Friday, March 31, 2017

Donny Suhendra, Agam Hamzah, Ivan Nestorman, K2C dan...CHRISYE

Chrismansyah Rahadi (lahir dengan nama Christian Rahadi di Jakarta, Indonesia, 16 September 1949 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 30 Maret 2007 pada umur 57 tahun) yang lebih dikenal dengan nama panggung Chrisye, merupakan seorang penyanyi dan pencipta lagu asal Indonesia.
Dilahirkan di Jakarta dari keluarga Tionghoa-Indonesia, Chrisye menjadi tertarik dengan musik saat masih muda. Waktu masih belajar di SMA, Chrisye main gitar bas dalam sebuah band yang ia bentuk bersama kakaknya, Joris. Pada akhir dasawarsa 1960-an dia menjadi anggota band Sabda Nada (yang kemudian hari berganti nama menjadi Gipsy). Pada tahun 1973, setelah mengambil cuti beberapa lama, dia mengikuti band tersebut ke New York untuk main musik. Setelah kembali ke Indonesia untuk waktu singkat, dia kembali ke New York dengan band lain, yaitu The Pro's. Sekembali ke Indonesia, pada tahun 1976 dia bekerja sama dengan Gipsy dan Guruh Soekarnoputra untuk merekam album indie Guruh Gipsy.
Setelah keberhasilan Guruh Gipsy, pada tahun 1977 Chrisye menghasilkan dua karya terbaiknya, yaitu "Lilin-Lilin Kecil" tulisan James F. Sundah serta album jalur suara Badai Pasti Berlalu. Sukses kedua karya ini membuat Chrisye direkrut oleh Musica Studios, yang dengan perusahaan rekaman itu dia merilis album solo perdananya, Sabda Alam, pada tahun 1978. Selama kariernya yang lebih dari 25 tahun dia menghasilkan 18 album solo lain, serta main dalam satu film: Seindah Rembulan (1981).
(diambil dari profile-Chrisye, yang terdapat dalam laman wikipedia (www.id.wikipedia.org))



Saya mengontak Donny Suhendra, kemudian Agam Hamzah. Saya tahu bahwa mereka juga membentuk sebuah duo gitar, akustik dan semi elektrik. Ya tahu banget malah, karena ada beberapa kali saya minta mereka memeriahkan acara yang saya bikin. Hasilnya ok dong...
Jadi saya bilang ke keduanya, mau ga mencoba tantangan? Bawain lagu-lagu Chrisye, hanya kalian berdua saja. “Gw mah yakin elo berdua bisa. Konsep duo gitar aja.? Begitu tulis saya di whats app. Jawab mereka, Donny bilang hayo aja, tanya Agam dong. Agam menjawab, wah hayooo, menarik nih, gw ngikut aja kalau Donny ok.
Saya memberi sedikit penjelasan, tampilkan karakter bermusik duo gitar, yang adalah identitas permainan kalian berdua aja. Ini kayak cara kalian melakukan reinterpretasi atas lagu-lagu hits dari almarhum Chrisye. Bagaimana kalian membawakan lagu Chrisye dengan instrumen kalian masing-masing itu.
Agam merespon dengan bilang, ok bro ini menarik. Wah duo gitar Budjana dan Tohpati bisa disaingin kita berdua nih. Donny berkomentar, bisa bro, gw mau. Karena gw banyak tahu lagu-lagu Chrisye kok, kan gw juga rajin dengerin lagu-lagu Indonesia.
Ok, tahap terawal yaitu menawarkan, berlangsung lancar.Oh ya sebelumnya, ide “lucu-lucuan” ini saya kemukakan dulu dengan Nini Sunny. Sahabat baik saya, yang seperjuangan, setanah air, sebangsa ini adalah komandan lapangan. Dari acara yang bentuknya launching buku Chrisye. Jadi memang Nini Sunny duluan yang mengajak saya awalnya, setelah pikar-pikir, ya ide itulah yang saya kemukakan.
Nini Sunny mendiskusikan terlebih dahulu dengan tim utama. Yang terdiri dari para sahabat baik saya juga sebenarnya. Mereka itu adalah anggota tim penulis dan yang menjadikan buku yang akan di launching itu siap cetak. Tentunya juga, siap diedarkan. Notabene mereka juga adalah “pejabat teras”, tim inti dari #K2C (Komunitas Kangen Chrisye).
Sebelum berdiskusi dengan timnya, Nini juga menginformasikan ide saya ini kepada abang Ferry Mursyidan Baldan. Karena abang Ferry ini adalah penggagas dan motor utama dari penulisan buku itu. Ia adalah fans fanatik Chrisye. Isi buku, yang akan dilaunching tersebut, intinya sebenarnya adalah bentuk penghormatan, respek, apresiasi tinggi seorang penggemar kepada artis penyanyi idolanya.
Lalu terjadi diskusi berikutnya, mengenai apakah hanya mereka berdua saja yang akan tampil? Sebaiknya ada penyanyinya. Tersebutlah beberapa penyanyi. Yang dasarnya, dianggap paling pas untuk menyanyikan lagu-lagu Chrisye. Ada nama utama, yang disebutkan paling awal, sayang penyanyi bersangkutan sudah ada job main duluan, di tanggal yang sama.
Nama-nama lain, dicari sebagai alternatif. Terjadi diskusi seru, baik antara saya dengan Nini. Demikian pula tentunya Nini dengan tim yang dipimpinnya, atas sepengetahuan “panglima”, Ferry Mursyidan Baldan, tentu dong. Jalurnya memang begitu, ga bisa ada “potong kompas”. Seperti “pamali”, kalau main langsung-langsung aja, nanti ribet. Alur cerita bisa kusut.
Apalagi, bisa jadi “bumali” tak terlalu berkenan karena bumali juga sudah lama tak bertemu pamali. Kabarnya sudah tiga kali lebaran, pamali tak lagi ketahuan batang hidungnya oleh bumali. Batang hidungnya aja ga ketahuan, apalagi batang-batang lainnya... Hadeuh, stop! Hahahaha. Intermezzo cing. Jangan kelewat seriuslah....
Sebut nama ini, boleh. Tapi yang bersangkutan, tak bisa juga. Sebut lagi satu nama lain, terlalu ngerocklah itu! Nah lho. Ya seperti itu bunyi diskusinya. Tunggu dulu, maksudnya terlalu ngerock? Sudahlah, itu hanya isi diskusi-diskusi seru saja. Diskusi jadi seru be’eng dong, tiga lapis kan
Alhasil pengunci diskusi adalah, ini menyangkut soal pendanaan. Jumlah budget yang dialokasikan dan termaktub dalam APBKKC (Anggaran Pendapatan dan Belanja K2C) tidaklah besar. No sponsor, bro! So, akhirul diskusi, sayapun menyodorkan nama Ivan Nestorman. Khas dan jam terbang tinggi juga, terpenting sudah kenal sangat baik Donny Suhendra dan Agam Hamzah. Secara aklamasi disetujui. Ketok palu dong!
Eh ga tahu ya, soal ada ketok palu atau ga, saya tak sempat menanyakan kepada ibu Nini Sunny. Ya apalagi tanya abang Ferry segala. Jalurnya ga boleh begitu. Harus tetap berlapis jalurnya, dimana ada Nini lantas tim dewan tertinggi tersebut, seperti yang telah saya tulis di atas.
Well, sudah jelas jadi kan prosedur sesuai tatib dari acara kemarin itu? Hehehehe, jelas dan cukup rinci. Atau malah bikin bingung yang baca. Ini cerita apaan sih? Minum kopi dululah, broer en zus. Ga suka kopi? Teh manis juga ga papa... Inget ye, jangan pake gula, jauh lebih bijaksana.
Saya berpindah ke diskusi kemudian, antara saya dengan Donny, Agam dan Ivan. Mendiskusikan songlist. Yaitu lagu-lagu apa saja yang dirikues secara spesial, yang diminta bingits bisa dimainkan. Sempat disebut di awal, paling tidak ada, ‘Angin Malam’ dan atau ‘Merpati Putih’. Dan tentu saja, harus memainkan hanya lagu-lagu Chrisye!
Diskusi yang di sektor ini, cukup alot. “Kendala” utama, sebetunya sih ga persis kalau disebut kendala. Ini lebih pada perkara estetika musik. Persoalan sisi instrumentasi, itu paling pokok. Pilihan lagu, termasuk juga rikues khusus itu, harus mempertimbangkan hasil akhir aransemen nanti, berdasarkan pada bunyi instrumen yang dimainkan.
Begitu deh, dasar dari diskusi itu. Ternyata, baik Donny dan Agam terutama ya, tahu banyak sekali lagu yang populer oleh almarhum Chrisye. Cuma mereka itu banyak yang ga tahu judulnya. Sementara Ivan, tahu banyak juga, cuma persoalannya, kebanyakan ia lupa liriknya! Tapi mereka harus siap nih,mebawakan hanyalagu-lagu Chrisye doang. Tolong,jangan bawain lagu-lagu lain, selain lagunya Chrisye....
Dan ya sampailah di Hari-H. Eng ing eng.... This is The Showtime! The show of the maestro! Mereka menyiapkan 6 lagu yang dipopulerkan Chrisye. Ga ada lagu lain memang, selain lagu-lagunya Chrisye. Kan sesuai permintaan dong....
Eh ada lucunya nih. Tahu ga, Donny itu sebenarnya adalah guru pertama dari Agam, saat belajar serius di Bandung. Saat itu, Agam sudah kepengen jadi gitaris beneran dan ia terkagum-kagum dengan Donny.
Maklum saja, Donny sudah beredar namanya di Bandung, sejak akhir 1970-an. Sebagai gitaris rock lho! Ia muncul sebagai gitaris yang disegani. Permainannya dianggap unik dan ... “out of the box”.  Terutama ketika ia muncul dengan D’Marszyo, apalagi lantas dengan BOM bersama sahabat baiknya, Yuke Sumeru. Dengan ada Bambang Nugroho, kibor dan Lambertus, drummer.
Ya apalagi ketika muncullah Krakatau, dengan Donny termasuk pendirinya. Ketika Krakatau lantas menjadi sangat populer, nama Donny pun ikut terangkat naik. Menjadi dikenal luas sak Nusantara!
That’s why, seorang Agam seperti mengidolakan Donny, pada awalnya. Nah kalau Ivan, beberapa kali ia mengatakan pada saya, gitaris yang paling disukai dan dikaguminya adalah Donny Suhendra. Bukan berarti gitaris lain ga bagus, begitu kata Ivan, tapi Donny itu buatku gitaris yang lengkap banget. Tetap asyik permainannya, baik elektrik maupun akustik.
Perihal Agam, Ivan juga sama menghormati dan memujinya. Ivan sendiri memang telah beberapa kali berkolaborasi dengan baik Agam Hamzah dan Donny Suhendra, dalam grup band yang berbeda-beda ya. Jadi, jikalau akhirnya ia diajak main bareng dengan Donny dan Agam, ia jelas antusias betul!
Agam telah menginternasional, terutama lewat album trionya, LIGRO. Album trionya,dan terutama permainan gitar Agam sendiri, dipuji kritikus musik internasional. Donny adalah “guru atawa suhu” dari begitu banyak gitaris, yang sudah sukses “mentas” sejak 1980-an sampai sekarang... Dan Donny tetap dikagumi dan disegani tentunya.
Ivan, dengan suara khasnya dan dengan acapkali membawa warna tersendiri dengan budaya tanah kelahirannya di Flores, saban tahun rajin berpentas di luar negeri. Ia kian dikenal oleh publik internasional juga. So, sebuah kombinasi kolaborasi yang apik dong ya?

Nah kembali ke konsep dasar penampilan mereka bertiga. Yang menjadi salah satu mata acara pada peluncuran remi buku bertajuk 10 Tahun Setelah Chrisye Pergi, Ekspresi Kangen Penggemar. Buku itu didasarkan atas buah pemikiran, ide dari Ferry Mursyidan Baldan. Dan direalisasikan oleh tim penulis musik handal, campuran penulis-penulis senior berjam terbang tinggi serta penulis muda berbakat, yang dipimpin oleh Nini Sunny.
Kan saya sudah ditulis di atas tuh. Bagaimana lagu-lagu, itu bisa diartikan tak sebatas popularitas tapi lebih ke jiwa, dari seorang legend bernama Chrisye tetap bisa hidup lestari? Tak lekang dimakan jaman. Terus berbunyi dan masuk di telinga dan hati penggemar musik.
Lestari dan masuk diterima sampai ke kalangan generasi muda, yang bisa disebut belum mengenal betul Chrisye. Mereka, kaum “masa kini”, yang tak merasakan popularitas Chrisye di zaman keemasannya dulu.
Seperti upaya Ferry Mursyidan Baldan, dengan menghasilkan dua bukunya tentang Chrisye itu. Bukan dijual, tapi lebih utama disebarluaskan. Sampai kalangan pengamen, antara lain di Bandung dan Yogyakarta, supayamengetahui, kenal baik lantas bisa memainkan lagu-lagu Chrisye.


Sebuah aksi nyata dari sebuah ide dasar, supaya ide itu dapat terwujud dengan nyata.Ia dong? Makanya buku ini, memang bukan buku komersial. Buku yang lahir dari kepedulian, penghormatan tinggi, apresiasi penuh seorang penggemar fanatik terhadap artis idolanya.
Persoalannya, Chrisye sangat boleh jadi, salah satu artis penyanyi yang sangat sukses. Lagu-lagunya yang terbilang sangat populer, terbilang banyak banget. Dan dengan beragam musik yang mengiringinya, yang membungkus lagu-lagu itu dan suara khas penyanyi dong. Termasuk musik yang ikut sukses menghantar naik ke atas, dikenal luas dan disukai penggemar musik, dari lagu-lagu yang disuarakan si penyanyi.
Seperti telah diketahui, ada 2 momen terpenting Chrisye, yang memunculkan namanya di pentas musik nasional. Album Badai Pasti Berlalu dan Dasa Tembang Tercantik – Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors. Disambung kemudian dengan solo albumnya sendiri, Jurang Pemisah, Sabda Alam lalu Percik Pesona.
Ada persahabatan sangat erat antara Chrisye dengan Erros Djarot dan Yockie Suryoprayogo, pada kesemua album tersebut di atas. Mereka bertiga jalan terus beriringan sampai pada beberapa album berikutnya. Sulit melepaskan Chrisye, terutama perihal musik dan termasuk popularitasnya, dari nama kedua orang itu.
Klop betul dan memang menyatu. Tapi kemudian, lagu dari Chrisye kan kudu tetap harus “berbunyi”. So tentu saja terbuka untuk dilakukan penerimaan atas interpretasi-interpretasi berbeda, atas segenap karya-karya lagu yang dihasilkan Chrisye.
Artinya apa? Boleh dan terbuka lebar ada musisi atau seniman-seniman musik lain, melakukan interpretasi sesuai sudut pandang dan ide bermusiknya masing-masing. Itu juga bentuk penghargaan, penghormatan dan apresiasi kan?


Tentu sajalah, hal menyangkut interpretasi demikian, sangat bersinggungan dengan ranah estetika musik. Gini ya, Donny kemarin juga sempat berkata, lagu-lagu Chrisye itu sedemikian kuatnya, sehingga buat dia, hilang satu not saja itu bukan lagu Chrisye. Saya mengartikan, itu cara Donny menghargai betul lagu-lagu hits Chrisye. Ia tak mungkin “bermain-main” seadanya, sekedar memainkan lagu, dengan Agam dan Ivan.
Pe-er seru lho mengutak-atik lagu Chrisye, kata Agam lewat pesan di hape ke saya. Dan pada akhirnya,memang tergantung dari sudut pandang saja kayaknya. Bagaimana seorang musisi, memiliki kesan lantas memainkan kembali lagu-lagu tertentu. Semuanya tak bisa lepas dari instrumentasi, dan terpenting, kemampuan musikalitasya dong. Setuju?
Kalau belum setuju, gimana kalau cari makanan ringan dulu?. Enak deh, jelang makan siang, makan cemilan pake teh es manis misalnya. Eala, keburu kenyang, taooook! Hahahaha, itu sih urusanmu....
Tapi bagaimana dengan selera? Itu jadi beda lagi. Selera memang ya bisa saja, itu subyektif mungkin ya jadinya? Sulit dicari titik temunya... Tapi lagu-lagu “emas” karya Chrisye memang sudah nempel banget sih ya? Apalagi yang era-era awal itu, yang dengan duet Erros dan Yockie?
Di situ dah tantangannya. Tantangan yang memacu adrenalin kreatif kan? Agam dan Donny kemarin setelah selesai bermain bilang, wah ada Yockie juga nonton. Gemetaran juga bro. Donny bilang, wah yang punya musik nonton juga, gw juga penggemar dia lho bro....
Ya begitulah suasana yang bicara. Hehehehe, emangnya lagunya Fariz? Fariz datang juga? Kabarnya diundang, tapi urung untuk datang. Ga jelas, kenapa.  Saya tetap pada prinsip saya, “sok keukeuh dah ah”. Bahwa tolong Donny dan Agam, juga Ivan, mempresentasikan bahwa lagu-lagu Chrisye bisa dimainkan juga dengan peralatan seperti apapun.


Karena hanya dengan jalan itulah, lagu-lagu dengan segala suasana dan nuansanya yang ada dalam lagu itu, dapat tetap terus terpelihara dengan baik. Hidup di setiap jaman. Tentu dong bro, ya termasuk Chrisye nya sendiri, kan dialah yang menyanyikannya. Dengan sangat khas itu.
Sulit memang mencari “Chrisye” yang kedua. Ga mudah penyanyi lain, untuk membawakan lagu-lagu hits Chrisye. Kalau niat awalnya, berusaha untuk bisa mirip dengan Chrisye, ah sudahlah...kelarrr hidupmu!
Ivan sangat menyadari itu. Ia berusaha tetap menyanyikan dengan sebaik-baiknya, tapi sesuai karakter suara dan penjiwaannya. Sampai ia menyelipkan, ‘Zamrud Khatulistiwa’ versinya. Dimana ia menyelipkan teks berbahasa Flores dalam lagu tersebut.
Acara peluncuran buku itu, kemudian diisi dengan sebagian tamu menyumbangkan suaranya. Dari Vina Panduwinata sampai Hans “Grass Rock” Sinjal. Ada juga wartawan, Vincent Hakim Roosady. Lalu Tika Bisono, Ussy Pieters, Vina Panduwinata, hingga Kadri Mohammad. Bahkan hingga, Keenan Nasution juga! Hampir semua membawakan lagu-lagu hits Chrisye.
Yang menarik adalah, akhirnya ikut tampil juga, naik ke atas panggung, Yockie Suryoprayogo. Ia menggantikan kibordis solo, Nyong Anggoman, yang sebelumnya “bertugas” mengiringi tamu yang akan menyanyi. . Sebetulnya memang sih, pengennya semua menyanyikan lagu-lagu yang dipopulerkan almarhum Chrisye. Adapun sebagai pembawa acara adalah, Chris Pascal.
Kan acara tersebut juga sekaligus memperingati 10 Tahun kepergian sang legenda itu. Seperti yang diketahui, Chrisye menghembuskan nafasnya yang terakhir pada Jumat subuh, 30 Maret 2007. Chrisye dimakamkan di taman pemakaman umum, Jeruk Purut, Jakarta Selatan.
Saya ambil cuplikan tulisan Ferry Mursyidan Baldan sebagai Pengantar di bukunya itu, .. Kami tak ingin mengkultuskan sosok Chrisye. Naun kami merasa “tidak” rela jika Chrisye hilag begitu saja ditelan perjalanan waktu. Kami ingin berbicara, bagaimana bangsa ini menghargai dan menghormati seorang musisi, meski dia sudah tidak lagi bersama kita, tapi tetap diingat dengan karya, suara dan sikapnya sebagai musisi.
“....haruskah ku pergi, tinggalkan dunia, agar aku dapat, berjumpa denganmu.....”
/*









Wednesday, March 22, 2017

Tribute to The Rollies by I.Ki




Kita The Rollies sih ga tua. Kita cuma hidup lebih lamaan saja, dan semangat kami itu tetap muda. Begitu ucap Benny Likumahuwa, satu ketika beberapa tahun lalu. Menyoal grupnya, yang ikut membesarkan namanya sebenarnya. Tetapi yang kemudian, ia juga terasa sebenarnya ikut membesarkan nama The Rollies juga adanya.
Sebuah perjalanan sedemikian panjang, bagi sebah grup musik. Bayangkanlah, sudah mulai berjalan sejak 1967! Hingga hitungannya, kalau hari ini kan mereka segera memasuki usia 50 tahun!



Itulah kalimat pembuka tulisan saya mengenai kelompok musik, The Rollies, yang pernah saya upload di website saya beberapa waktu lalu. Dan dengan umur yang sedemikian panjang, dengan berbagai cerita di dalamnya, tentu saja The Rollies menjadi sebuah “fenomena” tersendiri. Dalam khasanah musik Indonesia.
Tentu saja, wajar betul kalau lumayan banyak lagu-lagu yang mereka mainkan selama perjalanan musik mereka, yang dikenal publik. Dari ‘Salam Terakhir’, ‘Setangkai Bunga’. Atau lagu yang sempat dianggap sgnature mereka, padahal sejatinya karya grup Inggris, Love Affair, ‘Gone are the Song of Yesterday’.
Kemudian ada lagu, yang bisa disebut salah satu hits yang sangat populer yang mereka bawakan, ‘Dansa Yok Dansa’. Lagu tersebut adalah karya Titiek Puspa. Kemudian disusul dengan karya lain dari Titiek Puspa, ‘Bimbi’. Atau lagu, ‘Bila Haus di Padang Tandus’, yang adalah karya dari Johanes Purba.
Sementara lagu karya The Rollies sendiri, dalam hal ini adalah Oetje F. Tekol, bassis, yang dikenal luas adalah, ‘Hari Hari’. Sebelumnya dimulai dengan ‘Kemarau’, yang memperoleh penghargaan Kalpataru dari Departemen Lingkungan Hidup. Oetje juga menulis lagu, ‘Indonesia’.
The Rollies juga dikenal lewat beberapa ballad, ah yang meremas-remas emosi dan perasaan pencinta musik, seperti, ‘Kau Yang Kusayang’ karya Anto. Lalu, ‘Kerinduan’. Berikutnya ada, ‘Burung Kecil’.
Lagu lain yang mereka sukses populerkan adalah, ‘Astuti’, ‘Problema’. Ada pula karya Jimmy Manoppo, ‘Maafkanlah’. Sebelumnya Jimmy Manoppo, drummer sempat menghasilkan ‘Pertanda’.




Begitulah sedikit saja, catatan karya-karya mereka selama ini, yang dikenal publik pencinta musik Indonesia. Nah karya-karya di atas itu, lalu dimainkan kembali dan lumayan menghibur para penonton.
Tapi bukan Oetje Tekol, Jimmy Manoppo, Benny Likumahuwa, Teuku Zulian Iskandar, Didit Maruto, yang adalah original-member mereka saat ini, yang memainkan dan menyanyikannya. Oh iya, personil mereka saat ini masih ditambah dua vokalis muda, Alfredo dan Guswin. Belakangan ditambah dengan additional keyboardist, Nyong Anggoman.
Adalah “komunitas” Indonesia Kita, yang biasa menyebut diri sebagai I.Ki, yang menghadirkan Tribute to The Rollies. Para anggota I/Ki yang memainkan dan membawakan lagi lagu-lagu The Rollies, Senin malam 20Maret 2017 kemarin, di Hard Rock Cafe, Jakarta.




Sebelumnya I.Ki telah mengadakan acara semacam dengan antara lain memainkan lagi karya-karya Koes Plus, God Bless dan Iwan Fals. Dan menurut “sang panglima  perempuan” I.Ki, Renny Djayusman, konsep Tribute akan diteruskan. Dan menjadi mata acara reguler saban sebulan sekali, bertempat di Hard Rock Cafe.
Kemarin itu grup band yang mengiringi para penyanyi, terbagi dalam dua “skuadron”. Udeh deh, sebut aje begitcyu yeeee. Skuadron A terdiri dari para musisi tampan, baik hati, rajin sekolah dulunya dan berbakat. Seperti Joel Vai, gitaris. Estu Pradhana Brahmono, kibordis.




Lalu ada juga Rama Moektio, drummer. Gitaris lain ada Damon “Among” Koeswoyo dan bassis, Leonard Maitimu. Sementara di Skudron B, bercokollah para musisi berbakat besar lainnya, peramah, sopan dan dulunya rajin buka buku pelajaran di rumah.
Nama-nama di atas tentunya juga adalah musisi yang telah berjam terbang tinggi. Iya dong, kan mereka ada di skuadron? Jam terbang kudu tinggilah. Pilihan gitu deh. Maksudnya, mereka sebelum ini dikenal luas, lewat keterlibatannya dengan grup-grup musiknya masing-masing. Siapa saja dan apa grupnya? Sudahlah, kita bahas di lain kesempatan ya.
Begitulah isi dari para musisi di kedua skuadron yang diturunkan I.Ki kemarin itu. Skuadron A, para musisi berpengalaman. Begitupun halnyalah dengan para musisi yang ditempatkan di skuadron B. Nanti deh diobrolin mengenai jam terbang mereka masing-masing.
Yaitu antara lain, Donny Suhendra, gitaris. Ditemani Budhy Haryono, drummer. Bassisnya adalah Rival “Pallo Man” Himran. Dengan kibordis, Krisna Prameswara.






Para penyanyi, yang semua seperti juga para musisinya adalah deretan prajurit I.Ki, adalah Amank Syamsu, Ariyo Wahab, Firza Tuffa, Tommy Excentrix, Temmy Memez, Bangkit Sanjaya, Ermy Kullit, Jelly Tobing. Dan sang panglima, yang memang adalah “rocker sampai mati”, Renny Djayusman, juga ikut tampil.
Tapiiiii, memang betulkah para musisi di atas, pada tampan, rajin sekolah sampai sopan dan rajin buku pelajaran di rumahnya? Silahkan tanyakan ke orang tua mereka masing-masing saja. Atau mungkin suadara sekandungnya. Bisa juga, ke bekas tetangga mereka waktu masa sekolah dulu. Hadeuh!
Tapi di kesempatan Tribute to selanjutnya, cakep deh kayaknya kalau ada dong wakil-wakil tertentu, dari grup band atau penyanyi yang ditampilkan lagu-lagunya. Sehingga dapat terjadilah kerjasama konkrit menarik, dan pasti manis, di atas panggung. Setuju? Kudu setuju dong. 
So, sampai jumpa di kesempatan bulan April mendatang dengan pasukan I.Ki lagi. Cheerio and bye bye.../*