-rewrite-
Sebenarnya
ada apa, apakah gerangan nan terjadi, bahwasanya kedua sahabat teramat sangat
dekat itu, seperti pecah kongsi? Dan merekapun tidak lagi bersama. Dan, inilah
sebuah pembukaan tulisan yang...agak-agak iseng gimana gituuu...
Ini
perkara menyangkut akan bassis “papan atas”, Indro Hardjodikoro dan gitaris yang juga “papan atas” Tohpati Ario Hutomo. Sama-sama papan atas,
karena kan sahabatan sejak lama.
Sewajarnyalah kalau posisi keduanya sama. Kalau saja, yang satu di atas dan
yang di bawah, mungkin tidak bersahabat namanya.
Jadi,
orang-orang musik tahu sejak lama bahwa yang namanya Tohpati dan Indro sudah
seperti seiya sekata. Adapun awal mulanya, dari formasi Halmahera Band, kontestan ajang kompetisi band paling bergengsi era
1980-an, Light Music Contest (lantas
berubah nama menjadi, Band Explosion).
Tapi masih ada cerita sesungguhnya, sebelum Halmahera.
Mereka
berdua bertemu di sebuah kursus musik, khusus band. Tohpati di grupnya. Indro
juga di grupnya, dan ini menariknya bahwa Indro saat itu pemain perkusi.
Tohpati perhatikan Indro, dan menurutnya ya, ah biasa saja sih. Tentu saja, ini
becanda. Karena kemudian, kenalan lanjut ngobrol. Tau-taunya, Indro diajak
ngeband bareng dan Indro lalu menjadi pemain bass.
Dari
Halmahera, lanjutlah kemana-mana. Kedua nama ini terus lengket. Agaknya, ini
persoalan feeling saja. Tohpati sudah
nge-klik dengan Indro, begitupun
sebaliknya. Paling tidak, mereka berdua terus masuk formasi Erwin Gutawa Band (inilah cikal bakal Erwin
Gutawa Orchestra), untuk mengiringi Ruth
Sahanaya dalam konser solonya.
Masih
berlanjut ketika Erwin memang membentuk orkestra, Indro dan Tohpati kembali
disertakan dalam combo bandnya.
Mereka juga ke Twilite Orchestra.
Lalu ke Magenta Orchestra-nya Andi Rianto. Jadi begitulah, jalan
bareng terus. Termasuk mengerjakan musik untuk album-album rekaman. Pasangan
ini seolah enggan terpisahkan.
Tapi
benarkah, duniaku tiada arti tanpamu, buat Indro ke Tohpati dan juga
sebaliknya? Ahay, ya tidaklah sampai segitunya sih. Pada akhirnya,
solah...waktu jualah yang meisahkan kita. Walau tak sepenuhnya itu benar.
Tohpati membentuk Supersonic, tanpa
menyertakan Indro. Sementar Indro membentuk trio sendiri, awalnya dengan
kibordis, Lal Intje Makkah dan
drummer, Inang Noorsaid.
Indro
kemudian juga terus, dengan trionya itu. Walau terpaksa juga sempat gonta-ganti
personil. Karena Lal sibuk banget di “pasukan” pengiring Agnezmo. Inang diganti
tenaga yang lebih mudaan, kayak Demas
Narawangsa. Tapi Demas sekarang sedang studi dan memilih mencoba stay di Los Angeles. Maka muncul nama
muda lain, Yandi Andaputra atau Iqbal. Sampailah, Feel Free meluncur sebagai debut
solo album Indro Hardjodikoro.
Sementara
Supersonic dengan mengandalkan pada vokalis, Glenn Waas dan bassis muda, Kristian
Dharma, juga mengeluarkan debut album.
Musiknya berwarna rock yang nge-pop. Tohpati pun juga sebelumnya sempat sering
bermain duo saja dengan Dewa Budjana. Belakangan malah ikutan formasi Six Strings dengan lima gitaris lain
seperti Dewa Budjana, Aria Baron, Andre Dinuth, Eross Chandra,
Baim. Walau lantas digantikan Fajar Adi Nugroho.
Indro
meneruskan solo projectnya. Ia banyak
menjajal musisi-musisi muda. Mereka memang berpotensi dan kelihatannya kemudian
bahwa terkesan cocok dengan Indro. Dan Indro kemudian juga mencoba meneruskan
konsep trio-bassisnya. Awalnya, di awal 2000-an, Indro sempat bergabung dalam B3-Bass Players. Ini kelompok musik
“khusus” bassis ternama lho, dimana Indro bermain dengan Bintang Indrianto dan AS.Mates,
muncul atas ide Bintang.
Oh
ya mundur sedikit ke belakang, Indro senantiasa mengakui bahwa Bintang
Indrianto adalah salah satu guru bassnya yang pertama. Nah kalau ditanyakan ke
Bintang, selalu juga jawabnya ah Indro bisa aja, emang aku pernah ngajarin dia?
Indro kemudian belajar memperdalam musik terutama jazz dengan Indra Lesmana, alm. Maryono dan Erwin Gutawa.
Dan
Indro memang makin dikenal luas, karena Halmahera dan karena kedekatannya
dengan Tohpati. Mungkin bisa disamakan dengan betapa lekatnya Inra Lesmana
dengan Gilang Ramadhan, atau Erwin
Gutawa dengan Aminoto Kossin
misalnya ya. Atau siapa lagi ya, boleh kali ya disebut juga, Ireng Maulana dan alm.Hendra Wijaya? Yance Manusama dengan alm.Christ
Kayhatu? Ya seperti itulah.
Kembali
ke proyek-proyek musik Indro, ia lantas meneruskan konsep trio bassis dengan
mengajak Arya Setiadi dan Nissa Hamzah. Dari situ, ia kemudian
mengajak bassis lain, Fajar Adi Nugroho dan Shadu Rasjidi. Konsep tersebut sempat dinamai, Three-Fingers. Lalu sekarang ini menjadi The Fingers, dimana mengetengahkan duo bass, Indro dan Fajar Adi
Nugroho.
The
Fingers di tahun silam sudah menghasilkan album bertitle, Travelling. Dan
grup ini bahkan sudah melanglang jauh ke Rusia dan beberapa negara Eropa Timur.
Akhir September 2014 kemarin, juga bermain di Washington DC. The Fingers itu,
didukung pula oleh para musisi muda seperti Andy Gomez (kibor), Echa
Sumantri atau Demas Narawangsa (drums) dan belakangan juga Yandi Andaputra.
Sementara itu, Indro tetap memiliki trio-nya yang kali ini ia sering bermain,
antara lain dengan Aditya Bayu dan
Iqbal.
Ia
saat ini masih mempunyai waktu pula untuk mengajar di IMI (Institut Musik
Indonesia). Sebelumnya, mengajar pula di Farabi. Indro selain sebagai bassis
papan atas, juga dikenal luas sebagai pengajar bass yang berhasil “mencetak”
bassis-bassis muda, berbakat besar. Agaknya mengajar itu seperti “sebagian dari
iman” buatnya.
Menurut
Indro, mengajar itu adalah seperti pengabdian. Ia peduli dengan musisi muda
yang pengen bisa main musik dengan benar. Ia mempunyai panggilan jiwa, untuk
bisa mencoba mengarahkan calon-calon musisi itu untuk menjadi musisi yang baik
di “jalan yang benar”. “Mudah-mudahan sih begitu ya...,”ucapnya sambil tertawa lebar.
Sepanjang
karirnya, Indro yang kelahiran Jakarta 14 Desember 1968 ini, juga sempat
mengecap pengalaman bermain dengan banyak musisi terkemuka asing. Seperti
misalnya, Eric Marienthal. Juga
dengan Kenny Garret, Michael Lington, Dave Koz sampai Michael Colina.
Ia juga pernah melakukan perjalanan tur ke Amerika Serikat dan Beijing. bersama
Dwiki Dharmawan & World Peace
Ensemble, dimana mereka melakukan kolaborasi dengan Howard Levy, Frank Gambale,
Earnie Adams dan lainnya.
Ia
juga ikut dalam penggarapan album rekaman penyanyi internasional Malaysia, Sheila Madjid. Selain itu mendukung
rekaman solo album penyanyi Dira Sugandi,
yang diproduseri oleh Bluey, petolan
utama kelompok Incognito.
Indro
juga dikenal lewat kelompok yang dimotori oleh Riza Arshad dan Tohpati, simakDialog.
Tapi di grup itu ia lantas digantikan Aditya
Pratama. Terutama juga setelah drummer simakDialog, Arie Ayunir, berpindah ke Amerika Serikat.
Selain
itu, kiprahnya yang lain adalah bersama Bass Heroes, ini kelompok kumpulan para
bassis. Kumpul di 2006, untuk langsung bikin album rekaman dan menggelar konser
di Graha Bhakti Budaya, dipromotori Pos-Entertainment. Berisikan antara lain, Thomas Ramdhan, Iwan Xaverius, Nissa Hamzah,
Barry Likumahuwa, Adam Sheila on7, Bondan Prakoso, Bongky
Marcel, Arya Setiadi, Arie Firman, Rindra Risyanto, Ronny
Coklat-Band dan Bintang Indrianto.
Dhani
Pette dengan Pos Entertainment lantas berinisiatif menyelenggarakan lagi konser
Bass Heroes yang kedua, di tahun 2016. Tapi dengan formasi bassis berbeda, yang
“hanya” menyisakan Indro, Barry Likumahuwa, Nissa Hamzah, Arya Setiadi dari
Bass Heroes 2006. Dan memanggil bassis lainnya, termasuk bassis muda dan
menambah pula bassis perempuan lainnya.
Kembalil
agi ke seorang Indro Hardjodikoro, memang saat ini telah menjadi salah satu
bassis terdepan. Dari generasi 80-an akhir, ia terbilang yang paling maju dan
menonjol. Salah satu indikasinya, saat ia melakukan konser dimanapun,
penampilannya menjadi salah satu acara “wajib ditonton” oleh para musisi muda.
Bahkan tak hanya semata-mata bagi bassis saja.
Padahal
suami dari Muna Bunayati dan ayah
dari Annissa Ghina Kamila (12 tahun)
dan Jihan Nadin Amirah (10 tahun)
ini, serunya ya awalnya itu main harmonika dan lalu perkusi. Iapun sempat
beberapa tahun lalu, mencoba belajar saxophone
segala! Kenapa tidak mencoba belajar vokal juga, ‘ndro? “Hahaha, memang bagus
ya, kalau aku jadi penyanyi juga?”Tanyanya becanda.
Saat
ini Indro juga “berduet” dengan istrinya, Naya, begitu panggilannya. Oh, bikin
album rekaman? Ga sih. Mereka berpartner kerja,
menjalankan program Jazz Spot program
jazz reguler, setiap seminggu sekali di hari Senin malam. Sudah 4 tahun-an
terakhir ini dan sudah berpindah tempat tiga kali. Saat ini venuenya adalah
Naches, pride&joy, masih di kawasan Kemang juga.
Menurut
Naya, ia membantu Indro yang kepengen jazz itu terus aktif bergerak.
Mengimbangi akan arus musik-musik pop yang terdengar dimana-mana, ya jazz juga
harus ada. Soalnya kan banyak musisi muda berbakat saat ini, mereka butuh wadah
untuk tampil. Begitupun halnya dengan musik rock, sebetulnya.
Indro
sendiri mengatakan, ini program berbentuk komunitas. “Aku bekerjasama dengan kafe-kafe
itu, membuka program reguler jazz. Mudah-mudahan juga bisa merangsang muncul lebih
banyaknya musisi muda berbakat. Setiap kali, kita bikin jam session. Dan teman-teman musisi muda yang datang, biasanya
sudah siap bawa alat mereka sendiri. Asyik, jam sessionnya jadi ramai,”tambah
Indro.
Oh
ya, menyoal perkongsiannya dengan Tohpati, sejatinya tak pernah berakhir.
Karena Indro tetap mendukung kelompok Tohpati
Ethnomission, yang sudah merilis album secara internasional. Tohpati juga
melibatkan Indro dalam trio jazz-rock,
Tohpati-BERTIGA bersama drummer, Aditya Wibowo yang juga drummer Gugun Blues Shelter. Selain itu, Indro
juga mendukung kelompok Tohpati bersama Wayan Balawan dan Dewa Budjana, Trisum.
Saat
tulisan ini dibuat, melalui media whatsapp-messenger,
Naya mengungkapkan pula kesibukan Indro. Solo album kedua serta album kedua The
Fingers segera masuk tahapan mastering. Sementara itu, Indro juga membentuk
sebuah kelompok rock baru, The One
namanya. Dimana Indro mengajak para musisi muda yaitu Iqbal (drums), Fawdy Irianto
(gitar), Eggy (kibor) dan Rendra pada vokal. The One ini juga
akan masuk studio rekaman.
Pada
akhirnya, grup ini menjadi Hei Band.
Dengan para personilnya adalah Eggy (kibor), Yankjay Nugraha (gitar) dan Iqbal (gitar). Selain Indro tentunya.
Dengan vokalisnya, Gilang “Idol” Syamsu. Hei-Band ini kemudian “terpilih” menjadi band yang
melengkapi ikon rock Indonesia, Yockie
Suryo Prayogo, dalam pementasan konser Lomba
Cipta Lagu Remaja+.
Konser
LCLR+ memainkan karya-karya terbaik
(dan populer) dari Lomba Cipta Lagu Remaja yang digelar oleh stasiun Radio
Prambors sejak 1977. Selain juga lagu karya-karya dari Yockie Suryo Prayogo,
sejak akhir 1970-an. Konser itu sejauh ini sudah menyingahi 3 kota yaitu
Jakarta, Bandung dan Surabaya. Direncanakan, kota berikutnya adalah Malang.
Catatan
khusus adalah, konser LCLR+ menampilkan banyak karya-karya “emas” 1970-1980an,
yang sebagian besar cenderung ke bentuk prog-rock.
Indro bertindak sebagai musisi yang membantu sepenuhnya Yockie Suryo Prayogo, dalam
mengemas musik atas semua lagu yang dimainkan. Betul-betulsebuah tantangan
lumayan beratbuat Indro dan band-nya itu. Dimana merekaharus mengiringi banyak
sekali penyanyi, yang berganti-ganti di setiap kotanya.
Indro
bersama trio-nya juga dua kali sempat berpentas di Manado, Sulawesi Utara.
Mereka melakukan kolaborasi pula dengan musisi tradisi setempat. Karena dua
kali, dalam waktu agak berdekatan ke Menado, Indro dan Naya mulai mencoba
berbahasa Manado. Mungkin kalau sudah 4-5 kali pasiar pi sana, mereka boleh dapa faam Kawanua stow. Hehehehe...
Cukup
dulu ya, mengenai Indro nan Hardjodikoro? Nanti saja, kalau ada lagi
kabar-kabar terbaru dari bassis murah senyum dan sering becanda ini, kita tulis
lagi. Untuk Indro, salam hormat dan salam...Pakatuan
Wo Pakalawiren! /*
3 comments:
Dikupas tuntas , mudah dicerna ... luar biasa om dion. Thank You!! Sukses dan semakin sukses yaa n stay healthy 😊😇
Dikupas tuntas , mudah dicerna ... luar biasa om dion. Thank You!! Sukses dan semakin sukses yaa n stay healthy 😊😇
Trims berats juga Naya! Sukses untuk Indro. Bahagia selalu ....
Post a Comment