-rewrite-
Tagline
yang tertulis dalam rilis yang diterima adalah Casual, Simple dan Muda
dalam Frame Fusion. Inilah Fusion Stuff. Kelompok “baru”, yang
menurut rilis, terdiri dari 5 orang “chef”
yang mempunyai kapasitas mumpuni dalam menyajikan makanan yang lezat Dituliskan, ibaratnya dalam sebuah kitchen room, ada 5 chef handal. Tinggal
tunggu, nikmatnya sajian dari para chef handal tersebut.
Well,
sebentar. saya tertarik lebih dulu untuk mengamati keriaan launching album dari grup 5-kepala ini. Wah! Terus terang,
amat sangat jarang melihat sebuah produk rekaman beraroma jazz yang kental,
menggelar acara pelepasan resmi ke pasar semewah kemarin ini. Terbilang mewah,
lihat pada tata cahaya dan tata panggungnya. Walau terus terang, tidak di setting yang sempurna, terutama pada spotting-nya.
Makin
terasa mewah dengan sajian menu makan malam aneka rasa bagi seluruh undangan.
Dan, Press conference yang dipandu
seorang presenter cantik, yang dikenal sebagai presenter acara olahraga di
televisi, Terry Putri. Jarang-jarang lho... Mungkin juga belum pernah, ada
selebriti jadi pemandu launching rekaman jazz.
Seingat
saya, rasanya ini bisa jadi adalah launching album bernuansa jazz yang termasuk
termewah. Lengkap. Cuma sayang tidak ada door-prizes
saja, kalau tersedia waduh bakalan jadi sebuah acara yang sangat menyenangkan
para awak media. Juga penonton,tentu!
Bolehlah
kemudian diharapkan, teman-teman media yang hadir itu lantas bisa menuliskan
dengan baik, mengenai grup ini dengan debut
albumnya tersebut. Dan penonton akan lebih bersukacita! Ya dong...
Kembali
ke soal isi rilisan. Pertanyaannya begini, apakah musik sama dengan makanan? Gini
deh, simplenya adalah, 5 orang chef membuat masakan secara bersama-sama?
Bisakah jadi satu jenis masakan, dengan kapasitas mumpuni mereka masing-masing
lho? Belum tentu sedap bagi semua lidah. Kalaupun kelima chef membuat masakan
masing-masing, ada 5 jenis makanan aneka rasa.
Agak
bahaya ya, orang-orang bisa kekenyangan. Susah bergerak. Malas berjalan. Perut
penuh. Belum lagi, bisa terjadi, “tabrakan” di dalam mulut dan perut rasa
masakan yang “bertolak belakang” atau bahkan, beradu! Ujung-ujungnya ga nikmat.
Betul ga sih?
Tapi
begitulah, membaca baik-baik press-release
dulu lalu menyiapkan telinga dan hati untuk menikmati musik mereka. Kelompok
bernama Fusion Stuff ini lantas
tampil bersemangat dan ramai, membawakan beberapa nomer kreasi mereka sendiri,
yang terdapat di debut album
bertitle, The Battle. Dan satu demi
satu lagu dibawakan lancar. Memang fusion adanya. Fusi dari berbagai unsur
musik, ya ada jazz, sedikit rock, dicoba ngepop juga. Seperti itulah.
Ah,
saya cukup beruntung, kenal betul dengan para musisi yang mendukung kelompok
ini. Mereka memang terhitung ber-jam lumayan tinggi. Mereka lantas berkumpul
dalam Fusion Stuff ini. Namun menurut saya, sayangnya mereka tidak menyajikan
sesuatu yang baru. Apalagi kalau berbicara dalam konteks jazz di tanah air.
Musik yang mereka tampilkan, sudah dimainkan banyak musisi Indonesia sejak
1980-an. Lalu, jaman ke jaman” dimainkan terus yang sejenis itu. So?
Saya
pribadi mengagumi kemampuan bassis, Franky
Sadikin. Dia termasuk bassis yang sangat enerjik dengan kwalitas bagus! Tapi
rasanya, Franky lebih asyik disimak permainannya saat dengan grupnya yang lain,
atau pada solo-projectnya. Gitaris, Kadek Rihardhika, mungkin nama paling
senior dalam grup ini. Saya mengenal lama sosok gitaris kalem dan bersahabat
ini. Tapi lagi-lagi, lebih enak melihat dan menikmati Kadek di Yovie Widianto Fusion misalnya.
Saya
juga sempat mengamati Damez Nababan
sebelum ini, antara lain dengan grupnya bersama Rafi, drummer muda berbakat
itu. Saksofonis muda yang juga enerjik ini, rasanya lebih masuk saat bermain
dengan grupnya yang lain. Drummer, cewek dan paling muda, Jeanne Phialsa atau dikenal dengan Alsa. Ia terasa berupaya bersungguh-sunguh melebur dengan warna
musik grup barunya ini. Berhasilkah Alsa? Perlu proses beberapa waktu, tapi
Alsa sungguh berpotensi besar.
Dan
komandan kelompok ini, pendiri dan motor utama, Krisna Siregar, kibordis. Ya, saya juga telah mengenalnya sejak
lama. Prosesnya lumayan panjang untuk “menjajal” berbagai warna musik, antara
lain lewat menjajaki kolaborasi dengan bermacam-macam musisi dan penyanyi.
Mungkin Fusion Stuff ini adalah maksudnya, hasil pencapaian dari pengembaraannya selama ini. Malang melintang di
dunia musik jazz. Tentu berupaya kreatif, melakukan eksplorasi intens.
Apakah
memang Krisna, bermaksud menyajikan bentuk fusion bergaya 80-an? Yang
sebetulnya, sudah tidak lagi asing bagi telinga penikmat jazz. Tapi mungkin
akan dapat menarik hati para penggemar musik lain, yang notabene non-jazz?
Dengan
keberanian luar biasa, menghasilkan album rekaman tanpa vokal sama sekali!
Selama ini, penggemar musik kebanyakan atau umum, rada sulit menerima musik
tanpa suara penyanyi. Coba sebutkan, siapa musisi atau grup lokal yang sukses
dengan menjual musik “jazz-jazz”an tanpa penyanyi sama sekali?
Situasi
dan kondisi industri musik kita memang runyam nih. Festival jazz boleh
bertebaran, menjamur dimana-mana. Tapi sudah sekian waktu terbukti, tidak
lantas membuat musik jazz mendapat tempat yang baik di radio-radio, apalagi
stasiun televisi!
Padahal,
jalur radio masih menjadi salah satu yang bisa diandalkan untuk efektifitas
promosi. Memakai suara penyanyi saja, belum jaminan akan lantas mudah masuk playlist harian. Tetap di”curigai” tidak
populer, dianggap kategori “adult”, bukan untuk kuping umum. Apalagi, tanpa
penyanyi sama sekali! Radio bingung, ga ada jam siaran untuk putar musik
begituan...
Saya
pikir, yang chef dalam satu grup musik, seharusnya hanyalah satu. Sulit kalau
seluruh musisi pendukung, semua menjadi chef. Kalau semua jadi chef, siapa yang
menata meja, siapa yang memberi garnish
pada masakan yang siap hidang itu. Dan siapa yang akan menghantarkannya ke tamu
yang menanti makanan itu? Kira-kira seperti itu ya.
Dan
chef dalam Fusion Stuff, boleh jadi adalah Krisna Siregar. Sosok kibordis ini,
dengan jam terbang yang sudah cukup tinggi, seharusnya memang layak masuk
kategori “chef” handal. Nah kali ini dalam debut album kelompoknya yang baru
ini, Krisna terkesan memang belum mau menyajikan kreasi “resep” musiknya yang
baru dan unik. Saya yakin-golagokin-pak
musikin-tukang mesin sih, ia harusnya bisa menyuguhkan sesuatu yang relatif
berbeda, dari “menu-menu makanan” yang sudah ada saat ini.
Tapi
tetap ada satu sisi positif dari pemunculan Fusion Stuff lewat debut albumnya,
yang diedarkan resmi lewat launching nan mewah dan meriah itu. Menambah semarak
dan bergairah musik jazz Indonesia, dengan memberikan lagi alternatif pilihan
warna. Pun ketika warna musik yang disajikan bukan yang baru banget.
Musik
mereka bisalah disebut casual. Tapi simple, mungkin tidak pada semua materi
yang ada di dalam album. Muda, diwakili oleh sosok drummer Alsa, yang
“kebetulan” juga cantik. Karena kecantikan, dan keramahannya, Alsa berpotensi
menjadi “spot” terpenting grup band
ini bila tampil di atas panggung. Dapat menarik atensi penonton deh.
Ditimpali
permainan atraktif dari Franky, begitu pula Damez. Kadek yang kalem memberi
warna tertentu, lebih pada bentuk bunyian. Seperti juga Krisna, yang
memeriahkan suasana dengan racikan suara dari perangkat kibor dan synthesizernya.
Dalam
sesi tanya jawab di saat jumpa pers pada Launching di Fourties Cafe,Kemang,
Senin malam kemarin itu, Krisna mengatakan,”Musik kami memang fusion. It’s all about fusion. Begitulah
materi lagu yang ada dalam album perdana kami.” Dan memang ada pertanyaan,
adakah vokal atau penyanyi bintang tamu?
Krisna
menjawab, agak hati-hati,”Kali ini kami memang pada semua lagu, tidak
menampilkan penyanyi. Tapi kami berencana di album berikutnya akan ada
penyanyi, sebagai bintang tamu. Memang begitu, konsep album pertama ini
instrumental.”
Seluruh
lagu direkam secara live, bertempat
di studio milik saksofonis, Devian Z.
Ini juga salah satu nilai positif album ini, yaitu direkam live. Seperti kata Krisna, bahwa mood mereka semua jadi terjaga betul bila bermain live dan langsung
direkam. Tidak ada dub dalam proses
rekaman ini. Biasanya live recording
memperdengarkan suasana spontanitas yang menarik. Enerjinya juga akan beda.
Plus
dan minus, itu sangatlah manusiawi. Nobody’s
perfect. Dan biarlah terjadi, karena merupakan suatu proses. Keberanian
Krisna dan kawan-kawan dalam Fusion Stuff untuk rekaman dan menyajikannya kepada
publik, perlu diapresiasi dengan baik. Semoga menjadi salah satu pelecut
motivasi bagi musisi dan grup lainnya, terutama yang muda-muda.
Maka
beri jalan bagi Fusion Stuff untuk hadir, menyemarakkan scene jazz tanah air. Tak perlu dululah mengincar pasar
internasional, menarik minat label asing untuk mengedarkan album ini ke manca
negara. Mendapat atensi positif publik lokal, saat ini lebih realistis. Dan
tetap membanggakan. Apalagi kalau lantas ternyata, album mereka ini laris
manis. Tetap semangat ya!
Pasar
negeri kita ini, lumayan gede. Menggiurkan buat kaum musik internasional. Ga
heran kan, banyak musisi atawa penyanyi luar, berduyun-duyun datang, menggelar
konserya di sini. Sampai setuju untuk melakukan tur, ke beberapa kota di
Nusantara kita.
Lihat
saja, festival jazz juga memberi porsi berlebih pada para musisi, penyanyi,
grup luar negeri untuk tampil. Mereka
antusias pastinya dengan kesempatan itu, lantaran pasar yang potensial
itu.Sehingga mungkin tak disadari, kita kok memberi kesempatan terlalu besar
buat mereka “berjualan” di sini? Aha, serunya ya?
Eits,
belok dikit dah. Tapi Fusion Stuff ini, ketauan punya potensi. Saya lantas “menemui”
mereka lagi, pada beberapa kesempatan show mereka. Saya sempat membawa mereka
tampil di dua festival yang saya tangani juga, di Solo dan Medan. Mereka tampil
maksimal dan....menghibur! Yup, instrumental tapi ternyata...lumayan “merangkul”
penonton.
Kalau
gitu ceritanya, setelah merangkul. Bagusnya ya, jangan lepasin lagi rangkulan
itu. Dekap erat, peluk penuh cinta dan...jangan sampai terpisah. Sampai waktu
jualah yang memisahkan. Ini kayak roman percintaan 80-an?
Karena
FUSION Stuff juga fusion 80-an banget? Pada perjalanan berikutnya kan, mereka
mengalami tahap demi tahap. Waktu ke waktu mereka jalani. Kenyataannya, musik
mereka juga berproses kok. 80-an tak terlalu jadi masalah, kan juga sering
dianggap...80-an itu kagak ade matinye,
coy.
Nyang
penting, kreatipitas jangan mati aje. Itu udah cukup. Cukup membuat mereka bisa
punya prospek bagus di waktu mendatang. Iya dong? Ada kreasi yang menambah
kesegaran musik mereka. Itu penting. Biar tak terlalu berjarak, dengan
kupig...anak sekarang. Anak?
Iya,
maksudnya tentulah “anak-anak muda”. Kalau Fusion Stuff bisa akrab dengan
anak-anak muda, waktu karir mereka bakal lebih panjanglah. Kaum muda, tetap
pasar terbesar untuk musik. Itu dimana-mana, tak hanya di Indonesia. Ya, bikin
anak muda, jangan kelamaan terlena musik-musik pop yang merintih dan mendayu
lah ya. Kasih “semangat ekstra” kepada mereka. Taelaaa!
So, overall
Fusion Stuff tetap berpotensi untuk lebih sukses. Menarik, bahwa mereka rajin
tampil dimana-mana, tak sebatas ibukota, dan ke Solo dan Medan saja.
Menyebarluaskan enerji positif musik mereka secara aktif kemana-mana, langsung,
bergerak sendiri dan tepat ke sasaran. Asyiklah!
Kita
tunggu kiprah lanjutan Krisna dengan Kadek, Alsa, Dames dan Franky. Sukses bro en sis. Jangan cepet capek yeee. Good Luck! /*
2 comments:
hidup jazz tanah air. makaseeee banyak om dion atas kejujuran tulisannya. semoga fusion stuff terus bisa merangkul semua kalangan dengan masakannya yg bisa memuaskan hasrat semua kalangan juga aminnnn :)
Trims juga boeng Franky Sadikin. Sukses juga utk perjalanan solo-nya. Lanjooooot...Terussss....Semangattt....Pantang menyerah!
Post a Comment