Mengenai
pilihannya, pada drummer-drummer terbaik kelas dunia. Bagaimana kesulitan double cd, untuk lantas menjadi vinyl. Dan mengupas beberapa hal lain,
seputar album kesepuluhnya. Itu adalah materi obrolan kemarin saya dengan Dewa
Budjana.
Kami
ngobrolin Zentuary, album
kesepuluhnya, dalam suasana akrab, cair, santai banget. Ngobrol dari siang jam
14.00 wib. Sebagai bagian dari acara Musik
Bagus Day, bertempat di Cilandak Town Square. Yang menggelitik, kok ya jam
14.00 siang? Sampai Budjana tanya, emangnya ada yang datang?
Jadi
begitulah, I Dewa Gede Budjana telah
melakukan rekaman di luar negeri, sejak pengerjaan Samsara, albumnya yang dirilis 2003. Itu adalah solo albumnya yang
ketiga. Seperti yang pernah dia tuliskan, antara lain di salah satu komennya di
status saya di Facebook, rekaman waktu itu modal nekad.
Nah
kemudian, ia lantas memilih para drummer terbaik. Jadi yang utama piih drummer
dulu. Sejak ia sukses mendatangi sendiri. Lihat ya, ia datangi sendiri! Peter Erskine. Erskine, seperti
diketahui adalah salah satu drummer papan atas, dengan perjalanan begitu
panjang karir musiknya.
Erskine
adalah drummer dari Weather Report, Jaco Pastorius. Selain itu juga, Steps
Ahead, Bob Mintzer Big Band. Dan mendukung banyak sekali rekaman, dari Rod
Steward, Queen Latifah, Linda Ronstadt, Eberhard Weber. Sampai Brecker
Brothers, Diana Krall, Kate Bush, Eddie Daniel, Al Di Meola, Jan Garbarek, Mike
Mainieri, dan lain-lain.
Budjana
mengatakan, karena Erskine lah, yang ternyata mau mendukung rekamannya maka
drummer-drummer lain lebih mudah diajaknya. Apalagi berikutnya, ia berhasil
mengajak Vinnie Colaiuta, dimana ada
jasa baik Jimmy Johnsson, bassis,
yang mengenalkannya.
Jimmy
dikenalnya sejak pembuatan album Joged Kahyangan, rilis 2013.. Kemudian pada
album Surya Namaskar, rilis 2014,
Vinnie pun dapat diajak serta. Seperti diketahui,berikutnya, ia mengajak serta Anthony Sanchez, drummer pada album
Hasta Karma, rilis 2015.
Budjana
mengakui, ia tak terbiasa membuat lagu-lagu dulu. Lantas menyimpannya sebagai stock lagu karyanya. Semuanya spontan.
Dalam arti, ia mengerjakan saat akan rekaman, misal di pesawat saat ia akan
melakukan di rekaman di Amerika Serikat.
Jadi,
ia harus pastikan dulu musisinya, terutama drummernya. Baru di situlah ia bisa
menulis lagu. Saat rekaman, biasanya rekaman live, bisa terbuka untuk berdiskusi dengan para musisi
pendukungnya.
Diskusi
lebih bertujuan, membuka ruang bagi para musisi pendukung rekamannya itu, untuk
nyaman dan enak mengisi part mereka. Penting untuk itu, biar suasana rekaman
memang jadi enak. Walau, bukan berarti lagunya bisa berubah banyak. Tetap
lagunya adalah karyanya. Seperti apa yang dibuat, atau dia tulis.
Rekaman
Zentuary dibuat di New York, cerita Budjana. Dreamland Studio namanya, yang
tempatnya itu memakai sebuah gedung gereja tua. Tempatnya asyik banget, ada
kamar yang bisa dipakai untuk bermalam juga. Budjana mengambil jadwal rekaman 2 hari.
Studio
yang memakai bangunan bekas gereja St.John, di wilayah West Hurley, Woodstock,
New York. Pemiliknya adalah drummer Jerry Marotta, yang berdua dengan Joel
Bluestein. Bluestein lah yang membeli bangunan bekas gereja yang tak lagi
terpakai itu.
Biasanya
sih sehari aja, kata Budjana. Tetapi memang yang kali ini, ia pengen bisa
rekaman lebih banyak aja. Makanya juga ada 2 drummer kan, Gary Husband dan Jack
DeJohnette. Selain ada Tony Levin.
Yang
menarik itu, baik Husband dan DeJohnette, selain main drums juga mengisi
keyboard atau piano. Bassis adalah Tony Levin, yang juga asyik saja main dengan
bass akustiknya. Biasanya Levin memang lebih ke progressive rock sebelum ini,
antara lain dengan King Crimsonselain dengan Peter Gabriel.
Tapi
Levin, yang menurut Budjana bisa diajaknya melalui Leonardo Pavkovic dari
Moonjune itu, sebenarnya di masa awalnya dulu juga bassis jazz. Dalam catatan
karir musiknya yang saya googling, ia
pernah terlibat dalam Buddy Rich Bigband. Selain bermain dengan beberapa musisi
jazz.
Sementara
DeJohnette, salah satu master drummer sebenarnya, saat sekarang memang lebih ke
free jazz mainnya. Jadi, kenang Budjana, ada juga kekagokan DeJohnette ketika
ia harus masuk ke rekaman Zntuary yang dikonsep begitu. Ia makanya, sudah
dikirim part via email, tapi ketika datang minta partnya lagi.
Tidak
seperti yang lain, yang sudah ngeprint sendiri dan hafal, DeJohnette ga bawa
hasil print. Tapi dia hafal, bahkan sempat menyanyikan salah satu lagunya dalam
Zentuary, dengan cara bersenandung.
Kemarin
itu, Budjana dihadapi pertanyaan kaitan album ini dengan alam semesta dan
spiritual.Ia menjawab sambil tersenyum lebar. Intinya, semua albumnya berisikan
akan “maksud dan tujuan”nya terhadap alam semesta. Tapi sejatinya, lebih lebar
dan luas lagi.
Lantas
Budjana melanjutkan, sebenarnya kalau mau obrolin hal mengenai alam semesta dan
spiritual dalam karya musik dalam albumnya terlalu lebar. Mungkin baiknya tidak
sekarang dan bukan dalam forum seperti ini, jawab Budjana dengan kembali
tersenyum.
Ada
satu pertanyaan yang kebetulan datang dari gitaris, Gerald Situmorang.
Pertanyaan gitaris, yang juga jadi bassis khusus hanya di grup Barasuara,
kenapa ada remake lagu yang masuk di Zentuary? Memang ada ‘Dancing Tears’ dan
‘Dedariku’, yang adalah lagu dari album terdahulu.
Dancing
Tears diambil dari album Home.
Sementara Dedariku dari Gitarku.
Menurut Budjana, kedua lagu itu dipilih untuk direkam kembali. Jadi melalui
proses rekaman baru. Karena memang rikues. Salah satunya datang dari Leonardo
Pavkovic, yang dalam hal ini memang banyak membantunya untuk mewujudkan rekaman
Zentuary ini.
Dalam
Dedariku, sebenarnya Budjana berkeinginan John Mc Laughlin bisa mengisi part di
dalam lagu yang dimainkan kembali itu. Tapi memang sejak awal, dia mengetahui
bahwa Mc Laughlin bisa dibilang jarang sekali mengisi rekaman musisi atau
penyanyi. Tapi ia toh tetap berusaha, apalagi ia kan sudah bisa tampil dalam
Duaji Guruji di Bali.
Hasil
akhirnya, email sudah dikirim lengkap. Mc Laughlin sudah terima. Tapi ia memang
tak pernah menjawabnya. Apalagi mengirimkan rekaman gitarnya untuk mengisi
album itu. Menurut Budjana, ya memang mungkin belum saatnya saja.
Seperti
juga keinginannya untuk bisa mengajak serta Allan Holdsworth ikut mengisi albumnya.
Rencana sudah dibiin, memang diniatin. Sudah kirim email juga. Tapi hingga last minute, ternyata tak ada respon
yang baik. Maka ia lebih suka menyebutnya,memang belum waktunya...
Nah
diselipkan pula cerita mengenai gitaris lain. Betapa ia kaget bahwa ia bisa
berteman dengan gitaris, John Frusciante. Frusciante, yang jadi populer karena
menjadi personil Red Hot Chilli Peppers itu, akrab banget. Sampai mengajaknya
harus menginap di rumahnya. Bahkan ia memasak untuk Budjana!
Gw
jadi berteman akrab, ga tahu kenapa dia bisa menerima gw begitu hangat, ucap
Budjana. Ada rencana sebenarnya Frusciante juga mengisi gitar di salah satu
lagunya dalam Zentuary. Tapi ada kendala waktu, sehingga tidak berhasil
diwujudkan.
Menyoal
pada isian orkestra pada Zentuary. Budjana mengatakan, diisi orkestra dari
Praha.Rekaman langsung di sana. Sebenarnya, ia buka kartu, itu menyelip saat
rekaman dua gitarnya. Itu lho Budjana dan Tohpati. Kan memang didukung
orkestra, konsepnya begitu.
Jadi
ia titip ke Bontot, ia boleh dong ya minta satu lagu dimainkan orkestra itu
untuk album solonya. Karena ya mumpung di sana dan bisa kan. Karena, menurut
Budjana, orkestranya itu murah banget. Tapi kerja mereka bisa dibilang perfect. Selain itu, on time. Budjana bilang, fee orkestra di
sana itu murah, dan lebih murah dari di sini. Aneh juga.
Terakhir,
ternyata ia menemui persoalan ketika Zentuary dibuatkan format vinyl atau
piringan hitamnya. Durasi seluruh lagu, masuk di 3 piringan. Ga bisa kayak di
CD yang dapat dimuat dalam 2 disc saja. Secara biaya produksi sudah lumayan.
Tapi yang lebih memusingkan adalah, ongkos pengirimannya itu.
Kan
jadi berat dan “sangat eksklusif”. Maka biaya pengiriman relatif besar. Apalagi
terkena beban lain, bea masuk. Budjana lantas bilang, pusing untuk mikirinnya,
ini nanti di sini vinylnya mau dibandrol berapa? Pasti mahal banget.
Menurut
Budjana, ketika ia rekaman terutama solo album, ia tak berkeinginan memikirkan
soal penjualan album itu. Karena menurutnya lagi, kalau dihitung-hitung susah
sih. Akan mentok dan alhasil, bisa ga jadi rekaman.
Ya
diputuskan jalan saja. Bikin deh. Biayanya memang pasti relatif besar, ya bisa
terwujud karena juga apresiasi dan sambutan para musisi yang dia ajak itu.
Rata-rata dia bisa membayarnya di bawah rate
asli mereka. Hal yang sangat disyukurinya, dan membuatnya harus berterima
kasih, tentu saja.
Okay,
ya begitulah beberapa hasil obrolan kami berdua kemarin. Ijinkan juga, di
kesempatan menulis ini meluruskan satu hal. Budjana bilang, saya dan Denny
Sakrie, bisa menulis padahal tak menonton dirinya manggung! Hahahaha.
Saya
tak pernah lakukan itu, kecuali menulis Zentuary itupun karena memang bukan review album. Kan memang belum dapat
juga CD nya waku itu? Menulis atas masukan dari press release, yang dikirimkan promotornya, itu aja.
Ya
kesalahan saya sih, memang ya suka-suka ga bisa memenuhi undangan Budjana aja,
untuk nonton konser atau shownya gitu deh. Itupun juga secara jumlahnya mah,
kecil lah.
Hehehehehe,
iya dong, harus diluruskan. Biar jelas gituuuu deh, Budj. Salam musik ah, Budjana! Dan sukses terus dengan GIGI dan solo
albumnya.
Oh
ya, program bulanan Musik Bagus Day kemarin, adalah yang keempat kali. Ada
berbagai workshop atau klinik, yang
digelar tersebar, di areal Cilandak Town Square. Seperti sesi Denger Bareng,
dibikin di Duck King. Program lain, tentang Musik Production, dengan Widi
Puradiredja & DoubleDeer. Lalu ada pula, Diskusi Musik dengan topik,
Menghadapi Persaingan Ekonomi dan Industri Kreatif Asia, yang antara lain juga
dihadiri Triawan Munaf.
Selain
itu ada Seluk Beluk Lirik, dengan Iga Massardi (Barasuara), Anto Arief (70Soc),
Rizma dan John Paul Patton (KPR). Kemudian juga, Kata Pahlawan. Inimengambil
tema, Membahas Jenderal Hoegeng, bersama Irama Nusantara & Demokreatif,
Henny Purwonegoro, Marini dan Glenn Fredly. Ada Indra Aziz dan Donny Destiano,
untuk Vokal Klinik. Serta, Kembali ke Akar sebagaitema Klinik Perkusi dengan
Bishmo dari Kunokini dan Sabar Degelong.
Acara
ditutup dengan pementasan showcase
dari beberapa performers. Kemarin malam diisi KunoKini. Disambung Mondo
Gascaro. Dan diakhiri oleh Kelompok Penerbang Roket (KPR).
Ok
deeeeh, trims untuk Musik Bagus Day, yang sudah mengundang saya dan
mempertemukan lagi saya dengan Budjana, sahabat lama banget saya nih...../*
1 comment:
Waaaah seru banget... Seneng juga bisa lihat sosok Dewa Budjana saat ini, secara jarang muncul di infotainment. Atau saya yang jarang nonton tv karena kerjanya bukain priceza.co.id buat lihat hot deals, hihi. Senengnya bisa ketemu teman lama :) Moga makin sukses Anda berdua :)
Post a Comment