Wednesday, October 19, 2016

Rusa dan Angsa, Taman Balekambang-SOLO. Foto test-lensa




Saat pentas, belumlah berbunyi. Show baru akan dilakukan malam. Datang lebih siang, persiapan untuk cek-son dulu.
Dan di saat senggang itulah, saya memotret beberapa point terlintas di depan mata.
Taman hutan kota nan rindang, Taman Balekambang, di tengah kota Solo. Sejuk karena dipenuhi pohon-pohon rindang. Sebuah taman yang mempunyai fasilitas untuk rekreasi keluarga.
Taman yang kabarnya di masa KGPAA Mangunegara VII, pada Oktober 1921, belakangan dirawat secara cukup serius oleh pemerintah kota Solo.
Kini taman yang efektif berfungsi sebagai paru-paru kota ini, dilengkapi pula keberadaan rusa-rusa, angsa, oh ya ada satwa lain...monyet! Ada juga kalkun bahkan reptil. Sebuah taman hiburan lumayan lengkap. Lebih lengkap sebagai taman kota untuk publik, karena gratis untuk memasukinya.
Kecuali membawa kendaraan, motor atau mobil, dikenai biaya parkir. Tapi untuk orang, tak dipungut biaya apapun.
Dari googling sedikit, yang saya dapat info, taman ini di revitalisasi pada 2007/2008, saat Joko Widodo menjabat sebagai walikota Solo. Jokowi berkeinginan menjadikan Balekambang menjadi taman kota, daerah resapan, paru paru kota, taman seni budaya sekaligus, ya tentu saja, taman rekreasi keluarga.

Saya tak bermaksud bercerita panjang lebar mengenai Taman Balekambang tersebut. Ini saya hanya pengen share saja, jeprat-jepret saya yang sangat terbatas. Di saat saya menangani event Solo City Jazz ke 7. Wuih, sudah kali ke-7 lhooo! Potret iseng, maksudnya sekalian test lensa sih. Tak hendak memotret sepenuhnya taman kota tersebut...

Ya inilah, jepretan saya di Taman Balekambang, pada Jumat 30 September 2016 silam. Memotret sambil menikmati soto ayam, di sebuah warung tenda, yang adalah salah satu tenant yang menyewa space, dalam rangka Solo City Jazz ke 7 itu. Oh iya, ini kali kedua SCJ digelar di Taman Balekambang, setelah sebelumnya di 2015 silam.
Sejak 3-4 tahun silam,Taman Balekambang kerapkali dimanfaatkan menjadi venue untuk konser-konser musik open-air, selain acara-acara bertemakan seni budaya. *




















Sunday, October 16, 2016

Jogjakarta! Badai Pasti Berlalu+, 6 November. 2016 ....




Halo laho Jogjakarta! Akhirnya, konser Badai Pasti Berlalu plus, berlanjut lagi.  Insya Allah, kali ini giliran kota gudeg, Jogjakarta. Pada 6 November, hari Minggu tuh. Akan mengambil tempat di Grand Pasific Hall. Dan direncanakan mulai jam 20.00 WIB.
Setelah sukses di Jakarta, pada 1 & 2 Oktober 2015 lalu. Berlanjut ke Bandung, 23 Januari 2016. Lantas menyinggahi kota Surabaya, 26 Februari 2016. Dan terakhir, di kota Malang, pada  Sabtu 27 Mei silam.

Tetap akan berisikan terutama materi lagu-lagu hits, dari album fenomenal, Badai Pasti Berlalu. Album yang dirilis Irama Mas itu sendiri, dirilis 1977, sebagai soundtrack film berjudul sama. Filmnya sukses, baik dalam meraih penghargaan bergengsi perfilman Indonesia, Piala Citra. Sampai pada peraihan jumlah penonton, di 1977.
Filmnya sendiri disutradarai tokoh perfilman kenamaan, Teguh Karya. Diambil dari novel rilisan 1974, berjudul sama, yang adalah karya, Marga T. Sementara album musiknya, lagu-lagu diarahkan Erros Djarot, sebagai music director. Dengan musik ditangani oleh Yockie Suryoprayogo.
Kalau film sukses itu menampilkan Christine Hakim dan Slamet Rahardjo. Maka album rekaman musiknya, yang mengikuti kesuksesan filmnya itu, mengedepankan vokalis, Berlian Hutauruk dan Chrisye.
Film layar lebarnya disuguhkan dengan tata sinematografis apik yang berangkat dari kisah cinta, Album musiknya, juga dihidangkan kepada khalayak, dengan penataan musik apik, membungkus syair-syair cinta, dengan pilihan bahasa yang terkesan gedongan...
Baik film dan album musiknya, kadung menjadi fenomenal di jamannya itu. Masuk menjadi bagian penting dari catatan sejarah, baik film dan musik Indonesia. Karena sedemikian fenomenalnya, tak heran ia seperti “menyangkut” di kepala dan jiwa, kaum yang sempat menonton dan mengkoleksi album musiknya di waktu itu. Saking begitu nyangkutnya, lantas seperti tertanam dalam. Sulit dilupain!
Maka ketika ditampilkan kembali, tak heranlah, antusias penonton terasa lumayan besar. Saya pilih untuk menyoal album musiknya. Terakhitr tentu dengan konser “serial”-nya di beberapa kota selama ini. Suksesnya, seperti mengingatkan publik pada kesuksesan film dan album rekaman musiknya, saat seputaran 1977-an itu.
Tapi yang spesial adalah, ini yang menarik adalah, konser berlangsung tanpa dukungan sponsor “memadai”. Strateginya, merangkul komunitas-komunitas tertentu, yang relatif mapan. Mungkin ditambah, komunitas yang para anggotanya mempunyai memori bagus serta selera musik yang juga bagus.
Komunitas reunian sekolah atau kampus tertentu. Seperti di Jakarta itu, dari XI Creative. Mereka adalah komunitas alumnus SMAN 11 Bulungan, Jakarta Selatan, sampai sekitar awal awal 1980-an. Seperti halnya nanti di Jogjakarta, yang dimotori KaFispolGAMA dari Universitas Gadjah Mada.
Konser di Jogjakarta juga dikaitkan nanti dengan Dies Natalis ke 61 UGM, tahun 2016. Dimana pihak Keluarga Alumni Fispol UGM tersebut, didukung sepenuhnya oleh MahanaLive dan Interact.

Sekedar mengingatkan kembali, lagu-lagu yang menjadi isi album Badai Pasti Berlalu keluaran 1977 itu seperti, ‘Pelangi’, ‘Merpati Putih’ yang dinyanyikan almarhum Chrisye. Lagu-lagu itu karya bersama Erros Djarot dan Yockie Suryoprayogo, seperti juga, ‘Matahari’. Yang dinyanyikan Berlian Hutauruk. Lagu lain ada ‘Serasa’, karya Eros dan Chrisye, dimana mereka berdua juga menghasilkan lagu lain,’Merepih Alam’.
Kemudian ada, ‘Angin Malam’, karya dua bersaudara, Keenan dan Debby Nasution. Dimana kakak beradik itu juga menulis lagu, ‘Semusim’. Erros bersama Yockie, juga menghasilkan lagu-lagu lain, seperti, ‘Baju Pengantin’ dan ‘Cintaku’ misalnya. Serta tentu saja, lagu yang dijadikan judul album, ‘Badai Pasti Berlalu’.
Dalam konser Badai Pasti Berlalu masa kini, ditambah “plus”. Karena akan dilengkapi repertoar-repertoar lain karya Yockie Suryoprayogo, yang diambil dari proyek solo albumnya. Seperti Jurang Pemisah (bersama Chrisye, rilis 1977), Sabda Alam (Chrisye, 1978), Resesi (Chrisye. Bersama Erros dan Yockie. Rilis 1983) dan album-album lain.
Dan “plus” tersebut, dipertegas lagi dengan kehadiran penyanyi, Fryda Lucyana. Fryda pernah merilis hits, ‘Rindu’. Lagu tersebut karya Erros Djarot, dari album Nuansa Cinta, keluaran 1995. Semua lagu dalam album itu ditulis Erros Djarot.
Akan ditampilkan pula lagu yang diambil dari album Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors, keluaran 1978. Itu adalah album kedua, dimana sisi musik ditangani Yockie Suryoprayogo. Salah satu lagu dari album LCLR itu adalah,’Apatis’.  Yockie memang menjadi penata musik di album LCLR pertama, 1977 dan yang kedua 1978 itu.
Jadi begitulah, untuk nanti di Jogjakarta, akan dibawa serta Berlian Hutauruk. Ya so pasti! Penyanyi sopran dengan kemampuan tehnis vokal mumpuni, yang mulai muncul lewat Festival Penyanyi Pop DKI Jakarta di 1975 itu, memang salah satu ikon penting Badai Pasti Berlalu.
Kabarnya, Berlian sempat menghilang sekian tahun lamanya. Walau sejatinya, bukan berarti tak menyanyi. Karena, penyanyi yang juga mantan atlet tenis ini, tetap menyanyi walau untuk lingkungan gereja.

Akan ikut serta pula, Fryda Lucyana, yang sebenarnya cukup lama vakum dari dunia nyanyi. Serta Benny Soebardja, gitaris dan vokalis yang juga pendiri dari grup-grup rock 1970-an Bandung seperti Shark Move. Serta, grup yang memilih membawakan karya mereka sendiri, berbahasa Indonesia, Giant Step.
Kakak beradik Keenan dan Debby Nasution, akan ikut tampil di depan publik Jogjakarta nanti. Keenan menyanyi dan Debby tetap bermain kibor. Perlu diketahui, di Malang pada Mei silam, Keenan sempat bernyanyi dan bermain drums pula. Iya, Keenan kan juga memang drummer, eh drummer supergroup God Bless lho di formasi kelima, pada sekitar 1975.

Asal tahu saja, di saat itu, tahun 1975, bahkan Debby juga ikut masuk formasi God Bless. Bersama sekaligus saudara kandung mereka juga, gitaris, Odink Nasution. Jadi Nasution brothers, pernah mendukung God Bless lho, sekaligus. Walau hanya beberapa bulan saja.
Dian Pramana Poetra, juga turut serta dalam rombongan Badai Pasti Berlalu+ yang akan mengharubiru kota Jogjakarta. Dian, pernah berkolaborasi dengan Yockie, di tahun 1986 lewat album Kau Seputih Melati, yang diproduksi Jackson Records. Lagu ‘Kau Seputih Melati’ itu menjadi classic hits yang tertancap di dalam ingatan banyak penggemar musik Indonesia, sampai hari ini.
Padahal, sebelum kerja bareng Yockie, nama Dian lumayan populer sebagai penyanyi jazz(y). Itu dikarenakan, judul albumnya saja, album pada awal karirnya ada tertulis, Indonesian Jazz Vocal. Ketika bersama Yockie, suasana jazzy berubah. Tetapi hebatnya, album itu tak kalah sukses dari album Dian sebelumnya.
Ada nama Louise Hutauruk, yang akan ikut memeriahkan konser tersebut nanti. Louise adalah alumnus dari  Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors. Ia mulai muncul pada album ketiga, rilis 1979, lewat lagu, ‘Kharisma Indonesia’. Louise yang ceria dan riang di panggung, kemudian juga sempat merilis solo album saat itu, selain mendukung pentas dan rekaman berbagai proyek musik.
Siapa lagi ya, yang akan tampil? Oho, penasaran niii yeeeee? Hehehe. Ok, ada nama rocker. Dulu grup progrock nya lumayan populer, Makara namanya. Dimana dalam grup itu, ia memiliki teman duet, Harry Mukti, yang kini menjadi ustadz itu. Nah Kadri Mohamad ini, belakangan dikenal punya grup rock sendiri, KJP lantas menjadi TKJ.
Kadri juga dikenal luas sebagai lawyer pula. Singin’ lawyer ya jadinya? Atau, lawyer singer? Biasa deh, sering banget dapat pertayaan standar bener, mana lebih dipilih, jadi pengacara atau penyanyi rock? Kadri juga dikenal sebagai salah satu dari 3 orang executive director album kompilasi progressive rock, Indonesia Maharddhika.
Rocker lain, ada Restu Triandy a.k.a Andy /rif. Tak perlu kayaknya, diceritain lebih jauh lagi tentang pentolan utama kelompok rock 90-an,dan terus eksis hingga sekarang, /rif ini. Penyanyi asal Bandung, yang disebut-sebut warna suaranya “sangat new wave” ini, sudah kerap kali mendukung konsep BPB+, seperti di Jakarta dan Surabaya.
Oh ya ditambah, dia ini bisa jadi salah satu yang termuda, Gilang Samsu. Penyanyi ini adalah jebolan ajang Indonesian Idol, di beberapa tahun silam. Ia kini juga tercatat sebagai vokalis kelompok pop-rock, Hei-Band. Para personil Hei Band. yang dipimpin Indro Hardjodikoro, notabene adalah para pendukung utama konser ini, sejak dimulai dari Jakarta.
Nah nama-nama di atas, memang senantiasa dibawa serta,dilibatkan sebagai penyanyi dalam serial konser BPB+. BPB+ ini diawali sebetulnya dengan nama LCLR+ yang digelar di Jakarta, Oktober tahun silam.
Deretan penyanyi, masih ditambah lagi lho. Belum sampai di nama-nama di atas itu saja. Ada new-comer, Sarah Anjani. Penyanyi perempuan yang masih muda dan cantik ini, adalah putri kandung dari Yockie Suryoprayogo. Ia telah mendukung konser ini, mulai dari saat di Surabaya.
Well, ok Jogja catat ini ya! Khusus untuk penonton di Jogjakarta nanti, ada yang spesial. Spesial banget dweeech... karetnya tiga, disobek dikit ujungnya! Pedes banget dong? Ya Istimewa dong, karena akan ikut serta, Bonita!
Penyanyi muda yang ekspresif, dengan kemampuan vokal bagus ini, juga dikenal lewat grup musiknya bersama sang suami, Adoy. Nama grupnya, Bonita and the Hus-Band. Tahu kan, mereka sudah melanglang buana, tampil di beberapa negara pula lho.
Ia begitu excited, saat diajak serta. Karena ia bisa bersatu panggung dengan penyanyi idolanya, Berlian Hutauruk. Apalagi, iapun kelak akan menyanyikan salah satu lagu yang dipopulerkan oleh idolanya itu. Momen penting banget tentunya!
Lalu, ada siapa lagi ya? Oho .... Ariyo Wahab! Ini semacam kesempatannya melakukan reuni-an dengan Yockie Suryoprayogo, serta Andy /rif. Mereka bertiga pernah bersekutu bareng di tahun 2010 silam, dalam konsep konser musikal Diana, yag digelar dalam rangka HUT Harian Kompas waktu itu.
Dalam konser megah tersebut, Ariyo dan Andy menjadi peran utama, dan mereka berseteru memperebutkan si...Diana, anak paman petani itu ya? Yak betul! Pergelaran musikal tersebut, sisi musiknya ditangani  Yockie Suryoprayogo, dengan sutradara adalah Garin Nugroho. Ceritanya sendiri ditulis oleh penulis, yang mantan wartawan, Bre Redana.
Ariyo sendiri, saat ini masih tercatat sebagai vokalis kelompok theDance Company. Ia juga melakukan reuni dengan grup rock-nya, yang pernah tampil dan melepas 1 album di akhir 1990-an, SoG atau State of Groove.
Dan satu nama lain, yang juga baru kali ini terlibat dalam BPB+ adalah, ah nama ini pasti sudah dikenal dekat oleh publik Yogyakarta. Pongki Barata! Yup mantan  frontman andalan dari grup musik pop asal Jogja, Jikustik. Pongki, saat ini bermain bersama Ariyo Wahab lalu Nugie dan Baim dalam the Dance Company.
Pongki, yang sekarang juga berkarir solo secara lumayan aktif, belakangan memilih berdomisili di Bali.  Nah jadinya, Pongki seperti pulang kampung. Ia akan kembali menemui para penggemarnya di Jogja, namun dengan konsep musik yang berbeda tentunya.

Sektor musiknya, tetap akan digawangi bassis yang juga dikenal sebagai music director dan band leader, Indro Hardjodikoro. Dimana Indro, membawa para musisinya seperti  Yankjay Nugraha, gitaris. Kemudian pemain violin, Didiet Ardityo.
Sebagai kibordis, 2nd keyboardist, tetap dipercayakan kepada Vegry EghayHusain. Indro, sebagai co music director, kali ini menyertakan drummer muda, Raynald Prasetya. Ray ini juga baru pertama kali mendukung konser BPB+.

Masih ada nama yang akan mendukung pementasan BPB+ di Jogjakarta. Yaitu duo dara cantik, Mery Lastrianta dan Dewi Faradilla, sebagai backing vocal. Itulah selengkapnya, para artis dan musisi yang akan tampil meramaikan konser BPB+ Jogja, di 6 November.
Dua tokoh utama pementasan ini, seperti telah diceritakan lumayan lengkap di atas, ya siapa lagi kalau bukan duo Erros Djarot dan Yockie Suryoprayogo. So pasti, keduanya akan hadir pula nanti. Tak mungkinlah, kalau sosok keduanya tak muncul di pentas konser ini kan?
Sesungguhnya, konsep konser ini sejatinya tidak diperkirakan sebelumnya, dapat berjalan lumayan lancar. Dapat berjalan, seperti tour, menyinggahi beberapa kota, sejak tahun silam. Ternyata menjual fenomena di 1970-an akhir, baik itu Lomba Cipta Lagu Remaja versi radio Prambors dan Badai Pasti Berlalu, terhitung berhasil.
Agak di luar dugaan, itu menurut saya ya, ketika setiap konser ini rata-rata mencapai sukses terbilang maksimal! Yup, rata-rata konser ini “laris manis tanjung kimpul, karcis bais penonton kumpul. Sold Out? Yoih, sebagian besar sih gitu...
Pada hampir di semua kota yang disinggahi, penonton yang memadati venue, terpaku untuk menyaksikan, merasakan en menikmati sajian puluhan lagu yang dibawakan. Stay dari awal hingga akhir. Seneng-seneng, ikutan menyanyi sehingga menciptakan koor massal.
Sebagian penontonnya juga menyelingi kesenangannya dengan potrat-potret, pake gadgetnya, termasuk selfie-selfiean dan wefie. Aroma nostalgianya kuat betul, kesan itu yang terasa mendominasi. Walaupun, nah uniknya nih ya, banyak penonton mau mengajak serta anak-anaknya untuk menonton!
Anak-anaknya itu, biasanya usia sekitar SMA dan kuliah. Mereka, para orang tua itu, mencoba mengenalkan dengan aktif musik-musik bagus pada jaman ayahnya muda itu. Cara ampuh dan jitu kelihatannya. Biasanya,anak-anaknya jadi lantas suka! Anak sekarang suka musik jadoel?
Cap jadoel ini nih, yang kudu ditelisik dan dikuliti dulu. Jadi point utama, memang lawas sih tapi tetap pas, rasanya begitu. Artinya, lagu-lagu lama tapi relevan dengan jaman sekarang, baik itu untuk musiknya dan muatan lirik di dalamnya.
Lagu-lagunya gagah dan punya makna mendalam, saya yakin banyak yang setuju kan? Pasti juga lagu-lagu itu menemani banyak momen-momen bagus di era jaman muda dan gaulnya, sebagian besar penonton. Ya pastinya, kan lagu-lagunya memang populer di jamannya! Rock gagah dan ya itu, “gedongan”.
Walau lepasin dulu saja soal genre. Mau rock, atau jazz ataupun blues. Ada unsur pop nya. Atau, lebih detil lagi, misalnya heavy metal atau progressive rock. Tak perlu terlalu dipermasalhkan, jangan lantas menjadi barrier. Jangan lantas “dipagerin” dengan cap jenis musik tertentu.Pokoke, lagu-lagu bagus dan keren, sederhananya begitu.
Ketika dibawakan lagi, di masa sekarang, Yockie Suryoprayogo ditemani Indro Hardjodikoro dan teman-teman band-nya, berupaya mengemas musiknya menjadi modern. Bukan dikejar kekinian, tapi ada ruang reinterpretasi, menyelipkan apa ya, mood baru. Mungki begitu. Tetapi tak berkehendak, membungkus ulang secara total.
Yockie sendiri berpendapat, kalau ingin menghidangkan Badai Pasti Berlalu misalnya, ada semacam “pakem”. Bahwasanya bentuk, struktur dan rasa lagu-lagunya sudah demikian. Itu menjadi roh, yang telah menempel lekat betul. Kalau di sisi itu, jangan diutak-atik terlalu jauh. Apalagi misalnya, dengan melakukan re-aransemen total. Ya demi membentuk lagu-lagu itu menjadi kekinian misalnya ya.
Pendapat mantan kibordis God Bless serta juga Kantata Takwa, ia bersikap bahwa bila ingin mendekati kuping anak-anak muda, paling bagus menyajikan lagu baru. Lagu-lagu lama bentuknya sudah jadi, dan sudah begitu rupanya. Dan itu yang memang, ya ditunjukkan saja ke kaum muda. Sebagai gambaran konkrit, lagu-lagu masa lalu ada yang begitu.
Perkara ada “bahasa” tertentu yang lebih dipahami anak sekarang, dengan kemungkinannya tak ada di content lagu-lagu era 30-40an tahun lalu, Yockie memilih untuk tidak dipaksakan. Suasana dan soul, serta segenap unsur dalam lagu-lagu lama orisinal itu, biarlah diperkenalkan dan silahkan di”pelajari” anak-anak muda jaman sekarang.

Artinya, perlu “sedikit waktu” untuk masuk menjadi bagian dari anak-anak sekarang? Proses itu, biarlah berlangsung alamiah. Tetapi memang, ini susahnya sih ya, lagu-lagu tersebut sebagian besar kadung menjadi monumental kesannya. Ada fenomena tersendiri, yang terjadi ketika lagu-lagu itu mewarnai jaman di saat lagu tersebut diperdengarkan pada awalnya.
Menariknya, banyak anak-anak sekarang, mulai mencoba mengulik. Tepatnya sih, belajar memahami dan menyukai, lagu dan musik era 30, 40 bahkan 50-an tahun silam. Baik itu pada struktur dan isi lagu, termasuk lirik, musiknya bahkan hingga sound-sound vintage yang mengiringi lagunya.
Jadi, apakah dengan begitu, menyajikan lagu-lagu lama di sebuah konser lengkap, harusnya bisa mendapatkan apresiasi pula dari publik muda? Iya, begitu. Karena kan biasanya ya, untuk ditonton langsung, pada sebuah konser lengkap, akan berbeda dengan hanya mendengarkannya lewat memutarkan kaset, cd atawa vinyl.
Aha, pembahasannya menjadi makin menjauh. Tapi dalam. Tapi mungkin bikin sebagian orang bingung. Tapi, saya pengen nonton untuk bernostalgia kok, mau nyanyi-nyanyi dan kalau perlu, bergoyang? Ya dipersilahkanlah. Siap-siap saja. Ini konser lengkap dan waktunya lumayan panjang lho.....

Ya membahas lagu dan musik, kan idealnya tetap ada ruang apresiasi. Mencoba mengulik siasat, untuk dapat merangkul publik muda, langsung maupun tidak langsung. Kalau untuk saya pribadi, itu penting, untuk menjaga kelanggengan dari keberlangsungan hidup lagu-lagu itu, di setiap jaman.
Sayang dong, lagu-lagu bagus serta “baik dan benar”, yang telah memberi inspirasi pada musik-musik sekarang, pada akhirnya hanya berhenti menjadi “tembang nostalgia” saja. Kalo hanya nostalgia-nostalgiaan, waktu “edar” terbatas. Tak dapat meluas dan melebar. Karena yang bisa terlibat dalam suasana nostalgia itu, ya hanya untuk kalangan usia tertentu dong? 
Saya menambahkan, kalau berhenti dan keasyikan hanya di sisi nostalgia, konsep BPB+ serta LCLR+ rasa-rasanya tak mungkin akan dapat berlanjut, menghampiri berbagai kota. Dan akan mempunyai potensi untuk berlanjut, dalam waktu panjang ke depannya.

Pendeknya, ini memang sajian konser lengkap dan lumayan padat. Tadi di atas, sudah saya sampaikan bentuknya konser dengan puluhan lagu, relatif panjang. Musiknya, dipersiapkan dengan lumayan matang, dengan dimainkan para musisi lintas generasi lho. Sound harus optimal, itu dibuat menjadi persyaratan standar yang sangat diperhatikan.
Ada dukungan dari DSS dengan langsung ditangani Donny Hardono sebagai penata suaranya. Rasanya banyak yang sudah tahu, DSS adalah  salah satu dari hanya sedikit saja vendor untuk sound system dan backlines, yang terbaik dan jaminan mutu.
Lagu bagus, musiknya bagus banget, kudu dong didukung dukungan tata suara maksimal? Bahasa sekarang itu, biar mangkin haaaaceuppp!
Ini bisa saja menjadi “titik persinggahan” terakhir dari serial Badai Pasti Berlalu+, termasuk di dalamnya LCLR. Di tahun mendatang, tahun 2017, sudah dipertimbangkan untuk menggelar konser, dengan konsep berbeda. Terutama pada sisi pilihan lagunya. 

Karena kita tahu bersama, ada begitu banyak lagu bagus yang telah ditulis dan dibuat Yockie Suryoprayogo selama ini.Tetap menampilkan Yockie Suryoprayogo, sebagai ikon. Berada di depan, bermain seabrek peralatan kibor dan lengkap dengan sajian lagu-lagu karyanya. Meneruskan konsep BPB+ yang telah sukses itu, tapi sekaligus mengembangkannya. Seperti apa bentuk detilnya? Wacananya sudah diobrolin, tapi belumlah sampai rinci kok.
Sabarlah. Bagaimana kalau saya menyarankan, saksikan dan nikmati saja dulu deh, BPB+ di Jogja 6 November nanti. Oh ya, tak lupa doakan Yockie Suryoprayogo senantiasa sehat dan segar selalu, agar terus mengalirlah dari dirinya, karya-karya lagu bagus dan ide-ide cemerlang...
See y’  there, folks! /*

(Bila ingin menonton, silahkan check info di www.mahanalive.com/bpbjogja. Telp 0812-2383 9222)