Chrismansyah
Rahadi (lahir
dengan nama Christian Rahadi di Jakarta, Indonesia, 16 September 1949 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 30 Maret 2007 pada umur 57 tahun) yang lebih dikenal dengan
nama panggung Chrisye,
merupakan seorang penyanyi dan pencipta lagu asal Indonesia.
Dilahirkan di Jakarta
dari keluarga Tionghoa-Indonesia, Chrisye menjadi tertarik dengan musik
saat masih muda. Waktu masih belajar di SMA, Chrisye main gitar bas dalam sebuah band yang ia bentuk bersama
kakaknya, Joris. Pada akhir dasawarsa 1960-an dia menjadi anggota band Sabda
Nada (yang kemudian hari berganti nama menjadi Gipsy). Pada tahun 1973, setelah
mengambil cuti beberapa lama, dia mengikuti band tersebut ke New York untuk main musik. Setelah kembali ke
Indonesia untuk waktu singkat, dia kembali ke New York dengan band lain, yaitu
The Pro's. Sekembali ke Indonesia, pada tahun 1976 dia bekerja sama dengan
Gipsy dan Guruh Soekarnoputra untuk merekam album indie Guruh Gipsy.
Setelah keberhasilan Guruh
Gipsy, pada tahun 1977 Chrisye menghasilkan dua karya terbaiknya, yaitu
"Lilin-Lilin Kecil" tulisan James F. Sundah serta album jalur suara Badai Pasti Berlalu. Sukses kedua karya ini membuat Chrisye
direkrut oleh Musica Studios, yang
dengan perusahaan rekaman itu dia merilis album solo perdananya, Sabda Alam, pada
tahun 1978. Selama kariernya yang lebih dari 25 tahun dia menghasilkan 18 album
solo lain, serta main dalam satu film: Seindah Rembulan (1981).
(diambil
dari profile-Chrisye, yang terdapat dalam laman wikipedia (www.id.wikipedia.org))
Saya mengontak Donny
Suhendra, kemudian Agam Hamzah.
Saya tahu bahwa mereka juga membentuk sebuah duo gitar, akustik dan semi
elektrik. Ya tahu banget malah, karena ada beberapa kali saya minta mereka
memeriahkan acara yang saya bikin. Hasilnya ok dong...
Jadi saya bilang ke keduanya, mau ga mencoba tantangan?
Bawain lagu-lagu Chrisye, hanya kalian berdua saja. “Gw mah yakin elo berdua
bisa. Konsep duo gitar aja.? Begitu tulis saya di whats app. Jawab mereka,
Donny bilang hayo aja, tanya Agam dong. Agam menjawab, wah hayooo, menarik nih,
gw ngikut aja kalau Donny ok.
Saya memberi sedikit penjelasan, tampilkan karakter
bermusik duo gitar, yang adalah identitas permainan kalian berdua aja. Ini
kayak cara kalian melakukan reinterpretasi atas lagu-lagu hits dari almarhum Chrisye. Bagaimana kalian membawakan lagu
Chrisye dengan instrumen kalian masing-masing itu.
Agam merespon dengan bilang, ok bro ini menarik. Wah duo
gitar Budjana dan Tohpati bisa disaingin kita berdua nih. Donny berkomentar,
bisa bro, gw mau. Karena gw banyak tahu lagu-lagu Chrisye kok, kan gw juga
rajin dengerin lagu-lagu Indonesia.
Ok, tahap terawal yaitu menawarkan, berlangsung lancar.Oh
ya sebelumnya, ide “lucu-lucuan” ini saya kemukakan dulu dengan Nini Sunny. Sahabat baik saya, yang seperjuangan,
setanah air, sebangsa ini adalah komandan lapangan. Dari acara yang bentuknya launching buku Chrisye. Jadi memang Nini
Sunny duluan yang mengajak saya awalnya, setelah pikar-pikir, ya ide itulah yang saya kemukakan.
Nini Sunny mendiskusikan terlebih dahulu dengan tim utama.
Yang terdiri dari para sahabat baik saya juga sebenarnya. Mereka itu adalah
anggota tim penulis dan yang menjadikan buku yang akan di launching itu siap
cetak. Tentunya juga, siap diedarkan. Notabene mereka juga adalah “pejabat
teras”, tim inti dari #K2C
(Komunitas Kangen Chrisye).
Sebelum berdiskusi dengan timnya, Nini juga
menginformasikan ide saya ini kepada abang Ferry
Mursyidan Baldan. Karena abang Ferry ini adalah penggagas dan motor utama
dari penulisan buku itu. Ia adalah fans fanatik Chrisye. Isi buku, yang akan
dilaunching tersebut, intinya sebenarnya adalah bentuk penghormatan, respek,
apresiasi tinggi seorang penggemar kepada artis penyanyi idolanya.
Lalu terjadi diskusi berikutnya, mengenai apakah hanya
mereka berdua saja yang akan tampil? Sebaiknya ada penyanyinya. Tersebutlah
beberapa penyanyi. Yang dasarnya, dianggap paling pas untuk menyanyikan lagu-lagu
Chrisye. Ada nama utama, yang disebutkan paling awal, sayang penyanyi
bersangkutan sudah ada job main
duluan, di tanggal yang sama.
Nama-nama lain, dicari sebagai alternatif. Terjadi diskusi
seru, baik antara saya dengan Nini. Demikian pula tentunya Nini dengan tim yang
dipimpinnya, atas sepengetahuan “panglima”, Ferry Mursyidan Baldan, tentu dong.
Jalurnya memang begitu, ga bisa ada “potong kompas”. Seperti “pamali”, kalau
main langsung-langsung aja, nanti ribet. Alur cerita bisa kusut.
Apalagi, bisa jadi “bumali” tak terlalu berkenan karena
bumali juga sudah lama tak bertemu pamali. Kabarnya sudah tiga kali lebaran,
pamali tak lagi ketahuan batang hidungnya oleh bumali. Batang hidungnya aja ga
ketahuan, apalagi batang-batang lainnya... Hadeuh,
stop! Hahahaha. Intermezzo cing. Jangan kelewat seriuslah....
Sebut nama ini, boleh. Tapi yang bersangkutan, tak bisa
juga. Sebut lagi satu nama lain, terlalu ngerocklah itu! Nah lho. Ya seperti
itu bunyi diskusinya. Tunggu dulu, maksudnya terlalu ngerock? Sudahlah, itu
hanya isi diskusi-diskusi seru saja. Diskusi jadi seru be’eng dong, tiga lapis kan
Alhasil pengunci diskusi adalah, ini menyangkut soal
pendanaan. Jumlah budget yang dialokasikan dan termaktub dalam APBKKC (Anggaran
Pendapatan dan Belanja K2C) tidaklah besar. No
sponsor, bro! So, akhirul diskusi, sayapun menyodorkan nama Ivan Nestorman. Khas dan jam terbang
tinggi juga, terpenting sudah kenal sangat baik Donny Suhendra dan Agam Hamzah.
Secara aklamasi disetujui. Ketok palu dong!
Eh ga tahu ya, soal ada ketok palu atau ga, saya tak
sempat menanyakan kepada ibu Nini Sunny. Ya apalagi tanya abang Ferry segala.
Jalurnya ga boleh begitu. Harus tetap berlapis jalurnya, dimana ada Nini lantas
tim dewan tertinggi tersebut, seperti yang telah saya tulis di atas.
Well, sudah jelas jadi kan prosedur sesuai tatib dari
acara kemarin itu? Hehehehe, jelas dan cukup rinci. Atau malah bikin bingung
yang baca. Ini cerita apaan sih? Minum kopi dululah, broer en zus. Ga suka kopi? Teh manis juga ga papa... Inget ye, jangan pake gula, jauh lebih
bijaksana.
Saya berpindah ke diskusi kemudian, antara saya dengan
Donny, Agam dan Ivan. Mendiskusikan songlist.
Yaitu lagu-lagu apa saja yang dirikues secara spesial, yang diminta bingits bisa dimainkan. Sempat disebut
di awal, paling tidak ada, ‘Angin Malam’ dan atau ‘Merpati Putih’. Dan tentu
saja, harus memainkan hanya lagu-lagu Chrisye!
Diskusi yang di sektor ini, cukup alot. “Kendala” utama,
sebetunya sih ga persis kalau disebut kendala. Ini lebih pada perkara estetika
musik. Persoalan sisi instrumentasi, itu paling pokok. Pilihan lagu, termasuk
juga rikues khusus itu, harus mempertimbangkan hasil akhir aransemen nanti,
berdasarkan pada bunyi instrumen yang dimainkan.
Begitu deh, dasar dari diskusi itu. Ternyata, baik Donny
dan Agam terutama ya, tahu banyak sekali lagu yang populer oleh almarhum
Chrisye. Cuma mereka itu banyak yang ga tahu judulnya. Sementara Ivan, tahu
banyak juga, cuma persoalannya, kebanyakan ia lupa liriknya! Tapi mereka harus
siap nih,mebawakan hanyalagu-lagu Chrisye doang.
Tolong,jangan bawain lagu-lagu lain, selain lagunya Chrisye....
Dan ya sampailah di Hari-H. Eng ing eng.... This is The
Showtime! The show of the maestro!
Mereka menyiapkan 6 lagu yang dipopulerkan Chrisye. Ga ada lagu lain memang,
selain lagu-lagunya Chrisye. Kan sesuai permintaan dong....
Eh ada lucunya nih. Tahu ga, Donny itu sebenarnya adalah
guru pertama dari Agam, saat belajar serius di Bandung. Saat itu, Agam sudah
kepengen jadi gitaris beneran dan ia terkagum-kagum dengan Donny.
Maklum saja, Donny sudah beredar namanya di Bandung, sejak
akhir 1970-an. Sebagai gitaris rock lho! Ia muncul sebagai gitaris yang
disegani. Permainannya dianggap unik dan ... “out of the box”. Terutama
ketika ia muncul dengan D’Marszyo, apalagi lantas dengan BOM bersama sahabat
baiknya, Yuke Sumeru. Dengan ada Bambang Nugroho, kibor dan Lambertus, drummer.
Ya apalagi ketika muncullah Krakatau, dengan Donny
termasuk pendirinya. Ketika Krakatau lantas menjadi sangat populer, nama Donny
pun ikut terangkat naik. Menjadi dikenal luas sak Nusantara!
That’s why, seorang Agam seperti mengidolakan Donny, pada awalnya.
Nah kalau Ivan, beberapa kali ia mengatakan pada saya, gitaris yang paling
disukai dan dikaguminya adalah Donny Suhendra. Bukan berarti gitaris lain ga
bagus, begitu kata Ivan, tapi Donny itu buatku gitaris yang lengkap banget.
Tetap asyik permainannya, baik elektrik maupun akustik.
Perihal Agam, Ivan juga sama menghormati dan memujinya.
Ivan sendiri memang telah beberapa kali berkolaborasi dengan baik Agam Hamzah
dan Donny Suhendra, dalam grup band yang berbeda-beda ya. Jadi, jikalau
akhirnya ia diajak main bareng dengan Donny dan Agam, ia jelas antusias betul!
Agam telah menginternasional, terutama lewat album
trionya, LIGRO. Album trionya,dan terutama permainan gitar Agam sendiri, dipuji
kritikus musik internasional. Donny adalah “guru atawa suhu” dari begitu banyak
gitaris, yang sudah sukses “mentas” sejak 1980-an sampai sekarang... Dan Donny
tetap dikagumi dan disegani tentunya.
Ivan, dengan suara khasnya dan dengan acapkali membawa
warna tersendiri dengan budaya tanah kelahirannya di Flores, saban tahun rajin
berpentas di luar negeri. Ia kian dikenal oleh publik internasional juga. So,
sebuah kombinasi kolaborasi yang apik dong ya?
Nah kembali ke konsep dasar penampilan mereka bertiga.
Yang menjadi salah satu mata acara pada peluncuran remi buku bertajuk 10 Tahun Setelah Chrisye Pergi, Ekspresi
Kangen Penggemar. Buku itu didasarkan atas buah pemikiran, ide dari Ferry
Mursyidan Baldan. Dan direalisasikan oleh tim penulis musik handal, campuran
penulis-penulis senior berjam terbang tinggi serta penulis muda berbakat, yang
dipimpin oleh Nini Sunny.
Kan saya sudah ditulis di atas tuh. Bagaimana lagu-lagu,
itu bisa diartikan tak sebatas popularitas tapi lebih ke jiwa, dari seorang legend bernama Chrisye tetap bisa hidup lestari?
Tak lekang dimakan jaman. Terus berbunyi dan masuk di telinga dan hati
penggemar musik.
Lestari dan masuk diterima sampai ke kalangan generasi
muda, yang bisa disebut belum mengenal betul Chrisye. Mereka, kaum “masa kini”,
yang tak merasakan popularitas Chrisye di zaman keemasannya dulu.
Seperti upaya Ferry Mursyidan Baldan, dengan menghasilkan
dua bukunya tentang Chrisye itu. Bukan dijual, tapi lebih utama disebarluaskan.
Sampai kalangan pengamen, antara lain di Bandung dan Yogyakarta,
supayamengetahui, kenal baik lantas bisa memainkan lagu-lagu Chrisye.
Sebuah aksi nyata dari sebuah ide dasar, supaya ide itu
dapat terwujud dengan nyata.Ia dong? Makanya buku ini, memang bukan buku
komersial. Buku yang lahir dari kepedulian, penghormatan tinggi, apresiasi
penuh seorang penggemar fanatik terhadap artis idolanya.
Persoalannya, Chrisye sangat boleh jadi, salah satu artis
penyanyi yang sangat sukses. Lagu-lagunya yang terbilang sangat populer,
terbilang banyak banget. Dan dengan beragam musik yang mengiringinya, yang
membungkus lagu-lagu itu dan suara khas penyanyi dong. Termasuk musik yang ikut
sukses menghantar naik ke atas, dikenal luas dan disukai penggemar musik, dari
lagu-lagu yang disuarakan si penyanyi.
Seperti telah diketahui, ada 2 momen terpenting Chrisye,
yang memunculkan namanya di pentas musik nasional. Album Badai Pasti Berlalu dan Dasa
Tembang Tercantik – Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors. Disambung kemudian
dengan solo albumnya sendiri, Jurang
Pemisah, Sabda Alam lalu Percik Pesona.
Ada persahabatan sangat erat antara Chrisye dengan Erros
Djarot dan Yockie Suryoprayogo, pada kesemua album tersebut di atas. Mereka
bertiga jalan terus beriringan sampai pada beberapa album berikutnya. Sulit
melepaskan Chrisye, terutama perihal musik dan termasuk popularitasnya, dari
nama kedua orang itu.
Klop betul dan memang menyatu. Tapi kemudian, lagu dari
Chrisye kan kudu tetap harus “berbunyi”. So tentu saja terbuka untuk dilakukan
penerimaan atas interpretasi-interpretasi berbeda, atas segenap karya-karya
lagu yang dihasilkan Chrisye.
Artinya apa? Boleh dan terbuka lebar ada musisi atau
seniman-seniman musik lain, melakukan interpretasi sesuai sudut pandang dan ide
bermusiknya masing-masing. Itu juga bentuk penghargaan, penghormatan dan
apresiasi kan?
Tentu sajalah, hal menyangkut interpretasi demikian,
sangat bersinggungan dengan ranah estetika musik. Gini ya, Donny kemarin juga
sempat berkata, lagu-lagu Chrisye itu sedemikian kuatnya, sehingga buat dia,
hilang satu not saja itu bukan lagu Chrisye. Saya mengartikan, itu cara Donny
menghargai betul lagu-lagu hits Chrisye. Ia tak mungkin “bermain-main”
seadanya, sekedar memainkan lagu, dengan Agam dan Ivan.
Pe-er seru lho mengutak-atik lagu Chrisye, kata Agam lewat
pesan di hape ke saya. Dan pada akhirnya,memang tergantung dari sudut pandang
saja kayaknya. Bagaimana seorang musisi, memiliki kesan lantas memainkan
kembali lagu-lagu tertentu. Semuanya tak bisa lepas dari instrumentasi, dan
terpenting, kemampuan musikalitasya dong. Setuju?
Kalau belum setuju, gimana kalau cari makanan ringan
dulu?. Enak deh, jelang makan siang, makan cemilan pake teh es manis misalnya. Eala,
keburu kenyang, taooook! Hahahaha,
itu sih urusanmu....
Tapi bagaimana dengan selera? Itu jadi beda lagi. Selera
memang ya bisa saja, itu subyektif mungkin ya jadinya? Sulit dicari titik
temunya... Tapi lagu-lagu “emas” karya Chrisye memang sudah nempel banget sih
ya? Apalagi yang era-era awal itu, yang dengan duet Erros dan Yockie?
Di situ dah tantangannya. Tantangan yang memacu adrenalin
kreatif kan? Agam dan Donny kemarin setelah selesai bermain bilang, wah ada
Yockie juga nonton. Gemetaran juga bro. Donny bilang, wah yang punya musik
nonton juga, gw juga penggemar dia lho bro....
Ya begitulah suasana yang bicara. Hehehehe, emangnya
lagunya Fariz? Fariz datang juga? Kabarnya diundang, tapi urung untuk datang.
Ga jelas, kenapa. Saya tetap pada
prinsip saya, “sok keukeuh dah ah”. Bahwa tolong Donny dan Agam, juga Ivan,
mempresentasikan bahwa lagu-lagu Chrisye bisa dimainkan juga dengan peralatan
seperti apapun.
Karena hanya dengan jalan itulah, lagu-lagu dengan segala
suasana dan nuansanya yang ada dalam lagu itu, dapat tetap terus terpelihara
dengan baik. Hidup di setiap jaman. Tentu dong bro, ya termasuk Chrisye nya
sendiri, kan dialah yang menyanyikannya. Dengan sangat khas itu.
Sulit memang mencari “Chrisye” yang kedua. Ga mudah
penyanyi lain, untuk membawakan lagu-lagu hits Chrisye. Kalau niat awalnya,
berusaha untuk bisa mirip dengan Chrisye, ah sudahlah...kelarrr hidupmu!
Ivan sangat menyadari itu. Ia berusaha tetap menyanyikan
dengan sebaik-baiknya, tapi sesuai karakter suara dan penjiwaannya. Sampai ia
menyelipkan, ‘Zamrud Khatulistiwa’ versinya. Dimana ia menyelipkan teks
berbahasa Flores dalam lagu tersebut.
Acara peluncuran buku itu, kemudian diisi dengan sebagian
tamu menyumbangkan suaranya. Dari Vina Panduwinata sampai Hans “Grass Rock”
Sinjal. Ada juga wartawan, Vincent Hakim Roosady. Lalu Tika Bisono, Ussy
Pieters, Vina Panduwinata, hingga Kadri Mohammad. Bahkan hingga, Keenan
Nasution juga! Hampir semua membawakan lagu-lagu hits Chrisye.
Yang menarik adalah, akhirnya ikut tampil juga, naik ke
atas panggung, Yockie Suryoprayogo. Ia menggantikan kibordis solo, Nyong
Anggoman, yang sebelumnya “bertugas” mengiringi tamu yang akan menyanyi. .
Sebetulnya memang sih, pengennya semua menyanyikan lagu-lagu yang dipopulerkan
almarhum Chrisye. Adapun sebagai pembawa acara adalah, Chris Pascal.
Kan acara tersebut juga sekaligus memperingati 10 Tahun
kepergian sang legenda itu. Seperti yang diketahui, Chrisye menghembuskan
nafasnya yang terakhir pada Jumat subuh, 30 Maret 2007. Chrisye dimakamkan di
taman pemakaman umum, Jeruk Purut, Jakarta Selatan.
Saya ambil cuplikan tulisan Ferry Mursyidan Baldan sebagai
Pengantar di bukunya itu, .. Kami tak ingin mengkultuskan sosok Chrisye. Naun
kami merasa “tidak” rela jika Chrisye hilag begitu saja ditelan perjalanan
waktu. Kami ingin berbicara, bagaimana bangsa ini menghargai dan menghormati
seorang musisi, meski dia sudah tidak lagi bersama kita, tapi tetap diingat
dengan karya, suara dan sikapnya sebagai musisi.
“....haruskah ku pergi, tinggalkan
dunia, agar aku dapat, berjumpa denganmu.....”
/*