- rewrite -
Chandra Hendrawan Johan, that’s his fullname. Garut, 30 Juni 1977, his place and date of birth. Anak kedua dari 4 bersaudara. He’s rocker, isn’t he? Absolutly, guys! Generasi selanjutnya rocker, yang meramaikan khasanah
musik cadas Indonesia raya tercinta ini. Ealaaa,
lengkap pisan! Yang pasti, ia punya
warna vokal cukup khas. Dan itu pastinya, membuatnya cepat dikenal luas.
Begitulah,
memang ia berasal dari Cupumanik.
Band-nya bersama Muhamad Riyad a.k.a
Iyak (bass), SQ-Eski Mulya Gunawan (gitar) dan Dony Setiawan (drums). Ia adalah penyanyi sekaligus gitaris.
Cupumanik sudah menghasilkan album rekaman bertitel Cupumanik, dirilis oleh label Pops/Aquarius pada tahun 2005. Lalu
disusul album bertitel “tendensisus”, Menggugat,
sebagai album yang makin mengangkat lumayan tinggi nama grupnya itu.
Che,
begitu dia bisa dipanggil. Ringkas, padat dan gampang diingat! Dan Che, lalu
diajak masuk formasi band lain. Konspirasi namanya, bersama Edwin Syarief (gitaris), Romy Sophian (bass) dan Marcell Siahaan yang jadi drummer dan
tanpa menyanyi! Band yang ini lebih ber”tensi” tinggi lagi, walau Cupumanik
bukan berarti jauh lebih kalem. Kan rocker?
Sosok
Che dengan suara khasnya itu, dianggap personifikasi terdepan dari jajaran
rocker Indonesia yang punya kecenderungan pada warna rada grunge. Dan itu tercermin pada Cupumanik. Termasuk juga pada
Konspirasi, namun sekali lagi, Konspirasi terkesan lebih “meraung dan menyayat”
pada sound-nya.
Sekedar
catatan, bahwa Cupumanik sendiri yang berdiri di sekitar 1996 di kota Bandung,
memang sedari awal memainkan warna musik grunge atau yang dikenal juga sebagai Seattle-Sound. Mereka mengawali
pemunculannya sebagai cover-band
lagu-lagu Pearl Jam, Stone Temple Pilot, Soundgarden dan sejenisnya.
Nah
kehadiran Che dengan baik Cupumanik maupun Konspirasi, memang tak pelak
memperkaya lagi musik rock Indonesia kita. Artinya, menambah lagi ketersediaan
warna musik keras yang bisa disantap telinga pencinta musik. Keduanya punya
karakter tersendiri
Cerita
Che, bersama Cupumanik, mereka di beberapa tahun silam pernah mendapatkan kesempatan
berharga untuk tampil di Envoy et
Macadam Festival di Quebec City, Canada. Festival itu adalah sebuah
perhelatan besar musik alternative
internasional, dimana mereka berada di antara band-band lain dari 15 negara
seluruh dunia.
Apalagi,
mereka ternyata ditempatkan di hari penutupan, dan di main-stage, dengan bermain sepanggung bersama grup-grup terkemuka macam
The Exploited, Raise Against, Blood for Blood. Penontonnya rame dan kesempatan
itu tentu saja dong, menjadi pengalman paling manis tak terlupakan bagi Che dan
Cupumanik.
Bahkan
akibat kesuksesan di Kanada itu, Cupumanik yang sumpeee mati kagak “cupu”
itu, dibuatkan konser tur di 2 kota. Nama acara, Cupumanik “Grunge Harga Mati” Tour Live in Malaysia. Mereka
ditemani 21 band grunge Malaysia, tampil nanti 3 Mei di Subang Jaya, Kuala
Lumpur. Lalu 4 Mei tampil di Melaka. Wah!
Ke-grunge-an
Che beserta grupnya nampaknya memang sudah di”sah”kan komunitas grunge sedunia.
Sebuah kebanggaan tiada terkira rasanya. Perjuangan sekian waktu tak kenal
lelah selama ini, mendapat semacam ganjaran yang setimpal! Kerenlah!
Grunge
itu adalah dia, dan dia adalah anak grunge Indonesia, begitu tutur tegasnya
satu ketika di sebuah situs. Tapi gini, pernah mendengar bahwa Eddie Vedder, eh
bahkan Kurt Cobain mengelak dibilang grunge? Ga masalahlah, jawab Che. Karena
menurutnya toh dia dan Cupumanik, tiada pernah bermaksud sekadar begitu aja
meniru arusnya grunge dunia.
Saya
setuju juga ketika Che pernah satu saat menunjukkan bahwa kan, lirik-lirik lagu
dia dan Cupumanik malah banyak mengandung ide pencerahan. Selain protes sosial,
walau tak bertendensi mencaci maki dengan vulgarnya. Sementara kalau yang
dikenal lewat grup-grup hero-nya
grunge dunia, banyak mengedepankan kefrustasian dan keterisolasian.
Well
ya inget aja dengan album Menggugat. Kosakata “Menggugat” itu, selintas cukup
menohok”, tapi sekaligus punya keberanian lho. Cuma kata itu dimaknai Che dan
teman-teman sebagai, sesuatu yang merasakan kesakitan. Dikarenakan
ketidakadilan, kebuntuan, keresahan, kemunduran dan kesalahan.
Tapi,
Che kemudian pernah berkata, kata itu pun mengidamkan hari esok yang lebih baik
dan bebas. Gugatan ini mengandung energi yang besar agar keluar dari kondisi
lama yang buram dan gelap. So, itu yang di atas saya bilang punya kesan
keberanian. Menmbangkitkan keberanian gitu.
Menggugat,
kata ini ditulis dengan rasa sedih tapi dengan sikap yang teguh, dia menjadi
hidup, bergerak dan mengandung tenaga untuk melawan menyemburkan emosi dan
keresahan. Alhasil, tetap ada unsur positifnya kan? Kesannya menjadi semacam
mantra, menyoal akan keberanian untuk mengorbankan diri demi arah yang lebih
baik...
Saya
jadi pengen nambahin dikit aja. Arah lebih baik itu, untuk membuat hidup lebih
berarti dong. Tak menyia-nyiakan hidup untuk ketidakjelasan. jelas atau tidak
jelas itu sebetulnya ya pilihan. Kita bisa bikin jelas, tapi kita juga bisa
bikin banyak hal tidak jelas. Baik buat diri sendiri, maupun untuk sekeliling
kita. Akur?
Kembali
ke Che lagi, saya pernah baca tulisannya begini, ternyata kemampuan nyontek
dari idola, dari tokoh dan dari panutan itu harus diasah, kalo enggak itu hanya
akan jadi koleksi yang pasif tanpa lahir karya baru. Jangan sekedar mencuri
ide, arsip contekan yang kita punya harus diolah, dipoles, diutak-atik, diubah,
digubah, dipadu dengan ciri khas kita, dengan kepribadian kita, dengan selera
kita, dengan karakter kita.
Lalu
dia melanjutkannya lagi, kalo cuma nyontek hanya akan menjadi plagiarisme yang
memalukan, lebih parah lagi kita akan dicap plagiat yang mengklaim karya orang
lain sebagai karya kita. Gue masih inget pernyataan, Kurt Cobain yang mengaku
nyontek The Melvins The Beatles dan Sex Pistols, dia enggak mampu 100% menjadi
seperti idolanya, tapi ketidakmampuan meniru secara persis, itu justru
melahirkan band penting dan unik era 1990 bernama Nirvana.
Jelas
dan tidak jelas, bisa di artikan ke situ juga. Jelas, mengambil inspirasi dan
jangan berhenti untuk mengeksplorasi, kayak membangkitkan kreatifitas. Jangan
capek menghasilkan yang “baru” kan? Akan jadi gak jelas dah, kalau hanya
mengidola-idolakan, dan merasa cukup meniru. Kan ga banyak juga lho, yang bisa
meniru dengan persis?
Ok
setelah menyenggol soal “cukup serius”, balik ke Cupumanik-nya lagi. Che pernah
mengalami pengalaman aneh yang sungguh ga nyenengin hati! Cupumanik pernah
tampil di Unjani Cimahi, baru bawain 2 lagu saja eh dihentikan polisi. Kabarnya
karena warga setempat yang lapor ke polisi.
Sementara
bersama Konspirasi, Che ga pernah lupa pengalaman mengasyikkan tampil 3 kali
berturut-turut meramaikan Java
Rockinland! Hajarrrr aja, ga ada
capeknya, kata Che. Seru banget. Maklum, lanjut Che, band baru lagi
seneng-senengnya main. Kita main dimana aja, berangkaaatttz!
Ada
rencana bikin solo-album kelesss, bro?
Aha, ga tega juga nanyain itu ke Che. Karena saya sih lihat dia sangat
menikmati keseruan perjalanan bermusiknya dengan kedua bandnya itu. Apalagi,
kedua grup itu punya kelas tersendiri.
Satu
nilai positif dari seorang Che, ia terus aktif dan bersemangat menyebarkan
enerji positif. Lewat tulisan-tulisannya, antara lain. Terus saja. Akhirnya
lantas banyak penggemarnya menjadi
berasa makin dekat dan tambah dekat dengannya, lewat celoteh positif Che, via
sosial media.
Ia
itu dengan sadar atau tidak, telah mengikat para penggemarnya. Mengundang
datang, mengumpulkan, membius dan...mengikatnya. Bukan ikatan secara negatif,
atau mengungkung mereka. Dampaknya memang terasa, Che kian dikenal, juga
Cupumaniknya, secara otomatis. Buat saya mah, saya berani menyebutnya, tokoh
muda rock, atau grunge, yang berpengaruh”.
Oh
iya, akhir tahun kemarin, ia juga baru merilis buku, Rock Memberontak. Buku dengan ketebalan 120 halaman dan dicetak
pada kertas berukuran A5 ini, ditulis oleh Eko Prabowo. Fokusnya adalah. pada kisah
proses kreatif menghasilkan lagu. Antara Che, vokalis Cupumanik dan Robi, vokalis sekaligus gitaris Navicula
dalam menciptakan lagu untuk band masing-masing.
Sebuah
karya kreatif lain, yang juga salah satu enerji positif lain, yang disebarkan
Che. Dimana kali ini Che berjalan barengan dengan Robi Navicula itu. Bahasan
yang diangkat antara lain adalah dari mana ide mereka berasal, apa saja sumber
referensi tema dan bunyi mereka. Lalu, bagaimana proses produksi lagi, hingga
penjelasan khusus mengenai beberapa lagu terbesar mereka seperti ‘Grunge Harga
Mati’ dan ‘Busur Hujan’
Ok
deh, jadi soal solo album lagi nih. Ga aneh juga dong, kalau lantas suatu
ketika nanti, iapun memiliki solo album kan? Solo album apa grup band baru
lainnya? Paling tidak begini deh, menunjukkan semangatnya terus berkobar-kobar
untuk terus kreatif dengan speed dan
intensitas tinggi trooossss! Setuju
ga, Che? Atau pikir-pikirlah dulu.... He he he. Sukses selalu dengan
pergerakanmulah, kawan! /*
No comments:
Post a Comment