Monday, November 25, 2019

Berbagi Pengalaman dalam Menjual acara Jazz, Jakarta Fusion Republic



Saya kepengen berbagi cerita sedikit. Dalam hal bagaimana menjual sebuah produk. Produk yang saya maksud adalah sebuah pertunjukkan musik. Konserlah gitu kira-kira. Tetapi dalam skala yang relatif kecil.



 

Begini ceritanya. Duduk baik-baik, dan bacalah dengan santaynya, nyaman dan rileks. Sambil ngopi, mungkin lebih baik. Ga suka kopi, mau teh es manis, monggo bray. Diselingi merokok, dua bat – tiga bat, boleh kok.
Ga tahu kenapa, ini udah mulai nih ceritaku. Kenapa beberapa konser, mengalami penundaan dan pembatalan. Ada apaan sih? Sponsor berat ya? Penonton ga ada, artinya publik kurang antusias menyambut acara itu? Belum bisa dipastikan....
Tidak siap aja, begitu bahasa ngelesnya yang paling sederhana. Mungkin betul, ada ketergesa-gesaan kali ya? Over-confidence. What ever lah. Yang jelas ya terpaksa ditunda. Malah ada yang terpaksa membatalkan.
Saya kemarin itu ada di sikon yang rada mencemaskan. Kiri-kanan dengar soal batal dan tunda itu. Ada juga teman yang berencana, lalu terpaksa menunda. Jangan sekarang deh, gw pilih mundur aja, mungkin ke awal tahun depan. Kalau satu teman itu menyebut alasan, sponsor berat banget. Mungkin dana sponsor habis ya, disedot kampanye-kampanye kemarin itu? Bisa ya, bisa tidak. Ga ngerti juga...
Saya bersama sahabat baik, Hendra Sinadia, berkeinginan membuat sebuah konser kecil. Intimate concertlah, maunya begitu. Pilih tempat yang sesuai. Hitung-hitang, diputuskan ambil venue, Hard Rock Cafe. Lalu contentnya apaan? Ya band aja. Siapa? Emerald BEX ajalah. Lagi, Emerald BEX lagi? Seriusss?

 

Ceritanya kan, kami berdua dengan Emerald BEX itu sudah seperti “seiya-sekata”. Dasar utama memang persahabatan panjang saja, terutama menyangkut saya dan para Emerald BEX. Paling tidak ya, saya dengan Iwang Noorsaid, Morgan Sigarlaki dan Roedyanto Wasito.  Mereka bertiga kan founder, dan original members Emerald BEX sejak 1986, waktu baru muncul dengan nama Emerald saja.
Formasi sekarang didukung drummer muda, Yandi Andaputra. Vokalis, sebagai pengganti almarhum Ricky Jo sih secara resmi ga ada. Belum ditentukan. Tetapi mereka memilih, mengajak bintang tamu, additional vocalist, yaitu Dudy Oris.
Sahabat saya, Hendra Sinadia, dia ini yang meminta kita ajak lagi saja Emerald BEX. Iya ide datang dari doski. Alasannya, dia kadung ngefans dengan Emerald BEX, karena dari dulu juga dia memang penggemar fanatik musik fusion (jazz).
Asal tahu saja, 3 tahun terakhir ini, kami berdua dan Emerald BE sudah berjalan bareng. Dengan satu kali bikin konser kecil di Foodism-Kemang, tempat itu sekarang sudah tutup. Itu tahun 2017. Lalu di 2018, Hendra mengajak saya, membawa Emerald BEX ke kota Makasar. Konser lagi, untuk kalangan alumnus Unhas, yang sedang ada reunian gitu.
Saya ketemu teman lain nih, maaf lompat dulu dikit. Sedikit kok, ga lompat jauh. Takut ketarik otot paha nih.... Hihihihi. Teman saya, ia juga “pemain”lah. Maksudnya, biasa membuat konser juga. Antara Event Organizer dan Promotorlah gitu. Ketika ketemu, kami berbincang bincang mengenai sikon showbiz tanah air dewasa ini.
Dia kaget bahwa saya, bersama Hendra, sudah memainkan Emerald BEX tiga kali! Sumpeee looo, bro? Laku emangnya? Ada penontonnya? Fans mereka masih ada? Iya gw pernah dengar elo bikin Emerald BEX, tapi sudah 3 kali? Kayaknya elo tuh sering banget jalan dengan Emerald BEX kan?
Saya senyam-senyum. Kalau jalan bareng Emerald BEX, yang lebih intens dan akrab itu sejak pertama kali Emerald memutuskan reuni dan memakai nama Emerald BEX, tahun 2012 tuh. Ya, membantu mereka aja, untuk bisa main dimana-manalah, kan mereka temen-temen lama banget bro. Salah satu grup band, yang sudah berteman baik dengan gw sejak 80-an! Dan masih akrab terus, sampai sekarang....



Saya ceritain, ya kita itu ga bisnis gimanalah. Gw aja pengen mereka bisa lebih banyak main, tampil, manggung. Soalnya musiknya itu bagus banget, grup asyik dari dulu sampai sekarang. Dan musik yang mereka mainkan, bisa dibilang mah sekarang udah ga ada kali yang mainin. Tapi tetap asyik untuk didengerin dan ditonton kan?
Bisa dibilang, gw itu ya sahabatan dengan mereka, karena gw juga ngefans sama mereka. Nah sahabatku, Hendra juga demikian adanya. Klop kan? Makanya jalan bareng, ga terasa sekali setahun ada aja. Kalau soal untung, penontonnya gimana, itu urusan selanjutnyalah. Nanti dulu....




Saya tetap mempunyai optimisme bahwa Emerald BEX akan bisa muncul ke permukaan lagi, karena musiknya itu. Musiknya beda dan ada keunikan. Tapi punya potensi untuk merangkul banyak penggemar “baru”, maksudnya dari kalangan milenial. Kalangan muda-muda sekarang ini.
Tapi untuk bisa “bunyi lebih nyaring”, kalau buatku sih, ga ada kata lain, ya harus banyak main. Harus sering tampil. Kalau saja saya bisa memanggungkan mereka, ya saya bikinin deh acara untuk mereka. Atau membantu mereka masuk ke beberapa acara, khususnya festival jazz di tanah air.  Yang kalau kebetulan, penyelenggaranya saya kenal baik.
Ga bisa instan sih. Walau jelas, bukan hal yang impossible ya, untuk Emerald BEX yang notabene grup 80-an, untuk bisa dikenal luas lagi di pasar musik sekarang. Temen saya, eh ada 2 orang sebenarnya nih, yang mempertanyakan optimisme saya itu terhadap Emerald BEX.  Mudah-mudahan elo ga terlalu yakin bro, begitu komen mereka di waktu berbeda. Dan saya hanya menjawabnya dengan senyum. Lagi lagi ya senyum....
Emang ga ada grup lain, ga ada artis lainnya bro? Tanya mereka. Saya ya jawab aja dengan senyum doang. Abis mau jawab apa lagi? Segitu amat herannya sih? Hihihihi. Betewe, mereka-mereka itu nonton ga konser di HRC itu?
Ok then. Lalu akhirnya, saya bersama Hendra membuat lagi konser Emerald BEX, di Hard Rock Cafe. Bahkan teman-teman dari manajemen HRC ada kesan ragu. Ya pertanyaan mereka sih tetap saja, memangnya masih banyak yang ingat dan tetap ngefans dengan mereka? Saya dan Hendra yakinkan mereka, tenang aja bro....





Dan kesepakatanpun diambil, gentle-agreement dengan Emerald BEX. Tanggal sudah ditentukan. Saya memilihkan judul acara, rada “bombastis” sih, Jakarta Fusion Republic. Karena Hendra menginginkan, musik fusion bisa digemari lagi. Makanya ada menyertakan kata-kata fusion. Sapa tahu, “fusion” di situ, justru memancing keingin tahuan publik, terutama kalangan milenial. Itu harapan kami.
Strategi promosi juga kami coba rancang, dengan diskusi pula dong dengan Emerald BEX. Dalam hal ini diwakili oleh Roedyanto, bassis. Serta Dina Hidayati, managernya. Saya juga yakinkan mereka, kita coba utak-atik konsep promosi. Walau ya disesuaikan dengan ketersediaan dana kami. Kita coba efisien tapi efektif.
Salah satu konsep promosi yang saya pengen coba adalah, menjual justru lagu-lagu instrumentalnya mereka. Instrumental?? Yoih, cuy. Kenapa tidak? Kan mereka juga banyak hits, yang dulu dibawain almarhum Ricky Jo, artinya ya lagu dengan syair.
Iya gini soalnya, mereka berkeinginan lebih eksis memang sebagai fusion band saat ini. Dimana kehadiran penyanyi, lebih sebagai “pelengkap”. Mereka yakin dengan itu. Saya, juga Hendra mendukung penuh, karena lagu-lagu “tanpa vokal” mereka, rata-rata enak, easy listening, groovy nya juga ada. Ga terasa berat.
Sedikit mengingatkan ya, dulu kita bisa dengan nyamannya, menggemari lagu-lagunya Kenny G. Ingat kan? Itu lagu-lagu instrumental kan? Sebelumnya ada Uzeb yang relatif lebih keraslah. Atau yang agaklebih manis, lebih groovy, Casiopea. Ok bener, pasarnya segmented sih, tapi kan bukan berarti ga mungkin? Ga ada salahnya dicoba....





Waktu berjalan, sampai H-2 penonton lumayanlah. Maksudnya pembeli tiket masuk atau pemesan tempat. Ada tiket masuk “berdiri”, berupa FDC (First Drink Charge) seharga 150.000 per-orang. Dan menjual juga “paket”, meja. Satu meja untuk 4 orang, per-orangnya itu membayar 500.000, artinya semeja bisa seharga total 2 juta kan?
H-3 dan H-2 bahkan Hendra mulai gamang juga, sedikit gelisah. Ya gelisahlah soalnya pemesan tiket itu, yang saya sebut di atas “lumayan”, barulah ....16 -17 orang. Astaga! Pihak HRC sudah “mengejar”, terus ya tanya, sudah masuk berapa calon penonton bro boss? Saya jawab, tungguin deh sampai last-minute ya....
Ada satu hal, sebagai konsep “jualan” acara ini yang disepakati saya dan Hendra. Saya sodorkan ide, kita jual saja meja ke sponsor-sponsor. Calon sponsor, tetapi dengan harga khusus, ga usah tinggi-tinggi. Jangan terlalu ambisius. Mulai saja dengan angka 3 juta-an sampai ya paling maksimal 5 juta deh setiap meja.

Persoalannya kan begini ya. Ini coba saya tanya dulu deh, hari gini kita jualan ke sponsor, acara bertajuk di atas, musiknya jazz-jazzan gitu, bintangnya Emerald BEX! Coba deh, jawab ya, mungkinkah dapat sponsor? Mungkinkah akan ada sponsor yang tertarik?
Kalau mungkin ya, bisa aja dong. Namanya juga kemungkinan kan? Tapi lalu ikuti dengan pertanyaan, ok kalau ada, berapa dana sponsor yang mereka akan berikan? Sudah jazz, judul “sok-sokan” gitu, grupnya Emerald BEX dan tanpa menampilkan bintang-bintang populer “masa kini”. Nekad euy? Berani amat....
Nah kalau sahabatku Hendra mulai resah gelisah, wajar-wajar saja. Karena pada 2 acara musik yang menampilkan Emerald BEX itu sebelumnya, memang ga untung. Di Jakarta itu ya rugilah. Apalagi di Makasar, walah! Tapi kami ga terlalu memusingkan itu, ya resiko. Hendra juga tidak memasalahkan itu.
Tetapi kalau dia resah kemarin, ya pikirannya, masak sih sampai 3 kali harus boncos ya? Ya yakin ajalah bro, optimistis deh. Gimana hasil penjualan tablenya, sudah ada yang minat? Sampai H-7, atau sekitar seminggu-an sebelum acara, Hendra informasikan, ya saya mengundang teman-teman baik dari Jakarta Tourism Forum, untuk membantu menjual table. Menjaring sponsor.
Kami memakai strategi, memang tidaklah semata-mata menjual acara di HRC itu saja. Ga lah, karena saya juga pahami dan maklumi, kalau hanya menjual konsep itu, ya tentu saja berat untuk bisa menjaring sponsor. Harus ada “payung” lain, tawaran acara lain yang menarik. Akal-akalinlah.




Ketemulah dengan ide, membuat sebuah pergelaran berbentuk festival jazz yang kental aroma dan suasana Betawinya. Dan cocok banget kalau ada Emerald BEX nya, karena hanya Emerald BEX yang banyak menghasilkan repertoar lagu, dengan musik bersuasana Betawi. Nyambung kan? Ide festival jazz Betawi, dengan Emerald BEX menjadi ikon utama, sebenarnya sudah kami kemukakan pada Roedy dan Dina, di awal pertemuan kami.
Cuma memang saat itu, belumlah detail. Bahkan belum juga ketemu sebenarnya, korelasi antara acara di Hard Rock Cafe dan festival. Ok, bisa saja sebagai semacam kick-off rencana festival di tahun 2020 tersebut.  Saya lantas menyebutnya, kita bikin acara di HRC semacam presentasi saja ke calon-calon sponsor festival nantinya. Hendra setuju.
Yang seru, kami berdua itu belum juga ketemu title festival. Kami menghindari kata-kata “Festival Jazz”. Nama harus “sangat Betawi”. Sampai hari terakhir penyelenggaraan event di HRC tersebut, nama festival belumlah kita sepakati. Termasuk siapa saja yang akan tampil nanti, selain Emerald BEX.
Well, bisa dong dibayangin saya diam-diam ya cemas juga. Saya tahu situasi penjualan tiket, soalnya istri saya yang diserahi tanggung jawab itu. Apalah jadinya, kalau di HRC ternyata kami hanya bisa mengundang 20-an orang untuk menonton? 20, atau 30-an mungkin?
Apalah kata dunia? Bukan soal rugi doanglah. Imej kami sebagai promotor, di mata HRC juga berabe nih! Termasuk imejnya Emerald BEX juga adanya sebenarnya. Iya dong, kami punya kepentingan, kepedulian soal itu juga. Masak sih Emerald BE bener-bener ga punya nilai jual?
Ndilala, dalam sikon sangat amat mepet-pet, ternyata oh ternyata. Pihak JTF yang bekerja total abis-abisan, eh sukses lho! At injury time, iya dong itu hitungannya pas di 24 jamlah sebelum show, tahu-tahunya saudara-saudaraku....masuklah kepastian pembelian table. dari 3-4 table, lalu 7-8 table, terus dan terus.

Hingga di hanya dua jam sebelum acara, kami tahu bahwa hanya tersisa 1 meja saja yang belum laku! Pada sehari sebelumnya, Hendra sempat diskusi dengan saya, mungkinkah yang nanti membeli table boleh pasang logo, putar video pendek promosi mereka? Bahkan mungkinkah kita kasih hal lain, yang menarik mereka?
Saya menjawab spontan, apa yang mereka mau, kasih aja. Asal kita kordinasi, yang penting mereka beli table. Beli dengan harga berapapun ya, minimal ya 2,5 juta sampai 3 jutalah. Sudah cukup itu. Hendra ternyata menyiapkan proposal singkat, “sangat sederhana”, yang hehehe.....saya itu kaget banget, karena proposal itu baru diselesaikan dan langsung diedarkan hanya 7 hari sebelum acara! Gokil!

Maka pada hari-H, menjelang acara, pada siang-sore harinya, saya hanya bisa berdoa, semoga saja HRC ga kosong-kosong amatlah. Saya di H-1 sempat meminta tolong Roedy dan Dina, tolong bantuin promo dan tolong banget bantu jualin tiket dan,kalau bisa sih, ya table deh.
Memang unbelievable sih. Benar-benar diluar dugaan. Sulit banget untuk dipercaya. Bahwa barulah di sekitar 24 jam sebelum acara, perlahan tapi pasti penjualan table menunjukkan hasil menggembirakan. Ya mengejutkan sih tepatnya. Itu kami jadi kayak mencicil-cicil gitu, hasil penjualan meja ke HRC. “Cicilan” terakhir, hasil penjualan meja, dilakukan hanyalah 2 jam sebelum acara! Pihak HRC geleng-geleng kepala.
Lha kalian walau pelan-pelan tapi eh meja bisa dibilang habis ya? Begitu kata menejemen HRC. Saya dan Hendra senyum-senyum saja. Ternyata Emerald BEX masih ada penontonnya ya? Emang masih banyak juga orang tahu Emerald BEX, grup 80-an itu ya? Etapi, itu bener-bener penontonnya Emerald, atau kalian mendapatnya dengan strategi lain? Lagi-lagi kami hanya senyum-senyum saja....
Untuk acara beginian, kudu pahami betul sih sikon keseluruhannya, begitu ucap saya. Yang penting yakin aja. Siap kalau diperlukan untuk akrobatik gimanalah. Resiko memang ada, tapi kudu tetap optimis.
Kalau tak ada rasa optimis, masuk aja di kamar, dengerin vinyl kek, compact-disc kek atau kaset! Manjakanlah diri sepuasnya di situ. Leha-leha aje dah.
Pihak HRC cukup terkejut sebenarnya, dengan hasil akhir yang mengagetkan itu. Ya sebetulnya sih, bukan hanya HRC, bahkan saya dan Hendra saja juga terkejut banget. Terkaget-kaget tapi lantas bersyukur, ternyata strategi kami lumayan sukses. Selamat deh acara itu, ga perlu jadi boncosss lagi kan?




Persoalan kemudian, ini biarlah menjadi “problematika” kami berdua. Bahwa, bagaimana memastikan bahwa pihak yang membeli meja di acara di HRC itu selanjutnya memang akan mendukung festival kami di 2020 tersebut?
Menarik dan, ya ini emang bikin saya geleng-geleng kepala juga, yang beli meja itu aselilah pihak BUMD. Di bawah naungan Pemda DKI Jaya. Jangan kaget sampai ada PAM, Parkir Jaya, bahkan Dharma Jaya segala! Herman kan, eh heran kan?
Memang kejadian langka juga nih. Dan, sekali lagi, sangat sulit untuk dipercaya begitu saja. How come? At very last minute, really on injury time.... Becandalah elo. Bisa, bisa kok kalau lantas mungkin ada yang bilang...ah, bisa-bisanya merekalah, mana mungkin dapat sponsor waktu mepet banget begitu, gw juga tahu kan gw juga jalan jadi event organizer.... Ya bisa aja. Tapi, apalah mau dikata?
Kami di”selamatkan” konsep ada festival di tahun mendatang. Serta bantuan tim “pencari dana” dari JTF, yang all out, tentu dengan fee tertentulah. Ya masak kerja total tapi gretongan?

Dan tentu saja, ada problem yang timbul, sebagai dampak dari tetiba belakangan masuk penjualan meja di “detik-detik terakhir”. Bahkan meja yang sudah dipesan oleh teman baik saya, eh “direbut” deh. Yoi, hilang cuuuuy! Ada juga yang hampir saja, ga dapat meja padahal sudah membayar! Walah, seru. Seru-seru ngagetin, tapi sekaligus agak menjengkelkan sih sebenarnya kan?
Ya kan, soalnya itu yang sudah beli meja, walau hanya “minimal”, misal 3 orang atau 4 orang atau 6-7 orang gitu biar gimana mereka teman-teman baik saya. Mereka memang datang untuk menonton Emerald BEX. Notabene ya, mereka kenal baik juga dengan Emerald BEX.
Tetapi saya coba bayangin, kalau ternyata “jualan meja dengan penawaran utama festival” itu ga sukses. Aduh, meja yang terjual hanya berapa ya.  6 atau 7 meja misalnya, dari ada 25 meja yang tersedia. Lalu yang masuk dengan membeli FDC, misal hanyalah tak sampai 20-25 oranglah kira-kira.... Ampuuuuun dijey!
Apa juga kata temen-temen baik saya, yang saya ketemu dan ceritakan di atas itu? Dan oh ya, apesnya, mereka itu pada ga nonton juga sih. Hahahaha, iya iya, ada acara lain yang lebih pentinglah. Yang membuat mereka ga bisa datang menonton.




Pada acara itu, dimana bahkan saya dan Hendra sendiri langsung juga menjadi host. Iya dong, penghematanlah, ga pakai emsi lain. Dokunya kan mepet? Ada pembuka tarian lalu disambung penampilan trio fusion bersaudara, mereka kakak-beradik. Satria and the Monster, namanya. Asyik juga mereka lho!
Kemudian langsung naiklah Emerald BEX. Mereka menyajikan sekitar 14 lagu, seluruhnya tentu karya-karya sendiri. Dari era 1980-anlah gitu, iya dari album pertama mereka, yang rilis sebelum 1990-an. Dan sekali lagi dan lagi, mereka membuktikan lagulagu mereka, apalagi yang instrumental, ringan, renyah, nyaman di kuping, ngegoyang hati sampai...otot-otot kaki dan tangan!
Menariknya memang, Emerald BEX punya kekhasan, bahwa banyak repertoar mereka memang mengandung unsur-unsur musik tradisi. Ga hanya Betawi lho. Tetapi mereka memunculkannya lewat seluruh instrumen elektrik yang mereka mainkan, tidak mengundang musisi tradisi dengan peralatan musiknya. Tak ada dukungan musisi tradisi dan instrumentasinya.
Segala keunikan khas mereka, memang harusnya mendapatkan apresiasi dari para penggemar musik. Termasuk, para penyelenggara festival atawa konser-konser jazz. Dengan sajian berbeda itu, mereka harusnya diberi tempat yang layaklah ya. Setuju kan? Tapi sejauh ini ya gitu deh, bahkan penyelenggara festival jazz sekalipun, ada yang kayaknya ga pernah dengar nama mereka. Seru ga sih?
Oh ya, ada selipan seorang newcomer, penyanyi canti, Deya Santoso. Dengan nama panggungnya, Mrs.D, Deya membawakan Hanya Angan. Salah satu hits Emerald BEX, yang sukses dibawakan almarhum Ricky Jo. Dinyanyikan lagi oleh Mrs.D, dan direkam sebagai single. Mrs. D tampil kemarin, dengan single tersebut.

Dan itulah romantika pengorganisasian acara-acara musik di ibukota. Kudu ada strategi, harus ada sabar. Lebih tepat juga dibantu positive feelings, selain berdoa saja. Akhirnya bisa berlangsung dengan lumayan lancar.
Idealnya, ada kerjasama harmonis dan saling hormat menghormati antara promotor atau EO, dengan artis pengisi acara. Karena gini ya, kalau ga siap mental, tak siap perhitungan cermat ya rencana acara bisa berantakan. Habislah!
Kalau acara gagal, sebenarnya secara finansial kan yang rugi itu promotor lho. Iya dong, sekali lagi finansial ya. Artis penyanyi atau grup band pengisi acara, paling ga sudah mengantungi down payment kan?
Enerji sudah klokur banyak, sebanyak dana sebagai modal yang dihambur-hamburkan. Acara gagal, ya ga ada pemasukan kan? Buang duitlah namanya! Demikian pula halnya bila, acara tetap akhirnya bisa berlangsung, tetapi penontonnya kurang. Artinya juga, pendapatan untuk promotor minim, ya yang rugi, yang apes, tentunya promotor dong? Masak sih ada artis penyanyi atau grup band, sudi kalau untung ya pembayaran lancar dan nilainya sesuai kontrak. Tetapi kalau penyelenggara rugi, ok deh ga papa, fee dapat dipotong, disesuaikan....
Gile aja lo! Hehehehe. Itu menejer-menejer artisnya, bisa ngelengos. Bahkan mungkin maki-maki kali. Untung ya syukur. Kalaulah rugi, ya problem elo dong, kan artis gw udah mengisi acara elo.... Karena rugi, ya kalian aja yang salah handle, salah promosi, salah ini dan itunya.
Jadi gitu deh. Pertimbangkan baik-baik, masak-masaklah. Jangan sampai gagal di tengah jalan. Atau, siap mental ga, kalau misalnya rugi? Mustahillah, kalau kerugian penyelenggara ikut ditanggung oleh artis penyanyi dan grup band pengisi acara.
Yang perlu diingat juga, realistislah. Dan, sesuaikan sungguh-sungguh dengan kemampuan! Seperti saya dan Hendra, ya memang kami...”pemain kecil”lah. Kecil banget. Tapi itu realistis, kan kami tahu sejauh mana kemampuan kami?
Kan kami juga sudah mengukur, seberapa tebalkah isi kocek kami, maksudnya kemampuan modal kami. Pada akhirnya, ya supaya menyenangkan, “iseng-iseng sambilan” tapi menyenangkan hati gitu, ya mainkanlah yang kami suka saja. Yang memang kami gemari.  Syukur-syukur laku, oho ya puji syukurlah kalau ternyata bisa ada untungnya, walau minim sekalipun.






Kembali ke Jakarta Fusion Republic itu, dengan ada tambahan penari-penari Betawi, ada tambahan bantuan MC dari Abang-None Jakarta 2019 juga. Ya lumayanlah. Jadi memang ada suasana Betawi, untuk pas menjadi “presentasi” festival jazz Betawi di 2019.
Sekaligus tetap bisa menghadirkan kembali Emerald BEX, yang tampil tetap asyik, keren. Memuaskan dahaga para penggemar, penonton-penonton yang memang pengen menonton mereka lagi.
Saya juga selalu berpikir, eh atau menginginkan, bagusnya penontonnya justru harusnya dari kalangan yang belum tahu Emerald BEX. Kalaupun mungkin tahu, cuma pernah dengar sekilas, tapi mungkin belum pernah nonton aksi mereka di panggung.
Positif kan, sehingga penggemar Emerald BEX akan tetap terus berkembang. Melebar. Lha ya, kalau mereka lantas sukses lagi, justru di waktu sekarang ini, ya itu “bonus”lah untuk mereka. Kan yang akan menikmati sukses yang mereka dong?
Situasi penonton kemarin, ada lho 4-5 orang yang semoga lantas beneran suka dengan Emerald BEX. Mengaku sebelumnya pernah dengar, tapi baru kali itulah nonton shownya. Dan mereka suka, malah tanya juga, bisa beli dimana CD albumnya?






Terima kasih Emerald BEX selengkapnya. Morgan Sigarlaki (gitar), Iwang Noorsaid (kibor), Roedyanto Wasito (bass) serta “calon pengantin”, Yandi Andaputra (drums). Ditambah Dudy Oris (vokalis) serta tambahan lain, bintang tamu, Ava Victoria (violin).
Sebenarnya ga hanya Yandi, yang calon pengantin lho. Ava juga, belum lama ini, sehabis tampil dengan Emerald BEX juga sudah pinang pujaan hatinya. Sudah bertukar cincin ya? Selamat ya....
Sukses selalu, selalulah sukses ya sahabat-sahabatku semua! Kapan waktu nanti, kita bisa terus bekerjasama dengan lebih baik lagi dong ah. Semoga saja, festival jazz itu nanti di tahun mendatang, memang jadi terselenggara kan....
Tambah keren, tambah asyik. Terus tambah solid dong! Kagak ada lawan dah ah.....
Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya untuk mas Donny Hardono dan DSS-nya, yang sudah memberi support atas sound dan alat band, yang tentunya membuat suasana menjadi tambah keren dan asyiknya!
Waduh, peran tata suara yang maksimal itu, jelas penting dan sangat membantu kesuksesan acara kami itu. Benar-benar kami terbantu banget oleh mas Donny dan DSS!
Tentu saja tak lupa dong untuk Agaverus Hutagalung dan Hendri serta menejemen Hard Rock Cafe Jakarta, yang sudah mau bekerjasama dalam penyelenggaraan Jakarta Fusion Republic 2019. Kerjasama yang lancar dan baik, semoga akan ada kerjasama lain di waktu mendatang ya, bro....

Akhirul ceritaku ini, alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan bahwa acara dapat terselenggara. Tentunya, kami mohon maaf sebesar-besarnya, bila saja ada kelemahan dan kekurangan-kekurangan kami pada acara kami kemarin itu. Maafkan kami, untuk para penonton, untuk HRC, DSS juga untuk Emerald BEX.
Jazz as Always.... /*