Tesla Manaf! Mau ke Jepang? Waow! Waktu baca berita
itu di social-media, saya kaget dan
seneng. Kaget banget sih ga. Kenapa jadi kaget, siapapun bisa saja ke luar
negeri. Untuk tujuan apapun. So, kalau lantas Tesla berencana ke Jepang, untuk
melakukan tur kecil di sana. Ga Ada sesutu yang aneh, buat saya ya.
Toh Tesla juga tempo hari ke mana ya, Eropa? Itu kan
bisa. Ia juga kan bisa merilis albumnya secara worldwide, lewat Moonjune Records. Ia menyebut judul albumnya,. A Man’s Relationship With His Fragile Area.
Kalau liat di katalog Moonjune, judul albumnya adalah namanya sendiri. Tesla
Manaf.
Ga jadi terlalu kaget, karena Intan Anggita, si
@BadutRomantis, sebelumnya sempat mengontak saya langsung. Mengabarkan ia
membantu Tesla untuk mengumpulkan dana, agar rencana Japan Tour-nya bisa
terealisasikan dengan baik. Waktu itu, jalan pertama melelang vinyl “bersejarah”,
Djanger Bali yang dirilis pertama
kali tahun 1967 itu. Itu album jazz dari para master jazz Indonesia, The Indonesian All Stars (Bubi Chen, Benny
Mustafa, Jopie Chen, Jack Lesmana dan Maryono) yang berkolaborasi dengan jazzer
Amerika, Tony Scott.
Saya belum bisa membantu secara maksimal, saat itu. Dan
nyatanya pengumpulan dana buat Tesla, diteruskan. Lewat beberapa show-nya, seperti
di Teater Salihara, dan dilanjutkan dengan sebuah gigs di sebuah kafe di Kemang. Dimana Tesla dibantu beberapa teman
musisi, antara lain Dewa Budjana, Monita Tahalea, Gerald Situmorang dan Ginda
Bestari.
Dan di semua kegiatan tersebut, ternyata terlewat juga
oleh saya. Dan saya hanya bisa menuliskannya sekarang Memang di satu titik,
saya tersepona eh terpesona dengan gerakan pengumpulan dana itu. Tekad dan
semangat Tesla ini saya puji dua jempol. Itu juga yang saya langsung rasakan,
saat bertemu dia. Antara lain, pertama kali kalau tak salah di acara Solo City
Jazz tahun 2011.
Tesla ini unik. Musiknya spesifik, punya karakter
tersendiri. Saya tengah mencoba menyelami musiknya, yang bersama Mahagotra
Ganesha, eh tau-taunya dia menghasilkan albumnya yang dijual via label New York
itu. Lain lagi musiknya! Kalau buat saya, musiknya jadi lebih dalam, lebih
emosional. Ah tapi, bisa jadi ungkapan itu ga terlalu tepat sebenarnya. Tapi
terus terang, saya pusing cari kosakata yang tepat euy.
Tapi doi ini memang berbakat. Halah, common sense amat istilah itu. Berbakat,
kayaknya banyak bener musisi yang berbakat kan? Tesla bakatnya beda. Karena ia
menikmatinya dalam angle yang berbeda. Dan dia optimistik. Selalu bersemangat.
Walau harus ga punya gitar, pada satu ketika.
Musiknya jadi lebih ekspresif, sedikit lebih bikin
saya “mengernyitkan dahi”. Harus mendengar dengan rileks, jangan terlalu
serius. Kalau terlalu serius, nanti bisa ga tau, lagu yang dimaininnya udahan!
Tapi boleh jujur ya. Saya pada awalnya, agak sulit
memahami musiknya yang sekarang. Walau gini, musiknya sebelumnya yang bisa
dibilang lebih rada world-music sekilas belum bisa terlalu terasa karakter
musiknya. Musiknya lho. Musiknya, bukan permainan gitarnya ya. Kalau soal musikalitasnya,
itu kasus beda. Namun saya menghormati dan menghargai, kudu memaklumi, Tesla
masih muda. Ia tengah berproses.
Nah permainan gitarnya, ini dia. Justru itu yang
menarik saya, begitu pertama kali menonton penampilannya. Pada beberapa acara.
Saya pikir, anak muda Bandung yang seneng cengengesan ini,rasanya punya masa
depan bagus kelak.
Benar atau tidk, masa depannya kan bagaimana, sesukses
apa. Tergantung segala upayanya. Rezekinya juga. Kesempatannya juga yang datang
kepadanya. Tapi kan paling tidak, dia punya modal. Dan modalnya, asli serius!
Sekarang, dia tengah berjuang untuk bisa tur di
Jepang. Salutlah. Apapun bentuk acaranya nanti, dimanapun performancenya. Itu
pasti jadi salah satu batu loncatan yang bermanfaat, bagi perjalanan karir
musiknya. Walau memang rada miris juga. Kenapa musisi kita, yang bertalenta,
makin banyak yang bisa berpentas di luar negeri. Tapi rata-rata, kudu berjuang
ngumpulin modal untuk mengongkosi perjalanannya sendiri. Susah ya, pemerintah
kita ga mudah untuk mau peduli pada dunia musik kita, pada pemunculan
talenta-talenta muda. Yang padahal, kelak bisa mengharumkan bangsa nantinya. At least punya potensi untuk itu.
Saya doakan untuk kesuksesan Tesla Manaf. Tak hanya
sukses bisa ke Jepang, merealisasikan rencana turnya. Tapi sukses untuk
seterusnya. Dan saya lantas cari-cari lagi file saya, profile tentang Tesla.
Yang pernah dimuat di media saya, NewsMusik. Ketemu nih! Sayapun pengen
menguploadnya di blog saya. Semoga saja bermanfaat. Baik buat Tesla sendiri
maupun pencinta musik Indonesia. Silahkan dibaca tulisan saya di bawah ini.....
Tesla Manaf
Yang Senang Suasana Patah Hati. Lho?
Ada apa dengan patah hati? Tapi sebelumnya, dengarlah
celotehnya, suatu ketika di beranda depan NewsMusik. Ia sengaja mampir, memakai
travel,niatnya sowan untuk berbagi cerita. NM lalu memanfaatkannya untuk diajak
ngobrol dan, foto-foto. Foto? Jangan yang aneh-aneh ah, ucapnya sambil cengengesan.
Ga mungkin aneh-aneh lah, mana mungkin NM memotretnya
telanjang, misalnya. Iapun tertawa lebar, nyaris tak bisa berhenti. Lalu NM
iseng menanyakan, mana pacarmu? Ia tersenyum, udah ga ada dan sampai hari ini
belum ada lagi. Kenapa? Patah hati dong?
Ia malah ngomongin album berikutnya. Bagaimana ia
lantas bisa berkomunikasi dengan seorang Leonardo
Pavkovic. Juragan musik independen dengan label independennya, Moonjune. Nama Leonardo belakangan
makin dikenal luas di sini, setelah ia mengambil dan mengedarkan secara
internasional album-album Discus, simakDialog, Dewa Budjana lalu Tohpati
Ceritanya, lewat teman baiknya, dari kelompok I Know You Well Miss Clara, iapun dapat
tersambungkan dengan Leonardo yang berdomisili di New York. Kelompok I Know You
Well Miss Clara asal Yogyakarta itu, juga telah “direkrut” oleh Moonjune. Yang
album mereka, Chapter One, telah
diedarkan ke seluruh dunia.
Reza Ryan, gitarisnyalah yang memperkenalkannya dengan
Leonardo. Selanjutnya, mereka intens berkomunikasi via email, juga bertemu
ketika Leonardo mampir di Jakarta. Nah, Leo tertarik dengan isi content karya-karya lagunya di situs soundcloudcom.
“Saya banyak menyimpan lagu-lagu iseng saya yang apa
ya aneh-aneh, eksplorasi saya terhadap bunyi. Mungkin absurd banget, banyak tak
berirama dengan biasa gitu. Ya seenak-enaknya saya pengen mencoba untuk
berkreasi saja. Karya-karya begitu sebagian saya iseng saja upload. Lho, Leonardo suka!” Ia berkisah
panjang.
Dari situlah, Leo meminta karya-karya lagunya yang
lain. Ia lantas menangkap bahwa Leo menyukai warna lebih ke arah progressive.
“Tapi saya tetap menyodorkan karya-karya yang saya
lebih pengen mainin saja ya, ga terlalu terpatok harus progressive, harus rock,
harus jazz atau blues,” ucapnya. Maka ia memutuskan mencoba melakukan konsep musik
berbeda dibanding dengan apa yang telah dilakukannya bersama kelompok Mahagotra Ganesha.
“Iya, saya berpikir bermain dalam format band. Combo
atau kwartet. Tidak lagi bermain seperti album saya It’s All Yours. Kalau di album tersebut, yang adalah album keempat
saya yang saya rilis ulang lagi, kan saya pengen berkolaborasi dengan gamelan.
Jadinya ya begitu,” terangnya lagi dengan lancar.
Oh ya sebelum jauh, namanya Tesla Manaf Efendi,
begitu lengkapnya. Gitaris muda, penuh senyum, akrab dengan banyak orang. Supel
banget. Ia kelahiran Jakarta pada 29 Agustus 1987. Putra bungsu dari 2
bersaudara dari orang tuanya, Imam
Aditya Effendi dan Tuti Effendi.
Ia menyebut Pat Metheny sebagai gitaris terfavorit,
pada suatu masa ia merasa sangat terpengaruh dengan Pat Metheny.Bahkan di album
terbarunya nanti, yang berarti menjadi album kelimanya kelak, suasana musiknya
mungkin akan sedikit terasa ke arah Pat Metheny. Gitaris favorit lainnya, Daita
Ito, John Williams, Roland Dyeus dan Julian Lage.
“Bener banget, kalau tiap album ataupun karya
tergantung juga pada mood atau
suasana yang saya alami, saya pikirkan, saya rasakan saat itu. Saya masih
berproses, masih harus belajar banyak. Saya mencoba pengaruh tidak lantas
membuat saya sadar atau tidak, mencoba menjadi seperti apa yang mempengaruhi
saya itu,” ucapnya lagi.
Ia membuka dirinya lebar-lebar, untuk bisa mengolah
lebih banyak hal. Baik lewat pikiran, rasa, sampai penglihatan dan apa yang dia
dengar di sekeliling. “Dari situlah, saya lalumemutuskan format musik saya
untuk Moonjune akan menjadi seperti itu. Berbeda memang dengan konsep lebih ke world music, seperti apa yang ada di
album saya sebelumnya.”
Ngobrol dengan anak muda kreatif,penuh semangat dan
terkesan sering banget ceria itu, lumayan menyenangkan. Saking nyenenginnya, tentu saja kita bisa kaget
kalau dia mengungkapkan, paling enak bikin lagu kalau patah hati atau sakit
hati! Karena kalau sedang merasa patah hati, ia seperti kesetrum enerji yang
mengarah pada bikin lagu! Ada-ada saja. Jadi, sering bikin lagu?
Eh sama artinya, berarti sering patah hati dong? Ia
tertawa lebar lagi. Emang aneh ya, tanyanya lagi. Yang dijawabnya sendiri
langsung, “Aneh juga sih tapi saya malah menikmati rasa dan suasana itu, yang
menjadi penebal mood untuk bekarya.”
Tesla, yang menyukai juga Gentle Giant dan salah satu
lagu favoritnya adalah, ‘En La Orilla Del Mundo’-nya Charlie Haden, mengaku
punya hobby lain, Melukis. Pernah pengen jadi pelukis, tapi sekarang sudah
tidak lagi. Ia mencurahkan perhatiannya kepada musik saja.
Gitaris yang belum lama menjual satu demi satu
gitarnya itu, menyebut nama Ismail, sebagai guru musik atau guru gitar pertamanya.
Ia belajar musik dan gitar melalui Yamaha Music School dan Venche Music School
di Bandung. Proses belajarnya terus, tanpa henti. Selalu belajar, kata penyuka
buku Mark Levine, berjudul Jazz Theory Book.
Buku itu, menurutnya, “Itu buku yang merupakan
ringkasan terdetail tentang cara bermain musik jazz, di instrumen musik
apapun.” Ia membaca buku itu berulang kali, dan terus mencoba memahaminya
sebaik-baiknya. “Kegunaannya banyak. Menjadi dasar yang baik dan benar untuk
musik saya.”
Saat-saat sekarang ini, Tesla yang menyukai film Patch Adam-nya Robin Williams, mengaku lagi asyik sering menikmati album Avishai Cohen, Almah. Ia juga menyebut, album Birds
dari Marius Nesset yang juga sedang
sering ia simak.
Lalu soal gitar lagi, ia memang terus belajar. Ia
sengaja menyediakan waktu minimal 2 jam, sesekali bisa sampai 5-6 jam untuk
bermain gitar sendiri. Mengulik, memahami lagu dan lalu membuat lagu. Latihan
di lakukan di kamar atau di atap rumah kost-nya. “Saya banyak mencoba bercerita
saja dalam improvisasi. Semacam berdialog dengan diri sendiri, lewat gitar.”
Menurut penggemar album The Way Up dari Pat Metheny
ini, semua lagu karyanya itu punya cerita sendiri-sendiri. “Kan cerita itu
menjadi ide dasar lahirnya lagu. Semua punya story dan kesan. Tapi yang lebih mengena di hati itu, buat saya
pribadi adalah, ‘Chin Up’ dan ‘After Her’. Dalem
kali ya...Hihihi,” ungkapnya sambil
tersenyum lebar.
Untuk selanjutnya, ia berencana mempersiapkan diri
untuk bisa merampungkan albumnya. Sudah ditunggu oleh Lonardo Pavkovic.
Rencananya sih, tahun ini juga akan dirilis. “Saya juga pasti akan beli gitar
lagi. Nabung lagi deh.” Dan tahun depan, ia berencana bisa melakukan perjalanan
ke Amerika Serikat.
“Leonardo akan membantu untuk tur saya nanti. Ah main di
clubs saja, bertemu musisi sana. Tur
kecil kok. Beberapa kota. Duit belum ada sih, sampai saat ini, tapi niat emang
sudah bulat. Hahahaha.... ga tau deh,
bisa apa tidak. Lihat nanti deh. Saya lagi getol cari sponsor atau cari
supporter nih. Ia juga berharap, akan dapat lebih bayak kesempatan untuk
tampil, setelah album terbarunya keluar nanti. “Format band saya akan lebih
minimalis kan, semoga mempermudah untuk bisa kemana-mana.” Saya memang memberi
masukan, musiknya harus lebih sering diperdengarkan kepada khalayak lebih luas.
Karena memang ia punya, selera yang baik,kemauan kuat
dan semangat berlebih. Ia terus aktif berkarya, ia terus menikmati prosesnya.
Sejauh ini, seorang Tesla Manaf yang terbilang muda ini, sudah mulai terlihat
musiknya. Dan musiknya, yang berbeda itu, sebaiknya memang bisa dinikmati lebih
banyak lagi orang.
Cita-citanya sebagai musisi nanti? Ia senyum dan
bilang begini, ”Simple saja, bila saya nanti sudah tidak ada lagi, karya-karya
lagu saya akan terus dikenang orang.” Well Tesla, keep moving! Jazz it Up!
Emangnya saya musisi jazz, ia berkomentar sambil tertawa lebar. Pikiran dan
gayamu sehari-hari, cukup jazzylah, bro.... /*
Foto-foto oleh Indrawan Ibonk. Kecuali Foto Panggung, jepretan saya sendiri*
Foto-foto oleh Indrawan Ibonk. Kecuali Foto Panggung, jepretan saya sendiri*
No comments:
Post a Comment