Supaya tak salah mengira saja. Memang mereka tanpa ada kata, “Opera”, sebagai nama depan. Cukup Van Java. Sempat berganti-ganti nama, antara lain Kindern Van Java. Mungkin kelewat londo, makanya mereka ga nerusin pakai nama itu. Van Java, kayaknya lebih enak disebut.
Waktu nama dulu, sering banget
kalau kita mau tampil pasti MC salah menyebut nama kita. Begitu jelas, drummer
mereka, pemuda yang pendiam, Peter. Peter yang pendiam tapi murah senyum ini
lantas bilang, ya sudah kita pakai nama yang gampang saja deh.
Ga hanya nama, musik merekapun
sempat “kemana-mana”. Mereka pernah main yang relatif lebih dekat ke metal,
lebih keras, begitu kata Biondi. Biondi bertugas untuk bermain gitar.
Musik kami ini, jelas Biondi
lagi, saat ini sudah berkembang kemana-mana. “Tidak lagi terlalu metal, walau
ada juga lagu kami relatif keras. Tapi sudah ada jazznya dan lainnya,” tambah
Broto, bassis.
Biondi mengatakan, “Musik kami
kepengennya memang dibikin lebih dinamis dan lebih colorful. Satu ketika mungkin saja, bass menjadi lead. Tak selalu harus gitar di depan,
menemani vokal. Atau drums, diberi porsi lebih. Pilihan vokal juga, sedari awal
kami memang kepengen cewek.”
Adanya vokal, mana cewek lagi,
akan membuat musik mereka menjadi lebih “menyenangkan” kuping. “Jadi latar
musik, tetap mungkin agak jazz rock yang keras atau progressive rock. Sementara vokal, tetap dengan karakternya
sendiri, ga usah jadi ngerock,” terang Biondi lagi.
Sebuah upaya kreatif yang kudu
dipuji. Apalagi datang dari anak-anak muda, yang bisa disebut generasi masa
depan musik Indonesia. Musisi masa depan, yang semangatnya itu perlu dipuji. Pujian
bakal membuat mereka lebih bersemangat lagi. Harapannya sih begitu....
Masih muda? Beneran? Biondi Noya,
yang adalah gitaris. Putra tunggal dari pasangan Richard Noya dan Gerda Noya.
Ia lahir di Jakarta, 11 September 1989. Gitaris favoritnya, Michael Romeo
(Symphony X), Pat Martino, Tony MacAlpine, John Petrucci (Dream Theatre). Muda
dong?
Drummer adalah, Peter Nicholaus Lumingkewas.
Ia kelahiran Jakarta, 14 Oktober 1989. Putra kedua dari 3 bersaudara, pasangan
Frans Lumingkewas dan Louisa Lumingkewas. Ia bogal katanya, Bontot gagal!
Karena ia harusnya jadi anak terbungsu, gagal karena 18 tahun usianya eh
lahirlah adiknya. Drummer favoritnya antara lain, Terry Bozzio, Mike Protnoy,
Mike Mangini, Simon Phillips dan Chris Coleman. Kurang muda apa lagi?
Soebroto Harry Prasetyo, biasa dipanggil Broto, adalah
bassis. Kelahiran Jakarta, 5 Desember 1988., anak ke 3 dari 3 bersaudara, dari
pasangan Eman Sulaeman dan Sri Sulaeman. Bassis favoritnya adalah antara lain,
Frank Hermanny (Adagio), Billy Sheehan dan Victor Wooten. Tuh,muda kaaaan?
Satu-satunya perempuan, bernama
Brenda Gabriella
Mandagi. Ia vokalis, yang lahir di Jakarta pada 9 Agustus 1991.
Anak tunggal dari pasangan Jerry Mandagi dan Elvina Ezra Rawung. Ia suka dengan
penyanyi seperti Sharon den Adel (Within’ Temptation), Amy Lee-nya Evanescence
dan Hayley Williams nya Paramore. Nah, masak sih kurang muda?
Oh ya, mereka masing-masing
juga menjawab cepat saat ditanya siapa guru pertama mereka. Brenda
mengingat-ingat, guru vokalnya yang pertama adalah Godfried L.Tobing
dilanjutkan dengan Kak Anna. Ia masuk sekolah music Gladiresik, lalu pindah ke
Music School of Indonesia.
Lalu Peter, menyebut nama Evan
Patiovan sebagai guru drums pertamanya. Ia sempat belajar di beberapa sekolah
music antara lain Vidi Vici, Institut Musik Daya Indonesia, Jakarta Drums
School dan sekarang ia masuk di Ostinato Drums School.
Sementara itu Broto,
menyebutkan nama Mario Koristato, sebagai motivator dan yang mengenalkan dia
dengan serius bass. Ia sendiri menyebut, lebih otodidak sebenarnya, ga masuk
sekolah musik khusus. Ia pilih untuk rajin bertanya dan sharing dengan para
bassis senior.
Dan Biondi, juga mengatakan ia
lebih banyak otodidak. Walau sempat kursus hanya 6 bulan di awal ia pengen
belajar gitar. Waktu itu gurunya adalah Mas Taufik. Setelah itu, ia memang jadi
rajin belajar sendiri saja.
Grup Van Java ini, cerita
mereka, sudah ada sejak 2008. Awalnya, mereka memang satu sekolah, di kawasan
Panglima Polim. Ngeband dimulai saat itu, antara serius dan tidak serius
awalnya. Broto lantas pindah sekolah, karena mungkin ia terlalu asyik bermain
dengan Biondi dan Peter ya? Tapi mereka malah jadi lebih serius ngeband.
“Vokalis pertama kami cewek,
ganti ke cowok lalu ya sekarang Brenda yang cewek lagi. Waktu dengan cowok itu,
kami main lebih keras, wah metal deh. Begitu vokalis kami itu mundur, kita
sepakat cari yang cewek saja. Musik kita nanti disesuaikan dengan warna vokal
dan ide-idenya si penyanyi cewek itu,” terang Biondi.
Sejauh ini menurut Peter dan
Broto, dengan keberadaan Brenda mereka relatif lancar dan jadi semangat.
“Semangat untuk lebih serius aja. Makanya, kami juga sekarang sedang menyiapkan
rekaman perdana kami. Kami latihan selalu, paling tidak seminggu sekali lantas
rekaman. Kepengennya sih, proses rekaman selesai akhir tahun ini,” jelas Broto.
Brenda ditemukan oleh Peter,
saat ada acara pentas paduan suara di kampusnya. Ia mendengar dan melihat
beberapa orang penyanyi, lalu mencoba memilihnya sendiri. Ditawarin ikutan
band-nya, nah yang nyangkut ternyata Brenda. Broto dan Biondi setuju saja.
Brenda merasa nyaman saja
dengan 3 pria gagah, agak cerewet dan sedikit badung di sekitarnya saat ini. Ya
maksudnya tuh, Biondi, Peter dan Broto bukan badung tak berfaedah. Mereka
badung dalam kreatifitas musiknya. Iseng tapi bolehlah. Namun gini nih, kita
tentu saja akan lebih komplit menilai kalau album mereka sudah jadi kan?
Lagu-lagu sudah ada sih, ungkap
Biondi. Ada berapa lagu ya, nanti saja lihat deh pas album kita selesai, ucap
Peter serius. Yang terlihat paling serius memang Peter. Apalagi kalau sudah
memperbincangkan perkara kuliner… Ia akan lebih serius, dengan mata
berbinar-binar.
Mereka sudah muncul ke
permukaan saat ini dengan lagu bertajuk, ‘Prophecy of Jayabaya’. Lagu itu
diambil Yeninotz-Journey untuk dimasukkan dalam album Indonesia Maharddhika. Sebuah lagu yang tendensinya pada jazz,
relatif clean pada awal lagu untuk
pilihan sound gitar. Tapi lantas
seperti menyala di tengahnya.
Teliti saja deh. Di tengah
lagu, mereka bisa berbelok, dengan gitar menyalak, berdistorsi, ada selipan growling sedikit. Sebuah upaya condong
pada progressive fusion, yang saya nilai, usil dan iseng. Tapi berkonotasi
positif kok. Cieeeee, dinilai niii yeeeee....
Malah ada lebih positifnya
lagi, karena lagu ini terhitung efektif dan efisien, dengan durasi tak kelewat
berpanjang-panjang. Tak setipe dengan kecenderungan grup-grup progressive, yang
seringkali sangat ber-asyik masyuk dengan lagu yang berdurasi relatif panjang.
Kurang panjang dan laaamaaaaa ah... Ga juga sih, tergantung kreatifitas saja
sih.
Eeeeh sssst, saat tulisan ini
saya ketik ulang lagi, ini memang tulisan rada repost, Van Java kabarnya sudah merampungkan albumnya. Ah, akhirnya
ya.... Mereka siap melepas ke pasar, tapi dengan jalan pre-order. Banyak yang ga sabar untuk memperoleh debut album Van
Java itu. Judulnya apa?
Sebelum ini, mereka berempat
juga mulai jalan pelan-pelan. Tampillah di panggung ke panggung. Menembus
festival-festival jazz. Ke Yogyakarta untuk menyelip di Ngayogjazz, misalnya.
Lantas ke Solo, untuk tampil di Solo City Jazz. Sebelumnya juga berhasil
mendapat kesempatan tampil di Java Jazz Festival. Selain itu, main di beberapa
acara yang bertemakan prog-rock.
Well, kita kenalan dulu dengan
mereka. Ingat saja nama mereka, dan muka-muka lucu dan imut mereka. Eh iya kan,
lucu dan imut? Progressive rock tapi lucu-lucu kan, jadi seger gimanalah
gitu....
And selanjutnya, coba kita
tunggu pergerakan musik mereka kemudian. Tetap semangat terus, dik-adik semua
dan good luck! God bless you all.../*
1 comment:
Band masa depan. Semua member nya talented. Harus lebih sering tampil lagi apa aja hajar jangan mikir duit dulu sampai album Release. Deneger suara Brenda di rekaman lebih enak dari pada di panggung, harus lebih berani, apalagi sebagai Vocalist cewek yg tentu nya jadi center of attention Saat tampil. Goodluck
Post a Comment