Sebelum
saya bercerita tentang teman-teman baik saya yang ini. Mau tanya dulu dong. Ada
yang lupa ga dengan SoG? Eh kenapa, yang duduk deket jendela tuh, kerasan dikit
dong.... Apa, boro-boro lupa, malah belum pernah denger? Oooh. Nah mas kok lain
sendiri, tuh yang lain ada yang tahu, ada juga yang pernah denger kok.
Pegimane, cing?
Dulu tinggal jauh? Eh tau ga, yang tinggal di Los Angeles aja, ada lho yang
tahu banget dengan SoG ini. Jiaaaah, ga percaya? Ini beneran, bray....
So,
Ariyo itu bertemu Candra, orang yang lantas menjadi menejer pertama grup ini.
Candra itu teman dari EMIL juga.
Maka merekapun dipertemukanlah. EMIL dan Ariyo. Pertemuan di sebuah studio di
kawasan Hidup Baru, Cipete. Dari pertemuan itu, kayaknya langsung “nge-klik”.
Berikutnya,
bertemulah lagi. Langsung di VIM Studio, yang pada waktu berikutnya, menjadi
markas mereka. Ariyo memperkenalkan drummer Arastio Gutomo atau Tomo. Juga bassis, Djoko Sirat. Mereka kebetulan sebelumnya bermain bareng, dengan
band kampus. Sekampus dulunya, mereka bertiga.
Grup
ini ya tempat ngegembel barengan. Gw
tuh tidur di studio, kumpul terus. Main PS bareng-bareng. Seru aja. Waktu itu,
gw bau mau kuliah. Ini memang juga menjadi ayak memotivasi gw buat menjadi
gitaris profesional yang serius. Begit tutur gitaris, Yudha Wijaya atau yang dikenal dengan Chiko. Nah Chiko itu
sebetulnya masuk menggantikan Taraz
Bistara, yang sempat barengan tapi hanya sebentar saja.
Iya
memang gw dan Tomo itu diajak Ariyo. Waktu itu, gw dan Tomo juga mulai main
band dengan grup lain. Kita ketemu EMIL dan ngobrol serius. Prosesnya cepat aja
kok. Coba bentar aja, langsung merasa ada kecocokkan. Oh ya awalnya drummer
adalah Anton Canga, sempat berjalan
beberapa waktu. Rekaman awal malah dengan Canga, begitu jelas Djoko.
Canga
mundur, ketika rekaman mulai intens. Gw masuk diajak juga Ariyo dan juga Djoko.
Gw merasa cocok. Maka gw langsung rekaman tuh. Prosesnya memang terasa cepat banget,
instan deh, jelas Tomo.
Kalau
gw sendiri memang kepengen bikin band. Serius. Musiknya rock, dasarnya. Tapi
tentu saja, rock seperti apa kita obrolin bareng. Gw belajar ngeband serius ya
dengan grup ini. Gw jadi belajar juga, ngeband bareng itu, bukan perkara mudah
lho. Lebih susah sebetulnya, dibanding bikin keluarga. Ungkap EMIL, dengan
senyum lebar.
Nama
grup, State of Groove. Lantas jadi
biasa disebut dengan “nickname”-nya, SoG. Ini datang dari EMIL. Menurut
EMIL, artinya adalah “dalam keadaan nge-groove”.
Ariyo, Djoko, Tomo dan kemudian Chiko setuju dengan nama itu.
Nah
nge-groove itulah yang kemudian memang menjadi pembeda, musik SoG dengan musik
grup rock lain. At least, pada kurun
waktu sekitar itu. Ya sekitar 1997-an. Sementara album mereka yang bertitel Bebas, sebagai debut album, dirilis
1999. Titip edar dengan Musica. Dimana
gitaris, sahabat baik mereka, Denny
Chasmala, menjadi music director
mereka.
Yang
jelas kita juga ga lupa, kita sempat mengalami suasana kelamnya kerusuhan Mei
1998. Kita sampai ga bisa kemana-mana, ya di studio aja sambil rekaman dan
kumpul-kumpul, cerita Ariyo. Kerusuhan yang disusul suasana krisis moneter itu,
sedikit banyak ada imbasnya ke SoG, lanjut EMIL. Agak sedikit tersendat, proses
penyelesaian albumnya, Ariyo menambahkan dan disetujui EMIL.
Ya
musik mereka itu menjadi pijakan dasar dari musik SoG pada album perdananya
itu. Rock yang nge-groove. Mungkin jadi terkesan rada ngegoyang, ga terlalu
metal atau ga keras banget. Rock seperti itu, ya beda dengan beberapa grup yang
muncul di era sama.
Tak
hanya itu lho. Tomo dan Djoko menyebut juga, SoG dulu membuat mereka punya
pengalaman pertama, mewarnai rambut mereka warna-warni! Iya, SoG memperhatikan
soal kostum, termasuk tetek bengek assesoris. Rambutnya kita aja sampai sepakat
untuk warna-warni tuh, ucap Djoko dan Tomo lagi yang diiyakan Ariyo.
SoG
jadi unik dan beda kan. Misal bila dibanding dengan /rif yang waktu itu lebih
alternatif, Java Jive yang lebih light,
pop-rock. Atau apalagi misal dengan
Edane yang lebih hard rock. Jadi pada waktu sekitar itu, muncul beberapa grup
lain, yang lantas belakangan menjadi besar. Sebut saja The Groove misalnya.
Termasuk PADI sampai Sheila on 7.
SoG
memperoleh sambutan lumayan positif, dengan album perdananya itu. Mereka
dibuatkan klip untuk lagu,’Maafkan’, oleh Musica. Itu menjadi single yang “jualan”. Masuk ke
radio-radio. Membuat mereka mulai dikenal luas. Mereka kemudian juga membuat
video klip lain, untuk lagu, ‘Inilah Aku’ dan ‘Disko’.
Memang
pada saat itu, ketiga lagu tersebut, sukses lumayan. Setiap mereka main
dimanapun, banyak penonton merikues ketiga lagu itu. Musica, sempat membawa
mereka tur beberapa kota, bersama Inka Christy, Louder, Batere, Bening. Tour
musik Jawa – Bali itu, dilalui dengan bis, dengan semua artis menggunakan bis
yang sama. Tur yang seru, ingat EMIL.
Mereka
juga adalah grup pembuka dari konser Sheila on 7 di Lampung, yang lantas terjadi
insiden dengan memakan korban nyawa beberapa penonton. Rusuh memang, walau
mereka sebetulnya juga tak terlalu paham, kenapa sampai ada kerusuhan. Malah
sampai ada yang meninggal.
Saat
itu, secara komersil, SoG mulai populer. Terutama di pasar musik. Sementara di
kalangan musisi sendiri, mereka mulai mendapat perhatian juga. Dianggap grup
rock yang “ajaib”, keren dan bagus. Maka sampai satu saat, Andy /rif ga bisa
menyimpan kekagumannya terhadap SoG. Ia, secara becanda tentunya bilang, ah
grup ini bagus banget gw sumpahin cepat bubar.
Apesnya,
beberapa waktu kemudian, SoG beneran “selesai”. Terhenti. Dan ga bisa terus.
Mereka padahal mulai dikenal luas, fans fanatik mulai terkumpul. Image mereka bagus waktu itu, apalagi launching album juga lewat konser
launching di Fashion Cafe. Suasana meriah dan ramai, bray...
Dan
begitulah, sayang memang terhenti di awal 2000-an. SoG tak bisa berlanjut.
Salah satu alasan, mereka mulai sibuk dengan job masing-masing, makin susah untuk ngumpul bareng. Album
keduapun, yang sempat mulai dirintis, akhirnya tak berlanjut.
Bebas,
menjadi satu-satunya album rekaman yang mereka hasilkan. Ada 11 tracks di dalam album perdana tersebut.
Racikan musiknya baru dan unik, pada masanya itu. Malah juga ada yang
menganggap, konsep musik SoG itu kayak “mendahului jaman”...
Tak
sedikit pula yang menyayangkan, SoG kenapa harus stop saat itu.
Ya
kayak gini deh, panggung baru dinyalain, sound baru hidup. SoG baru mainin
beberapa lagu, penonton baru mulai panas, mulai hanyut, mulai berasyik-masyuk
dengan musik panasnya SoG. Eeeh, berhenti. Terasa “kentang” kali ya, alias “kena tanggung”. Ga heran, banyak yang
sedih dan kuciwa....
Ealaaaa,
groovy-nya dalam musik rock adonan
mereka itu, buseeetttt ternyata ngangenin! Etapi, coba tunjuk tangan,
siapa aja coba dweeech yang masih
inget SoG dan lantas kangen sama musik mereka?
Sampailah
di awal 2016. Tetiba saja, SoG bisa dikumpulin lagi. Ngobrol-ngobrol dululah.
Silaturahmi, setelah nyaris tuh 17-18 tahun ga ketemuan lagi. Reunian,
cerita-cerita masa lalu. Segitu aja? Ternyata, mereka sepakat mencoba untuk
ngobrol-ngobrolnya diterusin....Diterusin dengan alat-alat musik masing-masing!
Eng ing eng....
Yoi
jack, selengkapnya formasi album, bisa dan mau kumpul lagi. Arastio
“Tomo” Gutomo (drums), Yudha “Chiko” Wijaya
(guitar/backing-voc), EMIL
(guitar/backing-voc), Djoko Sirat
(bass) dan Ariyo Wahab (lead vocal).
Kejadian
deh, mereka lantas latihan bareng. Dan bisa kesampaian, untuk kembali kumpul
dan main bareng. Jadi, mau serius lagi? Ariyo dan EMIL mengatakan, bukan tak
mungkin kalau kita lantas jalan bareng dengan serius. Selanjutnya gimana dong?
Main
dulu, kata mereka. Sambil memikirkan, kemungkinan bisa rekaman lagi, jelas
Ariyo. EMIL menambahkan, saya dan teman-teman ya pengen serius lagi. Mereka
juga menyadari, grup-grup rock itu banyak saat ini. Jadi mereka pasti perlu
strategi khusus, untuk bisa muncul lagi dan meneruskan eksistensi mereka.
Ga
hanya sekedar nongol dan meramaikan panggung musik kan? Ya mereka setujui itu.
Tak berhenti sekedar meramaikan. Harusnya bisa lebih berarti lagi. Walau mereka
juga masing-masing punya proyek musik lainnya.
EMIL
dengan Daddy’s Day Out nya, Chiko yang membantu banyak show dan rekaman. Tomo
dan Djoko demikian pula, dengan antara lain bermain dengan pelbagai entertainer-band, di kafe-kafe misalnya.
Apalagi Ariyo, dengan Free on Saturday atau FoS nya dan The Dance Company.
Nah
gitu deh, sekilas cerita tentang State of Groove nan groovy ini. Modal mereka itu bagus banget. Malah emang sih, waktu
mereka mainin musik mereka waktu itu, mungkin bener ya rada “mendahului jaman” coy. So, saya pikir, musik mereka tuh
kalau aja dibunyiin lagi sekarang, masih apa ya, matched lah dengan musik sekarang.
Yoih,
ga out-of-date kok. Yang misal belum
kenal, ya langsung kenal dan rasa-rasanya bisa langsung suka. Yang lupa-lupa ingat,
bisa jadi bakal cepat keinget. Artinya kan ya, mereka ini tetap punya potensi
buat back for really sure. Gitu deh
bahasa kerennya. Kembali untuk apa ya enaknya dibilangnya, memanaskan lagi
panggung-panggung musik? Yes, bisa banget. Bisa begitu kok....
Well, ya marilah memanjatkan harapan. Kita bakalan ga kelamaan kentang lagi nih. Uhuy!
SoG dengan rocknya yang menggoyang, eh mulai on lagi. Yiuks ah! Be ready
peeps!***
No comments:
Post a Comment