Konser apik dan
keren itu bertajuk resminya, Tembang
Persada Sang Tritunggal - Erros,
Chrisye dan Yockie. Untuk
kesekian kalinya, lagu-lagu yang pastinya pernah menemani akrab para penggemar
musik di era 190-an, dihidangkan lagi. Dan lagi-lagi, walau terdapat kata-kata,
"Sang Tritunggal", tapi kenyataannya lebih banyak dihidangkan
karya-karya hits yang disenandungkan
alm. Chrisye. Yang tidak melibatkan Erros Djarot maupun Yockie Suryo Prayogo.
Tapi memang
itulah “kesaktian” seorang Chrisye. Salah satu penyanyi pria tersukses dalam
sejarah musik Indonesia. Tambah sakti karena, sulit untuk dicari “tandingan”nya.
Dan rasanya gegara pertimbangan komersial saja, maka hits Chrisye lebih
diandalkan. Sah-saha saja sih. Ya, kita mau tak mau, harus memakluminya.
Ah sudahlah,
yang penting dari sekitar 20-an repertoar yang disajikan dengan menarik itu,
dibumbui atawa dipermanis tampilan multimedia nan apik, toh banyak lagu-lagu
yang sebenarnya sudah jarang dibawakan di atas panggung. Nah itu dia!
Adalah BETIGA
sebagai promotor "baru", yang menyajikan konsep konser ini pada 1
Februari silam. Bertempat di gedung konser baru, Jakarta Concert Hall di iNews Tower, 14th floor, Kebon Sirih - Jakarta Pusat. Musik ditangani oleh
kibordis sejuta band, Krisna Prameswara.
Didukung oleh Subekti Sudiro (bass), Jeane "Alsa" Phialsa (drums), Marthin Sihaan (kibor) dan gitarisnya, Noldy Benyamin. Didukung backing vocals oleh Melita, Didi Priyadi dan
Ria Septiani. Sempat juga beberapa
lagu melibatkan blowers atau horn section yang terdiri dari Dede (trombon), Rici (trumpet) dan saxophone oleh Horas.
Dan BETIGA
lantas memboyong konsep konser ini ke Surabaya. Disajikan sebagai eh eh
eh...menu hiburan spesial menemani .... Valentine
Night di Grand City Hall. Wuih keren amat. Beruntunglah ya publik
Surabaya.... Di Jakarta kemarin tampil Bonita,
Barsena, Harvey Malaiholo, Marcell
Siahaan dan Wizzy. Campuran
penyanyi senior, berjam terbang tinggi serta talenta-talenta baru. Catatan
paling menarik adalah, seluruh penyanyi telah berusaha memberi
"apresiasi", semacam reinterpretasi pada lagu-lagu emas yang mereka
bawakan.
Sementara untuk
Surabaya pada 14 Februari, nama Barsena digantikan kelompok vokal enerjik, Trisouls. Keduanya talenta-talenta
berbakat, yang mungkin saja bakal lebih sukses lagi di masa mendatang....
Sisi menarik
konsep pergelaran ini, memang kudu diakui pada soal kesempatan reinterpretasi
itu. So terasa ada "kebaruan", seger. Lebih dari sekedar ...mengajak
penonton bernostalgia, terbang dengan kenangan masa remajanya dulu,
mengingat-ingat masa-masa indah nan romantis dan ceria.
Itu yang sedikit
membedakan konser ini dengan konser-konser sejenis, yang belakangan lumayan
banyak hadir.... Jualan nostalgia ternyata aih memang...lumayan menguntungkan
kali ya? Mengingat masa lalu, mengenangnya itu ternyata masih dibutuhkan
sebagai hiburan...pelepas lelahlah. Setuju ya?
Tak heranlah,
lantas bermunculan konsep-konsep semacam, tentu dibarengi munculnya
promotor-promotor baru. Sampai-sampai ada juga promotor relatif baru, lantas
kelihatan "keasyikan" dan makin asyik tambah pede buat menghasilkan
konser-konser begitu...Oho!
Jadi
"mainan" baru yang lucu juga ya?? Ti
ati jangan kelewat asyik, terutama kelewat pede.. Suka bikin, "lupa
diri". Hehehehe. Lupa diri,
nanti lupa rumah, lupa kerjaan asli, lupa temen segala pulak. Berabe cuuyyy!
Tinggal
bagaimana secara lebih hati-hati mengemasnya saja. Sebagai sebuah kemasan
selengkapnya. Ya musik, ya penyanyi dan tak lupa juga pada sisi bagaimana membungkusnya.
Menyajikan dengan bungkusan lengkap, multimedia,
lighting termasuk sound.
Kenyataannya
kan, ga banyak atau tidak semua konser-konser "beraroma nostalgia nan
kuat" begini, sukses dalam aspek-aspek sajian "selengkapnya"
itu. Konser ErrosChrisyeYockie, yang di Jakarta kemarin, lumayan apik dan
menyenangkan terutama dalam musik dan bungkusannya terutama tampilan
multimedianya.
Pentinglah,
gimana packagingnya. Biar kepuasan
penonton menjadi sempurna. Kuping menyantap dengan enak, mata menangkapnya
dengan asyik dan hati juga gembira ria. Kalau komplit, kan penonton bisa pulang
dengan sukacita, tidurnya nyenyak nanti.Bangun pagi lebih segerrrr.
Rata-rata
belumlah mencapai tingkat kesempurnaan nan hakiki. Taela! Maksudnya, gimana ya, belum ada yang maksimal banget. Ga
papa, belajar deh. Berproses juga adanya. Asal yang penting jangan terlalu
percaya diri kelebihan. Udah terlalu, tambah...kelebihan.
Eh kembali ke
Tembang Persada Sang Tritunggal ya... Untuk penyanyi, para senior sukses
menaklukkan lagu-lagu yang mereka bawakan. Sementara ada yang
"junior" terkesan rada-rada gugup atau nervous atau..."tidak leluasa dan lepas" membawakan
lagu-lagunya. Biasalah itu, kan berproses juga adanya ya....
Gimana ga gugup,
kalau lantas mengetahui on the spot, lha penontonnya pada hafal mati
lagu-lagu yang mereka bawain. Celaka betul, kalau sampai ga hafal lirik. Apa kata
dunia.....
Luckily, saved by the screen. Kayak teleprompter, ditaruh di sisi depan stage. Tentu saja, menghadap ke dalam
dong. Tapi masalahnya, kalau keseringan lihat screen, fokus jadi terpecah kan?
Bisa kelihatan bahwa nyanyinya lantas kurang lepas. Ga rileks lagi. Bahaya kan?
Saya ingat
betul, almarhum Yockie Suryo Prayogo sangat mengkritisi hal itu. Tak pernah
bosan mas Yockie meminta penyanyi-penyanyi dalam konsernya, untuk dapat
menghafal lirik lagu yang akan dibawakan.
Tapi kan
terpenting, semua penonton sih kayaknya ya, sukacita deeeh. Nyanyi bareng, goyang-goyang bareng, ketawa, tepuk tangan.
Ceria sekali! Dan memang kasusnya terihat tuh, pada beberapa lagu penonton
lebih hafal lirik, daripada penyanyi di atas panggung!
Point positif, yang
perlu diberi acungan jempol pada konser yang digelar oleh BETIGA kemarin itu,
ada sisipan lagu, ‘Musik Saya Adalah Saya’. Karya cipta Yockie Suryo Prayogo,
yang ada di album bertajuk sama. Dirilis 1979 lengkap dengan konser megahnya, memakai
orkestrasi, yang dikomandoi Idris Sardi!
Dan lagu itu berdurasi lumayan panjang, lebih dari 10 menit.
Lagu dan musik
yang sangat...Yockie banget! Gagah, keren, rada kompleks. Eh bisa juga disebut,
cukup njelimet. Dan, aha...sisi
arogannya Yockie menyembul juga. Nah Krisna Prameswara yang mengajukan usul,
untuk memainkan lagu itu secara instrumental. BETIGA setuju!
Kemudian tampilan
lagu, yang bisa dibilang paling keras atau paling ngerock malam itu, dibungkus
dengan ide “keren”. Yang punya ide, Wira Hardiprakoso,salah satu dari BETIGA
itu. Ia kepengen menampilkan quotes
ataupun testimonial orang-orang musik, di layar sepanjang lagu itu dimainkan
Krisna dan kawan-kawan.
Ide dilontarkan
ke saya. Kami diskusikan.Awalnya Wira punya ide, meminta testimonial dari hanya
3 atau 4 orang saja.Saya jawab, kurang ah. Tambah lagi, kembangin deh. “Nanti
gw bantuin bro, kontak beberapa teman, yang pasti bisa memberikan quotes keren untuk
lagu tersebut”, saya merespon ide Wira.
Jadinya memang,
ada testimoni dari Djaduk Ferianto, Adib Hidayat, Glenn Fredly, Addie MS, Mondo
Gascaro, Frans Sartono, Once Mekel, Rian Dmasiv dan Dewa Budjana. Eh masih
ditambah saya. Wira meminta, saya juga kasih testimoni. Dikejar-kejar lho. Ya
sutralah....
Ndilala, astaga
ternyata testimonial goresan eh ketikan saya itu yang paling panjang! Masya
Allah. Jadi ga enak hati kan? Kata Wira, ga papa bro. Dan seneng aja sih, bisa
bantuin. Itu lebih sebagai respek dan apresiasi saya terhadap almarhum Yockie
tentunya. Pastinya, begitu juga dengan teman-teman yang sudah mengirimkan
testimoninya, lewat texting message
di Whats App itu.
Sayangnya,
karena satu dan lain hal. Ah sudah, sebut saja, dikarenakan kesibukan-kesibukan
kita sajalah, yang lantas membuat saya tak dapat ikut menonton di Surabaya.
Tapi saya yakin aja, bahwa konser itu akan sukses. Bahkan bisa jadi, lebih
sukses dari yang di Jakarta.
Selanjutnya,
untuk Wira bersama dengan Novi “Opi” Madjedi dan “ibu-boss”, Nonnie Qosasih
selamat ya untuk konsernya itu. Ditunggu konser-konser berikutnya, dengan
konsep-konsep yang tak kalah serunya. Tetap semangat, brothers and sista!
Salam!! /*