Saya
kepengen berbagi cerita sedikit. Dalam hal bagaimana menjual sebuah produk.
Produk yang saya maksud adalah sebuah pertunjukkan musik. Konserlah gitu
kira-kira. Tetapi dalam skala yang relatif kecil.
Begini
ceritanya. Duduk baik-baik, dan bacalah dengan santaynya, nyaman dan rileks. Sambil ngopi, mungkin lebih baik. Ga suka kopi, mau teh es manis, monggo bray. Diselingi merokok, dua bat – tiga bat, boleh kok.
Ga
tahu kenapa, ini udah mulai nih ceritaku. Kenapa beberapa konser, mengalami
penundaan dan pembatalan. Ada apaan sih? Sponsor berat ya? Penonton ga ada,
artinya publik kurang antusias menyambut acara itu? Belum bisa dipastikan....
Tidak
siap aja, begitu bahasa ngelesnya
yang paling sederhana. Mungkin betul, ada ketergesa-gesaan kali ya? Over-confidence. What ever lah. Yang jelas ya terpaksa ditunda. Malah ada yang
terpaksa membatalkan.
Saya
kemarin itu ada di sikon yang rada mencemaskan. Kiri-kanan dengar soal batal
dan tunda itu. Ada juga teman yang berencana, lalu terpaksa menunda. Jangan
sekarang deh, gw pilih mundur aja,
mungkin ke awal tahun depan. Kalau satu teman itu menyebut alasan, sponsor
berat banget. Mungkin dana sponsor habis ya, disedot kampanye-kampanye kemarin
itu? Bisa ya, bisa tidak. Ga ngerti juga...
Saya
bersama sahabat baik, Hendra Sinadia,
berkeinginan membuat sebuah konser kecil. Intimate
concertlah, maunya begitu. Pilih tempat yang sesuai. Hitung-hitang,
diputuskan ambil venue, Hard Rock Cafe. Lalu contentnya apaan? Ya band aja. Siapa? Emerald BEX ajalah. Lagi, Emerald BEX
lagi? Seriusss?
Ceritanya
kan, kami berdua dengan Emerald BEX itu sudah seperti “seiya-sekata”. Dasar
utama memang persahabatan panjang saja, terutama menyangkut saya dan para
Emerald BEX. Paling tidak ya, saya dengan Iwang
Noorsaid, Morgan Sigarlaki dan Roedyanto Wasito. Mereka bertiga kan founder, dan original members
Emerald BEX sejak 1986, waktu baru muncul dengan nama Emerald saja.
Formasi
sekarang didukung drummer muda, Yandi
Andaputra. Vokalis, sebagai pengganti almarhum Ricky Jo sih secara resmi ga ada. Belum ditentukan. Tetapi mereka
memilih, mengajak bintang tamu, additional
vocalist, yaitu Dudy Oris.
Sahabat
saya, Hendra Sinadia, dia ini yang meminta kita ajak lagi saja Emerald BEX. Iya
ide datang dari doski. Alasannya, dia
kadung ngefans dengan Emerald BEX,
karena dari dulu juga dia memang penggemar fanatik musik fusion (jazz).
Asal
tahu saja, 3 tahun terakhir ini, kami berdua dan Emerald BE sudah berjalan
bareng. Dengan satu kali bikin konser kecil di Foodism-Kemang, tempat itu
sekarang sudah tutup. Itu tahun 2017. Lalu di 2018, Hendra mengajak saya,
membawa Emerald BEX ke kota Makasar. Konser lagi, untuk kalangan alumnus Unhas,
yang sedang ada reunian gitu.
Saya
ketemu teman lain nih, maaf lompat dulu dikit. Sedikit kok, ga lompat jauh.
Takut ketarik otot paha nih.... Hihihihi. Teman saya, ia juga “pemain”lah.
Maksudnya, biasa membuat konser juga. Antara Event Organizer dan Promotorlah gitu. Ketika ketemu, kami
berbincang bincang mengenai sikon showbiz tanah air dewasa ini.
Dia
kaget bahwa saya, bersama Hendra, sudah memainkan Emerald BEX tiga kali! Sumpeee looo, bro? Laku emangnya? Ada
penontonnya? Fans mereka masih ada? Iya gw pernah dengar elo bikin Emerald BEX,
tapi sudah 3 kali? Kayaknya elo tuh sering banget jalan dengan Emerald BEX kan?
Saya
senyam-senyum. Kalau jalan bareng Emerald BEX, yang lebih intens dan akrab itu
sejak pertama kali Emerald memutuskan reuni dan memakai nama Emerald BEX, tahun
2012 tuh. Ya, membantu mereka aja, untuk bisa main dimana-manalah, kan mereka
temen-temen lama banget bro. Salah satu grup band, yang sudah berteman baik
dengan gw sejak 80-an! Dan masih akrab terus, sampai sekarang....
Saya
ceritain, ya kita itu ga bisnis gimanalah. Gw
aja pengen mereka bisa lebih banyak main, tampil, manggung. Soalnya musiknya
itu bagus banget, grup asyik dari dulu sampai sekarang. Dan musik yang mereka mainkan,
bisa dibilang mah sekarang udah ga ada kali yang mainin. Tapi tetap asyik untuk didengerin dan ditonton kan?
Bisa
dibilang, gw itu ya sahabatan dengan mereka, karena gw juga ngefans sama
mereka. Nah sahabatku, Hendra juga demikian adanya. Klop kan? Makanya jalan
bareng, ga terasa sekali setahun ada aja. Kalau soal untung, penontonnya
gimana, itu urusan selanjutnyalah. Nanti dulu....
Saya
tetap mempunyai optimisme bahwa Emerald BEX akan bisa muncul ke permukaan lagi,
karena musiknya itu. Musiknya beda dan ada keunikan. Tapi punya potensi untuk
merangkul banyak penggemar “baru”, maksudnya dari kalangan milenial. Kalangan
muda-muda sekarang ini.
Tapi
untuk bisa “bunyi lebih nyaring”, kalau buatku sih, ga ada kata lain, ya harus
banyak main. Harus sering tampil. Kalau saja saya bisa memanggungkan mereka, ya
saya bikinin deh acara untuk mereka. Atau membantu mereka masuk ke beberapa
acara, khususnya festival jazz di tanah air.
Yang kalau kebetulan, penyelenggaranya saya kenal baik.
Ga
bisa instan sih. Walau jelas, bukan hal yang impossible ya, untuk Emerald BEX yang notabene grup 80-an, untuk
bisa dikenal luas lagi di pasar musik sekarang. Temen saya, eh ada 2 orang
sebenarnya nih, yang mempertanyakan optimisme saya itu terhadap Emerald BEX. Mudah-mudahan elo ga terlalu yakin bro, begitu
komen mereka di waktu berbeda. Dan saya hanya menjawabnya dengan senyum. Lagi lagi
ya senyum....
Emang
ga ada grup lain, ga ada artis lainnya bro? Tanya mereka. Saya ya jawab aja
dengan senyum doang. Abis mau jawab apa lagi? Segitu amat herannya sih?
Hihihihi. Betewe, mereka-mereka itu
nonton ga konser di HRC itu?
Ok then.
Lalu akhirnya, saya bersama Hendra membuat lagi konser Emerald BEX, di Hard
Rock Cafe. Bahkan teman-teman dari manajemen HRC ada kesan ragu. Ya pertanyaan
mereka sih tetap saja, memangnya masih banyak yang ingat dan tetap ngefans
dengan mereka? Saya dan Hendra yakinkan mereka, tenang aja bro....
Dan
kesepakatanpun diambil, gentle-agreement
dengan Emerald BEX. Tanggal sudah ditentukan. Saya memilihkan judul acara, rada
“bombastis” sih, Jakarta Fusion Republic.
Karena Hendra menginginkan, musik fusion bisa digemari lagi. Makanya ada
menyertakan kata-kata fusion. Sapa tahu, “fusion” di situ, justru memancing
keingin tahuan publik, terutama kalangan milenial. Itu harapan kami.
Strategi
promosi juga kami coba rancang, dengan diskusi pula dong dengan Emerald BEX.
Dalam hal ini diwakili oleh Roedyanto, bassis. Serta Dina Hidayati, managernya. Saya juga yakinkan mereka, kita coba
utak-atik konsep promosi. Walau ya disesuaikan dengan ketersediaan dana kami.
Kita coba efisien tapi efektif.
Salah
satu konsep promosi yang saya pengen coba adalah, menjual justru lagu-lagu
instrumentalnya mereka. Instrumental?? Yoih, cuy. Kenapa tidak? Kan mereka juga banyak hits, yang dulu dibawain almarhum Ricky Jo, artinya ya lagu dengan
syair.
Iya
gini soalnya, mereka berkeinginan lebih eksis memang sebagai fusion band saat
ini. Dimana kehadiran penyanyi, lebih sebagai “pelengkap”. Mereka yakin dengan
itu. Saya, juga Hendra mendukung penuh, karena lagu-lagu “tanpa vokal” mereka,
rata-rata enak, easy listening, groovy nya juga ada. Ga terasa berat.
Sedikit
mengingatkan ya, dulu kita bisa dengan nyamannya, menggemari lagu-lagunya Kenny
G. Ingat kan? Itu lagu-lagu instrumental kan? Sebelumnya ada Uzeb yang relatif
lebih keraslah. Atau yang agaklebih manis, lebih groovy, Casiopea. Ok bener,
pasarnya segmented sih, tapi kan
bukan berarti ga mungkin? Ga ada salahnya dicoba....
Waktu
berjalan, sampai H-2 penonton lumayanlah. Maksudnya pembeli tiket masuk atau
pemesan tempat. Ada tiket masuk “berdiri”, berupa FDC (First Drink Charge)
seharga 150.000 per-orang. Dan menjual juga “paket”, meja. Satu meja untuk 4
orang, per-orangnya itu membayar 500.000, artinya semeja bisa seharga total 2
juta kan?
H-3
dan H-2 bahkan Hendra mulai gamang juga, sedikit gelisah. Ya gelisahlah soalnya
pemesan tiket itu, yang saya sebut di atas “lumayan”, barulah ....16 -17 orang.
Astaga! Pihak HRC sudah “mengejar”, terus ya tanya, sudah masuk berapa calon
penonton bro boss? Saya jawab, tungguin deh sampai last-minute ya....
Ada
satu hal, sebagai konsep “jualan” acara ini yang disepakati saya dan Hendra.
Saya sodorkan ide, kita jual saja meja ke sponsor-sponsor. Calon sponsor,
tetapi dengan harga khusus, ga usah tinggi-tinggi. Jangan terlalu ambisius.
Mulai saja dengan angka 3 juta-an sampai ya paling maksimal 5 juta deh setiap
meja.
Persoalannya
kan begini ya. Ini coba saya tanya dulu deh, hari gini kita jualan ke sponsor,
acara bertajuk di atas, musiknya jazz-jazzan gitu, bintangnya Emerald BEX! Coba
deh, jawab ya, mungkinkah dapat sponsor? Mungkinkah akan ada sponsor yang
tertarik?
Kalau
mungkin ya, bisa aja dong. Namanya juga kemungkinan kan? Tapi lalu ikuti dengan
pertanyaan, ok kalau ada, berapa dana sponsor yang mereka akan berikan? Sudah
jazz, judul “sok-sokan” gitu, grupnya Emerald BEX dan tanpa menampilkan
bintang-bintang populer “masa kini”. Nekad euy?
Berani amat....
Nah
kalau sahabatku Hendra mulai resah gelisah, wajar-wajar saja. Karena pada 2
acara musik yang menampilkan Emerald BEX itu sebelumnya, memang ga untung. Di
Jakarta itu ya rugilah. Apalagi di Makasar, walah! Tapi kami ga terlalu
memusingkan itu, ya resiko. Hendra juga tidak memasalahkan itu.
Tetapi
kalau dia resah kemarin, ya pikirannya, masak sih sampai 3 kali harus boncos ya? Ya yakin ajalah bro, optimistis
deh. Gimana hasil penjualan tablenya,
sudah ada yang minat? Sampai H-7, atau sekitar seminggu-an sebelum acara,
Hendra informasikan, ya saya mengundang teman-teman baik dari Jakarta Tourism
Forum, untuk membantu menjual table. Menjaring sponsor.
Kami
memakai strategi, memang tidaklah semata-mata menjual acara di HRC itu saja. Ga
lah, karena saya juga pahami dan maklumi, kalau hanya menjual konsep itu, ya
tentu saja berat untuk bisa menjaring sponsor. Harus ada “payung” lain, tawaran
acara lain yang menarik. Akal-akalinlah.
Ketemulah
dengan ide, membuat sebuah pergelaran berbentuk festival jazz yang kental aroma
dan suasana Betawinya. Dan cocok banget kalau ada Emerald BEX nya, karena hanya
Emerald BEX yang banyak menghasilkan repertoar lagu, dengan musik bersuasana
Betawi. Nyambung kan? Ide festival jazz Betawi, dengan Emerald BEX menjadi ikon
utama, sebenarnya sudah kami kemukakan pada Roedy dan Dina, di awal pertemuan
kami.
Cuma
memang saat itu, belumlah detail. Bahkan belum juga ketemu sebenarnya, korelasi
antara acara di Hard Rock Cafe dan festival. Ok, bisa saja sebagai semacam kick-off rencana festival di tahun 2020
tersebut. Saya lantas menyebutnya, kita
bikin acara di HRC semacam presentasi saja ke calon-calon sponsor festival
nantinya. Hendra setuju.
Yang
seru, kami berdua itu belum juga ketemu title
festival. Kami menghindari kata-kata “Festival Jazz”. Nama harus “sangat Betawi”.
Sampai hari terakhir penyelenggaraan event di HRC tersebut, nama festival
belumlah kita sepakati. Termasuk siapa saja yang akan tampil nanti, selain
Emerald BEX.
Well,
bisa dong dibayangin saya diam-diam ya cemas juga. Saya tahu situasi penjualan
tiket, soalnya istri saya yang diserahi tanggung jawab itu. Apalah jadinya,
kalau di HRC ternyata kami hanya bisa mengundang 20-an orang untuk menonton?
20, atau 30-an mungkin?
Apalah
kata dunia? Bukan soal rugi doanglah.
Imej kami sebagai promotor, di mata HRC juga berabe nih! Termasuk imejnya
Emerald BEX juga adanya sebenarnya. Iya dong, kami punya kepentingan,
kepedulian soal itu juga. Masak sih Emerald BE bener-bener ga punya nilai jual?
Ndilala,
dalam sikon sangat amat mepet-pet,
ternyata oh ternyata. Pihak JTF yang bekerja total abis-abisan, eh sukses lho! At injury time, iya dong itu hitungannya
pas di 24 jamlah sebelum show, tahu-tahunya saudara-saudaraku....masuklah
kepastian pembelian table. dari 3-4 table, lalu 7-8 table, terus dan terus.
Hingga
di hanya dua jam sebelum acara, kami tahu bahwa hanya tersisa 1 meja saja yang
belum laku! Pada sehari sebelumnya, Hendra sempat diskusi dengan saya,
mungkinkah yang nanti membeli table boleh pasang logo, putar video pendek
promosi mereka? Bahkan mungkinkah kita kasih hal lain, yang menarik mereka?
Saya
menjawab spontan, apa yang mereka mau, kasih aja. Asal kita kordinasi, yang
penting mereka beli table. Beli dengan harga berapapun ya, minimal ya 2,5 juta
sampai 3 jutalah. Sudah cukup itu. Hendra ternyata menyiapkan proposal singkat,
“sangat sederhana”, yang hehehe.....saya itu kaget banget, karena proposal itu
baru diselesaikan dan langsung diedarkan hanya 7 hari sebelum acara! Gokil!
Maka
pada hari-H, menjelang acara, pada siang-sore harinya, saya hanya bisa berdoa,
semoga saja HRC ga kosong-kosong amatlah. Saya di H-1 sempat meminta tolong
Roedy dan Dina, tolong bantuin promo dan tolong banget bantu jualin tiket
dan,kalau bisa sih, ya table deh.
Memang
unbelievable sih. Benar-benar diluar
dugaan. Sulit banget untuk dipercaya. Bahwa barulah di sekitar 24 jam sebelum
acara, perlahan tapi pasti penjualan table menunjukkan hasil menggembirakan. Ya
mengejutkan sih tepatnya. Itu kami jadi kayak mencicil-cicil gitu, hasil
penjualan meja ke HRC. “Cicilan” terakhir, hasil penjualan meja, dilakukan
hanyalah 2 jam sebelum acara! Pihak HRC geleng-geleng kepala.
Lha
kalian walau pelan-pelan tapi eh meja bisa dibilang habis ya? Begitu kata
menejemen HRC. Saya dan Hendra senyum-senyum saja. Ternyata Emerald BEX masih
ada penontonnya ya? Emang masih banyak juga orang tahu Emerald BEX, grup 80-an
itu ya? Etapi, itu bener-bener
penontonnya Emerald, atau kalian mendapatnya dengan strategi lain? Lagi-lagi
kami hanya senyum-senyum saja....
Untuk
acara beginian, kudu pahami betul sih
sikon keseluruhannya, begitu ucap saya. Yang penting yakin aja. Siap kalau
diperlukan untuk akrobatik gimanalah. Resiko memang ada, tapi kudu tetap
optimis.
Kalau
tak ada rasa optimis, masuk aja di kamar, dengerin vinyl kek, compact-disc
kek atau kaset! Manjakanlah diri sepuasnya di situ. Leha-leha aje dah.
Pihak
HRC cukup terkejut sebenarnya, dengan hasil akhir yang mengagetkan itu. Ya
sebetulnya sih, bukan hanya HRC, bahkan saya dan Hendra saja juga terkejut
banget. Terkaget-kaget tapi lantas bersyukur, ternyata strategi kami lumayan
sukses. Selamat deh acara itu, ga perlu jadi boncosss lagi kan?
Persoalan
kemudian, ini biarlah menjadi “problematika” kami berdua. Bahwa, bagaimana
memastikan bahwa pihak yang membeli meja di acara di HRC itu selanjutnya memang
akan mendukung festival kami di 2020 tersebut?
Menarik
dan, ya ini emang bikin saya geleng-geleng kepala juga, yang beli meja itu aselilah pihak BUMD. Di bawah naungan Pemda
DKI Jaya. Jangan kaget sampai ada PAM, Parkir Jaya, bahkan Dharma Jaya segala!
Herman kan, eh heran kan?
Memang
kejadian langka juga nih. Dan, sekali lagi, sangat sulit untuk dipercaya begitu
saja. How come? At very last minute,
really on injury time.... Becandalah
elo. Bisa, bisa kok kalau lantas mungkin ada yang bilang...ah, bisa-bisanya
merekalah, mana mungkin dapat sponsor waktu mepet banget begitu, gw juga tahu
kan gw juga jalan jadi event organizer.... Ya bisa aja. Tapi, apalah mau
dikata?
Kami
di”selamatkan” konsep ada festival di tahun mendatang. Serta bantuan tim
“pencari dana” dari JTF, yang all out,
tentu dengan fee tertentulah. Ya
masak kerja total tapi gretongan?
Dan
tentu saja, ada problem yang timbul, sebagai dampak dari tetiba belakangan
masuk penjualan meja di “detik-detik terakhir”. Bahkan meja yang sudah dipesan
oleh teman baik saya, eh “direbut” deh. Yoi,
hilang cuuuuy! Ada juga yang hampir
saja, ga dapat meja padahal sudah membayar! Walah, seru. Seru-seru ngagetin, tapi sekaligus agak
menjengkelkan sih sebenarnya kan?
Ya
kan, soalnya itu yang sudah beli meja, walau hanya “minimal”, misal 3 orang
atau 4 orang atau 6-7 orang gitu biar gimana mereka teman-teman baik saya.
Mereka memang datang untuk menonton Emerald BEX. Notabene ya, mereka kenal baik
juga dengan Emerald BEX.
Tetapi
saya coba bayangin, kalau ternyata “jualan meja dengan penawaran utama
festival” itu ga sukses. Aduh, meja yang terjual hanya berapa ya. 6 atau 7 meja misalnya, dari ada 25 meja yang
tersedia. Lalu yang masuk dengan membeli FDC, misal hanyalah tak sampai 20-25
oranglah kira-kira.... Ampuuuuun dijey!
Apa
juga kata temen-temen baik saya, yang saya ketemu dan ceritakan di atas itu?
Dan oh ya, apesnya, mereka itu pada ga nonton juga sih. Hahahaha, iya iya, ada acara lain yang lebih pentinglah. Yang
membuat mereka ga bisa datang menonton.
Pada
acara itu, dimana bahkan saya dan Hendra sendiri langsung juga menjadi host. Iya dong, penghematanlah, ga pakai
emsi lain. Dokunya kan mepet? Ada pembuka tarian lalu disambung penampilan
trio fusion bersaudara, mereka kakak-beradik. Satria and the Monster, namanya. Asyik juga mereka lho!
Kemudian
langsung naiklah Emerald BEX. Mereka menyajikan sekitar 14 lagu, seluruhnya
tentu karya-karya sendiri. Dari era 1980-anlah gitu, iya dari album pertama
mereka, yang rilis sebelum 1990-an. Dan sekali lagi dan lagi, mereka
membuktikan lagulagu mereka, apalagi yang instrumental, ringan, renyah, nyaman
di kuping, ngegoyang hati sampai...otot-otot kaki dan tangan!
Menariknya
memang, Emerald BEX punya kekhasan, bahwa banyak repertoar mereka memang
mengandung unsur-unsur musik tradisi. Ga hanya Betawi lho. Tetapi mereka
memunculkannya lewat seluruh instrumen elektrik yang mereka mainkan, tidak
mengundang musisi tradisi dengan peralatan musiknya. Tak ada dukungan musisi
tradisi dan instrumentasinya.
Segala
keunikan khas mereka, memang harusnya mendapatkan apresiasi dari para penggemar
musik. Termasuk, para penyelenggara festival atawa konser-konser jazz. Dengan
sajian berbeda itu, mereka harusnya diberi tempat yang layaklah ya. Setuju kan?
Tapi sejauh ini ya gitu deh, bahkan penyelenggara festival jazz sekalipun, ada
yang kayaknya ga pernah dengar nama mereka. Seru ga sih?
Oh
ya, ada selipan seorang newcomer,
penyanyi canti, Deya Santoso. Dengan
nama panggungnya, Mrs.D, Deya
membawakan Hanya Angan. Salah satu hits Emerald BEX, yang sukses dibawakan
almarhum Ricky Jo. Dinyanyikan lagi oleh Mrs.D, dan direkam sebagai single.
Mrs. D tampil kemarin, dengan single tersebut.
Dan
itulah romantika pengorganisasian acara-acara musik di ibukota. Kudu ada
strategi, harus ada sabar. Lebih tepat juga dibantu positive feelings, selain berdoa saja. Akhirnya bisa berlangsung
dengan lumayan lancar.
Idealnya,
ada kerjasama harmonis dan saling hormat menghormati antara promotor atau EO,
dengan artis pengisi acara. Karena gini ya, kalau ga siap mental, tak siap
perhitungan cermat ya rencana acara bisa berantakan. Habislah!
Kalau
acara gagal, sebenarnya secara finansial kan yang rugi itu promotor lho. Iya
dong, sekali lagi finansial ya. Artis penyanyi atau grup band pengisi acara,
paling ga sudah mengantungi down payment
kan?
Enerji
sudah klokur banyak, sebanyak dana
sebagai modal yang dihambur-hamburkan. Acara gagal, ya ga ada pemasukan kan?
Buang duitlah namanya! Demikian pula halnya bila, acara tetap akhirnya bisa
berlangsung, tetapi penontonnya kurang. Artinya juga, pendapatan untuk promotor
minim, ya yang rugi, yang apes, tentunya promotor dong? Masak sih ada artis
penyanyi atau grup band, sudi kalau untung ya pembayaran lancar dan nilainya
sesuai kontrak. Tetapi kalau penyelenggara rugi, ok deh ga papa, fee dapat dipotong, disesuaikan....
Gile aja lo!
Hehehehe. Itu menejer-menejer artisnya, bisa ngelengos. Bahkan mungkin maki-maki kali. Untung ya syukur. Kalaulah
rugi, ya problem elo dong, kan artis gw udah mengisi acara elo.... Karena rugi,
ya kalian aja yang salah handle,
salah promosi, salah ini dan itunya.
Jadi
gitu deh. Pertimbangkan baik-baik, masak-masaklah. Jangan sampai gagal di
tengah jalan. Atau, siap mental ga, kalau misalnya rugi? Mustahillah, kalau
kerugian penyelenggara ikut ditanggung oleh artis penyanyi dan grup band
pengisi acara.
Yang
perlu diingat juga, realistislah. Dan, sesuaikan sungguh-sungguh dengan
kemampuan! Seperti saya dan Hendra, ya memang kami...”pemain kecil”lah. Kecil
banget. Tapi itu realistis, kan kami tahu sejauh mana kemampuan kami?
Kan
kami juga sudah mengukur, seberapa tebalkah isi kocek kami, maksudnya kemampuan
modal kami. Pada akhirnya, ya supaya menyenangkan, “iseng-iseng sambilan” tapi
menyenangkan hati gitu, ya mainkanlah yang kami suka saja. Yang memang kami
gemari. Syukur-syukur laku, oho ya puji
syukurlah kalau ternyata bisa ada untungnya, walau minim sekalipun.
Kembali
ke Jakarta Fusion Republic itu, dengan ada tambahan penari-penari Betawi, ada
tambahan bantuan MC dari Abang-None Jakarta 2019 juga. Ya lumayanlah. Jadi
memang ada suasana Betawi, untuk pas menjadi “presentasi” festival jazz Betawi
di 2019.
Sekaligus
tetap bisa menghadirkan kembali Emerald BEX, yang tampil tetap asyik, keren.
Memuaskan dahaga para penggemar, penonton-penonton yang memang pengen menonton
mereka lagi.
Saya
juga selalu berpikir, eh atau menginginkan, bagusnya penontonnya justru
harusnya dari kalangan yang belum tahu Emerald BEX. Kalaupun mungkin tahu, cuma
pernah dengar sekilas, tapi mungkin belum pernah nonton aksi mereka di
panggung.
Positif
kan, sehingga penggemar Emerald BEX akan tetap terus berkembang. Melebar. Lha
ya, kalau mereka lantas sukses lagi, justru di waktu sekarang ini, ya itu
“bonus”lah untuk mereka. Kan yang akan menikmati sukses yang mereka dong?
Situasi
penonton kemarin, ada lho 4-5 orang yang semoga lantas beneran suka dengan
Emerald BEX. Mengaku sebelumnya pernah dengar, tapi baru kali itulah nonton
shownya. Dan mereka suka, malah tanya juga, bisa beli dimana CD albumnya?
Terima
kasih Emerald BEX selengkapnya. Morgan Sigarlaki (gitar), Iwang Noorsaid
(kibor), Roedyanto Wasito (bass) serta “calon pengantin”, Yandi Andaputra
(drums). Ditambah Dudy Oris (vokalis) serta tambahan lain, bintang tamu, Ava Victoria (violin).
Sebenarnya
ga hanya Yandi, yang calon pengantin lho. Ava juga, belum lama ini, sehabis
tampil dengan Emerald BEX juga sudah pinang pujaan hatinya. Sudah bertukar
cincin ya? Selamat ya....
Sukses
selalu, selalulah sukses ya sahabat-sahabatku semua! Kapan waktu nanti, kita
bisa terus bekerjasama dengan lebih baik lagi dong ah. Semoga saja, festival
jazz itu nanti di tahun mendatang, memang jadi terselenggara kan....
Tambah
keren, tambah asyik. Terus tambah solid dong! Kagak ada lawan dah ah.....
Terima
kasih dan penghargaan setinggi-tingginya untuk mas Donny Hardono dan DSS-nya,
yang sudah memberi support atas sound
dan alat band, yang tentunya membuat suasana menjadi tambah keren dan asyiknya!
Waduh,
peran tata suara yang maksimal itu, jelas penting dan sangat membantu
kesuksesan acara kami itu. Benar-benar kami terbantu banget oleh mas Donny dan
DSS!
Tentu
saja tak lupa dong untuk Agaverus
Hutagalung dan Hendri serta
menejemen Hard Rock Cafe Jakarta, yang sudah mau bekerjasama dalam penyelenggaraan
Jakarta Fusion Republic 2019. Kerjasama yang lancar dan baik, semoga akan ada
kerjasama lain di waktu mendatang ya, bro....
Akhirul
ceritaku ini, alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan bahwa acara dapat
terselenggara. Tentunya, kami mohon maaf sebesar-besarnya, bila saja ada
kelemahan dan kekurangan-kekurangan kami pada acara kami kemarin itu. Maafkan
kami, untuk para penonton, untuk HRC, DSS juga untuk Emerald BEX.
Jazz
as Always.... /*