Seberapa gilanya kah mereka bertiga? Masak gila,
kayaknya kehidupan sehari-hari mereka terlihat lurus-lurus saja. Mungkin dalam
bermusik? Tapi hanya bertiga lho. Kenapa hanya bertiga? Tapi di situlah, yang
bikin saya aja kesengsem berats
dengan bebunyian musik mereka.
Bertiga itu, yang penting, bunyi barengnya enak.
Sehati dan satu visi. Saling menghargai. Saling menghormati. Dan ketiganya
saling dapat memberi apresiasi satu sama lain. Kalau buat saya sih, menyangkut
mereka bertiga, mereka satu sama lain tuh nge-klik,
dalam melakukan transfer enerji. Spiritual?
Spritual banget sih ga lah. Walau bassisnya banyak
sekali yang mengira seorang pandita atau pendeta. Atau, jago kungfu? Gitarisnya
kalem, “daddish”, rokok tak terputus.
Drummer, supel mudah bergaul dan hangat menyambut sapaan orang. Lha, mana
kegilaannya?
Ya memang, mereka ga gila banget. Tidak juga gila
beneran. Walau nama mereka Orgil. Eh, dieja balik. Jadinya, Ligro. Bagus juga ya sebagai nama band.
Yang pasti, orang lantas akan tanya, penasaranlah ceritanya, artinya apa sih?
Ternyata nama pemberian salah satu musisi sahabat mereka itu, artinya ya kalau
dibalik itu tadi, orgil alias orang gila!
Dan syukurlah tidak gila. Walau kalau musiknya bisa
membuat gila pendengar atau penontonnya? Nah pengalaman saya pribadi begini.
Waktu dengar demo rekaman dari, Agam
Hamzah, gitaris bersama Adi Darmawan,
bassis. Demo rekaman itu, masih bersama drummer lain. Kebetulan pemilik studio,
dimana mereka merekam hasil workshop mereka bertiga, saat itu. Di bilangan
Bintaro, Jakarta Selatan. Saya cuma geleng-geleng kepala dan memang sempat
bilang, “Ah gila!”
Sort of expression,
karena terperanjat kali ya? Atau terkejutlah. Ini musiknya nyetrum amat sih. Ada bekas-bekas warna 80-an, fusion dengan jazz
rock, tight, spiritful, powerful. Ga sampai Full-AC and Reclyning Seats
sih. Bukan bis malem kaleeeee. Itulah
pertemuan saya di rumah sekaligus studio rekaman drummer, Gilang Ramadhan.
Di situ, yang saya ingat, sempatlah membahas musik
mereka. Asli jack, menggoda betul
saya untuk mendiskusikan musik mereka.Kasarnya sih gini, eh musik elo itu
maunya kemana? Merekaantusias membalasnya. Makdarit, timbul diskusi yang sehat
dan segar. Untuk saya, memperluas wawasan dan pengetahuan saya.
Yak, waktu itu belum bernama. Baru sebatas proyek
musik yang direncanakan akan diseriusin. Just
trio saja. Apa ya namanya, Gilang Ramadhan Trio, kalau tak salah. Saya
pernah mengajak mereka perform di
sebuah festival jazz kecil yang saya bikin di venue yang saat itu kebetulan ikut saya kelola, di bilangan Bintaro
juga. Itu awal 2000.
Dalam perjalanannya, Adi dan Agam lantas terasa
saling terikat batin mereka. Susah dilepaskan. Tak bisa ke lain hati. Aha! Cuma
persoalannya, Gilang Ramadhan juga sibuk betul, job musik lainnya bejibun
mek. So,Adi dan Agam meneruskan
perjalanan konsep bermusik trio mereka. Gilang lantas memberi restu. Maka
berdua, sempat menjajal bermain dengan beberapa drummer, bergantianlah.
Sampai pada akhirnya, di tahun 2004, mereka bertemu
dengan Gusti Hendy. Drummer enerjik
yang relatif muda itu, saat itu adalah session drummer. Band tetapnya antara
lain, Big City Blues. Belum masuk formasi grup pop rock ternama, GIGI. Hendy
senang diajak main bareng, antusias. Segimana
antusiasnya, gimana pula proses
kenalan mereka, silahkanlah tonton dan dengar obrolan saya dengan mereka di
video.
Oh ya, yang rada bikin terkaget-kaget juga, eh
lucunya mereka juga baru menyadarinya. Ada beberapa kali, saya memanggungkan
mereka. Memberi mereka kesempatan main, di beberapa acara, yang saya ikut
tangani. Baik dengan drummer lain, semisal ada Sandy Winarta. Sampai dengan era
dengan Hendy.
Ya soalnya, mereka bisa bikin saya macam orgasme
saja. Walah! Puas gitu lho. Puas tapi jadi serta merta tak puas. Coba bayangin,
2, 3 lalu 5, 6 lagu mereka. Menonton, menikmati, terpesona. Terbawa suasana.
Semangat mereka tuh menular ke saya yang menyaksikan mereka dengan antusiasme
tinggi. Eh lagi enak-enaknya menikmati, ok sekian dan terimakasih sampai
bertemu lagi dengan kami.... Ealaaaa, udah lagu terakhir aja!
Mereka sudah merilis 3 album. Semua kamus Kamus bahasa Ligro ke Indonesia? Soalnya
judulnya, Dictionary. Ya Part 1, 2 and 3. Mulai dari
2009. Terbaru adalah Dictionary 3 di tahun 2015 ini, 3 tahun setelah Part 2 nya
dirilis. Malah sekarang sudah dirilis dan disebarluaskan oleh label indie
internasional, MoonJune Records.
Musik jazz rock powerful mereka, konon kabarnya mampu menyengat kuping
penggemar musik jazz rock, termasuk progressive
fusion internasional.
Mendengarkan musik mereka, lewat cd misalnya.
Apalagi menyaksikan aksi panggung mereka secara langsung, seperti kita dialiri
suplemen penambah darah dan tenaga. Multi vitamin. Less sugar. Sehat dan segar jadinya. Lebih dari secangkir kopi
pahit. Membuat kita, eh saya sih sebenarnya, jadi terjaga dan bersemangat
menatap hidup. Taela!
Tapi saya yakin, tidak sebatas saya doang kok, yang merasa bahwa musik Ligro
membuat saya terjaga, dan seolah bernafas dengan lega dan optimisme melihat
hari depan. Pasti ada banyak dan makin banyak orang lain, para penggemar musik,
yang merasakan hal yang sama. Mereka itu tak hanya akrobatik dalam keketatan rhythm musik mereka, dengan membunyikan
musik mereka menderu-deru. Bagus untuk penyemangat bila mau terjun ke medan
laga dong?
Mereka meyakini, bahwa mereka memang sadar musik
mereka adalah musik panggung. Enerji mereka juga pecah saat main di panggung. Ribet dan njelimet ga? Saran saya sih,
kalau misal lagi stres berat, mungkin rada berat mencerna musik mereka. Eh tapi
bisa jadi, justru bagi sebagian orang, musik mereka justru obat untuk menekan
stres? Ah, terserah anda sajalah.
Buat Agam, yang diiyakan oleh Adi, kalau mereka
bisa lebih sering tampil di atas panggung, pada acara-acara yang tepat. Saat
itulah mereka berpotensi meraih penggemar lebih banyak lagi. Ga usah terlalu muluk, banyak main di
luar negeri alias go internasional.
Karena pasar musik di tanah air sendiri juga relatif besar dan “menyenangkan”.
Dikenal dan memiliki fans di negeri sendiri, pasti juga menggembirakan dan
menyemangati mereka bermusik.
Hendy juga menyetujui akan pendapat kedua kakaknya
itu. Dengan banyak tampil di tanah air, mereka juga bisa sekalian jualan album
mereka secara langsung. Direct selling yang kayaknya potensial. Sekali
merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampauilah. Tak perlu sampai 4, apalagi 5
pulau....
Musik berat atau rumit, sangat subjektif sifatnya.
Cuma memang musik seramai, seriuh, se-bertenaga a la Ligro, ga begitu banyak terdengar di tanah air.
Kurun waktu lama, untuk mendengar lagi bentuk olahan musik berdasar pada apa
yang disebut jazz rock ini. Powerful
fusion jazz mereka, dengan kekentalan suasana rock, menghadirkan atmosfir
penuh semangat yang terasa jadi unik dan menarik.
Pada video obrolan dengan mereka, sempat pula
mereka menyelipkan permainan powerful
music mereka itu. Ya, kalau belum mengenal mereka, silahkan nikmati sebagai
perkenalan terawal. Jangan kaget, kalau ada yang langsung keplek-keplek, kepincut dan...nempel di hati dan otak.
Well begitulah kelompok tiga-kepala yang penuh
vitalitas dan enerji itu. Saya tentu saja mengucapkan terimakasih dan
penghargaan tinggi, atas kesediaan mereka menjadi tamu di program video
interview saya. Selanjutnya, good luck,
dude! Semoga makin sukses dan tambah sukses lagi!
*/DM
No comments:
Post a Comment