Venue
nya ga begitu besar. Tentunya membuat
areal stage sekilas terkesan agak
terbatas, menampung perabotan mereka. Sebuah grup band “lawas”, didukung “grup
band” lainnya. Ditambah 2 vokal latar dan 4 pemudi cantik yang bermain 2
violin, 1 viola dan 1 cello.
Mereka
lawas tapi teteup pas. Artinya gini,
memang masa jaya mereka jauh banget di waktu lalu, 1980-an coy. Tetapi asli, sejatinya musik mereka itu, bahasa kerennya ya,
tak lekang dimakan waktu. Masih sedap saja dikecap kuping kita. Setuju kan? Kok
dikecap sama kuping?
Diterima,
dinikmati dan masuk ke hati. Menyegarkan syaraf en otot-otot yang kaku mungkin. Saya jadi ingat, pertama kali
mereka bikin album, oho ini band “modern amat”! Dasar bule dah. Bule itu
panggilan akrab Fariz Rustam Munaf.
Saat grup ini rekaman dan meluncurkan album Trapesium, sebagai debut album mereka, yang dilepas Akurama Record
di tahun 1982.
Kuping
saya tersengat. Eh kuping sama hati ding.
Iya, waktu denger album itu. New Wave
sekaleee. Tetapi eits, sejatinya ya ga terlalu new wave sih. Benar ga? Synth-Pop gitu ya? Ah itu podo wae lah.Soalnya, bisa-bisanya
nyelip kan, ‘Sepertigapuluhdua’?
Mereka
ngerock, agak “british new wave”, lumayan kesan itu ya. Tetapi ya warna-warni.
Cuma lagu yang ngetop dari album itu kan, ‘Sirkus Optik dan Video Game’, ada
rasa The Police nya. Dengan instrumentasi keyboard, synthesizernya yang
menonjol di depan. ‘Astoria’, yang lebih populer, lebih ke rock, eh apa bisa
disebut modern rock era itu ya,
dengan kibor yang juga di depan.
Sementara
‘Interlokal’, sebagai lagu nomer satu, memang diplot jadi lagu pertama Side-A,
kan format kaset tuh. Lagu itu pop dengan bau new wave. Lantas lagu lain, masih
di sisi A kaset mereka, ada, ‘An...’. Ngepop saja, ya popnya Fariz. Begitupun
halnya dengan ‘Putri Sigma’.
Menengok
ke belakang, jauuuuuh nih. Symphony
memang seperti dimotori oleh bule atau Fariz RM. Ini grupnya setelah,paling
tidak ya ada Badai Band dan Transs. Padahal Fariz, yang bermain bass,
sebenarnyalah ditarik masuk Symphony. Penggagasnya sebetulnya, yang menawari
Fariz untuk gabung adalah Herman Gelly
Effendi, kibordis. Serta gitaris, Jimmy
Paais.
Mereka
berdua anak SMAN 3 Setiabudi. Ya notabene juga sekolahnya Fariz. Eh iya kan,
semuanya jebolan SMAN 3? Lantas setelah Fariz oke, lalu diajak sertalah juga, Ekki Soekarno. Jadi deh Symphony. Nah
Gelly dan Jimmy sih maunya bikin grup rock, rada ke progressive rock kayaknya. Tetapi nampaknya, mereka bersepakat
untuk “menyiasati” pasar. Keluarnya ya gitu deh, synth-pop itu.
Memang
Fariz main bass, selain lead vocal di Symphony. Album Trapesium, lumayan sukses
waktu itu. Warna musiknya lumayan segar saat itu, nyegerin telinga. Sedikit beda, dengan misalnya musiknya Fariz,
terutama di solo albumnya.
Selepas
itu, muncul Metal, sebagai album
kedua. Symphony lantas diperkuat Tony
Wenas, pria Kawanua yang dikenal sebagai motor kelompok Solid 80. Lagu yang
dikenal dari album ini, poppish
dengan unsur reggae. ‘Lensa Kamar Putih’. Agak mengingatkan kita kembali dengan
The Police. Lagu pertama sebenarnya, nge-rock, ‘Kekal itu Di Sini’, dengan
vokal utama, Tony Wenas.
Baru
1987, 5 tahun setelah Metal, Symphony mengeluarkan album ketiganya. N.O.R.M.A.L judulnya, dengan tinggal menyisakan
trio, Herman Gelly, Jimmy Paais dan Fariz RM. Setelah itu, Symphony sempat juga
diperkuat pemain “baru” seperti Budhy Haryono,
drums. Serta Adi Adrian, kibor. Dan
juga Sonny Soebowo, keyboard programming.
Setelah
itu, Symphony tertidur. Iya sebut aja begitu. Semua personilnya sudah sibuk
masing-masing. Mereka sempat melakukan reuni, untuk acara televisi Zona 80 di Metro
TV, dengan kembali bermainnya formasi Symphony album Metal. Itu terjadi di
tahun 2009. Sebenarnya, saat itu sih sempat terbersit keinginan mereka untuk
kembali tampil di panggung lagi.
Seorang
penggemar fanatik Fariz RM dan Symphony pernah menulis, mereka itu dua puluh
tiga tahun tak terdengar lagi gaungnya. Seakan bumi menelan mereka hidup hidup!
Ngeriiii. Hayoooo, siapa yang pernah menulis begitu?
Sayangnya,
rencana itu tinggal jadi rencana. Belum lagi terwujud, Jimmy Paais keburu
pergi. Jimmy meninggal dunia pada 2 Agustus 2010. Dan rencana reuni itu lantas
kendur lagi. Tak terdengar lagi sekian waktu.
Sampailah
pada 30 September kemarin. Bertempat di venue di dalam areal FX Mall, di tengah
ibukota. Akhirnya Symphony bisa kumpul lagi, main bareng lagi. Walau tanpa
didukung oleh Jimmy Paais tentunya. Sebuah kesempatan reuni, yang lumayan “mahal”
momennya. Iya, saya melihatnya begitu.
Wah, Symphony itu "cukup spesial" sih buat saya. Gimana ga spesial, lha saya itu dengan Gelly, bule atau Faiz dan Ekki, ternyata sama-sama "POMG". Anak-anak kita satu sekolahan di Bintaro, malah sempat semuanya sekelas. Dan ya, semua Symphony, selain Tonny ya, semua "Robin" alias, Rombongan Bintaro lho!
Grup bernama Symphony ini sempat ngetop, menjulang tinggi. Memang lantas seperti menurun, tambah
menurun. Lalu vakum. Tetapi kehadirannya waktu itu, tetap perlu dicatat. Mereka
menghadirkan corak musik rada beda, di pasar musik Indonesia. Itu yang
menyebabkan mereka lekas disukai publik, begitu mereka meluncurkan album.
Ada
faktor Fariz RM juga sih. Tetapi biar bagaimanapun, dalam Symphony itu arsitek
musik utama kan Gelly dan Jimmy? So, peran keduanya juga penting. Selain,
kesepakatan mereka berkompromi dengan selera pasar saat itu. Ya kemudian juga
ada Ekki kan? Belakangan ada Tonny. Waktu Tonny masuk, toh mereka lumayan laris
untuk manggung saat itu.
Ya,
saya jadi flashback deh. Panggung
penuh tuh, kemarin itu. Peralatan band, atau backlines yang di-supply
oleh DSS, perusahaan tata suara
terdepan itu, bersesakan di atas panggung. Tata suaranya juga dihandle oleh DSS, dengan Donny Hardono langsung yang turun tangan! Bayangin 3 set keyboard. Plus 2 set
drums, masih ditambah perkusi. Gitar-gitar dan bass. Ya penuhlah panggung
jadinya.
Cuma
ada sedikit, ah itu secuillah, kekurangan. Soal penataan lighting-nya saja. Kurang asoy,
harusnya lebih menghidupkan suasana sih. Tapi ah sudahlah ya. Yang penting
sound bisa maksimal kan? Dan ya, ga gelap-gelap amat kok. Panggung “terang”.
Dan sayapun seolah tak sabar menanti mereka. Saya yakin, sebagian besar
penonton juga sama tak sabarnya....
Dan
muncullah Krisna Prameswara, kibordis
yang didaulat juga menjadi music director. Kemudian di drums ada si mungil nan
cantik, Jeane “Alsa” Phialsa. Di gitar ada gitaris kawakan,
arek Malang, Noldy Benyamin Pamungkas.
Serta pada bass ada bassis cowok, antara ganteng dan “cukup cantik” nih,
hihihihi, Soebroto Harry namanya.
Inilah
grup “lain”, pendukung utama Symphony malam itu. Kalau kata Fariz, “para pemain
cabutan” yang patenlah. Iya, Fariz pernah menyebut itu,sekitar 3 bulan sebelum
konser. Pesannya waktu itu, elo harus nonton akhirnya Symphony bisa main lagi,
insya Allah bro! Amin, jawabku. Beneran nih, ‘le?
Kemudian
ya ada Tony Wenas, dengan kibor lainnya. Tentu juga Herman Gelly pastinya, ya
juga dengan keyboard-set tersendiri lainnya. Fariz, dengan kibor tenteng-nya.
Lantas di balik set drums ada Ekki Soekarno.
Lagu
pembuka, dipilih, ‘An...’ dari album Trapesium. Penonton lantas histeris,
menyambut hangat. Eh, penonton penuh lho. Kerenlah, keren banget! Edun, mereka masih pada inget sama
Symphony rupanya. Ada 4 cewek manis sebagai strings-section.
Serta ada Renny dan Kartika, sebagai vokal latar.
Disambung
kemudian dengan, ‘Astoria’. Penonton tambah semangatlah. Masih inget niiiih ya
sama lagu itu? Penonton sukacitalah saat itu. Kemudian, ‘Mereka di Jalanan’.
Kemudian sambung dengan salah satu hits mereka, ‘Sirkus Optik dan Video Game’,
dengan menampilkan duet drums. Ya Ekki bareng gebak-gebuk dengan Alsa, di drums
setnya masing-masing.
Lalu
ada, ‘Tanda Mata’. Setelah itu, naiklah bintang tamu, Marcell, ia membawakan, ‘Putri Sigma’. Berikutnya ada lagu, ‘Mimpi’.
Dilanjutkan dengan, ‘Pasar Malam’. Marcell naik lagi, tampil untuk membawakan
lagu, ‘Lensa Kamar Putih’. Sebagai lagu kesepuluh adalah, ‘April Tujuh’, dari
album perdana Trapesium.
Betewe,
soal Krisna Prameswara nih. Kibordis yang dihubungi langsung oleh Symphony
untuk mau menjadi music director.
Krisna bilang, ya ok banget. Dia menyambut hangat. Soalnya, Symphony itu udah
dia dengerin sejak ya awal 1980-an, saat dia masih SMP! Dia bilang, dia suka
banget dengan ‘Foto Model’,’Interlokal’dan ‘Sepertigapuluhdua’.
Cerita
Krisna tuh, tahapan latihannya lumayan panjang. Banyak juga lho. Total mereka
latihan bareng, secara band dan termasuk dengan keempat Symphony, sebanyak 11
kali.
Krisna
merinci, 4 kali di awal itu untuk workshop
di rumah Tony Wenas. Lalu berikutnya, masuk tahap latihan barengan untuk
menyempurnakan aransemen, sebanyak 4 kali lagi. Dan tahap rehearsal terakhir sebanyak 3 kali dilakukan di studio DSS, untuk
finalisasi, finishing sampai runthru.
Jadi,
sudah cukup siap ya untuk tampil. Krisna, yang adalah kibordis kelompok Colors
dan Discus selain seringkali mendukung grup Naif itu bilang, siap dan jadi ga
sabaran. Hahaha, karena momen main dengan Symphony itu ya salah satu momen
teramat penting buatnya. Ya kan, dulu dengerin, suka, waktu masih umur berapa
tuh. Eh lantas sekarang, ada kesempatan main bareng. Apa rasanya coba kan?
Rasanya,
nano-nano ya Kris? Gitu kali ya? Excited pastinya
dong? Apalagi penonton padat euy. Rame deh. Ok kembali ke konser itu ya. Lalu
masuk sesi mereka berempat main akustik. Faris itu main bass lho. Gelly tetap
di kibor. Tonny main gitar. Sementara Ekki pindah main cajon.
Sesi
ini, adalah part khusus. Mereka mengenang keberadaan sekian waktu, sahabat baik
mereka, Jimmy Paais. Sahabat dekat begitu banyak orang. Sahabat saya juga sih.
Dulu saya pernah janji lho, iya bro Symphony harus main lagi. Gw coba bantu ya
bro, paling ga 2 kota deh, misal Jakarta dan Bandung ya? Jimmy setuju dan
memberi support. Juga ketiga anggota Symphony lainnya.
Oh
ya, itu terjadi, setelah syuting di Zona 80 di Metro TV itu. Saya memang
datang, malah diminta jadi semacam narasumber gitulah. Di sela-sela syuting
itu, kita sempat membicarakan kemungkinan reuni Symphony “secara serius” dan
beneran. Ah, jadi gimana ingat momen itu. Momen-momen ngobrol dengan Jimmy.
Baik ketemu langsung, telephone atau sms.
Pada
sesi ini, dibawakanlah ‘Panggung Perak’.
Disambung, ‘Menggapai Bintang’. Lantas ada juga, ‘Jumpa Kedua’. Disusul
berikutnya, ‘Tak Padam’. Ditutup dengan Langit Merah di Atas Dunia’. Keempat Symphony
main bareng barisan gesek. Dan kesemua lagu yang dibawakan itu, adalah karya
almarhum Jimmy Paais.
Saat
itu, sempat naik ke panggung, istri dari almarhum Jimmy Paais, yaitu Ayu Soesanto. Mengenang akan keberadaan
brother Jimmy Paais yang ramah dan berpembawaan tenang itu.
Suasana
masih hiruk pikuk, ramai ya. Tapi mulai rada gimana ya, sebagian penonton
terdengar jadi asyik sendiri. Eh ga sendiri. Maksudnya, mulai asyik
ngobrol-ngebrellah antara mereka itu. Ya sementara musik di panggung terus
dimainkan.
Lalu
naik lagi “band pendukung di bawah pimpinan Krisna Prameswara”. Merekapn
membawakan, ‘Foto Model’. Disusul berikutnya dengan, ‘Kekal itu Di Sini’ dengan
menampilkan solo drums, eh Fariz berduet dengan Ekki lho. Yoih, bule itu mainin semua alat musiklah, selama konser Symphony ini!
Dan
akhirnya, dimainkanlah lagu beraroma kental progrock-nya, bisa disebut “paling
progressive” deh, ‘Sepertigapulhdua’, sebagai lagu pamungkas konser reunian Symphony
itu. Penonton puas lah. Beneran puas? Ah masak sih? Saya mah belum euy. Masak
sih udahan?
Ya,
lagu hits mereka yang pualing ngehits kan belum dimainin? Apalagi kalau bukan, ‘Interlokal”?
Ternyata itu jadi lagu encore mereka. Jadi lagu penghabisan yang lumayan manis.
Penonton jadi tersengat deh. Nyanyi bareng, ya iyalah. Konserpun berakhir
sudah.
Secara
keseluruhan, cukup mengobati rindu, terutama untukpara penggemar fanatik
mereka. Iya, serunya gitu tuh, ada sebagian penonton juga, ini setelah show,
ngomong sebenarnya banyak lagu yang dibawain Symphony tadi itu, mereka ga tahu
lho.
Ga
tau, karena ga pernah dengar? Emangnya itu lagu-lagu Symphony juga ya? Ya
begitulah. Biasa terjadi kok. Ada saja pastinyalah, penonton yang....yang
memang siap betul jadi penonton! Datang menonton, wangi, dandan habis ya untuk
menonton. Ketemu teman-teman lamanya. Haha hihi huhu, ketawa, nostalgia.
Padahal ga begitu tahu lagu yang dibawain band yang mereka tonton.
Masalah
ga? Ah masak gitu aja jadi masalah? Ya ga dong. Kan yang penting, mereka
memenuhi tempat itu kan? Seru aja lihat penonton full begitu. Yang mungkin sedikit jadi masalah sih,image poster
acara reuni Symphony itu sih. Terlalu old-school buat saya. Padahal harusnya “lebih
modern”, jangan terkesan jadul dan biasa saja. Ini grup “sangat modern” lho
pada jaman kejayaannya.
Tapi
ya pengaruh emangnya? Kan terbukti toh, penonton tetap saja penuh begitu. Mereka
tetap menyerbu datang kan? Iya juga sih. Tapi boleh ya, saran dikit kan?
Hehehe, usil aja nih...
Ya
gitu deh jadinya konser reuni Symphony. Saya puaslah ya? Beneran puas? Sebenarnya
ngh....sebenarnya nih, gimana ya? Bilangin ga ya? Hehehehe. Saya sedih banget.
Iya dong,ini momen yang ditunggu-tunggu lama, diomongin sekitar 7 tahun lalu
kan? Eh kejadian juga. Dan, ah saya ga ada!
Iya,
saya ga nonton! Karena saya ada acara di Solo. Tak mungkin ditinggal. Di Solo
itu acara saya soalnya. Aduh, waktu nih memang lagi tak bersahabat begitu. Saya
kehilangan kesempatan itu deh. Jelas kan, saya sedih hati jadinya.
Soal
tulisan di atas, ya saya tulis saja dengan mendengarkan cerita Tyas Yahya, yang
sudi “mewakili” saya untuk menonton Symphony yang mau reunian itu. Malah Tyas
juga mau memotret. Hasilnya gimane?
Hasil Tyas memotret maksudnya ya, ponten-nya
berape ye? Hmmm, 8,8 kira-kira deh. Atawa, kalau zaman sekolah dulu, pasti
dibilang sebagai, 9-. Hihihihi. Overall,
ga mengecewakanlah. Bisa jadi Tyas itu, salah satu “the best student” di SMA. Alias, Sekolah Memotret Asoy..... /*
3 comments:
Ulasan yg menarik...mengalir...tapi sayang terlewatkan cerita siapa yg memprakarsai terjadinya consert reuni ini...😉😉
mantap ulasannya bang dion, saya ga nontn langsug jadi serasa nonton langsung setelah baca tulisan bang dion , trims bang ..
Post a Comment