Amazing,
Wonderful.....Uhuuuuuyyy!
Akhirnya
mengalunlah secara riuh lagu patriotik, ‘Bangun Pemudi Pemuda’. Dimainkan
berbarengan semua musisi yang ada dengan durasi 1 menit 53 detik. Lagu nasional
yang adalah gubahan almarhum Alfred
Simanjuntak (20 September 1920 – 25 Juni 2014) itu, memang dimainkan secara
serempak. Riuh tentu saja.
Bayangkanlah
ada lebih dari 100 orang kibordis dengan tentunya, segenap peralatan “papan
kunci”nya. Baik kibor, synthesizer atau piano. Termasuk keytar atau suka disebut, “kibor gendong” sampai akordion. Mengisi
sebuah panggung besar, yang lantas diset dengan membangun trap sebanyak 4 trap.
Kabarnya,
bobot yang ada memenuhi panggung, diperkirakan bisa sampai 4 ton. Jangan
tanyakan berapa banyak wiring atau
urusan perkabelan. Sampai pada kebutuhan channeling
untuk membunyikan kibor-kibor itu, baik yang melalui amplifier ataupun DI Box.
20
Mei 2017 di Graha Bhakti Budaya, akhirnya dapat dilangsungkan pementasan dari 100 Kibordis Indonesia untuk Bangsa. Tagline nya adalah GotRoy Bermusik untuk Bangsa. Jadi ada misi kesatuan dan persatuan
juga adanya, di balik tawaran acara sensasional yang memang dahsyat dan
“gila-gilaan” itu.
Sensasional,
gila-gilaan, dahsyat. Sebutlah apa lagi lainnya. Tapi kenyataan memang telah
membuktikan, bukan tak mungkin bila ada lebih dari 100 pemain kibor bermain
bersama. Memainkan satu lagu secara utuh dan “benar” ya, bukan sekedar berbunyi
barengan saja.
Hal
sensasional itu akhirnya bukan sekedar mimpi dengan para kibordis. Karena
memang pada awalnya, kejadian yang menjadi momen langka dunia musik kita itu
bak mimpi saja. Rada mustahil? Apa mungkin ya.....
Di
satu ketika, beberapa orang kibordis dalam kesempatan berbeda secara tak
sengaja, memang mengungkapkan rencana mereka. Ada Fadhil Indra, kibordis yang saya kenal sebagai kibordis kelompok prog-rock
kenamaan, Discus. Fadhil, kini juga gabung dengan Montecristo, bertemu lalu
berdiskusi dengan Iwang Noorsaid.
Iwang
adalah kibordis yang dikenal lewat Big Kids dan lalu Emerald, yang kini menjadi
Emerald BEX. Ada juga kemudian Krisna
Prameswara, rekan main Fadhil di Discus. Krisna sendiri sekarang dikenal
sebagai salah satu kibordis session
player lumayan laris, kerap mendukung pentas banyak band, macam-macam
musik.
Kemudian
juga ada 2 Krishna yang lainnya. Entah kenapa memang, di dunia musik Indonesia
ini, cukup banyak kibordis bernama depan “Krisna”. Ok, Krishna Siregar dan juga
Krishna Balagita. Beberapa pertemuan-pertemuan permulaan, banyak dilakukan di
rumah makan di kawasan Kebayoran Baru, yang adalah milik Krishna Siregar.
Sebentar
deh, beberapa waktu lalu, di tahun sebelumnya, pernah ada niatan besar
mengumpulkan banyak sekali kibordis. Ada sebuah acara terkait dengan kelautan.
Waktu itu salah satu motor utamanya adalah Fadhil Indra. Banyak kibordis yang
datang dan tampil kala itu, tapi memang secara jumlah tak sampai 100 orang.
Dan
memang, Fadhil terlihat lumayan antusias, banyak idenya yang terlontar untuk
mempersiapkan konser dahsyat ini. Paling tidak ini terlihat dari kicau-kicauan
di Whats-App Group (WAG) mereka. Dimana grup itu dengan
cepat membesar, terus bertambah jumlah membersnya.
Biasa deh, saling mengajak dan menginvite
teman-temannya.
Nah
rencana yang mungkin saja bermula dari “mimpi”, mulai menampakkan titik
terangnya. Harapan membuncah, ketika mereka lantas meminta Donny Hardono untuk mendukung rencana mereka. Gayung bersambutlah,
Donny Hardono setuju.
Ada
Donny Hardono, kemudian mereka juga bertemu Teffy Meine. Terlibat pula kibordis-kibordis lain, macam ada Andy Bayou misalnya. WAG kian membesar,
dan mereka mulai intens mendiskusikan rencana dengan lebih detil.
Satu
ketika di beberapa bulan sebelumnya, saat Krakatau Reunion manggung di Rolling
Stone Cafe, sebagian kibordis bertemu lagi dan berbincang serius dengan Donny
Hardono. Mereka lantas mengatakan akan kejadian nih insha Allah, 100 kibordis main bareng. Awalnya sempat disebut bulan
April. Lalu mundur ke Mei.
Belakanganlah,
kalau tak salah di awal April, baru saya dengar disebutkan pas Hari Kebangkitan
Nasional, tanggal 20 Mei, konser 100 Kibordis akan berlangsung di Taman Ismail
Marzuki.
Cerita
teman-teman kibordis, ketika rencana makin matang, makin banyak kibordis yang
diundang dan sebagian besar menyatakan kesediaannya untuk ikut memeriahkan
acara. Kibordis dari berbagai macam genre musikpun satu demi satu bergabung.
Dan
sudah makin jelas terlihat bentuknya. Bahwa nanti akan ada penampilan grup-grup
yang dibagi dalam beberapa genre musik. Baik itu pop, jazz, rock. Juga
Electronic(a). Lalu ada world music segala. Reggae masuk juga, lalu Latin.
Bahkan hingga klasik dan dangdut.
WAG
mulai terbagi sesuai genre musik, atau memisahkan diri ke dalam WAG yang lebih
kecil, yang merangkul para kibordis yang main pada setiap genre yang ada.
Pemilihan kibordis masuk genre, ada yang memang disepakati bersama, artinya
ditunjuk ataupun diminta.
Ada
juga yang memang lantaran kibordis itu dikenal banget dengan jenis musik
tersebut. Ada juga kibordis yang pengen banget terlibat, kalau soal masuk genre
mana terserah saja. Yang penting main, kumpul-kumpul dan ....bergaul kali ya???
Ternyata
persiapan itu makan waktu lumayan singkat. Setiap genre mempunyai jadwal
latihan masing-masing. Ada yang beberapa kali, dengan jadwal yang disepakati
bersama, walau ternyata setiap latihan tak pernah lengkap. Mau yang jadwal awalnya
direncanakan relatif banyak, atau yang
“secukupnya”, kendala utama memang sulitnya menyatukan jadwal.
Biasa
dan lumrahlah, karena sebagian besar kibordis yang terlibat memang punya grup
masing-masing. Dengan jadwal yang bisa jadi, lumayan padat. So, untuk bisa
berkumpul lengkap aduh....bener-bener
deh, sangat memerah tenaga dan pikiran. Wuiiih!
Sampai
ada yang begini nih ya, kumpul untuk mendiskusikan komposisi tapi makan jadwal
2-3 kali tuh. Cuma setiap kali latihan, selain tak pernah lengkap yang datang
juga ada saja gangguannya. Misal ada yang seringkai mendapat telephone dan
permisi harus menjawab panggilan telephone itu, ada yang sering keluar studio
karena perlu....merokok.
Oh
ya, setiap WAG juga lantas telah menentukan siapa-siapa “koordinator” atau apa
ya, kepala gank kali Hehehe. Mereka juga memilih siapa yang
bertugas memilih lagu yang akan dibawakan grupnya. Serta siapa yang akan
membuat aransemen. Siapa pula yang bertugas menulis partiturnya.
Pokoknya
seru banget ceritanya. Ya maklumlah coy, 100 an orang lebih. Lelaki dan
perempuan pula kan? Kebayang ga sih, keribetan-keribetan, kelucuan-kelucuan
sampai romantikanya? Romantika? Maksudnya, apa kayak tetiba jadi ada...cinta
lokasi? Oalaaaa....ah manusiawi dong. Emangnya ada yang terkena cinlok, bro en sis?
Ada
lagi yang lebih seru, selain terus saja ada yang belakangan bergabung. Ada juga
lho, yang sudah bergabung. Ketika lagu, partitur dengan aransemen
dibagi-bagikan eh malah sudah hilang. Tak lagi terdengar kabar beritanya. Ada
juga yang begitu itu.
Sampai
cerita seorang teman, ada grup sesuai genrenya yang kehilangan begitu saja 3
kibordis. Menghilang dan tak lagi melakukan kontak. Dan eh ada yang juga buat
saya lucu, ga sedikit kibordis yang sebenarnya ga terlalu jelas banget, teman
segrupnya itu kibordis dari mana dan grupnya selama ini apaan sih
sebenarnya....
Waduh,
kalau mau dijabarin detil, sebaiknya memang para kibordis itu sendirilah yang
bercerita deh. Tarik aja, ajak wawancara 15-25 orang aja, itu bisa jadi satu
buku. Judulnya, Serba Serbi 100-an Orang
Main Kibor bareng.... Hihihihi.
Dari
sisi persiapan demi persiapan, latihan demi latihan saja jelaslah penuh dengan
cerita. Tapi yang jelas ya, tetap terasa ada saling menghargai, toleransi dan
rasa kebersamaan. Itu sisi paling positif dari “silaturahmi” 100-an kibordis
ini.
Kebersamaan
demi memperlihatkan persatuan dan kesatuan bangsa ini ya? Mereka sepakati
bahwa, inilah wujud persatuan dan kesatuan dan kebersamaan itu. Mereka datang
dari mana-mana, dari berbagai jenis musik, berlainan suku, agama, ras.
Dan
begitu memang kenyataannya. Bahwasanya adalah musik dan kiborlah yang telah
menyatukan ke 100-an lebih kibordis ini. Untuk berkumpul bersama dan main
bareng. Main, bunyiin alat musiknya dengan benar lho ya.
Maka
pemilihan tanggal yang pas dengan Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei rasanya
perlu dipuji. Sekaligus disyukuri. Tepat banget. Menggalang kebangkitan untuk
bersatu dan bersama-sama membangun bangsa dan negara kita ini. Tanpa peduli
persoalan adanya perbedaan. Berbeda itu justru asyik dan seru be’eng!
Maka
datanglah the D-Day, alias Hari-H yang ditentukan itu! Dan keramaian acara
sudah langsung terasa saat pagi hari di Sabtu 20 Mei 2017 di seputaran Graha
Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Ketika saya datang, itu langsung terasa
ini seperti hari kibor nasional.
Dimana-mana
masak sih bertebaran pemain kibor? Dari yang saya kenal baik, cukup kenal, tahu
bahwa dia kibordis atau sampai ya pastinya saya ga tahu juga dia kibordis apa
bukan? Hahahaha....wajarlah ya?
Bayangkanlah
diperkirakan awalnya ada 132 orang kibordis Indonesia. Berkumpul. Ada
dimana-mana. Wajar dong, kalau ya ada yang saya tak kenal sama sekali. Ya iya,
memang akhirnya gegara acara itulah,maka saya tahu bahwa dia kibordis.
Jadi
kalau misal, sebelum acara ya, saya ga tahu dia kibordis apa bukan, bolehlah
saya “curigai” saja dia kibordis karena lagi ngobrol dan becanda dengan
kibordis yang saya memang tahu....
Ayolah
kita masuk ke dalam Graha Bhakti Budaya itu. Langsung takjub juga melihat
jajaran 100-an kibor beneran lho,
bertengger di atas panggung. Hebat euy,
disiasatinya dengan memakai trap, ada 4 trap yang didirikan sebagai panggung di
atas areal panggung.
Seharian
pas sehari sebelumnya ditata begitu. Sekilas udah macam pemandangan sebuah
candi saja. Yoi, candi kibor! Dengan hampir 55 kibor, berbagai merk dan jenis,
adalah milik DSS. Kosonglah gudangnya langsung ya, tanya saya ke salah satu kru
dari DSS.
Oh
belum, masih ada kok di gudang, ga banyak lagi tapi ya ga dibawa semua kibor
milik DSS, kata kru yang lainnya. Karena sebagian kecil peralatan kibor,
synthesizer maupun piano disupply
oleh dealer peralatan musik tertentu. Sebagian lagi, adalah peralatan dari si
kibordis sendiri.
Di
saat itu, abis terkesima melihat pemandangan “candi” itu saya lantas penasaran
ini gimana bunyinya? Mungkinkah memang nanti bisa bunyi barengan dengan
sebaik-baiknya?
Dan
memang seorang Donny Hardono lah yang seolah “jenderal bintang lima” atawa
panglima yang mengatur langsung di lapangan itu. Enerjik, bersemangat, terlihat
cukup santai dalam arti tidak terlihat raut muka puyeng atau stress. Tapi
pastinya, Donny Hardono yang ulet dan cekatan itu, fokus betul!
Satu
demi satu genre lalu dicoba. Masuklah segera, saat sound check. Check line
dulu, ketahuan semua line dari kibor yang dimainkan, lalu bunyi bareng. Dapat balancing awal, langsung coba dimainkan
bareng. Sound yang paling ideal, lalu di lock,
dan itu ditemukan sambil mereka memainkan lagu selama sound check.
Ribet?
Nontonnya saja sudah kelihatan dan terasa keribetannya. Ya kompleksitasnya
memang waduh banget. Tapi toh, satu demi satu genre yang akan tampil, rampung
juga sound checknya dengan baik.
Masuk
kemudian sound check untuk....naaaah niii
die neh! Iya, tetap disiapin sungguhan, untuk semua kibordis main bareng
itu.Lha ini kan puncak acaranya? Ga ada sesi main barengan itu, acara ini akan
tak berkesan dong.
Persoalan
timbul, karena jarum jam terus bergerak. Waktu sudah sekitar jam 19.00.
Sementara kan dijadwalkan sekitar jam 20.00, konser sudah akan dimulai.
Bagaimana seru dan “dramatis”nya tuh, mengatur 100an orang di atas panggung.
Fadhil Indra menjadi komandan, berdiri di sisi depan menghadap panggung, di
sebelah “ruang kerja” Donny Hardono di front-house.
Sementara
Iwang Noorsaid, menjadi koordinator di atas panggung. Komunikasi langsung
memakai microphone yang ada. Donny Hardono dengan sigap menjalankan konsep yang
sudah digariskan, soal tata suara untuk rame-rame maen kibor itu. Tingkat
keribetan, jelas berlipat lagi dong
Konsep
awal, nanti ada sesi main bareng lagu ’Bangun Pemudi Pemuda’, tapi akan disertai
juga penampilan singkat “menyelip” semua genre yang ada, memainkan lagu dengan
iramanya masing-masing. Setiap genre harus menyiapkan materi untuk memeriahkan
lagu penutup tersebut.
Namun
dikarenakan, waktu yang makin sempit, maka langsung diambil saja “jalan
tengah”. Lagu selipan tiap genre lantas ditiadakan. Saya sempat kasih masukan
kepada Fadhil, hati-hati waktu kalau terlalu kompleks dan butuh waktu lebih
panjang apa tidak sebaiknya disederhakan saja? Maksudnya, yang harus dijaga,
karena itu hal terpenting, main bareng sungguhan lebih dari 100 kibordis itu.
Keputusan
segera diambil serempak, oleh Donny Hardono dan Fadhil. Jadinya fokus saja
bermain bareng kesemua kibordis yang ada. Karena kibor yang ada “hanya” 100,
sedangkan kibordisnya total ada lebih dari 100. Maka ada peralatan kibor yang
dimainkan sekaligus oleh 2 musisi. Eh itu memang konsep dari awalnya.
Donny
Hardono lagilah, yang paling dituntut untuk bekerja maksimal. Karena seperti
Donny sendiri mengatakan kepada saya, saat itu, bahwa memang semua kibor di
panggung harus bunyi bareng. Benar-benar bunyi. Tapi ga boleh asal bunyi aja.
Tetap
dijaga harmonisasi bunyinya. Tetap ada pembagian, mana yang “keras mana yang
lebih pelan”. Mana yang sebaiknya “di depan mana yang lantas menjadi di
belakang”.
Luar
biasa sih melihat dan menikmati persiapan akhir itu. Seringkali Donny agak
kebingungan, ini yang bunyi kibor yang mana? Satu ketika, lewat pengeras suara
di panggung, Donny sempat juga becanda, ini saya juga ga tahu mana yang bunyi
yang solo, mana yang ga....
Menariknya
adalah, keseratusan kibordis menjalani masa persiapan terakhir dengan sukacita
juga. Terkesan semua bergotong royonglah. Saling mengerti, saling mendukung
satu sama lain. Dan mereka semua juga respek dan patuh banget dengan segala
komando atau instruksi dari Donny Hardono.
So
artinya, everybody happy for the best.
Semua senang, demi hasil akhir yang sangat ok yaitu merealisasikan mimpi mereka
bersama. Bagaimana 100 lebih kibordis bisa main bareng!
Dan
saat jam sedikit lewat dari 20.30, konser itupun bisa dimulai dibuka oleh
“pasukan biru”. Dipimpin commander on the
left side, Andy Ayunir. And commander
on the right side, Diddi Agephe. Mereka berdua adalah kumendan gank
Electronic Music. Memang keduanya, yang bersahabat baik sejak lama itu adalah,
dua tokoh utama musik electronic di tanah air.
Seluruh
peralatan yang dimainkan oleh keduanya, adalah peralatan mereka masing-masing.
Bawaan sendiri. Sampai pada laptop, layar monitor, segala effects. Tentu saja juga kibornya. Melihat cockpit mereka masing-masing, yang terletak di latar depan
panggung, sudah sangat menarik.
Mereka
membuka dengan sebuah komposisi yang mereka buat bersama. Lalu disusul dengan
penampilan dari kelompok musik klasik. Yang terdiri dari selengkapnya, Levi Gunardi, Adonia Irianti Erningpraja Ananda
Sukarlan, Aisha Sudiarso Pletcher,
Ferdinand Marsa, Rezky Ichwan, Julian Wurangian, Esther
Sitorus, Jaga Cita, Marcell Aulia, Fajri Jusran dan Indira Sari. Beserta, Iwang Noorsaid. Dan ada juga pianis
senior, tokoh musik, Marusya Nainggolan.
Oh
ya nama-nama di atas itu, saya peroleh dari data equipment list yang dibuat pihak DSS. Mohon maaf, sebagian nama
memang ditulis hanya nama depan, terus terang karena saya memang tak tahu. Saya
sempat mencoba menanyakan pada Rezky Ichwan, namun message saya tak direspon, mungkin karena sedang sibuk.
Etapi,
sudah direvisi langsung via texting
message oleh Rezky Ichwan langsung. Ah, saya salah menghubungi beliau
ternyata. Oho ternyata, Rezky memakai whats-app message yang aktif pada nomer
lain, nomer yang satunya lagi.
Saya
sebenarnya, kalau menulis, untuk menuliskan nama pengennya bisa menulis nama
lengkap. Ya harusnya sih lengkap deh. Itu bentuk apresiasi dan respek. Kalau
misal belum kenal, ya kan bisa sekalian kenalan. Yekaaaaan?
Kontingen
pembuka, dari klasik ini, didukung pula oleh Kak Nunu bersama anak-anak asuhnya. Mereka berkolaborasi dengan
para pianis. Dengan Kak Nunu sendiri juga bermain pianika.
Setelah
klasik, kemudian pop. Ini gerombolan terbesar. Bener-benerlah “gerombolan”.
Tapi tentu saja, gerombolan yang positif karena cinta damai, welas asih dan
penuh persahabatanlah. Banyak nih anggotanya. Paling tidak ada “oom” Nyong Anggoman, sebut saja sebagai
tetua adat pop.
Lalu
ada teteh geulis yang agak ceriwis, Tiwi
Shakuhachi. Lalu kibordis jenaka, Trias
Anugrah. Blocking gerombolan ini,
di latar depan ada para “gitaris”, yang menemani neng geulis Tiwi itu. Ada Bambang Wijonarko, Vicky Bagus, Triono Puji
Susetio, Irwan “opung” Simanjuntak.
Lainnya
adalah, Robert Joko, Wijang Tio, Bung Karno, Alvin Presley,
Mega Pratiwi, Baliyanto, Ika Maya, Reza “pianis abadi”, Ochi Maulana Saat, Hanny Putra, Dandy Lasahido,
Andhiko Buwono, Xiao Pinpin, Steve Tampilang,
Nico Ajie Bandi, Agung Munthe, Peter Lawdenk Dan eh ada Edwin Saladin juga.
Selesai
pop meramaikan suasana, dengan kostum warna manyala
bop nya, giliran berikut tampillah perwakilan keluarga jazz. Mereka terbagi
dalam 2 tim tepatnya. Tim pertama terdiri dari pianis Ade Irawan, Otti Jamalus,
Krishna Balagita, Joseph Sitompul,. Dengan didukung
drummer, Demas Narawangsa dan
bassis, Yance Manusama.
Lalu
tim kedua didukung Erik Sondhy, David Klein, David Manuhutu, Doni Joesran,
Irfan Chasmala, Andy Gomez Setiawan, Kevin,
Tedjo Bayu, Agus Handiman dan Ekka
Bhakti. Kembali dibantu Demas Narawangsa. Sementara bass oleh Shadu Syah Rasjidi.
And, ok
deh...Jazz sudah meramaikan panggung tuh. Lantas panggung tambah penuh gairah,
dengan dominasi warna kebiruan. Pada tata cahaya. Tetapi pada kostum, mereka
sepertinya sepakat memilih tema rada silver atau putih mengkilat. Aiiih!
Mereka
ini datang dari planet lain. Hehehehe....kesannya begitu. Pasukan outerspace ini adalah pasukan
selengkapnya electronic music. Payung
besar sebagai “subgenre” utama sebenanya dikenal sebagai Electronica. Tetapi mereka lebih suka menyebut sebagai “Electronic
Music” saja, karena tidaklah selebar apa yang disebut Electronica itu.
Tetap
menokohkan Diddi Agephe dan Andy Ayunir. Kini pada sisi kiri, Andy ditemani Rio Zee. Di sisi kanan, Diddi ditemani Ammir Gita Pradana dengan topeng
besarnya dan Wiwie GV.
Di
areal panggung sebelah dalam, “berserakanlah” pasukan “dari peradaban lain”
ini. Yaitu ada Popo Fauza, Iso Eddy, Arif Djati Prasetyo, Krish
XP, Danar Rahadian, CinCin Lopez, Ulli Madewa, Rully Madewa,
Rolly Anwari.
Setelah
lumayan sukses membirukan suasana, giliran berikut adalah kelompok paling
minimalis. Maksudnya pada jumlah musisinya. Yaitu genre Latin, yang disatukan
dengan Reggae. Tapi kelompok terkecil ini tampil paling berbeda, karena ada
tayangan videonya, mengiringi penampilan mereka.
Video
itu dibuat oleh pemain akordion, yang tampil malam itu, Rudy Octave, yang selama ini dikenal lewat Sol-Project. Ada juga Rio
Moreno Rusadi. Andy Jibron.
Selain itu juga Estu Pradhana,
seorang session player yang pengembaraannya lumayan luas itu.
Serta
didukung pianis jazz senior, khusus mudik dari Singapura, Candra Darusman! Kelompok ini menampilkan pula vokalis, Carlo Camelo, vokalis “naturalisasi”
dari negeri Kolombia. Naturalisasi? Dia vokalis apa...striker?
Kelompok
gabungan latin dan reggae ini mendapatkan dukungan dari bassis bertubuh cukup
subur dengan badan besar tapi kenyalnya itu, Harry Toledo. Sedangkan pada drums, dibantu drummer Inang Noorsaid. Inang juga yang
membantu drums untuk genre pop. Ia juga tampil di lagu pengunci acara.
Beres
genre Latin yang disandingkan dengan reggae, giliran berikut yang naik ke atas
pentas adalah Dian Hadipranowo, Meidy Ratnasari, Astrid Lea, Irsa Destiwi,
Cindy Sater, Yoana Theodora. Ini cewek-cewek dengan tema kostum sama, ethnic lah. Mana manis-manis pula!
Eh
ga semua cewek, ada menyelip dua pria yaitu Vicky Sianipar dan Rafael.
Mereka ini adalah kontingen dari “Daerah Istimewa” World Music! Memberi kesan
tersendiri dong tentu saja. Artinya,jelas unik dan tak kalah gayalah.
Pendekatan
mereka lebih pada bentuk komposisi yang berasal dari lagu-lagu darah. Jadi
bukan pada bentuk world music, yang bernuansa “barat dan timur”.Misalnya juga
dengan menyertakan instrumen tradisi Nusantara. Karena tampilan itu yang
kayaknya lebih dikenal orang dari world music, when west meet east.
Dan
suasana tambah meriah deh, gegara legiun kecil dangdut ikut dapat kesempatan.
Menariknya, karena ada dua musisi senior yang “memimpin”. Tokoh musik, jazz dan
pop, Tamam Hussein. Sekedar mengingatkan, dulu Tamam Hussein adalah salah satu tokoh penting di balik acara bergengsi, kompetii band Light Music Contest!
Serta muridnya
Tamam, begitu ia mengaku, Anton Seva. Ada juga musisi jazz lain, Eramono
Soekaryo, yang masuk di kontingen dangdut ini. Eramono, selama ini dikenal sebagai pendiri Spirit Band, dan belakangan sering tampil di acara Tribute to TOTO.
Selain
itu ada juga, Stevanus, Pupun, Dhidhi Ciam Keysa, Agus DJ,
Jati. Kontingen dangdut ini juga
didukung vokalis. Yang satu, cowok, yaitu host
acara ini, Teffy Mayne. Sementara
satu lagi, penyanyi cewek masih muda banget, Ardina Glenda.
Heboh dong! Itu dia kerennya acara ini, semua harus ada wakilnya. Diupayakan semua bisa hadir, ada wakilnya. Porsinyapun semua sama. Ga ada yang dibeda-bedain. Ciri khasnya ditonjolinlah. Kayak dangdut itu, ya ada penyanyinya gitu.
Dan
kontingen atau keluarga terakhir yang memeriahkan acara ini adalah, genre rock! Pas bener jadi penutup! Saking banyaknya, sampai terbagi dalam 3 pasukan. Yaitu squad yang pertama adalah
Abadi Soesman,
Tony Wenas, Harry Budiman, Fadhil Indra,
Gatot Gatz, Wiwiex Soedarno, Hafid
Andriono, Dery Intjemakkah, Ananda Keys.
Squad
2 dengan Tommy Wasis, Welly Siahaan, Mohamad Syarif, Ariev
Baginda Siregar, Andy Bayou, Yessi Kristianto, Meity Yusuf, Rio Ricardo, Juga mendukung pasukan
rock kedua adalah Adi Adrian.
Sementara
itu pada squad nomer tiga dari rock, muncullah Yockie Suryoprayogo dengan Fariz
RM. Bersama Daruwijaya, Eghay, Dimas Anindito, Raden Agung
Hermawan, Dave Lumenta, Reynold Silalahi dan Krisna Prameswara.
Pada
pasukan ketiga ini ada menyelip kibordis perempuan, Z Karbilla Nasution, yang adalah putri dari kibordis kawakan, Debby Nasution. Jadi, sang ayah yang
terpaksa absen karena ada acara lain, diwakilkan oleh putrinya sendiri.
Pada
ketiga tim wakil genre Rock ini, ada dukungan bassis, yang “ganteng-ganteng
srigali”, Soebroto Harry Prasetyo.
Dengan drummer, yang ini bener-bener cantik dan imut, Jeane Phialsa, yang lebih dikenal dengan panggilan, Alsa.
Begitulah
data nama-nama dan kelompok yang tampil. Mohon maaf saja, kalau ada yang
tercecer yang belum sempat kesebut. Data-data nama di atas itu, saya memang
dapatkan dari berbagai sumber. Antara lain, dapat dari koordinator dari setiap
genre yang tampil.
Nah
gini, kalau saja ada pembaca tulisan ini iseng menghitung deretan nama yang
saya tulis di atas ya. Total itu ada 122 nama sebenarnya. Jadi menurut Fadhil,
kalau nama yang tercantum pada poster acara, total ada 132 atau 133 kibordis.
Berarti, tambah Fadhil, ada sebagian nama hilang. Absen, ga jadi tampil.
Alasannya
sih ga jelas. Mungkin saja, termasuk 3 nama yang saya sebut di atas itu.
Ternyata ada beberapa lainnya juga yang urung hadir mendukung acara ini. Tapi
walau begitu, tetap saja jumlah sedemikian besarnya adalah catatan rekor yang
lumayan mencengangkan.
Dalam
list awal, tersebut juga nama Dwiki
Dharmawan, di kelompok jazz. Tapi Dwiki urung hadir, karena masih dalam
perjalanan pulang dari Barcelona, Catalunya! Abis ketemu Messi, Neymar dan
Suarez kah? Atau ikut pesta perpisahan Luis Enriquez?
Bukan
dong, emangnya Dwiki pengurus PSSI? Tapi yang hebatnya, di saat lagu pamungkas
yang semua kibordis main bareng itu, Dwiki ada ikut main! Menyelip di pojok
kanan, berbagi kibor dengan Wiwie GV, bertetangga dengan Diddi Agephe.
Ia
memang serius pengen tampil. Jadinya, ia terbang dari Barcelona via Zurich lalu
Singapura. Sampai di Bandara Soekarno Hatta jelang 21.30. Ia lalu langsung
meluncur ke Graha Bhakti Budaya! Syukurlah, masih kebagian tampil di lagu
terakhir itu!
Dan
akhirnyalah, lewat sebuah pengorganisasian acara berlandaskan kebersamaan dan
persahabatan, bisa mengundang lebih dari 100-an kibordis untuk tampil bareng,
jelas suatu prestasi yang harus masuk sejarah. Sah itu mah!
Dan
peristiwa main barengnya 122 orang kibordis itupun lalu telah disahkan dan
diakui oleh sebuah badan pencatat rekor internasional. Badan tersebut, Record Holder Republic (RHR) lalu memberikan sertifikat
pengakuan tercatatnya sebuah rekor dunia. Sertifikat itu memuat catatan 100
orang kibordis dan pianis yang bermain bersama.
Sertifikat
diserahkan perwakilan resmi dari RHR Indonesia, Bapak Halim, langsung kepada
Donny Hardono. Donny Hardono memang bertindak sekaligus sebagai promotor atau
penyelenggara acara ini. Piagam rekor dunia itupun lalu dipegang secara estafet
oleh ke 122 kibordis yang telah tampil.
Ya,
ini memang acara gila-gilaan. Dan dibalik sebuah konser gila-gilaan begini, harus
ada orang “gila” yang bersedia mengadakan. Itu artinya, seorang yang “cukup
gokil”-nya, untuk mewujudkan mimpi fantastis itu!
Tak
pelak, seorang Donny Hardono lah yang tingkat kegilaannya terbilang
ok...maksimal! Hehehehe. Kegilaan dalam konotasi positif dong. Dimana dia yakin
untuk bisa merealisasikan gagasan edan
para kibordis. Dan ternyata kan, berhasil!
Saya
senang dan bangganya dengan teman-teman kibordis itu. Kebersamaan mereka itu
luar biasa. Dan bisa bersatu kan? Gotong royong dengan relatif baik. Kalau ga
baik, mana bisa kejadian cooooyyyy.....
Well,
betullah itu. INDONESIA memang hebat! Kalau benar bisa bersatu, segala
sesuatunya sangat mungkin untuk diadakan. Hasilnya kan dahsyat tapi juga
menghibur. Penting itu lho, bukan sekedar mengejar catatan rekor dunia. Tapi
bagaimana orang-orang yang telah datang menonton, juga terhibur karenanya.
Dan
ini adalah kali kedua, saya ada dan langsung melihat dan merasakan, lalu
memuji, aksi dahsyat para musisi. Di sekitar 2004, saya juga menjadi saksi langsung
dari 477 orang pemain perkusi nasional yang bermain bersama.
Kejadian
477 perkusi itu diadakan dalam rangka HUT DKI Jakarta ke 477, diadakan di
sebuah panggung raksasa yang dibangun persis depan area Hotel Indonesia yang
legendaris itu, dengan menghadap pada air mancur selamat datang.
Para
pemain perkusi Indonesia itu, juga dicatat dan diakui sebagai sebuah rekor
baru, tingkat internasional. Pencatat rekor dan pemberi piagam rekor adalah
dari MURI (Museum Rekor Indonesia). Sampai hari ini, setahu saya belum
terpecahkan.
Bedanya
hanyalah, waktu 477 perkusionis beraksi luar biasa itu, saya memang terlibat
langsung secara aktif dalam organizer
penyelenggara. Rangkap merangkap jabatan sih waktu itu. Antara lain nih,
menjadi liasion officer khusus sesuai
permintaan yang bersangkutan. Yaitu Harry
Roesli, yang untuk acara itu, diminta menjadi dirigen.
Padahal
sejatinya, saya talent coordinator.
Yang pada acara puncaknya, lalu ikut turun tangan langsung dalam tim stage management. Ya itu kan keusilan
yang khas dari seorang Harry Roesli. Dan itu adalah pertemuan dan kerjasama
hangat saya terakhir dengan Harry Roesli.
Karena
acara itu dilangsungkan pada Juli 2004. Dan pada 11 Desember, berarti 5 bulan
kemudian, Harry Roesli berpulang karena sakit. Tentunya membuat momen acara itu
menjadi sungguh spesial, terutama untuk saya.
Nah
waktu penyelenggaraan konser 100 Kibordis untuk Bangsa kemarin itu, saya hanya
jadi penonton. Yang bawa kamera. Lalu sibuk jeprat-jepret aja. Dapat ID Card
khusus langsung dari Donny Hardono. Kemudian ya...hitung-hitunglah ikutan gaul
deh....
Kembali
ke 122 pemain kibor nasional itu, sebuah catatan prestasi yang membanggakan
sebenarnya. Saya menyetujui betul tulisan teman saya di Facebook, Sungguh tak ternilai...Tapi sangat terukur,
sejauh mana implikasi yang akan diperoleh dari aksi "gila" yang
mengesankan ini. Rasa
bangga, haru dan hormat pada Mas Donny Hardono serta 132 kibordis lainnya. Dan tentu saja pada semua
jurnalis yang merekam peristiwa pop culture terbaik ditahun 2017 ini.
Tulisan itu
adalah komen dari sahabat baik, jurnalis musik, Buddy Ace. Namun sayangnya, review ataupun liputan acara ini tak
ada sama sekali. Sampai tulisan saya ini dibuat, 2 minggu setelah acara
berlangsung, saya googling dan tak
berhasil menemukan liputan acara tersebut.
Sebelum acara
berlangsung, memang ada cukup banyak tulisan mengenai konser 100 kibordis ini
yang akan diadakan pada 20 Mei. Namun sayangnya, justru pas kejadian acara
berlangsung dengan sukses, malah ga ada media yang meliputnya.
Padahal ini
kan kejadian langka dan dahsyat ya.... Apapun yang terjadi, selamat untuk ke
122 kibordis atas prestasinya. Juga tentunya untuk penyelenggara yang
bener-bener berjuang dan “berjibaku”, Donny Hardono dan DSS Production!
Ditunggu pergelaran keren, asyik dan....fantastis yang lain!
Salam Musik!*
2 comments:
om Dion Momongan....
gilaaaaa tulisanya gokil....
mantabh2... salute2... foto2 jepretannya juga cakep2...
terimakasih om...
salam sehat2 & hepi2 selalu
🙏 anton seva
deskripsinya RUAR BIASA !!!
Post a Comment