Seolah ada revitalisasi. Tanpa berubah format.
Termasuk tak ada pula perubahan pada formasi.
Trio. Dan itu tetap degan selengkapnya adalah
Arief Setiadi,
Bintang Indrianto Full
dan Gerry Herb.
Phylosophy-ABG, pada sebelumnya. Ketika format
trio dengan landasan musiknya "free-jazz", sort of free-as-a-bird,
terbang bebas kemanapun. Terbang boleh bebas, lantas bakalan balik lagi ke
kandang koq.
Pada prinsipnya, Phylosophy ABG, adalah diambil
dari debut album mereka. Dirilis beberapa tahun silam. Sebuah album
eksplorasilumayan dalam, memadukan unsur musik "tak biasa", electric
bass (diselipin electric fretless bass) dengan drums beserta, baritone
saxophone!
Kalau lantas menjadi Trio : ABG? Ga berubah banyak
banget. Tidak lantas menjadi ekstrim.
Apa yang diharapkan perubahan secara ekstrim? Tak
berpikir menjadi radikal. Atawa tepatnya, lebih radikal dari warna meyengat
betul, "jazz-bebas-lepas" yang seringkali menyelipkan kejutan-kejutan
yang bakalan sanggup membuat penonton mereka menarik nafas sejenak. Sampai
begitu? Progressive banget sih?
Tatanan melody dan rhythmnya bisa keras,
bener-bener mencubit kuping. Sakit? Mengejutkan sih. Lalu seolah sedikit
membuai, seperti mencoba mendekat kepada pendengar, atau penontonnya.
Kemudian bisa saja, tetiba mengajak bergoyang.
Boleh leher dan kepala, sedikit saja. Kenapa sedikit, mengapa harus malu-malu?
Bagaimana kalau lantas, kaki dan tangan saja sedikit digoyang. Melemaskan otot?
Bikin rileks sedikit, kalau mau lemas betul, ya kudu olahraga!
Yang jelas,ini adalah kandang ketiga musisinya.
Ini adalah rumah dimana mereka bisa bebas, bersukacita, menghibur hati,
mepaskan kepenatan.
Mereka berkumpul bertiga, ngobrol, diskusi seru,
saling melempar ide dan gagasan, saling menimpali. Dengan bebas.
Bebas untuk sedikit menyanggah. Tak selalu harus
setuju. Yang penting, hindari konflik. Cari titik temu bersama. Karena
kegembiraan dan kesukacitaan mereka, diyakini dapat menjadi enerji berlipat nan positif .
Mereka sih bertiga bilang, pengennya panjang.
Jalan terus. Kalau hanya sesaat, sekadar sebuah eforia. Sekedar
menyenang-nyenangkan satu sama lain,nantinya bisa jadi buang-buang waktu
belaka.
Akan percumalah, bagi kehidupan mereka
masing-masing.
Mereka pengen betul untuk berarti. Menjadi bagian
dari bunyian alternatif, yang bisa
menghibur penonton atau penggemar musik.
Jazz? Terserah kata Bintang Indrianto. Monggo...
Ga melulu hanya untuk penggemar jazz kok, kata Gerry Herb. Kalau dasarnya
senang rock misalnya, mau menyimak dan suka dengan musik kami, silahkan,begitu
ucap Arief.
Musik untuk kebebasan. Mungkin seperti itu. Bebas
tapi bertanggung jawab. Maksudnya, ketika bebas jangan lantas jadi asyik
sendiri. Jangan lupa bahwa mereka main bertiga.
Ok, kapan main lagi? Tunggu saja, kata mereka
kompak. Kita sedang senang dan bersemangat, untuk bisa tampil dimana-mana...
Sebentar, bisa kasih gambaran, musik bebasnya
mereka, yang seperti burung-terbang-bebas-melayang-kemanapun?
Maksudnya, menyamakan musik mereka dengan namalain
siapagitu?
Gw pikir, sudahlah. Mereka bisa mengingatkan kita
akan siapa, bebas saja. Tapi biarkan mereka bunyiin musik mereka, sekali lagi
dengan bebas.
Tak perlu kayak siapa, terinspirasi dengan siapa,
mirip anu atawa mengingatkan kita dengan inu.
Siap-siap menikmati kebebasan merekalah. Itu lebih
baik.
Jazz as Always.
No comments:
Post a Comment