Saturday, March 26, 2016

INDRO HARDJODIKORO, Hei, Feel Free to Travelling!


-rewrite-
Sebenarnya ada apa, apakah gerangan nan terjadi, bahwasanya kedua sahabat teramat sangat dekat itu, seperti pecah kongsi? Dan merekapun tidak lagi bersama. Dan, inilah sebuah pembukaan tulisan yang...agak-agak iseng gimana gituuu...
Ini perkara menyangkut akan bassis “papan atas”, Indro Hardjodikoro dan gitaris yang juga “papan atas” Tohpati Ario Hutomo. Sama-sama papan atas, karena kan sahabatan sejak lama. Sewajarnyalah kalau posisi keduanya sama. Kalau saja, yang satu di atas dan yang di bawah, mungkin tidak bersahabat namanya.
Jadi, orang-orang musik tahu sejak lama bahwa yang namanya Tohpati dan Indro sudah seperti seiya sekata. Adapun awal mulanya, dari formasi Halmahera Band, kontestan ajang kompetisi band paling bergengsi era 1980-an, Light Music Contest (lantas berubah nama menjadi, Band Explosion). Tapi masih ada cerita sesungguhnya, sebelum Halmahera.
Mereka berdua bertemu di sebuah kursus musik, khusus band. Tohpati di grupnya. Indro juga di grupnya, dan ini menariknya bahwa Indro saat itu pemain perkusi. Tohpati perhatikan Indro, dan menurutnya ya, ah biasa saja sih. Tentu saja, ini becanda. Karena kemudian, kenalan lanjut ngobrol. Tau-taunya, Indro diajak ngeband bareng dan Indro lalu menjadi pemain bass.

Dari Halmahera, lanjutlah kemana-mana. Kedua nama ini terus lengket. Agaknya, ini persoalan feeling saja. Tohpati sudah nge-klik dengan Indro, begitupun sebaliknya. Paling tidak, mereka berdua terus masuk formasi Erwin Gutawa Band (inilah cikal bakal Erwin Gutawa Orchestra), untuk mengiringi Ruth Sahanaya dalam konser solonya.
Masih berlanjut ketika Erwin memang membentuk orkestra, Indro dan Tohpati kembali disertakan dalam combo bandnya. Mereka juga ke Twilite Orchestra. Lalu ke Magenta Orchestra-nya Andi Rianto. Jadi begitulah, jalan bareng terus. Termasuk mengerjakan musik untuk album-album rekaman. Pasangan ini seolah enggan terpisahkan.
Tapi benarkah, duniaku tiada arti tanpamu, buat Indro ke Tohpati dan juga sebaliknya? Ahay, ya tidaklah sampai segitunya sih. Pada akhirnya, solah...waktu jualah yang meisahkan kita. Walau tak sepenuhnya itu benar. Tohpati membentuk Supersonic, tanpa menyertakan Indro. Sementar Indro membentuk trio sendiri, awalnya dengan kibordis, Lal Intje Makkah dan drummer, Inang Noorsaid.
Indro kemudian juga terus, dengan trionya itu. Walau terpaksa juga sempat gonta-ganti personil. Karena Lal sibuk banget di “pasukan” pengiring Agnezmo. Inang diganti tenaga yang lebih mudaan, kayak Demas Narawangsa. Tapi Demas sekarang sedang studi dan memilih mencoba stay di Los Angeles. Maka muncul nama muda lain, Yandi Andaputra atau Iqbal. Sampailah, Feel Free meluncur sebagai debut solo album Indro Hardjodikoro.
Sementara Supersonic dengan mengandalkan pada vokalis, Glenn Waas dan bassis muda, Kristian Dharma, juga mengeluarkan debut album. Musiknya berwarna rock yang nge-pop. Tohpati pun juga sebelumnya sempat sering bermain duo saja dengan Dewa Budjana. Belakangan malah ikutan formasi Six Strings dengan lima gitaris lain seperti Dewa Budjana, Aria Baron, Andre Dinuth, Eross Chandra, Baim. Walau lantas digantikan Fajar Adi Nugroho.
Indro meneruskan solo projectnya. Ia banyak menjajal musisi-musisi muda. Mereka memang berpotensi dan kelihatannya kemudian bahwa terkesan cocok dengan Indro. Dan Indro kemudian juga mencoba meneruskan konsep trio-bassisnya. Awalnya, di awal 2000-an, Indro sempat bergabung dalam B3-Bass Players. Ini kelompok musik “khusus” bassis ternama lho, dimana Indro bermain dengan Bintang Indrianto dan AS.Mates, muncul atas ide Bintang.
Oh ya mundur sedikit ke belakang, Indro senantiasa mengakui bahwa Bintang Indrianto adalah salah satu guru bassnya yang pertama. Nah kalau ditanyakan ke Bintang, selalu juga jawabnya ah Indro bisa aja, emang aku pernah ngajarin dia? Indro kemudian belajar memperdalam musik terutama jazz dengan Indra Lesmana, alm. Maryono dan Erwin Gutawa.
Dan Indro memang makin dikenal luas, karena Halmahera dan karena kedekatannya dengan Tohpati. Mungkin bisa disamakan dengan betapa lekatnya Inra Lesmana dengan Gilang Ramadhan, atau Erwin Gutawa dengan Aminoto Kossin misalnya ya. Atau siapa lagi ya, boleh kali ya disebut juga, Ireng Maulana dan alm.Hendra Wijaya? Yance Manusama dengan alm.Christ Kayhatu? Ya seperti itulah.
Kembali ke proyek-proyek musik Indro, ia lantas meneruskan konsep trio bassis dengan mengajak Arya Setiadi dan Nissa Hamzah. Dari situ, ia kemudian mengajak bassis lain, Fajar Adi Nugroho dan Shadu Rasjidi. Konsep tersebut sempat dinamai, Three-Fingers. Lalu sekarang ini menjadi The Fingers, dimana mengetengahkan duo bass, Indro dan Fajar Adi Nugroho.
The Fingers di tahun silam sudah menghasilkan album bertitle, Travelling. Dan grup ini bahkan sudah melanglang jauh ke Rusia dan beberapa negara Eropa Timur. Akhir September 2014 kemarin, juga bermain di Washington DC. The Fingers itu, didukung pula oleh para musisi muda seperti Andy Gomez (kibor), Echa Sumantri atau Demas Narawangsa (drums) dan belakangan juga Yandi Andaputra. Sementara itu, Indro tetap memiliki trio-nya yang kali ini ia sering bermain, antara lain dengan Aditya Bayu dan Iqbal.
Ia saat ini masih mempunyai waktu pula untuk mengajar di IMI (Institut Musik Indonesia). Sebelumnya, mengajar pula di Farabi. Indro selain sebagai bassis papan atas, juga dikenal luas sebagai pengajar bass yang berhasil “mencetak” bassis-bassis muda, berbakat besar. Agaknya mengajar itu seperti “sebagian dari iman” buatnya.
Menurut Indro, mengajar itu adalah seperti pengabdian. Ia peduli dengan musisi muda yang pengen bisa main musik dengan benar. Ia mempunyai panggilan jiwa, untuk bisa mencoba mengarahkan calon-calon musisi itu untuk menjadi musisi yang baik di “jalan yang benar”. “Mudah-mudahan sih begitu ya...,”ucapnya sambil tertawa lebar.
Sepanjang karirnya, Indro yang kelahiran Jakarta 14 Desember 1968 ini, juga sempat mengecap pengalaman bermain dengan banyak musisi terkemuka asing. Seperti misalnya, Eric Marienthal. Juga dengan Kenny Garret, Michael Lington, Dave Koz sampai Michael Colina. Ia juga pernah melakukan perjalanan tur ke Amerika Serikat dan Beijing. bersama Dwiki Dharmawan & World Peace Ensemble, dimana mereka melakukan kolaborasi dengan Howard Levy, Frank Gambale, Earnie Adams dan lainnya.
Ia juga ikut dalam penggarapan album rekaman penyanyi internasional Malaysia, Sheila Madjid. Selain itu mendukung rekaman solo album penyanyi Dira Sugandi, yang diproduseri oleh Bluey, petolan utama kelompok Incognito.


Indro juga dikenal lewat kelompok yang dimotori oleh Riza Arshad dan Tohpati, simakDialog. Tapi di grup itu ia lantas digantikan Aditya Pratama. Terutama juga setelah drummer simakDialog, Arie Ayunir, berpindah ke Amerika Serikat.
Selain itu, kiprahnya yang lain adalah bersama Bass Heroes, ini kelompok kumpulan para bassis. Kumpul di 2006, untuk langsung bikin album rekaman dan menggelar konser di Graha Bhakti Budaya, dipromotori Pos-Entertainment. Berisikan antara lain, Thomas Ramdhan, Iwan Xaverius, Nissa Hamzah, Barry Likumahuwa, Adam Sheila on7, Bondan Prakoso, Bongky Marcel, Arya Setiadi, Arie Firman, Rindra Risyanto, Ronny Coklat-Band dan Bintang Indrianto.
Dhani Pette dengan Pos Entertainment lantas berinisiatif menyelenggarakan lagi konser Bass Heroes yang kedua, di tahun 2016. Tapi dengan formasi bassis berbeda, yang “hanya” menyisakan Indro, Barry Likumahuwa, Nissa Hamzah, Arya Setiadi dari Bass Heroes 2006. Dan memanggil bassis lainnya, termasuk bassis muda dan menambah pula bassis perempuan lainnya.
Kembalil agi ke seorang Indro Hardjodikoro, memang saat ini telah menjadi salah satu bassis terdepan. Dari generasi 80-an akhir, ia terbilang yang paling maju dan menonjol. Salah satu indikasinya, saat ia melakukan konser dimanapun, penampilannya menjadi salah satu acara “wajib ditonton” oleh para musisi muda. Bahkan tak hanya semata-mata bagi bassis saja.
Padahal suami dari Muna Bunayati dan ayah dari Annissa Ghina Kamila (12 tahun) dan Jihan Nadin Amirah (10 tahun) ini, serunya ya awalnya itu main harmonika dan lalu perkusi. Iapun sempat beberapa tahun lalu, mencoba belajar saxophone segala! Kenapa tidak mencoba belajar vokal juga, ‘ndro? “Hahaha, memang bagus ya, kalau aku jadi penyanyi juga?”Tanyanya becanda.


Saat ini Indro juga “berduet” dengan istrinya, Naya, begitu panggilannya. Oh, bikin album rekaman? Ga sih. Mereka berpartner kerja, menjalankan program Jazz Spot program jazz reguler, setiap seminggu sekali di hari Senin malam. Sudah 4 tahun-an terakhir ini dan sudah berpindah tempat tiga kali. Saat ini venuenya adalah Naches, pride&joy, masih di kawasan Kemang juga.
Menurut Naya, ia membantu Indro yang kepengen jazz itu terus aktif bergerak. Mengimbangi akan arus musik-musik pop yang terdengar dimana-mana, ya jazz juga harus ada. Soalnya kan banyak musisi muda berbakat saat ini, mereka butuh wadah untuk tampil. Begitupun halnya dengan musik rock, sebetulnya.
Indro sendiri mengatakan, ini program berbentuk komunitas. “Aku bekerjasama dengan kafe-kafe itu, membuka program reguler jazz. Mudah-mudahan juga bisa merangsang muncul lebih banyaknya musisi muda berbakat. Setiap kali, kita bikin jam session. Dan teman-teman musisi muda yang datang, biasanya sudah siap bawa alat mereka sendiri. Asyik, jam sessionnya jadi ramai,”tambah Indro.

Oh ya, menyoal perkongsiannya dengan Tohpati, sejatinya tak pernah berakhir. Karena Indro tetap mendukung kelompok Tohpati Ethnomission, yang sudah merilis album secara internasional. Tohpati juga melibatkan Indro dalam trio jazz-rock, Tohpati-BERTIGA bersama drummer, Aditya Wibowo yang juga drummer Gugun Blues Shelter. Selain itu, Indro juga mendukung kelompok Tohpati bersama Wayan Balawan dan Dewa Budjana, Trisum.
Saat tulisan ini dibuat, melalui media whatsapp-messenger, Naya mengungkapkan pula kesibukan Indro. Solo album kedua serta album kedua The Fingers segera masuk tahapan mastering. Sementara itu, Indro juga membentuk sebuah kelompok rock baru, The One namanya. Dimana Indro mengajak para musisi muda yaitu Iqbal (drums), Fawdy Irianto (gitar), Eggy (kibor) dan Rendra pada vokal. The One ini juga akan masuk studio rekaman.


Pada akhirnya, grup ini menjadi Hei Band. Dengan para personilnya adalah Eggy (kibor), Yankjay Nugraha (gitar) dan Iqbal (gitar). Selain Indro tentunya. Dengan vokalisnya, Gilang “Idol” Syamsu. Hei-Band ini kemudian “terpilih” menjadi band yang melengkapi ikon rock Indonesia, Yockie Suryo Prayogo, dalam pementasan konser Lomba Cipta Lagu Remaja+.
Konser LCLR+ memainkan karya-karya terbaik (dan populer) dari Lomba Cipta Lagu Remaja yang digelar oleh stasiun Radio Prambors sejak 1977. Selain juga lagu karya-karya dari Yockie Suryo Prayogo, sejak akhir 1970-an. Konser itu sejauh ini sudah menyingahi 3 kota yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya. Direncanakan, kota berikutnya adalah Malang.

Catatan khusus adalah, konser LCLR+ menampilkan banyak karya-karya “emas” 1970-1980an, yang sebagian besar cenderung ke bentuk prog-rock. Indro bertindak sebagai musisi yang membantu sepenuhnya Yockie Suryo Prayogo, dalam mengemas musik atas semua lagu yang dimainkan. Betul-betulsebuah tantangan lumayan beratbuat Indro dan band-nya itu. Dimana merekaharus mengiringi banyak sekali penyanyi, yang berganti-ganti di setiap kotanya.

Indro bersama trio-nya juga dua kali sempat berpentas di Manado, Sulawesi Utara. Mereka melakukan kolaborasi pula dengan musisi tradisi setempat. Karena dua kali, dalam waktu agak berdekatan ke Menado, Indro dan Naya mulai mencoba berbahasa Manado. Mungkin kalau sudah 4-5 kali pasiar pi sana, mereka boleh dapa faam Kawanua stow. Hehehehe...
Cukup dulu ya, mengenai Indro nan Hardjodikoro? Nanti saja, kalau ada lagi kabar-kabar terbaru dari bassis murah senyum dan sering becanda ini, kita tulis lagi. Untuk Indro, salam hormat dan salam...Pakatuan Wo Pakalawiren! /*










3 comments:

Unknown said...

Dikupas tuntas , mudah dicerna ... luar biasa om dion. Thank You!! Sukses dan semakin sukses yaa n stay healthy 😊😇

Unknown said...

Dikupas tuntas , mudah dicerna ... luar biasa om dion. Thank You!! Sukses dan semakin sukses yaa n stay healthy 😊😇

Gideon Momongan said...

Trims berats juga Naya! Sukses untuk Indro. Bahagia selalu ....