Tuesday, December 4, 2018

Cerita Romantikanya Membuat sebuah Festival Jazz



Pada awalnya, bagaimana membangunnya. Mengolah, dengan cara bersinergi dalam hal ide dan kreatifitas. Mencari-cari bentuk yang khas, identik. Dan itu adalah kenikmatan tersendiri.
Susah-susah gampang sih, dalam membuat sebuah festival jazz. Karena, harus dengan proyeksi yang panjang. Soalnya gini,kalau membuat sebuah festival jazz hanya untuk dua atau tiga tahun saja, kalau saya sih merasa, ah buang-buang enerji saja bro!
Bagaimana mengemas, lalu mencari bentuk “ideal” yang khas. Kemudian menjalankannya. Lantas mempertahankan kesinambungan atawa kontinuitasnya. Dan bagaimana juga kita menjaga soliditas dalam bersama-sama menjalankan, kebersamaan yang tetap harus dijaga. Dan mungkin, sebut saja sebagai, harus dihormati dan dimaklumi. Bahwasanya dikarenakan kebersamaan saja, apa yang sudah dicita-citakan bersama-sama itu bisa berjalan.
Dan berjalan,sampai tahun ke delapan lho! Artinya, sudah masuk di tahun ke delapan. Hal mana, rasanya tidaklah membayangkan bisa berjalan hingga sejauh ini... Kaget, seneng, bingung, ya sekaligus terkesima.

Lalu begitulah, sampailah pada bagaimana bisa dipertahankan. Agar supaya tetap memiliki identitas khas. Biar terlihat beda gitu, dengan festival-festival jazz lain. Kan seperti yang kita ketahui bersama, bahwa entah kenapa festival jazz bisa menjamur di seluruh penjuru Nusantara ini. Paling tidak di  5-6 tahun belakangan ini.
Menariknya ternyata North Sumatra Jazz Festival bisa bertahan terus. Kerja-bareng WEM, atau WASPADA eMusic, dengan saya dan sahabat baik saya, Indrawan Ibonk. Oh ya kami berdua memilih memakai bendera, indiejazzINDONESIA. Bisa terjaga kontinuitasnya, kan harusnya atas dasar soliditas kolaborasi penyelenggaranya.
Tetapi dalam perjalanan kemudian, biasalah itu ada up and down. Terutama soal semangat. Mulai terjadi, seperti kebingungan juga kami ini. Apa lagi, bagaimana lagi, siapa lagi? Sementara itu, persoalan klasik mah terus membayang-bayangi perjalanan NSJF ini.
Berharap bahwa kelak di tahun ke 6 ke atas gitu ya, bisa terjaga independensinya. Dijalankan lebih “leluasa”, dengan lebih mandiri. Tegak kepala, jalan dengan lebih pasti. Idealnya sih begitu.


Lihat ya, festival jazz boleh menjamur, tapi ada berapa banyak gelaran festival jazz di Indonesia ini, yang bisa bertahan lama? Ga usah jauh-jauh, lewat saja 3 atau 4 tahun deh. Stamina sebagian besar festival jazz tersebut, rata-rata lantas drop, selepas melewati 3 atau 4 tahun pertama. Lantas, hilang ditiup angin....
Makanya, ketika NSJF bisa bertahan segitu lama. Jelas harus disyukuri. Ga nyangka deh. Tetapi bagaimana selanjutnya? Sementara hal paling “mengganggu” terus saja mengikuti. Apalagi kalau bukan soal pendanaan.
Finansial nih. Ternyata belum bisa juga NSJF berjalan dengan lebih pasti. Saban tahun, harus “kusut” atau “tergopoh-gopoh” soal pembiayaannya. Kemandirian belum bisa tercapai. Entah sampai kapan....
Memang ternyata, tak mudah untuk membuat sebuah festival jazz itu. Iya, siapa bilang gampang? Apalagi soal mempertahankan kontinuitasnya, sebagai agenda tetap setahun sekali.
Sponsor tetap masih selalu diharapkan. Susah-susah gampang juga mendapat atensi mereka, lebih “kompleks” lagi untuk bisa memperoleh dukungan dari pihak sponsor tersebut. Tawar menawarnya alot!




Terkadang, pada akhirnya ya gimana ya, yang penting jalan dulu deh. Negosiasi alot dengan sponsor, seringkali seputar siapa yang akan ditampilkan. Siapa yang banyak penggemarnya, siapa yang paling populer. Dan apesnya, itu berarti memang sih...Jazz dan tidak jazzlah ya, yang penting tetap bisa jalan.
Persoalan “sangat klasik” sih, mungkin juga menjadi problem pada festival-festival lain yang beruntung tetap bisa dipertahankan, untuk waktu yang lumayan panjang. Yang populer itu, aduh biasanya yang...ga jazz! Macam mana ini lae....
“Untung”nya ada grup tuan rumah. Erucakra Mahameru & C Man. Seperti diketahui kan, Erucakra sebagai gitaris dan leader C Man, notabene juga adalah Direktur Utama NSJF juga adanya.
Tim berempat yang menjalankan, sekaligus memotori NSJF, sejak kali pertama di 2011 ya tetap. Erucakra, didukung saya sebagai direktur festival. Indrawan Ibong, sebagai direktur produksinya. Dan Arsyadona Mahameru,istri dari Erucakra, sebagai direktur finansialnya.
Seperti biasa, seperti yang terus terjadi sejak kali pertama di 8 tahun silam, khusus saya dan Ibonk, punya tugas atawa tanggung jawab rangkap-merangkap. Efisiensi dan efektifitaslah ya. Wah, wah, double nih pendapatannya? Hush! Ini kerjaan penuh persahabatan dan berdasarkan atas asas kemanusiaan... Hihihi.




C Man selalu tampil, di setiap tahunnya. Target saya memang bagaimana C Man menjelma menjadi sebuah kelompok jazz (jazz rock tepatnya), dengan warna lebih ke progressive-fusion nya, kebanggaan Sumatera bagian Utara. Lalu menjadi nama yang dikenal secara nasional. Berikutnya, C Man bisa melanglang buana ke seluruh dunia....
Edun, muluk amat? Ga juga sebenarnya. Erucakra punya potensi untuk itu, terutama soal kreatifitas bermusiknya. Ide-idenya keren dan fresh, walau sesekali oho terlalu liar. Tapi masih bisa dimaklumi...
Nah Erucakra sendiri, diharapkan bisa didampingi musisi-musisi yang dapat bekerjasama dengannya. Berdiskusi, ngoprak-ngoprek musik bareng, lalu main bersama dengan sebaik-baiknya.
C Man sejauh ini, masih harus terus berproses. Proses untuk mematangkan soliditas, bagaimana relation antar musisinya, dengan Erucakra sebagai leader sekaligus penggagas musiknya. Proses itu makan waktu.




Kayaknya makan waktu yang lumayan panjang. Dengan segala romantika di seputarnya. Tetapi C Man, dengan Erucakra sebagai komandan, harus diakui salah satu dari sedikit saja grup band beraliran “dekat dengan jazz”, yang tetap eksis hingga saat ini. Tentu saja di kawasan Utara Sumatera, atau terkhususnya, Medan dan sekitarnya. Sesuatu dong kan
Sampailah kita di NSJF tahun ke delapan, Oktober kemarin di Grand Ballroom JW Marriot Hotel. Ada nama-nama junior macam Tobi Tan Kai Rong, kibordis belia asal Singapura yang kini sedang bersekolah di Medan. Atau penyanyi muda, Nikita Mawarni serta Jessica.
Mereka tampil dengan kelompok Fiesta Band. Sebelumnya ada grup bernama Shenology yang lumayan bersemangat. Diikuti berikutnya ada De Vote Singers & Band, yang mencoba mengadaptasi penampilan grup vokal macam Manhattan Transer misalnya.
Untuk penampilan utama adalah Erucakra Mahameru & C Man, yang kali ini Eru menyodorkan konsep Rise of the Kingdom – Sriwijaya Kronikel. Berangkat dari menafsirkan kejayaan era kerajaan Sriwijaya dulu.




C Man pun didukung para musisi tradisi, yang datang dari Universitas Sumatera Utara. Untuk hasapi, suling sampai gordang 9. Dan ditambah juga, kolaborasi istimewa, C Man dengan penyanyi ekspresif, dengan suara khas, Bonita.
Bonita datang sorangan, kali ini. Tanpa kelompoknya, Bonita and the Hus Band. Mungkin di kesempatan mendatang, sangat layak bila Bonita diboyong ke Medan untuk NSJF, tentu dengan format grup bandnya. Jadi, lebih lengkap.
Dan sebagai performer penutup acara, highlight utama NSJF tahun ini, adalah penyanyi jelita. Ia penyanyi yang sekaligus juga model dan aktris muda berbakat, Eva Celia Lesmana.
Eva Celia dengan grupnya, sebenarnya lumayan sukses sebagai pengisi acara utama. NSJF terasa tetap bisa dijaga kekhasannya. Ya, menurut saya sih begitu. Eva Celia, memberi nuansa yang berbeda. Kecantikan muka, penampilan dan suaranya seolah mempercantik NSJF sih.
Dan selesailah. Begitulah cerita NSJF di tahun ini. Lalu eh disambung dengan festival lain lagi, seminggu kemudian, tempatnya bukan di Medan. Tetapi di pulau Samosir nan eksotis itu.
Bagaimana pula dengan festival di Samosir itu lae dan ito’? Ah nantilah. Di tulisan berikutnya saja. Nanti ada juga. Kau eh klean tunggu saja ya. Mantap kali kan, dari Medan lantas bersambung dengan Samosir pula!








Persoalannya, tahun depan bagaimana? Kembali lagi bersambungan begitu, dari Medan seminggu kemudian ke Samosir? Insya Allah. Kalau saja semesta mengijinkanlah ya. Kalau memang alam raya berkehendak, tentu saja terjadilah kehendaknya.
Semoga di tahun mendatang, akan dapat tersaji lebih baik dan lebih baik lagi. Terus terang, NSJF tahun ini terasa cukup terbatas, tetapi memang sih yang penting tetap terjaga kesinambungannya.
Mau rikues siapa, untuk menjadi top highlight di tahun mendatang? Semoga saja dilancarkan, dimudahkan dan dilajukanlah perjalanan NSJF di tahun-tahun berikutnya. Artinya, semoga rikuesnya, eh sudah ajukan rikues belum, bisa dipenuhi di kesempatan mendatang ya.
Horas! /*






No comments: