Well,
so do the manager of a band or an (solo) singer. Say that, there won’t be such
a “management” like a band-management!
Band ataupun artis solo, khittahnya
kan berkubang dalam dunia showbiz
juga adanya. Maka begitulah, manager nya juga harus mempunyai tingkat kecakapan
khusus! Cakap, ganteng atau cantik maksudnya?
Kelihaian bro, kemahiran. Begitu arti “cakap” di atas.
Kemahiran? Kalau pergaulan? Oho, itu juga tak kalah penting. Sejauh ini hebatnya,
seorang manager band bisa saja berpenghasilan….”wow, gila-gilaan”, tapi dia ga
harus keluaran sekolah management
ataupun model administrasi-bisnis, atau apa lagi, keuangan gitu. Temen dekat atau temen gaul, kakak
atau adik, bahkan ibu ataupun ayah.
Urang teh pengen
membuka Menejer Band/Artis Penyanyi, sebagai sebuah dunia “baru” yang potensial
menjadi lahan pekerjaan yang baru saat ini. Yup, memang begitu adanya. Menjadi
seorang menejer band bisa menjadi profesi baru yang …. Ohooy, menggiurkan
memang!
Menggiurkan
Lho!
Menggiurkan, yak! Ini hal pertama. Betapa tak menggiurkan
kalau penghasilan mungkin saja bisa mencapai di atas 10 jutaan sebulan. 10 juta
itu hitungan sangat minimal. Pola hitungnya begini saja. Ini standar yang
berlaku umum. Kalau ia menjadi menejer tunggal, tidak datang dari sebuah enterprise tertentu, ia mengelola sebuah
band yang sukses. Sukses di sini adalah band dengan job atau order panggung sampai, di atas 5-6 kali dalam sebulan.
Band tersebut memasang “bandrol” harga sekali pentas,
sebut saja ini yang “medium” yaitu 50
juta sekali main. Dari nilai 50 juta itu, menejer biasanya mendapatkan “bersih”
bisa 15-20% dari nilai fee band yang
didapat dari promotor atau organizer.
Artinya, dalam sebulan ia mempunyai peluang mengantongi sekitar 30-an juta.
Kalaupun band itu “kurang jalan”, paling tidak 1-2x dalam sebulan saja
ordernya, menejer akan mengantongi paling tidak 15 juta!
Gaji manager di perkantoran umum, bisa saja sampai
senilai itu. Tapi manager perusahaan besar, multi-nasional dan harus manager
yang berpengalaman rasanya. Manager kan, levelnya masih di bawah board of director? Kalau di showbiz,
manager langsung bertanggung jawab pada…Board
of Band Member atau Singer yang
bersangkutan.
Prinsipnya, pastilah, Direktur lebih besar penghasilannya
dari level setingkat menejer. Begitupun halnya dengan menejer pada sebuah grup
band atau artis penyanyi, biasanya memang di bawah penghasilan yang didapat
anggota band atau si penyanyi, dari setiap kali order yang masuk. Mirip kan ya?
Yang membedakan, menejer band dengan menejer perkantoran
adalah, mungkin pada tingkat pergaulan. Menejer band juga banyak yang mempunyai
kemampuan ekstra, tak melulu terbatas hanya soal menejerial saja. Ya gitu,
termasuk soal promosi ataupun marketing. Atau,
kemampuan ngebacot di atas rata-rata
juga?
Assisten
Pribadi atau Menejer?
Nah lucunya, kalau di Indonesia sini, menejer band lebih
diutamakan, yang punya kemampuan handal dalam menjual! Marketer. Karena simplenya kan, band ini jalan ya si menejer yang
dipilih, dapat penghasilan kan? Penghasilan tersebut, sebagian besar tetap
menerapkan angka prosentase, share dari nilai fee yang didapat.
Nah nilai fee yang didapat, biasanya hasil diskusi
menejer dan grup band atau artis. Akan “dibandrol” kisaran harga berapa? Yang
umum berlaku memang ada harga untuk acara umum/biasa. Ada harga untuk special event di sekolah/kampus atau
malam dana. Ada juga harga untuk kalangan media, baik radio atau majalah atau
surat kabar.
Kembali ke sosok menejer. Dia mempunyai kemampuan
bergaul, itu akan “menyenangkan” grup band atau artis penyanyi. Tapi bisa saja,
ini juga banyak berlaku di sini. Bahwa tak perlu bisa bergaul, tak perlu
pandai-pandai amat menjual, yang penting punya waktu “24-jam” mendampingi.
Selalu siap, dikala dibutuhkan. Siap kemanapun pergi.
Eh itu menejer atau semacam assisten pribadi sih?
Uniknya, sebagian grup band eh lebih pada artis solo sebenarnya. Lebih
membutuhkan seorang assisten pribadi sesungguhnya. Tapi bisa menghandle kontrak atau perjanjian kerjasama
dengan pihak organizer atau promotor. Ia yang nanti punya tugas dan kewajiban
menandatangani kontrak kerjasama.
Tapi sekaligus, siap sedia menemani si artis kemanapun
dan dimanapun. Sudah termasuk itu, teman nongkrong, teman curhat, yang bawa
kemana-mana barang-barang bawaan si artis penyanyi. Lebih personal ya
sepertinya? Masak itu menejer sih? Kenyataannya memang begitu kok di sini. Jadi
“bias” antara menejer atau assisten pribadi
Walau ada yang memang lantas mempunyai menejer, untuk
urusan “bisnis” (baca : urusan tandatangan kontrak, terima uang down payment, menjaga betul jadwal
pelaksanaan pelunasan honor). Serta memiliki seorang assisten pribadi, ini yang
personal terutama urusan angkat mengangkat barang bawaan si artis. Macam ya
kostum, sepatu, perlengkapan tata-rias, wig
dan perabotan “tetek-bengek” si artis.
Sekarang ini, teristimewa artis penyanyi pop, apalagi
yang sudah masuk kategori selebriti, sudah lebih paham. Mereka punya menejer
sendiri, urusan per-kontrak-an. Atau yang mengurusi bisnisnya. Dan mereka punya
assisten pribadi. Nah serunya, mereka bisa punya kayak assisten pribadi,
dayang-dayang tambah lagi, pendamping “suka-suka”! Ga percaya? Saya sering banget menemui yang
begituan, apalagi kalau acara syuting untuk televisi. Bayangkan anggota “rombongan” si artis kayak gitu,
berapa banyak?
Rombongan
Lenong dan Dayang-Dayang
Seorang artis, bisa punya berbagai asisten! Dan asisten
yang bisa berjumlah 4 sampai 5 orang bahkan lebih itu, akan lantas memenuhi
ruang ganti yang biasanya bergabung dengan ruang rias! Penuh dengan “rombongan lenong” 1 artis saja, padahal
ruangan tersebut di plot untuk 2-3 orang artis sekaligus! Habis sudah dengan
tim “hore-hore” dari 1 artis saja. Asyiiiik ga sih?
Sering banget kelihatan
kok, 1-2 orang ah setingkat selebriti yang popular banget, terutama karena
sering banget muncul di infotainment!
Semua dayang-dayang atawa aspri atawa pendamping, hebatnya punya tugas
masing-masing. 1 orang pegang kostum, 1 orang pegang peralatan tata rias, 1
orang bawa tas isi sepatu-sepatu. Eh masih ada lagi, 1 orang bawa khusus microphone dan tiang mike-nya. Bayar berapa ya, banyak bener “sekondan”nya?
Ada 1 orang televisi,
mungkin bagian Talent, bilang kalau artis A memang begitu. Pasukannya banyak,
professional sekali ya? Ia omong begitu sambil senyum, saya mah tertawa sajah.
Ya begitulah, professional ga sih kalau begitu? Bukankah artis di barat juga
begitu? Dan si artis professional itu, para sekondannya bisa sertamerta
menunjukkan muka tidak suka, ketika ada artis di “level bawah”. Atau yang bukan
level artisnya itu, masuk di ruang yang sama! Hebat ga?
Grup band, sesekali ada yang agak mirip. 1 band, ditambah
dengan kru tetap mereka. Tapi masih ditambah, ini nih ga jelas ya. Memang orang
dari pihak menejemen atau kru “tambahan” atau siapa sebetulnya. Orang-orang
tersebut ternyata teman-teman dari personil grup, jumlahnya bisa 2,3 bahkan 6-7
orang. So, ruang tunggu pun bisa penuh sesak pastinya! Jangan tanya lagi, kalau
ruangannya harus share dengan grup atau artis lain, gimana dong?
Saya pernah juga menjumpai
kasus, 1 band mendapat job ke kota Jogjakarta. Grup band “kelas menengah”
sebetulnya. Rombongan mereka, uhuuuy, ada 20 orang! Mereka minta khusus, bis
untuk mengangkut mereka, pulang pergi. Selidik punya selidik, kebanyakan
anggota rombongan tersebut adalah, teman-teman mereka saja. Personil band hanya
5-6 orang, kru juga hanya 4 atau 5 orang. Tambah menejemen 1 atau 2 orang.
Rupa-rupanya, anggota band ingin “bertamasya” mengajak
kawan-kawan dekatnya. Plesiran keliling kota, mumpung libur, dan jelas dong
mumpung ada job. Kesemua rombongan
tersebut, makan dan minumnya ditanggung oleh pihak penyelenggara acara! Seru
ya? Menejernya minta semua harus tersedia. Enak banget deh…
So,
Manajer Ideal Itu….
Ok lalu sebenarnya apa sih tugas seorang menejer band
itu? Kita omong untuk di sini saja, tapi tetap menjadikan situasi di luar
negeri sebagai gambaran atau referensinya. Manajer, ya memang me-manage. Artinya, mengelola dan mengatur
sebaiknya. Apa yang dikelola, atau diatur?
Jadwal main, jadwal latihan. Urusan dengan pihak promotor
acara atau organizer, dari bargaining fee
sampai penandatanganan kontrak dan menjaminkan bahwa pembayaran dan semua
fasilitas sudah “aman terkendali”. Melakukan promosi, atau berupaya untuk bisa
menjual lebih sering artis atau grup band yang “dipimpin”nya tersebut. Fokus
pada peningkatan frekwensi main lalu juga peningkatan jumlah fee.
Namun ini yang tak kalah penting, bagaimana bisa
benar-benar mengemas artis penyanyi atau grup band yang dibina atau
dikelolanya, untuk senantiasa tampil “perfect”.
Memuaskan organizer, promotor sampai penonton acara. Dalam hal ini, harus mampu
menjamin bahwa bila saja grup band atau artis penyanyi tersebut, bandrol
relatif tinggi, memang mereka layak mendapatkan “apresiasi” nilai setinggi itu.
Hal-hal sepele sih. Misal begini, mentaati saja jadwal
acara biasanya disusun dalam Rundown
lengkap. Mulai dari datang di venue, melakukan soundcheck. Durasi soundcheck yang menuruti rundown. Bekerjasama
dengan sebaik-baiknya dengan pihak penyelenggara demi kesuksesan acara tersebut
deh. Datang tepat waktu untuk show, melakukan show dengan semaksimal mungkin. That’s it!
Nah sementara itu, memang juga harus bisa menjamin pada
para “direktur”nya yaitu anggota band atau artisnya, bahwa dia atau mereka akan
memperoleh fasilitas yang “paling ideal”. Mulai dari hotel, makanan dan
minuman, kendaraan penjemput-pengantar, sampai pada urusan produksi. Yaitu
menyangkut akan peralatan sound dan band-equipment
atau backlines sesuai dengan yang
dirikues via technical-riders.
Saya pernah menemui pula, kasus
lain. Pihak menejemen artis, ini orang label-nya, yang begitu “lincah”nya
mencoba memagari sang artis. Agar supaya artisnya tak perlu “terlalu banyak terlibat
dalam persiapan” sebuah acara. Sementara acara itu bentuknya adalah, musical, ada cerita, ada menyanyi, ada acting, ada koreografi. Dengan banyak
pengisi acara lain!
Persiapan memang makan waktu beberapa bulan. Pihak
menejemen terkesan, tidak memahami bahwa acara ini memang meminta si artis bisa
menyediakan waktu banyak untuk mengikuti program latihan. Rasanya pihak
menejemen tersebut, menganggap semua job yang datang ya sama saja. Kenapa juga
sih, harus latihan banyak banget dan lama?
Alhasil, karena begitu “hebat”nya mencoba mensiasati agar
si artis tak perlu terlampau banyak latihan, pihak Head of Talent-Department
acara tersebut “lepas tangan”. Sebelumnya sudah mewanta-wanti pada pihak
menejemen, bahkan juga si artis sendiri, kalau latihan kurang yang jelek pasti
si artis sendiri. Akan terasa dan terlihat jelas oleh penonton nantinya.
Dan pada hasil akhirnya, bagaimana? Si artis memang tak
mampu tampil ideal, sesuai keinginan sang sutradara! Penonton banyak yang
merasa hal tersebut. Artis tersebut menjadi salah satu titik lemah yang
terlihat. Apa kata menejemennya? Pihak menejemen hanya tersenyum saja, abis
gimana ya dia juga bilang capek ah latihan terus….
Artinya, pihak menejer juga harus punya pengetahuan dan
wawasan, akan bentuk-bentuk pergelaran. Apakah bentuknya konser sendiri? Atau
sebuah musical? Bagaimana bandnya, bagaimana artis-artis lain, bagaimana
sebenarnya konsep acaranya? Terutama pada solo artis, penyanyi maksudnya.
Memahami detil, bagaimana sesungguhnya bentuk acara yang menginginkan artisnya
untuk ikut serta.
Yang paham, ketika ditawari pada tahap pendekatan awal,
langsung mengatakan bahwa problem utama artisnya banyak sekali job. Akan sulit
untuk mematuhi jadwal latihan nanti. Kalau tidak latihan, bagaimana bisa bagus?
So sebaiknya artis kami tidak ikut deh, bukan semata-mata pada nilai fee tapi
waktu saja yang terlalu ketat dan akan merepotkan nantinya. Selesai!
Sehingga, bukan jadi semata-mata melihat oho ini ada job.
Samber aje! Ga paham bentuknya apa,
main sikat. Di tengah jalan artisnya mulai “neka-neko”,
menejemen malah membela artisnya dan mencoba “menekan” organizer atau
penyelenggara acara tersebut. Runyam kan?
Bisa juga, kasus kayak begini. Menejrnya terkesan terlalu
“kreatif”. Apa terlalu hati-hati? Menjaga betul image si artis. Karena akan
rilis album. Dateng nih job lumayan, tour show 8 kota. Bahkan bisa sampai lebih
dari 10 kota. Tapi job itu, maunya si artis diplot untuk “kolaborasi” bermain
bersama band dari seorang musisi muda. Menejernya ga mau. Ga bagus dong untuk
imej artisnya, itu pendapat si menejer.
Lebih seru, menejer membatalkan at very last minute. Kalau hanya artisnya saja yang ditulis, dan
ditonjolkan penuh, ia mau. Padahal, nah ini lebih lucunya, sebenarnya rekaman
album si artis itu, lha juga melibatkan utama ya si musisi yang di plot untuk
berkolaborasi di tour show itu. Pusing ga? Menejer terlalu pandai?
Padahal ya pada konsep tour show itu, banyak nama relatif
besar yang tampil. Masing-masing tampil di kota-kota berlainan.Hanyalah si
artispenyanyi itu, yang diplot berkolaborasi dengan si musisi muda, yang paling
berbeda. Paling spesial sebetulnya. Malah, paling jazz! Penting karena ini tour
show jazz. Dan begitulah, kepandaian sang menejer. Batal deh job yang lumejen
itu.
Mau tahu, kasus-kasus lain seputar menejer artis atau
band? Pernah saya alami, harga bandrol sebuah band, berubah-ubah. Fluktuatif?
Udah kayak, apa ya, Rupiah terhadap Dollar US? Dikontak terawal, tanya,
berapaan sih. Jawabnya misalnya 10 deh. Ketika makin pasti, ditanya lagi,
berapaan tetap 10? Oh udah 12 lah sekarang. Catet nih, bandnya saya kenal baik,
menejernyapun kenal lama banget, diapun tau kedekatan saya dengan anggota
bandnya!
Belum berhenti sampai situ. Pas mau kontrak, ndilala,
nilai jadi 15! Hah, kenapa? Gini mas, tanggal itu sudah ada jadwal tentatif
sebenarnya. Kok ga bilang-bilang sebelumnya? Ya, permintaan tentatif itu datang
belakangan mas. Kalau mau, ya 15 deh, jadi yang acara satunya lagi itu, aku
batalin. Gimana mas, mau ga? Aji mumpung, jack!
Pintar?
Saat acarapun datang, si menejer itu sepakat, minta uang
makan saja untuk artis-artisnya dan kru. Negosiasi nilainya. Deal. Kalau dapat
uang, ga perlu sediain makanan apapun kan? Nah serunya, mereka tetap minta
makanan dan minuman, tapi bukan lewat si personnal-manager,
tapi rikues diminta road-manager!
Cakep kan?
Dan satu lagi nih, menejer
yang baik itu, seharusnya juga jujur! Kejujuran itu utama. Karena banyak
terjadi, artis atau grup band sangat mempercayai sang manager. So, semua
pembayaran diterima di account
pribadi si manager. Atau account tertentu tapi di handle penuh oleh si manager.
Sang menejer satu ketika, kayak gelap mata deh, mungkin juga pas banget ada
kebutuhan mendesak. Duit puluhan juta disimpan di bank, yang dia kelola.
Kejujuran
itu Penting, Sobat!
Kasus bahwa uang artis penyanyi atau grup band lalu
“disalahgunakan” atau “digelapkan” sang menejer, kan acapkali terjadi? Atau ada
“modus” lain. Uang puluhan, bahkan ratusan juta yang terkumpul itu “diam-diam”
diputarkan melalui bisnis yang lain. Bisa jadi, grup band atau artis
penyanyinya bahkan tidak tahu-menahu. Kalau saja bisnisnya sukses, ga ada
masalah dong. Kalau gagal dan uang raib tak tersisa?
Jujur pangkal kaya, coy. Jujur pangkal dicintai banyak
orang. Pastinya kalau menejer jujur, dicintai artisnya. Itu saja hukumnya. Dan
pada saat ini, menejer juga tak sekedar mengelola sebuah band atau seorang
artis. Harus berkemampuan memimpin tim “produksi” pula. Maksudnya, aspri dan dayang-dayangnya?
Oho, bukan dong!
Tim itu terbagi dengan beberapa orang, yang memahami
produksi. Memiliki kemampuan menuliskan technical
riders dan channel list, yang
akan berkomunikasi langsung dengan orang dari penyelenggara sebuah acara.
Biasanya memang dengan pihak sound. Bisa juga ada 1 orang sebagai asisten
pribadi, terutama artis penyanyi.
Ditambah pihak keuangan. Yang mengatur semua pengeluaran,
di saat menghadapi sebuah show. Bisa pula ditambah 1 atau 2 orang yang
bertanggung jawab pada pengamanan atau tenaga sekuriti, yang lebih dekat ke
bentuk, personal guard. Kalau mau
lebih detil dan lebih baik lagi, ada tenaga promosi, yang mempunyai link bagus ke pihak stasiun radio,
televisi juga ke media massa lain. Baik cetak, elektronik maupun online. Gesit dan lincah pula di jejaring sosial alias social media.
Pengalaman bisa didapat sambil jalan. Asal mau belajar!
Ya dong, kalau belum-belum sudah terlalu pede
sendiri kan, dan merasa sudah mampu menghandle
sendiri. Tentu saja akan merasa, tidak perlu belajar lagi kan? Padahal,
harusnya memang belajar, dengan rendah hati, terbuka dan supel.
Begitulah, menejer ya sudahlah bisa datang dari mana
saja. Melihat seorang teman dekat nganggur
kelamaan, bisa jadi diajak dan langsung dijadikan menejer sebuah band. Waktu
band itu “kecil” sih mungkin ya, asyik-asyik aja. Kalau band “membesar” dan
makin besar namanya, bagaimana? Si teman dekat memang tak punya kemampuan
menjadi menejer yang “benar”. Apa jadinya?
Jadinya apa kan, kalau lantas tak mampu menghandle dengan
baik si artis atau band. Belum lagi, tak memiliki kemampuan memimpin dengan
baik tim kerja, dan terutama band-nya atau artisnya. Anggota band misal,
seenaknya saja. Mabuk-mabukan tak terkontrol, salah satu kasusnya. Atau, si
artis merasa selebriti papan atas yang lantas banyak meminta ini-itu. Repotlah.
Ada yang lantas memilih ibunya atau adik atau kakaknya
sampai istri atau suaminya, menjadi menejer. Alasan sederhana, pasti dijamin
lebih jujur. Belum punya pengalaman, gampanglah nanti belajar saja. Ada ok yang
bisa begitu dan terus bertahan hingga sekarang. Tapi ada juga yang gagal,
karena akhirnya jadinya hanya seperti “pesuruh” dari si artis. Ya gitu deh,
menejer apa asisten pribadi?
Well, seorang menejer yang baik dan benar, harus memiliki
konsep yang jelas mengenai artis atau grup bandnya. Program terencana rapi.
Dengan target yang jelas. Mempunyai visi ke depan. Bukan sekedar mampu
melakukan tanda tangan kontrak saja, lalu minta prosentase sebagai menejernya.
Lebih dari itu, coy!
Ia harus memiliki kemampuan untuk mengemas grup band atau
artis penyanyinya. Membentuk dan mengarahkan, dengan konsep yang jelas. Rasanya
sih ga termasuk soal, setting-an via infotainment mengangkat gossip-gossip
yang diharapkan bisa mendongkrak naik nama artis atau grup bandnya. Ah kalau
cara begitu, gimana ya, kok terkesan “murahan”.
Kenapa pakai jalan setting-settingan gosip segala?
Emangnya si artis penyanyi atau grup band tersebut, sebenarnya tak punya
kemampuan memadai? Memang hanyalah “kebetulan” atau “nasib baik” saja yang membuat
artisnya itu populer? Sehingga yah karena “kebetulan” belaka, maka ketika
popular malah jadinya bingung sendiri. Gimana supaya tetap populer nih?
Pada akhirnya, rasa-rasanya semua orang bisa saja jadi
menejer artis dong ya? Iya sih. Sudah terjadi kok selama ini. Memang ga perlu
sekolah formal soal ke-menejemen-an segala. Belajar atau kuliahnya ya di jalanan
saja, sambil menjalani menjadi menejer. Apalagi sekarang, banyak label-label
besar juga lantas menjadi menejer langsung dari artis penyanyi dan grup band,
yang awalnya masuk ke label rekamannya itu.
Dan
Makin Banyak Pesaing
Nanti sajalah, soal menejemen dari pihak recording label, yang rasa-rasanya hanya
terjadi di sini saja lho! Intinya sih, menjadi menejer artis memang bisa
menjadi lahan pekerjaan baru. Potensial. Menjanjikan juga. Tapi jangan lupakan,
tetap ada persyaratan-persyaratannya. Harus punya “modal”, pada personality yang bersangkutan.
Ga lantas karena kelihatan orangnya eksis dimana, banyak
teman, gayanyapun ok dan trendy. Feeling-nya, bisa dipercaya nih doski. Cocoklah jadi menejer kite aje… Kalau feelingnya ternyata
benar, ok lah. Tapi kalau meleset? Gini deh, grup bisa melesat tinggi namanya,
karena memang grup itu bagus. Tapi si menejer ternyata tak mampu me-maintain kepopuleran artis atau grup
band tersebut, dan popularitas si artis langsung terjun bebas misal. Aha,
gimana dong?
Nasi sudah menjadi bubur, atau nasi keburu gosong. Ga
enak lagi dimakan dong? Terima nasiblah, ujung-ujungnya begitu. Walau memang
harus juga diingat, kalau sebuah grup band atau artis lantas tidak popular,
bukan juga semata-mata menejer tak becus bekerja! Bukan dong. Lalu apa? Tanya
ke diri masing-masing, introspeksilah….
Apalagi pada hari ini, begitu banyak artis penyanyi
bagus-bagus bermunculan. Begitu pula
halnya grup-grup band yang dari awal muncul saja sudah “mengejutkan”. Artinya,
pesaing terus bermunculan. Salah penanganan, bisa nyungsep! Soal itu, bukan hanya di sini, di luar negeri juga
begitu.
Karena naiknya melesat tinggi, kayak buru-burulah
argometer naik. Cepat banget fee nya melambung tinggi. Populer soalnya kan?
Tambah populer, tambah mahal? Tapi bayangin gini, kalau terus populer sih tak
apa, tapi kalau lantas popularitas meredup? Nasib orang siapa yang tau? So,
nilai fee ya tinggal turunin aja? Kan yang penting, sempat merasakan bandrol
tinggi? Hmmmmm.....
Nah, kalau di luar artis atau grup band yang pernah
ngetop lalu “hilang” biasanya hidup mereka tetap “baik-baik” saja. Hidup dari
loyalty, salah satu sumber pemasukan yang seumur hidup tuh. Kalau di sini,
belum tentu! Kebanyakan artis atau grup band yang dulu popular sekarang tidak,
banyak yang jadi….jatuh miskin! Habis-habisan. Gaya hidup? Banyak juga yang, terperosok soal narkoba segala.
Mudah-mudahan saja tulisan rada panjang ini bermanfaat.
Baik buat pembaca yang ingin menjadi menejer band, atau yang tengah diminta
menjadi menejer seorang artis. Atau bagi pembaca umum, biar bertambahlah
wawasannya. Dan, jadi menejer band atau menejer artis itu, susah-susah gampang
kan? Apa gampang-gampang susah? /*
No comments:
Post a Comment