Friday, March 10, 2017

Dari Dengerin Bareng Zentuary di Musik Bagus Day, CITOS


Mengenai pilihannya, pada drummer-drummer terbaik kelas dunia. Bagaimana kesulitan double cd, untuk lantas menjadi vinyl. Dan mengupas beberapa hal lain, seputar album kesepuluhnya. Itu adalah materi obrolan kemarin saya dengan Dewa Budjana.
Kami ngobrolin Zentuary, album kesepuluhnya, dalam suasana akrab, cair, santai banget. Ngobrol dari siang jam 14.00 wib. Sebagai bagian dari acara Musik Bagus Day, bertempat di Cilandak Town Square. Yang menggelitik, kok ya jam 14.00 siang? Sampai Budjana tanya, emangnya ada yang datang?
Jadi begitulah, I Dewa Gede Budjana telah melakukan rekaman di luar negeri, sejak pengerjaan Samsara, albumnya yang dirilis 2003. Itu adalah solo albumnya yang ketiga. Seperti yang pernah dia tuliskan, antara lain di salah satu komennya di status saya di Facebook, rekaman waktu itu modal nekad.
Nah kemudian, ia lantas memilih para drummer terbaik. Jadi yang utama piih drummer dulu. Sejak ia sukses mendatangi sendiri. Lihat ya, ia datangi sendiri! Peter Erskine. Erskine, seperti diketahui adalah salah satu drummer papan atas, dengan perjalanan begitu panjang karir musiknya.
Erskine adalah drummer dari Weather Report, Jaco Pastorius. Selain itu juga, Steps Ahead, Bob Mintzer Big Band. Dan mendukung banyak sekali rekaman, dari Rod Steward, Queen Latifah, Linda Ronstadt, Eberhard Weber. Sampai Brecker Brothers, Diana Krall, Kate Bush, Eddie Daniel, Al Di Meola, Jan Garbarek, Mike Mainieri, dan lain-lain.
Budjana mengatakan, karena Erskine lah, yang ternyata mau mendukung rekamannya maka drummer-drummer lain lebih mudah diajaknya. Apalagi berikutnya, ia berhasil mengajak Vinnie Colaiuta, dimana ada jasa baik Jimmy Johnsson, bassis, yang mengenalkannya.
Jimmy dikenalnya sejak pembuatan album Joged Kahyangan, rilis 2013.. Kemudian pada album Surya Namaskar, rilis 2014, Vinnie pun dapat diajak serta. Seperti diketahui,berikutnya, ia mengajak serta Anthony Sanchez, drummer pada album Hasta Karma, rilis 2015.
Budjana mengakui, ia tak terbiasa membuat lagu-lagu dulu. Lantas menyimpannya sebagai stock lagu karyanya. Semuanya spontan. Dalam arti, ia mengerjakan saat akan rekaman, misal di pesawat saat ia akan melakukan di rekaman di Amerika Serikat.
Jadi, ia harus pastikan dulu musisinya, terutama drummernya. Baru di situlah ia bisa menulis lagu. Saat rekaman, biasanya rekaman live, bisa terbuka untuk berdiskusi dengan para musisi pendukungnya.
Diskusi lebih bertujuan, membuka ruang bagi para musisi pendukung rekamannya itu, untuk nyaman dan enak mengisi part mereka. Penting untuk itu, biar suasana rekaman memang jadi enak. Walau, bukan berarti lagunya bisa berubah banyak. Tetap lagunya adalah karyanya. Seperti apa yang dibuat, atau dia tulis.

Rekaman Zentuary dibuat di New York, cerita Budjana. Dreamland Studio namanya, yang tempatnya itu memakai sebuah gedung gereja tua. Tempatnya asyik banget, ada kamar yang bisa dipakai untuk bermalam juga. Budjana mengambil  jadwal rekaman 2 hari.
Studio yang memakai bangunan bekas gereja St.John, di wilayah West Hurley, Woodstock, New York. Pemiliknya adalah drummer Jerry Marotta, yang berdua dengan Joel Bluestein. Bluestein lah yang membeli bangunan bekas gereja yang tak lagi terpakai itu.
Biasanya sih sehari aja, kata Budjana. Tetapi memang yang kali ini, ia pengen bisa rekaman lebih banyak aja. Makanya juga ada 2 drummer kan, Gary Husband dan Jack DeJohnette. Selain ada Tony Levin.
Yang menarik itu, baik Husband dan DeJohnette, selain main drums juga mengisi keyboard atau piano. Bassis adalah Tony Levin, yang juga asyik saja main dengan bass akustiknya. Biasanya Levin memang lebih ke progressive rock sebelum ini, antara lain dengan King Crimsonselain dengan Peter Gabriel.
Tapi Levin, yang menurut Budjana bisa diajaknya melalui Leonardo Pavkovic dari Moonjune itu, sebenarnya di masa awalnya dulu juga bassis jazz. Dalam catatan karir musiknya yang saya googling, ia pernah terlibat dalam Buddy Rich Bigband. Selain bermain dengan beberapa musisi jazz.
Sementara DeJohnette, salah satu master drummer sebenarnya, saat sekarang memang lebih ke free jazz mainnya. Jadi, kenang Budjana, ada juga kekagokan DeJohnette ketika ia harus masuk ke rekaman Zntuary yang dikonsep begitu. Ia makanya, sudah dikirim part via email, tapi ketika datang minta partnya lagi.
Tidak seperti yang lain, yang sudah ngeprint sendiri dan hafal, DeJohnette ga bawa hasil print. Tapi dia hafal, bahkan sempat menyanyikan salah satu lagunya dalam Zentuary, dengan cara bersenandung.


Kemarin itu, Budjana dihadapi pertanyaan kaitan album ini dengan alam semesta dan spiritual.Ia menjawab sambil tersenyum lebar. Intinya, semua albumnya berisikan akan “maksud dan tujuan”nya terhadap alam semesta. Tapi sejatinya, lebih lebar dan luas lagi.
Lantas Budjana melanjutkan, sebenarnya kalau mau obrolin hal mengenai alam semesta dan spiritual dalam karya musik dalam albumnya terlalu lebar. Mungkin baiknya tidak sekarang dan bukan dalam forum seperti ini, jawab Budjana dengan kembali tersenyum.
Ada satu pertanyaan yang kebetulan datang dari gitaris, Gerald Situmorang. Pertanyaan gitaris, yang juga jadi bassis khusus hanya di grup Barasuara, kenapa ada remake lagu yang masuk di Zentuary? Memang ada ‘Dancing Tears’ dan ‘Dedariku’, yang adalah lagu dari album terdahulu.
Dancing Tears diambil dari album Home. Sementara Dedariku dari Gitarku. Menurut Budjana, kedua lagu itu dipilih untuk direkam kembali. Jadi melalui proses rekaman baru. Karena memang rikues. Salah satunya datang dari Leonardo Pavkovic, yang dalam hal ini memang banyak membantunya untuk mewujudkan rekaman Zentuary ini.

Dalam Dedariku, sebenarnya Budjana berkeinginan John Mc Laughlin bisa mengisi part di dalam lagu yang dimainkan kembali itu. Tapi memang sejak awal, dia mengetahui bahwa Mc Laughlin bisa dibilang jarang sekali mengisi rekaman musisi atau penyanyi. Tapi ia toh tetap berusaha, apalagi ia kan sudah bisa tampil dalam Duaji Guruji di Bali.
Hasil akhirnya, email sudah dikirim lengkap. Mc Laughlin sudah terima. Tapi ia memang tak pernah menjawabnya. Apalagi mengirimkan rekaman gitarnya untuk mengisi album itu. Menurut Budjana, ya memang mungkin belum saatnya saja.
Seperti juga keinginannya untuk bisa mengajak serta Allan Holdsworth ikut mengisi albumnya. Rencana sudah dibiin, memang diniatin. Sudah kirim email juga. Tapi hingga last minute, ternyata tak ada respon yang baik. Maka ia lebih suka menyebutnya,memang belum waktunya...
Nah diselipkan pula cerita mengenai gitaris lain. Betapa ia kaget bahwa ia bisa berteman dengan gitaris, John Frusciante. Frusciante, yang jadi populer karena menjadi personil Red Hot Chilli Peppers itu, akrab banget. Sampai mengajaknya harus menginap di rumahnya. Bahkan ia memasak untuk Budjana!
Gw jadi berteman akrab, ga tahu kenapa dia bisa menerima gw begitu hangat, ucap Budjana. Ada rencana sebenarnya Frusciante juga mengisi gitar di salah satu lagunya dalam Zentuary. Tapi ada kendala waktu, sehingga tidak berhasil diwujudkan.
Menyoal pada isian orkestra pada Zentuary. Budjana mengatakan, diisi orkestra dari Praha.Rekaman langsung di sana. Sebenarnya, ia buka kartu, itu menyelip saat rekaman dua gitarnya. Itu lho Budjana dan Tohpati. Kan memang didukung orkestra, konsepnya begitu.
Jadi ia titip ke Bontot, ia boleh dong ya minta satu lagu dimainkan orkestra itu untuk album solonya. Karena ya mumpung di sana dan bisa kan. Karena, menurut Budjana, orkestranya itu murah banget. Tapi kerja mereka bisa dibilang perfect. Selain itu, on time. Budjana bilang, fee orkestra di sana itu murah, dan lebih murah dari di sini. Aneh juga.

Terakhir, ternyata ia menemui persoalan ketika Zentuary dibuatkan format vinyl atau piringan hitamnya. Durasi seluruh lagu, masuk di 3 piringan. Ga bisa kayak di CD yang dapat dimuat dalam 2 disc saja. Secara biaya produksi sudah lumayan. Tapi yang lebih memusingkan adalah, ongkos pengirimannya itu.
Kan jadi berat dan “sangat eksklusif”. Maka biaya pengiriman relatif besar. Apalagi terkena beban lain, bea masuk. Budjana lantas bilang, pusing untuk mikirinnya, ini nanti di sini vinylnya mau dibandrol berapa? Pasti mahal banget.
Menurut Budjana, ketika ia rekaman terutama solo album, ia tak berkeinginan memikirkan soal penjualan album itu. Karena menurutnya lagi, kalau dihitung-hitung susah sih. Akan mentok dan alhasil, bisa ga jadi rekaman.
Ya diputuskan jalan saja. Bikin deh. Biayanya memang pasti relatif besar, ya bisa terwujud karena juga apresiasi dan sambutan para musisi yang dia ajak itu. Rata-rata dia bisa membayarnya di bawah rate asli mereka. Hal yang sangat disyukurinya, dan membuatnya harus berterima kasih, tentu saja.
Okay, ya begitulah beberapa hasil obrolan kami berdua kemarin. Ijinkan juga, di kesempatan menulis ini meluruskan satu hal. Budjana bilang, saya dan Denny Sakrie, bisa menulis padahal tak menonton dirinya manggung! Hahahaha.
Saya tak pernah lakukan itu, kecuali menulis Zentuary itupun karena memang bukan review album. Kan memang belum dapat juga CD nya waku itu? Menulis atas masukan dari press release, yang dikirimkan promotornya, itu aja. 
Ya kesalahan saya sih, memang ya suka-suka ga bisa memenuhi undangan Budjana aja, untuk nonton konser atau shownya gitu deh. Itupun juga secara jumlahnya mah, kecil lah.
Hehehehehe, iya dong, harus diluruskan. Biar jelas gituuuu deh, Budj. Salam musik ah,  Budjana! Dan sukses terus dengan GIGI dan solo albumnya.
Oh ya, program bulanan Musik Bagus Day kemarin, adalah yang keempat kali. Ada berbagai workshop atau klinik, yang digelar tersebar, di areal Cilandak Town Square. Seperti sesi Denger Bareng, dibikin di Duck King. Program lain, tentang Musik Production, dengan Widi Puradiredja & DoubleDeer. Lalu ada pula, Diskusi Musik dengan topik, Menghadapi Persaingan Ekonomi dan Industri Kreatif Asia, yang antara lain juga dihadiri Triawan Munaf.
Selain itu ada Seluk Beluk Lirik, dengan Iga Massardi (Barasuara), Anto Arief (70Soc), Rizma dan John Paul Patton (KPR). Kemudian juga, Kata Pahlawan. Inimengambil tema, Membahas Jenderal Hoegeng, bersama Irama Nusantara & Demokreatif, Henny Purwonegoro, Marini dan Glenn Fredly. Ada Indra Aziz dan Donny Destiano, untuk Vokal Klinik. Serta, Kembali ke Akar sebagaitema Klinik Perkusi dengan Bishmo dari Kunokini dan Sabar Degelong.
Acara ditutup dengan pementasan showcase dari beberapa performers. Kemarin malam diisi KunoKini. Disambung Mondo Gascaro. Dan diakhiri oleh Kelompok Penerbang Roket (KPR).
Ok deeeeh, trims untuk Musik Bagus Day, yang sudah mengundang saya dan mempertemukan lagi saya dengan Budjana, sahabat lama banget saya nih...../*




1 comment:

Artha Amalia said...

Waaaah seru banget... Seneng juga bisa lihat sosok Dewa Budjana saat ini, secara jarang muncul di infotainment. Atau saya yang jarang nonton tv karena kerjanya bukain priceza.co.id buat lihat hot deals, hihi. Senengnya bisa ketemu teman lama :) Moga makin sukses Anda berdua :)