Wednesday, May 11, 2016

Tentang Rock di Clubs atau Kafe, Yang Beda. Tantangan Nih...


Rock scene di sini, memang terasa ramai. Suasananya sehat. Itu sudah pernah saya tulis kan? Kegiatan atawa aktifitasnya terbilang hidup. Sel sel kecil bergerak, menjadi wadah bagi pemunculan grup-grup rock. Memicu lahirnya grup-grup baru dan sekaligus, memberi semangat grup-grup “yang lebih duluan lagir” untuk tetap terus semangat, aktif berkarya.
Step-by-step nya jelas. Dari acara reguler Rock, yang seminggu atau dua minggu sekali. Ada juga yang sebulan sekali. Lalu lanjut ke rock festival, yang digelar di beberapa kota. Penggemarnya selalu mendapat piihan ruang untuk menonton dan menikmati.
Seperti yang telah saya kemukakan pada tulisan sebelum ini, masalah timbul karena pada tahapan “terawal”, yaitu di lingkungan cafe or clubs, baru sampai pada pencapaian ada event dulu.
Pihak cafe atau clubs senang mendapat event, apalagi reguler tetap. Tempatnya kan jadi ga kosong? Tapi mereka terkesan malas memperbaiki fasilitas sound, apalagi lighting.
Yang terjadi, ya begitu deh. Dimana-mana kan sama. Sound di bawah standar, yang penting bisa ngebunyiin musik dari setiap band yang tampil. Tata lampu, cukup yang penting panggungnya ga gelap saja. Kalau gelap kan, emang disko ajeb-ajeb, tanpa tata lampu, yang penting musik terasa ngegedor dada!

Bagusnya sih ya, ada perbaikanlah. Di sisi sound dan lighting itu. Tak harus mahal kok. Terutama lampu-lampu panggungnya. Kan yang penting penemapatannya, spotting-nya. Maksudnya, yang jelas, harus pahami konsep penempatan lampu itu. Biar efektif, buat “menghidupkan” panggung.
Itu dia, lighting jangan hanya dipasang biar panggung ga gelap. Tata lampu perlu coy,biar panggung terasa lebih “hidup”. Bikin penonton lebih semangat merespon penampilan grup-grup yang di atas panggung. Yoih dong, lebih hidup.
Apalagi dengan tata suara yang mendekati “clear enough”. Jadi enak dilihat mata, sedap didengerin. Sound enak, kayaknya ga bikin orang jadi kuping berdengung-dengung, terutama waktu sudah di rumah. Iya ga sih? Terlalu pekak, susah banget untuk ngobrol. Ngobrol ga bisa, nonton sebenarnya kurang nikmat. Ya, gimana dong?
Psikologisnya sih begitu. Panggung tetap dipersiapkan, artinya ditata dengan sebaik-baiknya. Boleh kok, jangan sampai lupakan efisiensi dan efektifitas. Bukan dikejar bentuk yang wah, tapi “bikin enak penonton”lah. Wah? Seberapa wah sih? Kayak apa juga yang wah itu.
Lampu misalnya, apa ukuran wah nya,model tontonan konser di layar kaca itu? Lampu banyak, trang benderang? Ya ga juga gitu sih. Lagipula, konsep tata lampu yang baik, bukan bikin stage jadi terang benderang belaka kok. Sisi artistiknya yang harus diperhatiin seksama.

Perlu perbaikan ya, pelan tapi pasti soal produksi, di acara-acara reguler begituan. Selanjutnya, gini nih. Saya pribadi melihat, sebetulnya skena rock di sini, masih ada kurangnya.
Yaitu setelah acara-acara di lingkungan kafe, yang berbentuk reguler itu. Harusnya perlu acara lain, semacam peningkatan kemudian. Dari perjalanan sebuah grup band atau artis penyanyi atau musisi. Peningkatannya seperti apa? Tampil dalam acara lebih apresiatif sifatnya.
Detilnya gini, tampil dengan persiapan lebih detil pada sisi produksi. Ya sound disiapin beneran, begitupun halnya dengan lighting. Suasananyapun bukan sekedar rame-rame. Apa ya, tak berhenti di suasana hiruk pikuk, seneng-seneng,partying. Beberapa band,kumpul-kumpul, bergaul. Itu kan suasana acara reguler?
Perlu, step berikutnya. Ya yang saya bilang di atas, sebuah acara show berbentuk lebih ke konser. Tak apa di lingkungan kafe atau clubs. Tapi ada baiknya, bukan cafe kecil, yang “sangat terbatas” tempatnya. Apalagi panggungnya misalnya, kelewat sempit.
Jadinya, yang ditawarkan nanti, lebih gimana mengapresiasi. Sodorannya jadi lebih detil. Penonton akan disuguhi semacam apa ya, nu expereince in enjoying (rock) music. More than partying, but more excitement.
Ngerti ga ya? Pengalaman lain, pengalaman tahapberikut, dalam menikmati suguhan musik. Bukan semata-mata seru-seruan, bisa teriak-teriak, goyang. Tapi lebih pada “mendekati sempurna” dalam menikmati musik. Catet nih, menikmati musik dari grup-grup idolanya.

Ini tantangan ga gampang juga buat grup-grup rock. Macem-macem yang harus dipertimbangkan masak-masak. Siap ga, main dengan lebih “sempurna” dalam sisi produksinya itu? Pede kah, untuk bermain “lebih serius”?
Urusannya emang pada keyakinan diri sih kayaknya. Yakin ga, untuk mencoba juga pengalaman ini? Pas, ya dong bukan penontonnya doang yang ditawarin pengalaman “baru”. Bahkan grup atau artis penyanyinya juga, ditantang tuh.
Tantangan itu, ya terletak pada skill mereka, kemampuan musikalitasnya. Juga pada showmanship-nya. Tambah satu lagi, ini malah lebih penting lagi, berani ga keluar dari comfort-zone mereka? Maksudnya apa?
Gini nih, ya pede. Iya dong harus pede atawa yakinlah. Pede ga, tampil bukan di acara yang kayaknya “lebih nyaman” untuk mereka. Tampil bukan di tempat atau venue, yang “biasa”? Dan, berani ga, tampil dan sebelumnya berani mengemas tontonan penampilan yang berbeda, biar penonton tetap banyak. Biar fansnya juga pada datang?
Kalau saya bilang sih, menyangkut zona nyaman di atas. Tantangan “terserius” adalah, bagaimana bisa meraih atensi publik. Publik lebih luas, bukan semata-mata fans mereka. Kenapa? Biar penggemar mereka kan lebih besar. Membesar, jadi lebih banyak lagi. Lebih kemana-mana....

Persoalan mendasarnya adalah, tak semua grup band memang siap untuk tampil dalam “tahapan selanjutnya” itu. Maaf ya, ga semua. Maksudnya, belum banyak grup yang punya potensi untuk tampil seperti itu. Termasuk, yang berani “rada nekad” menyongsong tantangan.
Bukan soal pribadi atawa mental. Tentunya ya, terpenting, grup bandnya sendiri, musiknya, performance mereka. Sudah layakkah? Soalnya,kemampuan menjaring penonton, lantas membuat penonton yang datang enjoy dan puas sepenuhnya. Bagusnya, tontonan begituan, pakai tiket masuk. Bilang saja deh, first drink charge. Jangan gratisan.
Tidak melulu gratis, juga sebuah pendidikan atau pengajaran bagi publik, untuk bagaimana memberi apresiasi kepada para grup band,musisi dan penyanyi. Bagaimana menghargai “perjuangan” para musisi tersebut selama ini. Sejauh memang grup tersebut pantas ditonton dengan membayar, kenapa tidak?
Datang menontonnya kan, karena disuruh-suruh, dipaksa, atau datang karena teman yang main. Atau karena memang suka banget dengan penampilan musik dari grup tersebut? Lepas dari soal, kenal atau tidak, temenan atau bukan ya. Wuih, tantangan juga ya?
Ntu die pek. Emang asli, keluar dari zona nyaman dah. Tapi lebih pada meracik dan mempersiapkan penampilan berbeda, yang punya “kelas tersendiri”. Bisa dan berani tampil, karena juga memang mampu. Dan, inget aje, ga banyak yang mampu begitu. Tontonan spesial dong? Ya iya, spesial, pake atau tanpa telor bebek sekalipun!

Saya “iseng-iseng berhadiah” aja menulis soal ini. Pemicunya adalah, satu malam beberapa waktu lalu, saya bertemu dan ngobrol kesana kemari. Dengan teman-teman lama, EMIL dan Ariyo Wahab. Lalu Kadri Mohammad. Ditemani Adwin Wahab dan Mila Wahab. Belakangan muncul juga Phil Khayalan.
Udah tau dong ah, EMIL dan Ariyo Wahab siapa? Keduanya kini lagi semangat-semangat be’eng untuk kumpul lagi dengan grup mereka, State of Groove (SoG). SoG itu grup asyik, yang pernah lumayan ngegoyang di akhir 1990-an. Albumnya Bebas, adalah album perdana, yang sayangnya juga album rekaman satu-satunya mereka.
SoG itu unik jack. Isinya adalah para musisi dari berbagai warna musik, maksudnya ya mereka punya selera berbeda masing-masing. Tapi bisa ngeband bareng. Bayangin, musisi yang senengnya dengan funk, soul, RnB, metal, hard rock, bisa bersekutu dan sepakat main bersama? Kayak apa tuh?
Itu dia SoG. Itu dia keunikan mereka. Mana lagi, catatan penting lain, mereka masing-masing punya kwalitas lumayan mumpuni. Ariyo dengan aura bintangnya, yoih bintang rock! EMIL itu ide pemikiran dan semangatnya, terbilang gokil, main gitarnya juga bagus. Tomo pada drums juga spesifik. Pada bass, ada Djoko Sirat yang eh disegenin banyak bassis di sini sejak dulu itu.
Ada juga gitaris lain, Chiko Jericho eh bukan, maksudnya Chiko Guitarkid. Ah, Chiko aja deh. Dia jam terbang lumayan tinggi sekarang ini, main di banyak musik. Dulu itu, waktu SoG awal, dia banyak menghadirkan warna rock, blues sedikit jazz. Juga menyusupkan aroma pop. Komplitlah.
Musik SoG itu rock, tak begiu memekakkan telinga. Bukan teriak-teriak saja. Tapi juga mengajak bergoyang. Bikin penonton itu bisa ga nyaman kalau nonton mereka, hanya duduk manis. Berdiri dan goyang! Let’s stand up and...be happy....




Ok lalu, Adwin Wahab dan Mila Wahab. Adwin, abangnya Ariyo. Sekarang Awin dipercaya sepenuhnya oleh EMIL sebagai orang kepercayaan nomer wahidnya, sebagai managing dierector. Adwin bisa dibilang, tangan kanan penting EMIL. Tangan kirinya siapa? Hush, itu ga pentinglah.
Adwin yang menghandle langsung grup-grup band EMIL, ya tentunya termasuk SoG. Slain Daddy’s Day Out. Dan grup-grup serta artis dan musisi lain,yang ada dibawah naungan label baru, Daddy’s Records.
Mila, nah ini istri dari Ariyo. Ia juga adalah backing vokal utama dari SoG, sejak awal dulu. O ya, SoG ini mulai jalan sekitar 1997-1998. Album mereka dirilis tahun 1999. So, kelihatan kan, SoG ini serius. Malah dua-rius.
Kemudian Kadri Mohamad. Sapa tak kenal dia, Kadri rocker yang lawyer.... Hahahahaha. Nyanyiin kayak lagu, Si Boy nya Ikang Fawzy deh.Ya, rasanya sosok Kadri cukup dikenal luas sebagai rocker, executive producer sejak jaman....Makara Band.
Kadri itu punya grup band sekarang, The KadriJimmo. Menonjolkan duet penyanyi,ya Kadri dan Jimmo. Jimmo pernah terliat dalam rekaman beberapa single, yang cukup jadi hits dengan Melly Goeslaw.
Isinya The KadriJimmo juga nama-nama lumayan berpengalaman dan dikenal luas para musisi. Popo Fauza, di kibor. Noldy Benyamin, gitaris “seribu band” (jangan sejuta, kebanyakan! Dia ga punya waktunya...). Bassisnya adalah bassis muda, Soebroto Harry Prasetyo, yang dikenal dengan grupnya yang lain, Van Java dan JBF.
Sementara drummer adalah Hayunaji.  Drummer dari Melly Goeslaw, juga Pause. Selain juga drummer dari kelompok prog-rock yang dikenal dunia internasional, Discus. Drummer ganteng, mantan pacar bintang ternama...eh eh. Hush, udahlah!




Asyik kan lihatnya? Amati aja, gimana potensi kedua band ini. Nama-nama bagus, pengalaman panjang, kemampuan okeh punyah! Eh tapi kok bisa-bisanya ketemuan kemarin tuh. Emang ada rencana manggung bareng?
Ketemuan tak sengaja sih. Sama-sama kebetulan lagi kosong, bisa ketemuan. Ya go ahead. See you there. Ok bro, Otewe. Yup bro, lima belas menit lagi, kejebak macet. Ok bro, gw makan dulu kalau gitu.... And, kita bisa ketemuanlah.
Saya tertarik saja dengan kedua pentolan grupnya masing-masing. Dalam hal ini adalah EMIL dan Kadri. Well, mereka memang teman-teman baik saya juga kan?

EMIL itu intuisi bisnis (musiknya) khas dan spesifik. Ia semangatnya juga segudang. Ide-idenya well, one step ahead dan mampu memenejnya dengan relatif baik. Ia tetiba bermaksud membangun label recording sendiri, dilengkapi dengan website sebagai portal yang lengkap. Didukung orang-orang terpilih yang punya semangat sama, dan ide-ide juga sama-sama “maju ke depan”.
Kadri, lawyer yang musisi bray. Oho, ini juga ga kalah uniknya. Dia bisa jadi satu dari sedikit musisi, yang sangat aktif di media sosial. Ia buka akun di semua situs media sosial, aktif memainkan atau menjalankannya sendiri! Padahal kan dia juga lawyer, itu die bisa-bisanya aktif berkicauan di path, instagram, youtube sampai facebook and twitter.
Grupnya, The KadriJimmo. Sebelumnya bernama KadriJimmo and The Prinze (KJP). KJP punya album juga, dirilis sebelum 2010. Musiknya berubah, makanya lantas ganti nama. Eh iya, ganti personilnya juga sih. Ia mengkonsep musiknya, bersama para musisinya, termasuk membuat lagu dan memilih-milih lagu.
Pokoke, keduanya nih punya “kegilaan”nya sendiri deh. Kadri, gimana kagak gokil? Touring keliling radio di Bandung. Malah sampai keliling Jawa Tengah segala. Bermobil. Sama saya tentunya. Saya memang kebetulan, yang memenej perjalanan promo tour radio TKJ itu. Menyambangi 5 radio di Bandung, lalu ke radio-radio di Jogja, Solo, Purwokerto sampai Cirebon!
Saya kontak dan mengkoordinir radio-radio, menyiapkan jadwal selengkapnya, melakukan pendekatan ke radio-radio. Kasih jadwal itu ke Kadri, mau ga elo jalanin ini? Doi setuju! Ke Jawa Tengah, hayiuk aja. Maka, bermobillah kita. Tamasya juga jadinya. Hehehehe. Pengalaman saya jadi pembalap rally di tahun doeloe, lumayan bermanfaat sih. Eh, Rally becak maksudnya. Masak Rally Paris-Dakkar?
EMIL juga? Udah jalan kemana aja? Belum dong. Kan SoG belum rekaman. Daddy’s Day Out udah rekaman sih, tapi yang disebar-sebarin itu baru album format khusus, album promosi dulu. Akan jalan promo tour juga? Ya bisa jadi. Tapi kan, ga harus dengan saya juga dong?

SoG dan TKJ. Keduanya tuh band rock, itu pasti. Tapi sama-sama bukan metal. Tak terlalu bising dan meraung-raung, ngegrowl, teriak-teriak. Mereka “kebetulan” sama-sama arah musiknya tidak ke situ. Artinya, ini buat saya sih, keduanya itu ada kesamaan.
Sama, jadi cocok? Cocok buat apaan? Ya buat manggung barenglah. Keduanya kan tergambar kan ya, keliatannya ideal kalau bersatu panggung. Begitu ga sih? Eits, belum tentu! Ya dong, belum tentu begitu. Kudu dipertimbangkan masak-masak, oleh kedua belah pihaklah.
Tantangan berat. Berat bener. Berani keluar dari zona nyaman? Namun, “tawaran” menghasilkan sesuatu. Anggap aja, menghasilkan catatan positif. Teristimewa dalam soal konsep show. Menjadi semacam pemicu. Menjadi kayak inspirator.

Sampai saat tulisan ini dibuat, belum ada lagi follow up konkrit soal itu. Venue juga masih dipertimbangkan. Susah jack, cari venue yang ideal. Jangan yang terlalu kecil sumpek. Jangan terlalu gede juga, emang bisa mengundang orang banyak datang?
Tapi itu dia, mereka dari obrolan iseng-iseng kemarin, menyadari bahwa dibutuhkan strategi khusus,soal promosi. Promosi untuk mengundang publik datang. Publik lho, bukan hanya fansnya saja. Baik Kadri maupun EMIL, juga Ariyo, serius betul menimbang-nimbang soal itu.

Tapi ini lantas hanya ide kecil saja. Pertemuan jadi melahirkan ide. Kalau buat saya, ide beginian pantas dong di share ke publik. Tentu saja, belum tentu kok bisa kejadian konser bareng SoJ meet TKJ itu. Kalaupun dianggap seru dan pengen dicoba, pasti tak akan terburu-buru. Mungkin sih pastinya, setelah Lebaran deh. Tapi sekali lagi, banyak hal perlu dipersiapkan. Ini bikin konser soalnya! Bukan gig biasa.
Saya melempar ide, soal sajian konser di kafe begitu, karena jarang ada selama ini. Bagaimana dengan konser-konser tertentu dari grup-grup atau artis penyanyi yang sudah punya nama. Kan ya sudah banyak juga, yang bikin konser di kafe-kafe?


Iya betul. Tapi perhatiin deh, ga banyak yang perhatiin detil, soal sound atau lightingnya. Konsepnya pada akhirnya, hanya “sebatas” show. Bukan konser lengkap. Konser di kafe, unsur apresiasi lebih dikedepankan. Walau bukan berarti serius banget. Karena unsur happy-happy, atau partying nya juga penting. Soalnya, kan di kafe coy....
Seneng-seneng, boleh buka 1-2 botol atau lebih. Gembira. Menghibur hati. Tapi hiburannya itu memuaskan, menyenangkan hati, mata dan telinga. Minum beberapa gelas, atau botol, bisa jadi tinggi dong. Tapi dari “ketinggian” tetap bisa mengalami pengalaman yang “sempurna”.
Jadinya, pulangnya memang bisa puas gitu lho. Puas bukan karena sudah seneng-seneng bergaul, ketemu teman-teman, ketawa-tiwi. Mungkin jadi tinggi, sampai hilang henpon misalnya. Astaga! Tapi ya nyaman sebenarya, berpotensi tidur bisa pulas. Bangun pagi, bisa segarrrr. Karena musiknya asyik dan .... “lengkap banget”!
Besok-besok, bisa saja terjadi, nongol deh fans-fans baru ya. Yang akif menggoda, main lagi dong, ayo tampil lagi dong kayak kemarin itu. Hacepppp nya sempurna, bro. Ditunggu bangets albumnya yaaaa.... Yaaaa, gitu deh sisi positifnya.


Nah jadi, begitulah. Tak harus hanya TKJ meet SoG. Ada beberapa grup band, yang saya mengapresiasi dan menyukainya, sama deh kayak ke SoG dan TKJ gitu. Saya respek dan melihat, mereka juga punya kemampuan serupa tuh. Pasti asyik, kalau dimainin model konser yang lengkap.
Sekali lagi, memang tak banyak sebenarnya grup yang punya “modal” musik, musisi dan konsep kayak SoG dan TKJ. Pada tahun-tahun sekarang ini ya. Kalau berani dan pede sih, monggo dicoba deh. Penonton atau audience rock kita itu, perlu dong diberi tawaran tontonan lebih seru dan berbeda? Bukan haya sebatas, yang penting...main. Kenapa tidak?

Cukup dulu share saya kali ini. Selamat malam. Dan mari terus dukung Musik Indonesia kita..... /*





No comments: