Usia 2-3 tahun, sudah mulai terbiasa dengar suara
alat-alat musik, saat kakak-kakaknya latihan band. Umur 4-5 tahun, mulai
belajar memencet-mencet tuts. Yang dipegangnya pertama organ Farfisa nan legend
itu. Dan beberapa tahun berikutnya, ia mulai menekuni piano klasik.
Guru-gurunya antara lain, Romy Katindiq
dan Nick Mamahit.
Gile,
ga kira-kira gurunya? Dua nama yang
lumayan menonjol sebagai pianis jazz di tahun 1970-an. Katindiq sendiri adalah
pianis Filipina sebenarnya, yang bermain di sini. Nick Mamahit, seperti yang
kita ketahui, adalah salah satu nama legenda jazz Indonesia everlasting.
Sebenarnya, iapun juga digembleng keluarga. Tentu dengan
arahan abahnya, alm. Said Kelana,
salah satu tokoh musik penting Indonesia. Dan beserta kakak-kakaknya sekalian.
Karena kakak-kakaknya sudah malang melintang di dunia musik, keliling Nusantara
bahkan melanglang buana, dengan bendera, The
Kids. Salah satu band keluarga paling termahsyur dan melegenda. Semua anak-anaknya, Anak Ajaib lah!
Ia lantas mulai diajak main oleh kakak-kakaknya, Idham, Iromy dan Inang,
keluarga Noorsaid, tentu. Dan pakai bendera The Kids Brother, saat dua kakak perempuannya, Lidya dan Imaniar, mulai
mencoba bersolo karir dan memisahkan dari band keluarganya.
Band keluarga itu, sempat dijalankan terus, dengan nama “baru”
lainnya, The Big Kids. Intinya
tetaplah putra-putra dari Said Kelana. Mereka sempat bermain secara reguler di
beberapa kafe di Jakarta, dengan didukung musisi lain.Termasuk juga,
menyertakan vokalis lain. Karena baik Lidya maupun Imaniar, makin sibuk dengan
proyek musik masing-masing, termasuk sempat membuat proyek duo.
Begitulah masa kecil dari Irwan Noorsaid atau lebih dikenal sebagai Iwang Noorsaid. Si bungsu, suka dibilang "anak paling ajaib", yang kini melesat menjadi kibordis
sekaligus aranjer dan produser. Namanya segera melangit, ketika ia ikut
membentuk Emerald Band. Kwartetnya
bersama Roedyanto (bass), Morgan Sigarlaki (gitar) dan Inang Noorsaid (drums) menjadi kampuin
pada ajang bergengsi, Light Music
Contest 1986.
Apalagi setelah Emerald, dengan drummer Cendi Luntungan menggantikan Inang,
kembali mengikuti LMC 1988 yang berganti nama menjadi, Band Explosion. Grup ini menjadi nomer wahid tingkat nasional
dengan gelar Best Players untuk drums
dan keyboard. Lalu maju ke tingkat Asia Ocenia, menjadi juara lagi dengan gelar
Best Players untuk bass dan kibor.
Masuk ke tingkat dunia, digelar di Tokyo, Jepang pada
1989. Emerald meraih Silver Grand Prize
atau juara III dengan merenggut juga Best Players untuk Iwang dan Cendi. Sebuah
pencapaian maksimal dan membanggakan tentu. Dan saat itulah, Iwang makin
diperhitungkan sebagai salah satu kibordis muda potensial.
Emerald lantas masuk dapur rekaman, dengan. Dan
album-album mereka, terbilang lumayan bagus dalam peredarannya. Terutama album
kedua, Karapan Sapi, album dimana almarhum Ricky Johanes mulai terlibat.
Album tersebut terjual lebih dari 100.000 keping kaset.
Sebagai catatan saja, pada debut album Cemas, dirilis 1988, Emerald mengajak
serta beberapa nama sebagai penyanyi tamu.Yaitu, Utha Likumahuwa, Jen Retno
Aryani serta new comer, Diah Prawita. Diah ini adalah teman
satu SMA dengan Iwang.
Akhir 1980-an, Iwang sempat pula diajak mendukung
kelompok Dimensi. Ia bermain bersama
Donny Suhendra, Yuke Sumeru, Rudy Subekti.
Dengan vokalisnya, Amiroez. Dimensi
pernah merilis single, ‘Pasti’, karya Donny
& Prass. Masuk di album produksi Team Records, 10 Bintang Nusantara.
Beberapa tahun kemudian, ia juga sempat memperkuat
formasi Funk Section, setelah
meninggalnya Christ Kayhatu. Ia juga sempat membentuk trio KITA, bersama Inang Noorsaid dan Yuke Sumeru, pada awal 1990-an. Trio
ini sempat meramaikan Jakjazz di Ancol, di tahun 1991.
KITA ini lantas menjadi band, dengan perubahan formasi.
Dimana Cendi Luntungan menggantikan Inang. Bintang
Indrianto masuk menggantkan Yuke Sumeru. Serta didukung gitaris, kakak
iparnya Iwang sendiri, Yongki Ramelan.
Grup ini sempat memperoleh kesempatan tampil di North Sea Jazz Festival, Den
Haag, Belanda. Sepulang dari Belanda, Kita juga membuat mini album, diedarkan secara indie.
Eh iya, asal tau aja ya, Iwang juga pernah merilis solo
album. Diedarkan di 1993, oleh Granada Records. Dalam album bertitel Sekilas itu, Iwang abis-abisan bermain
keyboard dan synthesizer serta...menyanyi! Walau, vokalis utama di album itu
sebenarnya, Hari “Babe” Pramuryadi.
Saat ini, Iwang makin “menjadi-jadi”. Ia bahkan kerapkali
wara-wiri ke negeri jiran. Ia juga menangani rekaman-rekaman artis penyanyi dan
grup band Malaysia. Hal itu, sudah
dilakukannya sejak beberapa tahun silam. Ia bahkan pernah beberapa waktu
tinggal di Kuala Lumpur, nyaris pindah rumah, begitu katanya.
Sementara itu, kalau di
sini, ia selain tetap menangani rekaman banyak penyanyi, juga terlibat dalam
berbagai proyek musik. Antara lain, mendukung pentas Iwan Fals. Serta juga ikut dalam proyek musik bersama Iwan Fals dan
Gilang Ramadhan.
Dengan Iwan Fals, Iwang sebenarnya telah memulai
kerjasamanya dalam album Hijau,
sekitar 1993. Dalam album itu, ikut mendukung para musisi antara lain Cok Rampal, Gilang Ramadhan, Heirry Buchaeri, Jerry Soedianto, Bagoes AA,
Arie Ayunir dan Jalu Pratidina.
Oh ya, ada beberapa kelompok musik lain yang sempat
dibentuknya. Misal di akhir 1990-an ada Kalahari.
Kemudian di pertengahan 2000-an, ia mendirikan Story Teller bersama kibordis lain, Krisna Siregar. Grup ini didukung pula oleh Inang Noorsiad serta
bassis, Donny Sundjoyo.
Sejak lima
tahun-an silam, ia bersama Roedyanto
dan Morgan, kembali “menghidupkan” kelompok Emerald. Dengan nama baru, Emerald-BEX. Kelompok ini muncul lagi,
namun mencoba untuk memainkan hanya lagu-lagu instrumental, tidak lagi
melibatkan vokalis. Mereka menyodorkan konsep fusion beraroma 80-an tapi dengan
sentuhan sound masa kini, dan memilih
lagu-lagu yang relatif penuh semangat dan dinamis.
Dan konsep itu, menempatkan Iwang sebagai salah satu
figur penting. Terutama dalam hal menghasilkan karya lagu. Baik Roedy dan
Morgan menyadari betul akan kemampuan “adik” mereka satu itu. Yoih, beneran bingits. Iwang itu anggota
termuda Emerald BEX. Lihat aja ya, waktu Emerald di 1986, Iwang itu masih SMU
lho! Yoih, Iwang lahir di Jakarta, 26 Juli 1967.
Oh jadinya, Iwang paling muda? Bentar yeee, kalau gitu di
1986 itu, Morgan dan Roedy pastinya udah lulus SMA dong? Sudah lulus kuliah
kali ya? Kalau misalnya, ternyata Morgan dan Roedy waktu itu sudah menjadi guru
SMA? Misal lho, misalnya ya....
Ga lah! Udah ah terlalu jauh jadinya. Soal seberapa
banyaknya umur kan, biarlah hanya KTP mereka dan istri mereka masing-masinglah
yang tahu. Sepakat ya? Eh Sepakat itu dulu nama salah satu rumah makan Padang
ngetop juga di kawasan pasar Blok M. Memang Emerald senang makan masakan
Padang?
Ok soal Emerald-BEX. Sampai saat ini mereka masih lanjut
terus. Tak terlalu lancar, maklum para personilnya sibuk semua, dengan proyek
musik mereka masing-masing. Oh iya, Emerald BEX juga didukung drummer muda, Yandi Andaputra sih. Bukan lagi Iwang
yang termuda jadinya.
Iya gitulah, termasuk Iwang yang kesibukannya lumayan
menggunung. Belum lama ini ia baru menuntaskan proyek rekaman dari kelompok
vokal 90-an yang melakukan reuni, lalu lanjut masuk rekaman, Lingua. Dimana dalam musik untuk
kelompok vokal itu, Iwang menggaet juga harpist jelita, Maya Hasan.
Lingua itu, di bulan kemarin sudah merilis single, yang langsung dirilis dengan
klipnya. Sementara albumnya sendiri, menurut Iwang, rencananya akan diedarkan
pada sekitar September 2016 ini.
Selain itu, Iwang juga punya trio lain. Dengan bassis,
Zulkarnaen Joel dan Inang Noorsaid, abangnya sendiri. Selain proyek-proyek
musik “lepasan” lain. Eh iya kabarnya sih, trionya itu juga sudah masuk studio
rekaman. Tapi tersendat, harus tunggu jadwal kosong juragannya. Sape
juragannye? Ya, Waing eh Iwang itu....
Beberapa bulan silam, ga ada kabar apapun sebelumnya. Tak
ada tertiup gosip apaan gitu. Tau-taunya lihat di social media, eala Iwang sudah melancong sampai Eropa! Ia bahkan
tampil melakukan resital piano solo di sana. Ya ampuuuuuunnnn.... Sibuknyo.
Jadi inget juga, dulu tuh ya, jaman Emerald. Iwang ini
“kecil” lah. Yoih kan dia paling muda? Paling bandel tapinya. Gimana ga
bandelnya, hahahaha....semua orang dipanggilnya nama doang! Kagak peduli, musisi senior kek, udah tua-an kek. Atau
sampai musisi yang kayaknya pantesnya itu temen bapaknya.
Soal itu, untungnya tak terlalu dipermasalahkan para
musisi, atawa penyanyi. Mereka tetap respect.
Karena Iwang sebenarnya ya hormat dengan para senior, cuma emang gimana ya,
usil aje die memilih manggil nama
doang, zonder pakai embel-embel,
“kak”, “mas”, “oom” atau “tante”! Hihihihi... Iya kayak dikasih kerjaan gitu,
ya Iwang cukup bertanggung jawab. Beres-beres aja....
Orangnya dari dulu asyik. Saya ngeliatnya dia rada hyper-active kalau di musik. Ga bisa diem. Pikirannya itu seringkali pasti
larinya ke musik, saat ia lagi nongkrong atau kongkow-kongkow. Kepalanya
kayaknya penuh sama musik, tapi kelihatannya ya penuh tapi ga pernah sampai
kepenuhan! Apaan resepnya,’wang?
Doski juga pernah lumayan iseng. Ini “keisengan”nya yang
lain. Tetiba bisa request setumpuk keyboard en synthesizers. Doi kepengen
main, dikelilingin perangkat tempurnya nan lengkap. Bisa ada 6 sampai 7 set
lho! Aje gile!
Apalagi kalau urusan kerjasama dengan Donny Hardono dan DSS-nya.Iwang yang paham betul bahwa DSS punya segudang peralatan
kibor dan synthesizer itu, ya bisa “semena-mena” mintanya. Dan DSS
senang-senang saja memenuhinya. Pernah kejadian begitu, pada beberapa konser,
terutama penampilannya dengan Emerald-BEX.
Uniknya nih, satu ketika, ini terjadi di Medan. Pas acara
saya, North Sumatra Jazz Festival
pertama kali di 2011. Ternyata repot betul kalau semua permintaan Iwang
diturutin. Berat diongkos bagasinya. Saat itu kebetulan DSS juga support backlines yang penting-penting,
terutama keyboard dan synthesizer. Maklumlah, ada Iwang dengan Emerald-BEX dan Yovie Widianto yang main dengan kelompok
fusion nya.
Dan Iwang, bisa tampil, teteup terhitung maksimal. Yaaa...Iwang bangetlah, hanya dengan 4
keyboard dan synthesizer. Lalu ke Solo di Solo
City Jazz, eh kebetulan juga acara saya. Iwang kembali tampil “terbatas”.
Di Solo, ya ga bisa minta macem-macem,
ga ada yang nyediain. Jadi dia main hanya dengan 1 keyboard sebagai electric
pianonya dan 1 synthesizer. Aman aja siiiih....
Di Medan, saya undang lagi main di festival sama, 2 tahun
kemudian. Iwang membawa sendiri satu keyboardnya, dia baru beli. Ia minta kalau
boleh ditambah satu unit lagi, dari supplier di Medan. Ia tampil berkolaborasi
dengan Erucakra Mahameru dan Dion Idol waktu itu. Tuh, asyik asyik
aje...No problemo. Malah kali ini eh,
dia bisa mainin hanya kyboard bawannya sendiri itu!
Jadinya, diturutin “ke-gokil-an”nya ya bagus banget sih.
Tapi kalaupun ternyata ga bisa, bukan masalah juga. Ga berarti mainnya Iwang
jadi ga asyik. Saya pikir sih, Iwang itu mampu menaklukkan peralatan tempur
papan-papan kunci sesuai keinginannya. Menaklukkannya dengan sangat baik. Jadi
tak tergantung, harus banyak dan lengkap.
Memang kalau lengkap, dimana ia kayak dikelilingin
“pagar” papan-papan kunci itu, ia terlihat lebih atraktif. Namun dengan
peralatan “minimal”, bukan berarti ia tak jadi atraktif.
Kelebihannya dia itu kan, jari-jari kanan dan kirinya
semua “hidup” banget. Powernya rata,
kesepuluh jarinya, bisa melakukan running
dengan sama baiknya. Itu bukti, ia pemain piano dan kibor yang lengkap. Catatan
saya mah, ga banyak kibordis di sini, yang kesepuluh jarinya dari kedua
tangannya, bisa keduanya sama-sama hidup, dengan “merata”, kayak Iwang.
Eits, mudah-mudahan doski ga “melayang-layang tinggi
banget” baca pujian saya ini. Hahahaha. Teteup low profile ya, ‘wang. Itu kan juga kelebihanmu. Bisa masuk
kemana-mana, diterima dimana-mana. Di semua aliran musik.
Lha iya, Iwang, bersama Inang abangnya, sempat juga
sesaat ditarik masuk formasi God Bless
segala! Belum lagi, ia juga menangani musik konser untuk tema world musik
sampai musik klasik! Alamak!
Semua aliran musik, bahkan sampai gospel. Saya ingat nih,
intermezzo, di akhir 1980-an dia pernah menjadi arranger alias producer
album Jazz in Sunday yang featuring Embong Rahardjo. Itu album gospel, semua lagu yang dimainkan secara
instrumental, adalah lagu-lagu rohani Kristiani. Ia menangani musiknya dengan
sangat baik.
Di seputaran tahun itu, Iwang memang mulai mendapatkan
job sebagai arranger atau produser untuk berbagai album rekaman maupun single.
Ia sempat menangani musik untuk
Lalu apalagi nih, yang dikerjakan seorang Iwang Noorsaid?
Masih segudang kayaknya sih. Ia juga masih “berhutang” jadwal untuk melakukan
tur kecil di AS. Belum lagi berbagai proyek musik dan album rekaman.
Selain iu juga musik untuk film. Saat ini, dia lagi
mengerjakan musik untuk film yang berjudu 8
Hari dan film Gunung Kawi. Oh
ya, tahun kemarin, Iwang juga menggarap musik untuk film sejarah, Jendral Soedirman.
Kapan tidurnya, bro? Jangan keasyikan kerja, jaga
baik-baik dengan tekanan darahmu. Soalnya,
tiga-empat tahun belakangan ini, Iwang suka terganggu aja kesehatannya. Mungkin
gegara, selalu begadangan kali? Dia
kayaknya emang juga manusia “jam kecil”. Baru bisa merem, beberapa jam setelah
lewat tengah malam.... Oh!/ *
No comments:
Post a Comment