Rock
scene di sini, memang terasa ramai. Suasananya sehat.
Itu sudah pernah saya tulis kan? Kegiatan atawa aktifitasnya terbilang hidup.
Sel sel kecil bergerak, menjadi wadah bagi pemunculan grup-grup rock. Memicu
lahirnya grup-grup baru dan sekaligus, memberi semangat grup-grup “yang lebih
duluan lagir” untuk tetap terus semangat, aktif berkarya.
Step-by-step
nya jelas. Dari acara reguler Rock, yang seminggu atau dua minggu sekali. Ada
juga yang sebulan sekali. Lalu lanjut ke rock festival, yang digelar di
beberapa kota. Penggemarnya selalu mendapat piihan ruang untuk menonton dan
menikmati.
Seperti
yang telah saya kemukakan pada tulisan sebelum ini, masalah timbul karena pada
tahapan “terawal”, yaitu di lingkungan cafe
or clubs, baru sampai pada pencapaian ada event dulu.
Pihak
cafe atau clubs senang mendapat event,
apalagi reguler tetap. Tempatnya kan jadi ga kosong? Tapi mereka terkesan malas
memperbaiki fasilitas sound, apalagi lighting.
Yang
terjadi, ya begitu deh. Dimana-mana kan sama. Sound di bawah standar, yang penting bisa ngebunyiin musik dari
setiap band yang tampil. Tata lampu, cukup yang penting panggungnya ga gelap
saja. Kalau gelap kan, emang disko ajeb-ajeb,
tanpa tata lampu, yang penting musik terasa ngegedor dada!
Bagusnya
sih ya, ada perbaikanlah. Di sisi sound dan lighting itu. Tak harus mahal kok.
Terutama lampu-lampu panggungnya. Kan yang penting penemapatannya,
spotting-nya. Maksudnya, yang jelas, harus pahami konsep penempatan lampu itu.
Biar efektif, buat “menghidupkan” panggung.
Itu
dia, lighting jangan hanya dipasang biar panggung ga gelap. Tata lampu perlu
coy,biar panggung terasa lebih “hidup”. Bikin penonton lebih semangat merespon
penampilan grup-grup yang di atas panggung. Yoih dong, lebih hidup.
Apalagi
dengan tata suara yang mendekati “clear
enough”. Jadi enak dilihat mata, sedap didengerin. Sound enak, kayaknya ga
bikin orang jadi kuping berdengung-dengung, terutama waktu sudah di rumah. Iya
ga sih? Terlalu pekak, susah banget untuk ngobrol. Ngobrol ga bisa, nonton
sebenarnya kurang nikmat. Ya, gimana dong?
Psikologisnya
sih begitu. Panggung tetap dipersiapkan, artinya ditata dengan sebaik-baiknya.
Boleh kok, jangan sampai lupakan efisiensi dan efektifitas. Bukan dikejar
bentuk yang wah, tapi “bikin enak penonton”lah. Wah? Seberapa wah sih? Kayak
apa juga yang wah itu.
Lampu
misalnya, apa ukuran wah nya,model tontonan konser di layar kaca itu? Lampu
banyak, trang benderang? Ya ga juga gitu sih. Lagipula, konsep tata lampu yang
baik, bukan bikin stage jadi terang benderang belaka kok. Sisi artistiknya yang
harus diperhatiin seksama.
Perlu
perbaikan ya, pelan tapi pasti soal produksi, di acara-acara reguler begituan.
Selanjutnya, gini nih. Saya pribadi melihat, sebetulnya skena rock di sini, masih
ada kurangnya.
Yaitu
setelah acara-acara di lingkungan kafe, yang berbentuk reguler itu. Harusnya
perlu acara lain, semacam peningkatan kemudian. Dari perjalanan sebuah grup
band atau artis penyanyi atau musisi. Peningkatannya seperti apa? Tampil dalam
acara lebih apresiatif sifatnya.
Detilnya
gini, tampil dengan persiapan lebih detil pada sisi produksi. Ya sound disiapin
beneran, begitupun halnya dengan lighting. Suasananyapun bukan sekedar
rame-rame. Apa ya, tak berhenti di suasana hiruk pikuk, seneng-seneng,partying.
Beberapa band,kumpul-kumpul, bergaul. Itu kan suasana acara reguler?
Perlu,
step berikutnya. Ya yang saya bilang di atas, sebuah acara show berbentuk lebih
ke konser. Tak apa di lingkungan kafe atau clubs. Tapi ada baiknya, bukan cafe
kecil, yang “sangat terbatas” tempatnya. Apalagi panggungnya misalnya, kelewat
sempit.
Jadinya,
yang ditawarkan nanti, lebih gimana mengapresiasi. Sodorannya jadi lebih detil.
Penonton akan disuguhi semacam apa ya, nu expereince in enjoying (rock) music. More
than partying, but more excitement.
Ngerti
ga ya? Pengalaman lain, pengalaman tahapberikut, dalam menikmati suguhan musik.
Bukan semata-mata seru-seruan, bisa teriak-teriak, goyang. Tapi lebih pada “mendekati
sempurna” dalam menikmati musik. Catet nih, menikmati musik dari grup-grup
idolanya.
Ini
tantangan ga gampang juga buat grup-grup rock. Macem-macem yang harus
dipertimbangkan masak-masak. Siap ga, main dengan lebih “sempurna” dalam sisi
produksinya itu? Pede kah, untuk bermain “lebih serius”?
Urusannya
emang pada keyakinan diri sih kayaknya. Yakin ga, untuk mencoba juga pengalaman
ini? Pas, ya dong bukan penontonnya doang yang ditawarin pengalaman “baru”.
Bahkan grup atau artis penyanyinya juga, ditantang tuh.
Tantangan
itu, ya terletak pada skill mereka, kemampuan
musikalitasnya. Juga pada showmanship-nya.
Tambah satu lagi, ini malah lebih penting lagi, berani ga keluar dari comfort-zone mereka? Maksudnya apa?
Gini
nih, ya pede. Iya dong harus pede atawa yakinlah. Pede ga, tampil bukan di
acara yang kayaknya “lebih nyaman” untuk mereka. Tampil bukan di tempat atau
venue, yang “biasa”? Dan, berani ga, tampil dan sebelumnya berani mengemas
tontonan penampilan yang berbeda, biar penonton tetap banyak. Biar fansnya juga
pada datang?
Kalau
saya bilang sih, menyangkut zona nyaman di atas. Tantangan “terserius” adalah,
bagaimana bisa meraih atensi publik. Publik lebih luas, bukan semata-mata fans
mereka. Kenapa? Biar penggemar mereka kan lebih besar. Membesar, jadi lebih
banyak lagi. Lebih kemana-mana....
Persoalan
mendasarnya adalah, tak semua grup band memang siap untuk tampil dalam “tahapan
selanjutnya” itu. Maaf ya, ga semua. Maksudnya, belum banyak grup yang punya
potensi untuk tampil seperti itu. Termasuk, yang berani “rada nekad”
menyongsong tantangan.
Bukan
soal pribadi atawa mental. Tentunya ya, terpenting, grup bandnya sendiri,
musiknya, performance mereka. Sudah layakkah? Soalnya,kemampuan menjaring
penonton, lantas membuat penonton yang datang enjoy dan puas sepenuhnya. Bagusnya, tontonan begituan, pakai tiket
masuk. Bilang saja deh, first drink charge. Jangan gratisan.
Tidak melulu
gratis, juga sebuah pendidikan atau pengajaran bagi publik, untuk bagaimana
memberi apresiasi kepada para grup band,musisi dan penyanyi. Bagaimana
menghargai “perjuangan” para musisi tersebut selama ini. Sejauh memang grup
tersebut pantas ditonton dengan membayar, kenapa tidak?
Datang
menontonnya kan, karena disuruh-suruh, dipaksa, atau datang karena teman yang
main. Atau karena memang suka banget dengan penampilan musik dari grup
tersebut? Lepas dari soal, kenal atau tidak, temenan atau bukan ya. Wuih,
tantangan juga ya?
Ntu die pek.
Emang asli, keluar dari zona nyaman dah. Tapi lebih pada meracik dan
mempersiapkan penampilan berbeda, yang punya “kelas tersendiri”. Bisa dan
berani tampil, karena juga memang mampu. Dan, inget aje, ga banyak yang mampu
begitu. Tontonan spesial dong? Ya iya, spesial, pake atau tanpa telor bebek
sekalipun!
Saya
“iseng-iseng berhadiah” aja menulis soal ini. Pemicunya adalah, satu malam
beberapa waktu lalu, saya bertemu dan ngobrol kesana kemari. Dengan teman-teman
lama, EMIL dan Ariyo Wahab. Lalu Kadri
Mohammad. Ditemani Adwin Wahab
dan Mila Wahab. Belakangan muncul
juga Phil Khayalan.
Udah
tau dong ah, EMIL dan Ariyo Wahab siapa? Keduanya kini lagi semangat-semangat
be’eng untuk kumpul lagi dengan grup mereka, State of Groove (SoG). SoG itu grup asyik, yang pernah lumayan
ngegoyang di akhir 1990-an. Albumnya Bebas,
adalah album perdana, yang sayangnya juga album rekaman satu-satunya mereka.
SoG
itu unik jack. Isinya adalah para musisi dari berbagai warna musik, maksudnya
ya mereka punya selera berbeda masing-masing. Tapi bisa ngeband bareng.
Bayangin, musisi yang senengnya dengan funk, soul, RnB, metal, hard rock, bisa
bersekutu dan sepakat main bersama? Kayak apa tuh?
Itu
dia SoG. Itu dia keunikan mereka. Mana lagi, catatan penting lain, mereka
masing-masing punya kwalitas lumayan mumpuni. Ariyo dengan aura bintangnya,
yoih bintang rock! EMIL itu ide pemikiran dan semangatnya, terbilang gokil,
main gitarnya juga bagus. Tomo pada
drums juga spesifik. Pada bass, ada Djoko
Sirat yang eh disegenin banyak bassis di sini sejak dulu itu.
Ada
juga gitaris lain, Chiko Jericho eh bukan, maksudnya Chiko Guitarkid. Ah, Chiko aja deh. Dia jam terbang lumayan tinggi
sekarang ini, main di banyak musik. Dulu itu, waktu SoG awal, dia banyak
menghadirkan warna rock, blues sedikit jazz. Juga menyusupkan aroma pop.
Komplitlah.
Musik
SoG itu rock, tak begiu memekakkan telinga. Bukan teriak-teriak saja. Tapi juga
mengajak bergoyang. Bikin penonton itu bisa ga nyaman kalau nonton mereka,
hanya duduk manis. Berdiri dan goyang! Let’s
stand up and...be happy....
Ok
lalu, Adwin Wahab dan Mila Wahab. Adwin, abangnya Ariyo. Sekarang Awin
dipercaya sepenuhnya oleh EMIL sebagai orang kepercayaan nomer wahidnya,
sebagai managing dierector. Adwin bisa dibilang, tangan kanan penting EMIL.
Tangan kirinya siapa? Hush, itu ga pentinglah.
Adwin
yang menghandle langsung grup-grup band EMIL, ya tentunya termasuk SoG. Slain
Daddy’s Day Out. Dan grup-grup serta artis dan musisi lain,yang ada dibawah
naungan label baru, Daddy’s Records.
Mila,
nah ini istri dari Ariyo. Ia juga adalah backing vokal utama dari SoG, sejak
awal dulu. O ya, SoG ini mulai jalan sekitar 1997-1998. Album mereka dirilis
tahun 1999. So, kelihatan kan, SoG ini serius. Malah dua-rius.
Kemudian
Kadri Mohamad. Sapa tak kenal dia,
Kadri rocker yang lawyer....
Hahahahaha. Nyanyiin kayak lagu, Si Boy nya Ikang Fawzy deh.Ya, rasanya sosok
Kadri cukup dikenal luas sebagai rocker, executive producer sejak
jaman....Makara Band.
Kadri
itu punya grup band sekarang, The
KadriJimmo. Menonjolkan duet penyanyi,ya Kadri dan Jimmo. Jimmo pernah
terliat dalam rekaman beberapa single, yang cukup jadi hits dengan Melly
Goeslaw.
Isinya
The KadriJimmo juga nama-nama lumayan berpengalaman dan dikenal luas para
musisi. Popo Fauza, di kibor. Noldy Benyamin, gitaris “seribu band”
(jangan sejuta, kebanyakan! Dia ga punya waktunya...). Bassisnya adalah bassis
muda, Soebroto Harry Prasetyo, yang
dikenal dengan grupnya yang lain, Van Java dan JBF.
Sementara
drummer adalah Hayunaji. Drummer dari Melly Goeslaw, juga Pause. Selain
juga drummer dari kelompok prog-rock yang dikenal dunia internasional, Discus. Drummer
ganteng, mantan pacar bintang ternama...eh eh. Hush, udahlah!
Asyik
kan lihatnya? Amati aja, gimana potensi kedua band ini. Nama-nama bagus,
pengalaman panjang, kemampuan okeh punyah! Eh tapi kok bisa-bisanya ketemuan
kemarin tuh. Emang ada rencana manggung bareng?
Ketemuan
tak sengaja sih. Sama-sama kebetulan lagi kosong, bisa ketemuan. Ya go ahead.
See you there. Ok bro, Otewe. Yup bro, lima belas menit lagi, kejebak macet. Ok
bro, gw makan dulu kalau gitu.... And, kita bisa ketemuanlah.
Saya
tertarik saja dengan kedua pentolan grupnya masing-masing. Dalam hal ini adalah
EMIL dan Kadri. Well, mereka memang teman-teman baik saya juga kan?
EMIL
itu intuisi bisnis (musiknya) khas dan spesifik. Ia semangatnya juga segudang.
Ide-idenya well, one step ahead dan
mampu memenejnya dengan relatif baik. Ia tetiba bermaksud membangun label recording sendiri, dilengkapi
dengan website sebagai portal yang
lengkap. Didukung orang-orang terpilih yang punya semangat sama, dan ide-ide
juga sama-sama “maju ke depan”.
Kadri,
lawyer yang musisi bray. Oho, ini juga ga kalah uniknya. Dia bisa jadi satu
dari sedikit musisi, yang sangat aktif di media sosial. Ia buka akun di semua
situs media sosial, aktif memainkan atau menjalankannya sendiri! Padahal kan
dia juga lawyer, itu die bisa-bisanya aktif berkicauan di path, instagram,
youtube sampai facebook and twitter.
Grupnya,
The KadriJimmo. Sebelumnya bernama KadriJimmo and The Prinze (KJP). KJP punya
album juga, dirilis sebelum 2010. Musiknya berubah, makanya lantas ganti nama.
Eh iya, ganti personilnya juga sih. Ia mengkonsep musiknya, bersama para
musisinya, termasuk membuat lagu dan memilih-milih lagu.
Pokoke,
keduanya nih punya “kegilaan”nya sendiri deh. Kadri, gimana kagak gokil? Touring keliling radio di Bandung. Malah
sampai keliling Jawa Tengah segala. Bermobil. Sama saya tentunya. Saya memang
kebetulan, yang memenej perjalanan promo tour radio TKJ itu. Menyambangi 5
radio di Bandung, lalu ke radio-radio di Jogja, Solo, Purwokerto sampai
Cirebon!
Saya
kontak dan mengkoordinir radio-radio, menyiapkan jadwal selengkapnya, melakukan
pendekatan ke radio-radio. Kasih jadwal itu ke Kadri, mau ga elo jalanin ini?
Doi setuju! Ke Jawa Tengah, hayiuk aja. Maka, bermobillah kita. Tamasya juga
jadinya. Hehehehe. Pengalaman saya jadi pembalap rally di tahun doeloe, lumayan
bermanfaat sih. Eh, Rally becak maksudnya. Masak Rally Paris-Dakkar?
EMIL
juga? Udah jalan kemana aja? Belum dong. Kan SoG belum rekaman. Daddy’s Day Out
udah rekaman sih, tapi yang disebar-sebarin itu baru album format khusus, album
promosi dulu. Akan jalan promo tour juga? Ya bisa jadi. Tapi kan, ga harus
dengan saya juga dong?
SoG
dan TKJ. Keduanya tuh band rock, itu pasti. Tapi sama-sama bukan metal. Tak
terlalu bising dan meraung-raung, ngegrowl,
teriak-teriak. Mereka “kebetulan” sama-sama arah musiknya tidak ke situ.
Artinya, ini buat saya sih, keduanya itu ada kesamaan.
Sama,
jadi cocok? Cocok buat apaan? Ya buat manggung barenglah. Keduanya kan
tergambar kan ya, keliatannya ideal kalau bersatu panggung. Begitu ga sih?
Eits, belum tentu! Ya dong, belum tentu begitu. Kudu dipertimbangkan
masak-masak, oleh kedua belah pihaklah.
Tantangan
berat. Berat bener. Berani keluar dari zona nyaman? Namun, “tawaran”
menghasilkan sesuatu. Anggap aja, menghasilkan catatan positif. Teristimewa
dalam soal konsep show. Menjadi semacam pemicu. Menjadi kayak inspirator.
Sampai
saat tulisan ini dibuat, belum ada lagi follow
up konkrit soal itu. Venue juga masih dipertimbangkan. Susah jack, cari venue yang ideal. Jangan yang
terlalu kecil sumpek. Jangan terlalu gede juga, emang bisa mengundang orang
banyak datang?
Tapi
itu dia, mereka dari obrolan iseng-iseng kemarin, menyadari bahwa dibutuhkan
strategi khusus,soal promosi. Promosi untuk mengundang publik datang. Publik
lho, bukan hanya fansnya saja. Baik Kadri maupun EMIL, juga Ariyo, serius betul
menimbang-nimbang soal itu.
Tapi
ini lantas hanya ide kecil saja. Pertemuan jadi melahirkan ide. Kalau buat
saya, ide beginian pantas dong di share
ke publik. Tentu saja, belum tentu kok bisa kejadian konser bareng SoJ meet TKJ
itu. Kalaupun dianggap seru dan pengen dicoba, pasti tak akan terburu-buru. Mungkin
sih pastinya, setelah Lebaran deh. Tapi sekali lagi, banyak hal perlu
dipersiapkan. Ini bikin konser soalnya! Bukan gig biasa.
Saya
melempar ide, soal sajian konser di kafe begitu, karena jarang ada selama ini.
Bagaimana dengan konser-konser tertentu dari grup-grup atau artis penyanyi yang
sudah punya nama. Kan ya sudah banyak juga, yang bikin konser di kafe-kafe?
Iya
betul. Tapi perhatiin deh, ga banyak yang perhatiin detil, soal sound atau
lightingnya. Konsepnya pada akhirnya, hanya “sebatas” show. Bukan konser
lengkap. Konser di kafe, unsur apresiasi lebih dikedepankan. Walau bukan
berarti serius banget. Karena unsur happy-happy,
atau partying nya juga penting.
Soalnya, kan di kafe coy....
Seneng-seneng,
boleh buka 1-2 botol atau lebih. Gembira. Menghibur hati. Tapi hiburannya itu
memuaskan, menyenangkan hati, mata dan telinga. Minum beberapa gelas, atau
botol, bisa jadi tinggi dong. Tapi dari “ketinggian” tetap bisa mengalami
pengalaman yang “sempurna”.
Jadinya,
pulangnya memang bisa puas gitu lho. Puas bukan karena sudah seneng-seneng
bergaul, ketemu teman-teman, ketawa-tiwi. Mungkin jadi tinggi, sampai hilang
henpon misalnya. Astaga! Tapi ya nyaman sebenarya, berpotensi tidur bisa pulas.
Bangun pagi, bisa segarrrr. Karena musiknya asyik dan .... “lengkap banget”!
Besok-besok,
bisa saja terjadi, nongol deh fans-fans baru ya. Yang akif menggoda, main lagi
dong, ayo tampil lagi dong kayak kemarin itu. Hacepppp nya sempurna, bro. Ditunggu bangets albumnya yaaaa....
Yaaaa, gitu deh sisi positifnya.
Nah
jadi, begitulah. Tak harus hanya TKJ meet SoG. Ada beberapa grup band, yang saya
mengapresiasi dan menyukainya, sama deh kayak ke SoG dan TKJ gitu. Saya respek
dan melihat, mereka juga punya kemampuan serupa tuh. Pasti asyik, kalau
dimainin model konser yang lengkap.
Sekali
lagi, memang tak banyak sebenarnya grup yang punya “modal” musik, musisi dan
konsep kayak SoG dan TKJ. Pada tahun-tahun sekarang ini ya. Kalau berani dan
pede sih, monggo dicoba deh. Penonton atau audience
rock kita itu, perlu dong diberi tawaran tontonan lebih seru dan berbeda? Bukan
haya sebatas, yang penting...main. Kenapa tidak?
Cukup
dulu share saya kali ini. Selamat
malam. Dan mari terus dukung Musik Indonesia kita..... /*
No comments:
Post a Comment