SIPA adalah
Solo International Performing Arts.
Sebuah bentuk sajian festival seni pertunjukkan yang lumayan lengkap. Dimana
kalender tetap saban setahun sekali ini, senantiasa menyajikan tari, teater dan
musik, yang datang dari pelbagai belahan bumi.
Penggagas
utama adalah Joko Widodo, dikala
Presiden Republik Indonesia tersebut, masih menjabat sebagai Walikota Solo.
Diadakan pertama kali di tahun 2009. Dan ketika itu, langsung mencuri
perhatian, sebagai salah satu event besar seni pertunjukkan yang terbilang
lengkap.
Lengkap
karena, senantiasa membuka pintu lebar-lebar bagi keterlibatan berbagai unsur
tradisi dari berbagai daerah di seluruh penjuru Nusantara ini. Menjadi etalase
akan karya-karya seni pertunjukkan yang berbasiskan pada tradisi seni budaya,
yang datang dari berupa-rupa etnis atau suku bangsa tanah air.
Dimana
segenap potensi budaya kreatif tersebut, dipersandingkan dengan beragam seni
pertunjukkan dari etnis-etnis lain, yang berdatangan dari seluruh dunia. Baik
Asia, Eropa, Amerika, Afrika dan Australia. Sehingga melengkapi konsep sajian
festival, yang juga berdasarkan akan kebersamaan dan saling mengahrgai satu
sama lain.
Tahun
ini adalah penyelenggaraannya yang ke 8 kalinya. Dan merupakan kali kedua, saya
bisa beroleh kesempatan untuk menyaksikannya langsung. Dimulai dari Kamis 8
September. Dan berlangsung setiap malam, hingga Sabtu 10 September 2016.
Mengambil tempat di kawasan Benteng Vastenburg, di tengah Solo.
Malam
pertama diisi maskot SIPA 2016, Peni
Candra Rini, yang berkolaborasi dengan teater Semarak Candra Kirana. Lalu Park
Na Hoon Dance Company (Korea Selatan), Premijit
Manipuri Dance (India). Dan ikut memeriahkan festival ini, nama-nama tenar
dari Indonesia sendiri.
Yaitu
seperti harpist jelita, Maya Hasan,
asal Jakarta. Kemudian juga rombongan Kua Etnika, di bawah pimpinan seniman
kawakan, Djaduk nan Ferianto, asal Yogyakarta. Dan sebagai
penutup acara, malam pertama, tampillah Dewa
Budjana, dengan memboyong grup bandnya sendiri.
Seru
juga lho, ketika membaca di website milik
SIPA. Pengisi acara di malam pertama, Budjana, membawa Jack de Johnette, Gary
Husband dan Tony Levin. Wuidiiiih, dahsyat betul! Mereka, para virtuoso atau
master musik jazz dan kontemporer dunia itu, memang pernah berkolaborasi dalam
rekaman salah satu album Dewa Budjana. Dimana rekaman itu dilangsungkan di
Amerika Serikat, pada tahun lalu.
Memang benarkah, bahwa Budjana memboyong selengkapnya "band-project"nya itu ke SIPA 2016 kemarin? Budjana aja deh yang menjawabnya.....
Memang benarkah, bahwa Budjana memboyong selengkapnya "band-project"nya itu ke SIPA 2016 kemarin? Budjana aja deh yang menjawabnya.....
Pada
malam kedua, dihadirkan beragam performers
lain seperti kelompok musik muda, Trodon,
asal ibukota Jakarta. Keteng Keteng
Girls (Medan), Nadi Singapura.
Lantas kolaborasi lintas etnis, lintas negara, terdiri dari Nell Chua dan Ruanatworkz (Singapura, Malaisya), Philips Graulty (USA), Blessing
Chimanga (Zimbabwe), Rodrigo Parejo
(Spanyol) dan Peni Candra Rini.
Tampil
pula Avijit Gosh (India). Lalu Komunitas Musik Tadulako, berbahasa
Kaili, dari Palu. Mereka memulainya dengan prosesi tersendiri. Serta dipuncaki,
duo Nya’ Ina Raseuki a.k.a Ubiet (voices) dan Dimawan Aji
(cello).
Sementara
pada malam terakhir, malam minggu 10 September, tampillah Gondrong Gunarto & Friends (Solo), Elly Luthan Dance Company (Jakarta), kelompok Gangsadewa (Yogyakarta).
Juga
tampil lagi bentuk kolaborasi yang didukung Blessing Chimanga (Zimbabwe),
Philips Graulty (USA), Nell Chua dan Ratnaworkz (Singapura, Malaisya) serta
Rodrigo Parejo, yang datang dari Spanyol. Selain itu juga penampilan musisi
muda, Viky Sianipar dan grupnya dari
Jakarta.
Kemeriahan
malam penutupan itu, disempurnakan oleh penampilan Sruti Respati dan Indro
Hardjodikoro bersama kelompok Musim
Keroncong-nya, yang datang dari Jakarta. Mereka tampil sebelum pesta
kembang api, serta closing ceremony,
yang didukung para performers SIPA
2016 dan grup musik Trodon.
Buat
saya, menonton SIPA dan kemudian, tentunya tak mungkin tidak untuk tak
memotretnya itu. Itu kejadian langka.Momen yang mengasyikkan. Menyegarkan. Agak
jarang saya temui. Bayangin, saya datang dan bisa menyaksikan langsung SIPA
saja, dari 2009, Lha baru kesampaian lagi di 2016!
Itupun, catet nih, saya dapat undangan untuk bisa melihat baru di hari kedua dan di hari penutupannya. Hari pertamanya itu, saya missed. Masih di Jakarta tuh. Padahal seru juga kayaknya, kalau bisa menyaksikannya komplit 3 hari. Keberagaman pengisi acaranya itu lumayan menarik.
Itupun, catet nih, saya dapat undangan untuk bisa melihat baru di hari kedua dan di hari penutupannya. Hari pertamanya itu, saya missed. Masih di Jakarta tuh. Padahal seru juga kayaknya, kalau bisa menyaksikannya komplit 3 hari. Keberagaman pengisi acaranya itu lumayan menarik.
Kabarnya,
selama ini SIPA ditangani tata artistiknya oleh Sugeng Yeh. Nama satu ini, saya
suka akan hasil kerja kreatifnya, membesut acara-acara pertunjukkan seni, baik
teater dan tari, termasuk juga musik. Dan kemarin di SIPA, ya salah satu yang
bikin saya tak mau kehilangan momen memotretnya, sisi artistik pada sajian
visualisasinya itu.
Bukan
perkara sempurna, ciamik ataupun kerennya. Tapi lebih pada, saya merasa nyaman
dan enak aja untuk memotretnya. Inilah sebagian karya saya. Selamat menikmati. Dan oh ya, terimakasih untuk Sruti Respati, atas undangannya ya.. /*
No comments:
Post a Comment