh soal masalah sosial, emotional dan humanitarian.
Geddy
Lee juga adanya. Bayangkan seorang bassis lengkap, dengan segala assesorisnya.
Tapi juga bermain keyboard dan synthesizer. Masih ditambah menyanyi! Ia
membutuhkan space khusus tersendiri yang harus lumayan lapang, saat di atas
panggung. Memudahkannya meng-operate semua peralatannya tersebut, secara live!
So, kompleksitas mereka bukan hanya pada musik kan, bahkan juga perabotannya!
Begitupun
halnya dengan seorang yang terkesan, paling kalem, Alex Lifeson. Ia juga telah
menjadi inspirasi banyak gitaris, dari pelbagai macam genre musik. Porsinya,
terutama di panggung adalah, selain memainkan gitar dengan berbagai assesoris
soundnya, ia juga harus menghandle bass-pedal
untuk synthesizer, selain menjadi backing
vocal!
Well,
dengan segenap cerita-cerita di atas, yang menggambarkan bagaimana kebesaran
nama mereka sepanjang 40-an tahun lebih mereka bersama, Rush memang menjadi
salah satu grup rock yang senantiasa ditunggu performance-nya. Oleh para rock
fans, di seluruh dunia. Pertanyaan paling sederhana, tentu saja, adakah
promotor yang dapat menggiring trio dahsyat ini untuk menggelar konsernya di
Indonesia?
The world is, the world
is... Love and life are deep, Maybe as his eyes are wide....
*/
No comments:
Post a Comment