Thursday, February 4, 2016

LIGRO: Merilis Kamus



Seberapa gilanya kah mereka bertiga? Masak gila, kayaknya kehidupan sehari-hari mereka terlihat lurus-lurus saja. Mungkin dalam bermusik? Tapi hanya bertiga lho. Kenapa hanya bertiga? Tapi di situlah, yang bikin saya aja kesengsem berats dengan bebunyian musik mereka.
Bertiga itu, yang penting, bunyi barengnya enak. Sehati dan satu visi. Saling menghargai. Saling menghormati. Dan ketiganya saling dapat memberi apresiasi satu sama lain. Kalau buat saya sih, menyangkut mereka bertiga, mereka satu sama lain tuh nge-klik, dalam melakukan transfer enerji. Spiritual?
Spritual banget sih ga lah. Walau bassisnya banyak sekali yang mengira seorang pandita atau pendeta. Atau, jago kungfu? Gitarisnya kalem, “daddish”, rokok tak terputus. Drummer, supel mudah bergaul dan hangat menyambut sapaan orang. Lha, mana kegilaannya?
Ya memang, mereka ga gila banget. Tidak juga gila beneran. Walau nama mereka Orgil. Eh, dieja balik. Jadinya, Ligro. Bagus juga ya sebagai nama band. Yang pasti, orang lantas akan tanya, penasaranlah ceritanya, artinya apa sih? Ternyata nama pemberian salah satu musisi sahabat mereka itu, artinya ya kalau dibalik itu tadi, orgil alias orang gila!
Dan syukurlah tidak gila. Walau kalau musiknya bisa membuat gila pendengar atau penontonnya? Nah pengalaman saya pribadi begini. Waktu dengar demo rekaman dari, Agam Hamzah, gitaris bersama Adi Darmawan, bassis. Demo rekaman itu, masih bersama drummer lain. Kebetulan pemilik studio, dimana mereka merekam hasil workshop mereka bertiga, saat itu. Di bilangan Bintaro, Jakarta Selatan. Saya cuma geleng-geleng kepala dan memang sempat bilang, “Ah gila!”
Sort of expression, karena terperanjat kali ya? Atau terkejutlah. Ini musiknya nyetrum amat sih. Ada bekas-bekas warna 80-an, fusion dengan jazz rock, tight, spiritful, powerful. Ga sampai Full-AC and Reclyning Seats sih. Bukan bis malem kaleeeee. Itulah pertemuan saya di rumah sekaligus studio rekaman drummer, Gilang Ramadhan.
Di situ, yang saya ingat, sempatlah membahas musik mereka. Asli jack, menggoda betul saya untuk mendiskusikan musik mereka.Kasarnya sih gini, eh musik elo itu maunya kemana? Merekaantusias membalasnya. Makdarit, timbul diskusi yang sehat dan segar. Untuk saya, memperluas wawasan dan pengetahuan saya.
Yak, waktu itu belum bernama. Baru sebatas proyek musik yang direncanakan akan diseriusin. Just trio saja. Apa ya namanya, Gilang Ramadhan Trio, kalau tak salah. Saya pernah mengajak mereka perform di sebuah festival jazz kecil yang saya bikin di venue yang saat itu kebetulan ikut saya kelola, di bilangan Bintaro juga. Itu awal 2000.
Dalam perjalanannya, Adi dan Agam lantas terasa saling terikat batin mereka. Susah dilepaskan. Tak bisa ke lain hati. Aha! Cuma persoalannya, Gilang Ramadhan juga sibuk betul, job musik lainnya bejibun mek. So,Adi dan Agam meneruskan perjalanan konsep bermusik trio mereka. Gilang lantas memberi restu. Maka berdua, sempat menjajal bermain dengan beberapa drummer, bergantianlah.
Sampai pada akhirnya, di tahun 2004, mereka bertemu dengan Gusti Hendy. Drummer enerjik yang relatif muda itu, saat itu adalah session drummer. Band tetapnya antara lain, Big City Blues. Belum masuk formasi grup pop rock ternama, GIGI. Hendy senang diajak main bareng, antusias. Segimana antusiasnya, gimana pula proses kenalan mereka, silahkanlah tonton dan dengar obrolan saya dengan mereka di video.
Oh ya, yang rada bikin terkaget-kaget juga, eh lucunya mereka juga baru menyadarinya. Ada beberapa kali, saya memanggungkan mereka. Memberi mereka kesempatan main, di beberapa acara, yang saya ikut tangani. Baik dengan drummer lain, semisal ada Sandy Winarta. Sampai dengan era dengan Hendy.
Ya soalnya, mereka bisa bikin saya macam orgasme saja. Walah! Puas gitu lho. Puas tapi jadi serta merta tak puas. Coba bayangin, 2, 3 lalu 5, 6 lagu mereka. Menonton, menikmati, terpesona. Terbawa suasana. Semangat mereka tuh menular ke saya yang menyaksikan mereka dengan antusiasme tinggi. Eh lagi enak-enaknya menikmati, ok sekian dan terimakasih sampai bertemu lagi dengan kami....   Ealaaaa, udah lagu terakhir aja!
Mereka sudah merilis 3 album. Semua kamus  Kamus bahasa Ligro ke Indonesia? Soalnya judulnya, Dictionary. Ya Part 1, 2 and 3. Mulai dari 2009. Terbaru adalah Dictionary 3 di tahun 2015 ini, 3 tahun setelah Part 2 nya dirilis. Malah sekarang sudah dirilis dan disebarluaskan oleh label indie internasional, MoonJune Records. Musik jazz rock powerful mereka, konon kabarnya mampu menyengat kuping penggemar musik jazz rock, termasuk progressive fusion internasional.
Mendengarkan musik mereka, lewat cd misalnya. Apalagi menyaksikan aksi panggung mereka secara langsung, seperti kita dialiri suplemen penambah darah dan tenaga. Multi vitamin. Less sugar. Sehat dan segar jadinya. Lebih dari secangkir kopi pahit. Membuat kita, eh saya sih sebenarnya, jadi terjaga dan bersemangat menatap hidup. Taela!
Tapi saya yakin, tidak sebatas saya doang kok, yang merasa bahwa musik Ligro membuat saya terjaga, dan seolah bernafas dengan lega dan optimisme melihat hari depan. Pasti ada banyak dan makin banyak orang lain, para penggemar musik, yang merasakan hal yang sama. Mereka itu tak hanya akrobatik dalam keketatan rhythm musik mereka, dengan membunyikan musik mereka menderu-deru. Bagus untuk penyemangat bila mau terjun ke medan laga dong?
Mereka meyakini, bahwa mereka memang sadar musik mereka adalah musik panggung. Enerji mereka juga pecah saat main di panggung. Ribet dan njelimet  ga? Saran saya sih, kalau misal lagi stres berat, mungkin rada berat mencerna musik mereka. Eh tapi bisa jadi, justru bagi sebagian orang, musik mereka justru obat untuk menekan stres? Ah, terserah anda sajalah.
Buat Agam, yang diiyakan oleh Adi, kalau mereka bisa lebih sering tampil di atas panggung, pada acara-acara yang tepat. Saat itulah mereka berpotensi meraih penggemar lebih banyak lagi. Ga usah terlalu muluk, banyak main di luar negeri alias go internasional. Karena pasar musik di tanah air sendiri juga relatif besar dan “menyenangkan”. Dikenal dan memiliki fans di negeri sendiri, pasti juga menggembirakan dan menyemangati mereka bermusik.
Hendy juga menyetujui akan pendapat kedua kakaknya itu. Dengan banyak tampil di tanah air, mereka juga bisa sekalian jualan album mereka secara langsung. Direct selling yang kayaknya potensial. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampauilah. Tak perlu sampai 4, apalagi 5 pulau....
Musik berat atau rumit, sangat subjektif sifatnya. Cuma memang musik seramai, seriuh, se-bertenaga a la Ligro, ga begitu banyak terdengar di tanah air. Kurun waktu lama, untuk mendengar lagi bentuk olahan musik berdasar pada apa yang disebut jazz rock ini. Powerful fusion jazz mereka, dengan kekentalan suasana rock, menghadirkan atmosfir penuh semangat yang terasa jadi unik dan menarik.
Pada video obrolan dengan mereka, sempat pula mereka menyelipkan permainan powerful music mereka itu. Ya, kalau belum mengenal mereka, silahkan nikmati sebagai perkenalan terawal. Jangan kaget, kalau ada yang langsung keplek-keplek, kepincut dan...nempel di hati dan otak.

Well begitulah kelompok tiga-kepala yang penuh vitalitas dan enerji itu. Saya tentu saja mengucapkan terimakasih dan penghargaan tinggi, atas kesediaan mereka menjadi tamu di program video interview saya. Selanjutnya, good luck, dude! Semoga makin sukses dan tambah sukses lagi!
*/DM



 Check out the video on Youtube






No comments: