Monday, March 28, 2016

FUSION STUFF, It's All About Fusion


-rewrite-
Tagline yang tertulis dalam rilis yang diterima adalah Casual, Simple dan Muda dalam Frame Fusion. Inilah Fusion Stuff. Kelompok “baru”, yang menurut rilis, terdiri dari 5 orang “chef” yang mempunyai kapasitas mumpuni dalam menyajikan makanan yang lezat  Dituliskan, ibaratnya dalam sebuah kitchen room, ada 5 chef handal. Tinggal tunggu, nikmatnya sajian dari para chef handal tersebut.
Well, sebentar. saya tertarik lebih dulu untuk mengamati keriaan launching album dari grup 5-kepala ini. Wah! Terus terang, amat sangat jarang melihat sebuah produk rekaman beraroma jazz yang kental, menggelar acara pelepasan resmi ke pasar semewah kemarin ini. Terbilang mewah, lihat pada tata cahaya dan tata panggungnya. Walau terus terang, tidak di setting yang sempurna, terutama pada spotting-nya.

Makin terasa mewah dengan sajian menu makan malam aneka rasa bagi seluruh undangan. Dan, Press conference yang dipandu seorang presenter cantik, yang dikenal sebagai presenter acara olahraga di televisi, Terry Putri. Jarang-jarang lho... Mungkin juga belum pernah, ada selebriti jadi pemandu launching rekaman jazz.
Seingat saya, rasanya ini bisa jadi adalah launching album bernuansa jazz yang termasuk termewah. Lengkap. Cuma sayang tidak ada door-prizes saja, kalau tersedia waduh bakalan jadi sebuah acara yang sangat menyenangkan para awak media. Juga penonton,tentu!
Bolehlah kemudian diharapkan, teman-teman media yang hadir itu lantas bisa menuliskan dengan baik, mengenai grup ini dengan debut albumnya tersebut. Dan penonton akan lebih bersukacita! Ya dong...

Kembali ke soal isi rilisan. Pertanyaannya begini, apakah musik sama dengan makanan? Gini deh, simplenya adalah, 5 orang chef membuat masakan secara bersama-sama? Bisakah jadi satu jenis masakan, dengan kapasitas mumpuni mereka masing-masing lho? Belum tentu sedap bagi semua lidah. Kalaupun kelima chef membuat masakan masing-masing, ada 5 jenis makanan aneka rasa.
Agak bahaya ya, orang-orang bisa kekenyangan. Susah bergerak. Malas berjalan. Perut penuh. Belum lagi, bisa terjadi, “tabrakan” di dalam mulut dan perut rasa masakan yang “bertolak belakang” atau bahkan, beradu! Ujung-ujungnya ga nikmat. Betul ga sih?

Tapi begitulah, membaca baik-baik press-release dulu lalu menyiapkan telinga dan hati untuk menikmati musik mereka. Kelompok bernama Fusion Stuff ini lantas tampil bersemangat dan ramai, membawakan beberapa nomer kreasi mereka sendiri, yang terdapat di debut album bertitle, The Battle. Dan satu demi satu lagu dibawakan lancar. Memang fusion adanya. Fusi dari berbagai unsur musik, ya ada jazz, sedikit rock, dicoba ngepop juga. Seperti itulah.
Ah, saya cukup beruntung, kenal betul dengan para musisi yang mendukung kelompok ini. Mereka memang terhitung ber-jam lumayan tinggi. Mereka lantas berkumpul dalam Fusion Stuff ini. Namun menurut saya, sayangnya mereka tidak menyajikan sesuatu yang baru. Apalagi kalau berbicara dalam konteks jazz di tanah air. Musik yang mereka tampilkan, sudah dimainkan banyak musisi Indonesia sejak 1980-an. Lalu, jaman ke jaman” dimainkan terus yang sejenis itu. So?

Saya pribadi mengagumi kemampuan bassis, Franky Sadikin. Dia termasuk bassis yang sangat enerjik dengan kwalitas bagus! Tapi rasanya, Franky lebih asyik disimak permainannya saat dengan grupnya yang lain, atau pada solo-projectnya. Gitaris, Kadek Rihardhika, mungkin nama paling senior dalam grup ini. Saya mengenal lama sosok gitaris kalem dan bersahabat ini. Tapi lagi-lagi, lebih enak melihat dan menikmati Kadek di Yovie Widianto Fusion misalnya.
Saya juga sempat mengamati Damez Nababan sebelum ini, antara lain dengan grupnya bersama Rafi, drummer muda berbakat itu. Saksofonis muda yang juga enerjik ini, rasanya lebih masuk saat bermain dengan grupnya yang lain. Drummer, cewek dan paling muda, Jeanne Phialsa atau dikenal dengan Alsa. Ia terasa berupaya bersungguh-sunguh melebur dengan warna musik grup barunya ini. Berhasilkah Alsa? Perlu proses beberapa waktu, tapi Alsa sungguh berpotensi besar.

Dan komandan kelompok ini, pendiri dan motor utama, Krisna Siregar, kibordis. Ya, saya juga telah mengenalnya sejak lama. Prosesnya lumayan panjang untuk “menjajal” berbagai warna musik, antara lain lewat menjajaki kolaborasi dengan bermacam-macam musisi dan penyanyi. Mungkin Fusion Stuff ini adalah maksudnya, hasil pencapaian dari  pengembaraannya selama ini. Malang melintang di dunia musik jazz. Tentu berupaya kreatif, melakukan eksplorasi intens.
Apakah memang Krisna, bermaksud menyajikan bentuk fusion bergaya 80-an? Yang sebetulnya, sudah tidak lagi asing bagi telinga penikmat jazz. Tapi mungkin akan dapat menarik hati para penggemar musik lain, yang notabene non-jazz?


Dengan keberanian luar biasa, menghasilkan album rekaman tanpa vokal sama sekali! Selama ini, penggemar musik kebanyakan atau umum, rada sulit menerima musik tanpa suara penyanyi. Coba sebutkan, siapa musisi atau grup lokal yang sukses dengan menjual musik “jazz-jazz”an tanpa penyanyi sama sekali?
Situasi dan kondisi industri musik kita memang runyam nih. Festival jazz boleh bertebaran, menjamur dimana-mana. Tapi sudah sekian waktu terbukti, tidak lantas membuat musik jazz mendapat tempat yang baik di radio-radio, apalagi stasiun televisi!
Padahal, jalur radio masih menjadi salah satu yang bisa diandalkan untuk efektifitas promosi. Memakai suara penyanyi saja, belum jaminan akan lantas mudah masuk playlist harian. Tetap di”curigai” tidak populer, dianggap kategori “adult”, bukan untuk kuping umum. Apalagi, tanpa penyanyi sama sekali! Radio bingung, ga ada jam siaran untuk putar musik begituan...
Saya pikir, yang chef dalam satu grup musik, seharusnya hanyalah satu. Sulit kalau seluruh musisi pendukung, semua menjadi chef. Kalau semua jadi chef, siapa yang menata meja, siapa yang memberi garnish pada masakan yang siap hidang itu. Dan siapa yang akan menghantarkannya ke tamu yang menanti makanan itu? Kira-kira seperti itu ya.
Dan chef dalam Fusion Stuff, boleh jadi adalah Krisna Siregar. Sosok kibordis ini, dengan jam terbang yang sudah cukup tinggi, seharusnya memang layak masuk kategori “chef” handal. Nah kali ini dalam debut album kelompoknya yang baru ini, Krisna terkesan memang belum mau menyajikan kreasi “resep” musiknya yang baru dan unik. Saya yakin-golagokin-pak musikin-tukang mesin sih, ia harusnya bisa menyuguhkan sesuatu yang relatif berbeda, dari “menu-menu makanan” yang sudah ada saat ini.
Tapi tetap ada satu sisi positif dari pemunculan Fusion Stuff lewat debut albumnya, yang diedarkan resmi lewat launching nan mewah dan meriah itu. Menambah semarak dan bergairah musik jazz Indonesia, dengan memberikan lagi alternatif pilihan warna. Pun ketika warna musik yang disajikan bukan yang baru banget.
Musik mereka bisalah disebut casual. Tapi simple, mungkin tidak pada semua materi yang ada di dalam album. Muda, diwakili oleh sosok drummer Alsa, yang “kebetulan” juga cantik. Karena kecantikan, dan keramahannya, Alsa berpotensi menjadi “spot” terpenting grup band ini bila tampil di atas panggung. Dapat menarik atensi penonton deh.
Ditimpali permainan atraktif dari Franky, begitu pula Damez. Kadek yang kalem memberi warna tertentu, lebih pada bentuk bunyian. Seperti juga Krisna, yang memeriahkan suasana dengan racikan suara dari perangkat kibor dan synthesizernya.

Dalam sesi tanya jawab di saat jumpa pers pada Launching di Fourties Cafe,Kemang, Senin malam kemarin itu, Krisna mengatakan,”Musik kami memang fusion. It’s all about fusion. Begitulah materi lagu yang ada dalam album perdana kami.” Dan memang ada pertanyaan, adakah vokal atau penyanyi bintang tamu?
Krisna menjawab, agak hati-hati,”Kali ini kami memang pada semua lagu, tidak menampilkan penyanyi. Tapi kami berencana di album berikutnya akan ada penyanyi, sebagai bintang tamu. Memang begitu, konsep album pertama ini instrumental.”
Seluruh lagu direkam secara live, bertempat di studio milik saksofonis, Devian Z. Ini juga salah satu nilai positif album ini, yaitu direkam live. Seperti kata Krisna, bahwa mood mereka semua jadi terjaga betul bila bermain live dan langsung direkam. Tidak ada dub dalam proses rekaman ini. Biasanya live recording memperdengarkan suasana spontanitas yang menarik. Enerjinya juga akan beda.
Plus dan minus, itu sangatlah manusiawi. Nobody’s perfect. Dan biarlah terjadi, karena merupakan suatu proses. Keberanian Krisna dan kawan-kawan dalam Fusion Stuff untuk rekaman dan menyajikannya kepada publik, perlu diapresiasi dengan baik. Semoga menjadi salah satu pelecut motivasi bagi musisi dan grup lainnya, terutama yang muda-muda.
Maka beri jalan bagi Fusion Stuff untuk hadir, menyemarakkan scene jazz tanah air. Tak perlu dululah mengincar pasar internasional, menarik minat label asing untuk mengedarkan album ini ke manca negara. Mendapat atensi positif publik lokal, saat ini lebih realistis. Dan tetap membanggakan. Apalagi kalau lantas ternyata, album mereka ini laris manis. Tetap semangat ya!
Pasar negeri kita ini, lumayan gede. Menggiurkan buat kaum musik internasional. Ga heran kan, banyak musisi atawa penyanyi luar, berduyun-duyun datang, menggelar konserya di sini. Sampai setuju untuk melakukan tur, ke beberapa kota di Nusantara kita.
Lihat saja, festival jazz juga memberi porsi berlebih pada para musisi, penyanyi, grup luar negeri untuk tampil.  Mereka antusias pastinya dengan kesempatan itu, lantaran pasar yang potensial itu.Sehingga mungkin tak disadari, kita kok memberi kesempatan terlalu besar buat mereka “berjualan” di sini? Aha, serunya ya?

Eits, belok dikit dah. Tapi Fusion Stuff ini, ketauan punya potensi. Saya lantas “menemui” mereka lagi, pada beberapa kesempatan show mereka. Saya sempat membawa mereka tampil di dua festival yang saya tangani juga, di Solo dan Medan. Mereka tampil maksimal dan....menghibur! Yup, instrumental tapi ternyata...lumayan “merangkul” penonton.
Kalau gitu ceritanya, setelah merangkul. Bagusnya ya, jangan lepasin lagi rangkulan itu. Dekap erat, peluk penuh cinta dan...jangan sampai terpisah. Sampai waktu jualah yang memisahkan. Ini kayak roman percintaan 80-an?
Karena FUSION Stuff juga fusion 80-an banget? Pada perjalanan berikutnya kan, mereka mengalami tahap demi tahap. Waktu ke waktu mereka jalani. Kenyataannya, musik mereka juga berproses kok. 80-an tak terlalu jadi masalah, kan juga sering dianggap...80-an itu kagak ade matinye, coy.
Nyang penting, kreatipitas jangan mati aje. Itu udah cukup. Cukup membuat mereka bisa punya prospek bagus di waktu mendatang. Iya dong? Ada kreasi yang menambah kesegaran musik mereka. Itu penting. Biar tak terlalu berjarak, dengan kupig...anak sekarang. Anak?
Iya, maksudnya tentulah “anak-anak muda”. Kalau Fusion Stuff bisa akrab dengan anak-anak muda, waktu karir mereka bakal lebih panjanglah. Kaum muda, tetap pasar terbesar untuk musik. Itu dimana-mana, tak hanya di Indonesia. Ya, bikin anak muda, jangan kelamaan terlena musik-musik pop yang merintih dan mendayu lah ya. Kasih “semangat ekstra” kepada mereka. Taelaaa!
So, overall Fusion Stuff tetap berpotensi untuk lebih sukses. Menarik, bahwa mereka rajin tampil dimana-mana, tak sebatas ibukota, dan ke Solo dan Medan saja. Menyebarluaskan enerji positif musik mereka secara aktif kemana-mana, langsung, bergerak sendiri dan tepat ke sasaran. Asyiklah!
Kita tunggu kiprah lanjutan Krisna dengan Kadek, Alsa, Dames dan Franky. Sukses bro en sis. Jangan cepet capek yeee. Good Luck! /*








 





2 comments:

Franky Sadikin said...

hidup jazz tanah air. makaseeee banyak om dion atas kejujuran tulisannya. semoga fusion stuff terus bisa merangkul semua kalangan dengan masakannya yg bisa memuaskan hasrat semua kalangan juga aminnnn :)

Gideon Momongan said...

Trims juga boeng Franky Sadikin. Sukses juga utk perjalanan solo-nya. Lanjooooot...Terussss....Semangattt....Pantang menyerah!