Monday, December 10, 2018

Sebuah Pop Musikal yang Fresh, Unik dan Sarat Misteri, BUNGA untuk MIRA

Mhyajo a.k.a Mia Johannes. Foto : Indrawan Ibonk


Adalah dara bernama, Mira. Dengan ambisi menggelora, yang seakan semakin tak terhentikan. Sekalipun ia telah menjadi penari Jazz Kontemporer yang cukup ternama, Mira selalu haus untuk menjadi ‘pusat perhatian’ dimanapun ia berada. Ia harus lebih dan lebih.....
Intrik ‘menghalalkan segala cara’ ini selalu mendapat dukungan dari Ibu, dan Bob bisnis manajer serta dua orang sahabat nya Wina, penata rias. Dan Gita, penata kostum pertunjukan. Mira pun semakin tenggelam dalam ambisinya....
Tahun ini, selain ingin merebut perhatian Andre - sang promotor ternama dan pemilik gedung teater “Tujuh Musim”. Mira ternyata juga berhasil memanipulasi Puti, yang mempunyai hubungan kakak beradik tidak sedarah dengannya.  Puti seorang botanis yang berhati lembut dan sedang mempersiapkan produk kosmetika berbahan dasar herbal, pada akhirnya menerima bantuan Mira.

akankah Mira mendapat kesuksesan dan semua perhatian dunia yang di impikan ?  

apakah justru misi terselubung ini menjadi bumerang atas sifat tamak yang dimiliki selama ini ? 

apakah Puti yang selalu menjadi bulan-bulanan akhirnya bertidak tegas dan melakukan pembalasan ?

Kira-kira begitulah gambaran synopsis dari pementasan musikal nan fresh, unik dan relatif berbeda ini. Sebuah pergelaran pop musikal yang terinspirasi oleh dongeng legendaris “Bawang Merah dan Bawah Putih” dalam imajinasi fiksi ilmiah bertempat di satu alam semesta yang berbeda, ditulis dan disutradarai oleh Mhyajo (Mia Johannes).
Sebuah reinterpretasi, dengan suasana “jauh berbeda”, kekinian, suasana pop berbau-bau jazz(y), dengan latar belakang dunia pertunjukkan. Format sajiannya, pop musikal. Pentasnya nanti menyajikan berbagai konflik, gelora cinta, ambisius dan...kematian!
Tawarannya memang menjadi macam romansa gelap, misterius, sekaligus mengejutkan! Di balik gemerlapnya sebuah pentas pertunjukkan. Dibungkus tata tarian, gerak oleh koreograer muda nan manis lagi enerjik, Ufa Sofura. Serta musik yang menyajikan komposisi musisi muda Ramondo Gascaro.
Untuk sisi sajian musik, yang akan dihidangkan secara live nantinya, Mondo akan mengundang dukungan orkestra. Dimana sisi orkestra tersebut, dibantu oleh Indra Perkasa.

Mhyajo. Foto : Indrawan Ibonk
Pertunjukkan musikal yang diwarnai suasana pop, dengan bungkusan musik bertema lebih dekat pada jazz-fantasy, akan memakan waktu selama 1 jam 30 menit. Menampilkan pula penataan dekorasi panggung dan penataan cahaya, yang digarap detil dengan kesan modern. Dengan penata cahaya adalah Iwan Hutapea., ditingkahi tata visual Alexander Triyono.
Untuk urusan kostum, didukung oleh Kleting Titis Wiganti, (KLE). Dan untuk sebagian besar asesoris yang digunakan, dibantu oleh Andi Yulianty (dengan House of Jealouxy).
Dalam pementasan ini, indera penglihatan penonton akan digelitik oleh permainan cychlorama, dimana akan menyajikan keindahan cahaya di atas panggung bak lukisan, tetapi dengan para pemeran, sebagai objek tata cahaya, tetap bergerak leluasa.
Untuk mengemas suara, ada peran sound engineer muda berbakat, Nabil Husein. Sementara Risdo Sinaga, nanti akan mendukung sebagai direktur tehnis untuk tata artistik.

Mhyajo dan Mondo Gascaro. Foto  Muhamad Ihsan
Ufa Sofura. Foto  Muhamad Ihsan
Well, ini adalah debut dari sutradara muda rupawan, Mhyajo. Sutradara bernama lengkap, Mia Johannes ini, Oktober silam menggarap dengan sukses, Colors of Indonesia. Yang ditonton penonton yang datang dari 189 negara, peserta konerensi internasional IMF-WB di Bali tempo hari itu.
Ide cerita lantas dituangkan dalam naskah libretto, oleh Mhyajo sendiri. Ide dan lantas diikuti penulisan script, dilakukan Mhya selepas ia kelar menuntaskan studi seni pertunjukkannya di Lincoln Centre, New York, di tahun silam.
Catatan saja, Mhya terpilih mengikuti workshop khusus untuk seni pertunjukkan tersebut, menjadi satu-satunya sutradara Indonesia yang terpilih. Ia menjadi satu dari 66 peserta yang datang dari 56 negara.

Jadi proses datang dan mengalirnya ide, bergulir begitu saja. Mhya menyebut, mulai dari Brooklyn, saat di sela-sela ia menjalani workshop itu. Menyambung ke Solo. Lalu Gianyar, di Bali. “Proses ide mengenai scenic-set yang nanti dipakai, jadinya dari Brooklyn hingga Solo dan Gianyar.”
Sementara proses akhir, setelah penguraian sosok tokoh, dan detil naskah dialog. Termasuk berikutnya, penulisan lirik dikerjakannya di Georgetown, Penang, urai Mhya lagi.
Kesungguhan seorang perempuan enerjik ini, rasanya total. Dengan semangatnya ia menuntaskan segala sesuatunya, dan memastikan pementasannya, walau harus independen.
Dalam arti, Mhya sadari bahwa targetnya memang mampu mementaskan. Secara independen, bergerak mandiripun dilakoninya dengan sadar, dengan perhitungan cermat. Memang pada akhirnya, Mhya berhadapan dengan kenyataan, susahnya memperoleh dukungan sponsor!

Bahkan juga tak mudah buatnya untuk meraih atensi, termasuk dari media massa. Meyakinkan bahwa karya perdananya ini, layaklah untuk memperoleh support. Dukungan, untuk menyebarluaskan, sehingga kelak bisa memancing publik untuk datang menonton.
Itulah tantangan paling sedap. Walau sedap-sedap, rada asin, tapi crispy-nya membuat semangatnya justru makin meletup. Ia maklum, ini karya perdananya. Dan resikonya, jelaslah ia belum dihitung sebagai apa ya, pelaku mainstream industri seni pertujukkan tanah air.
Semangat tak surut, ia justru tergerak untuk mewujudkan idenya. Membuktikan bahwa ia punya kemampuan? Bisa ya, bisa tidak. Tapi rasanya lebih ke soal, apakah idenya akan memperkaya khasanah seni pertunjukkan di Indonesia?
The Main-Casts BUNGA Untuk Mira
Apakah memang seorang Mhyajo, kelak akan punya peran, dan punya arti di khasanah seni pertunjukkan di Indonesia? Waktu akan membuktikannya. Tetapi yang perlu dicermati sebenarnya, bagaimana kalau kita sama-sama ikut menjadi saksi, pembuktian Mhya. Lewat karya perdananya, Bunga untuk Mira itu.
Dalam pop musikalnya itu, Mhya mengundang sejumlah aktris dan aktormuda berbakat. Dea Panendra misalnya. Kemarin ia barusan mendapat penghargaan Piala Citra, kategori Pemeran Pendukung Wanita Terbaik. Lewat peran apiknya di film, Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak, yang mana filmnya itu sendiri menjadi film terbaik.

Dea juga ikut berperan dalam beberapa musikal lain sebelumnya, seperti Laskar Pelangi dan Timun Mas lalu Bunga Terakhir Kasih tak Sampai. Ia juga tercatat sebagai alumnus Indonesian Idol 2010.
Daniel Adnan, sebelum ini ia berpengalaman bermain di dunia teater. Ia tercatat mendukung pementasan Aladin, Verdo, Atas Nama Kota dan Khatulistiwa. Pria muda berdarah Jawa-Ceko, bertinggi badan 190 ini, ikut berperan pula dalam film layar lebar, Buffalo Boys. Dan kelak akan tampil di film layar lebar lainnya, Gundala Putra Petir, yang baru menyelesaikan produksinya.


Lalu ada Shae. Ia sebelumnya dikenal sebagai penyanyi, dengan singlenya, Sayang, yang dirilis di Malaysia dan sukses juga di Indonesia. Ia berpengalaman pula berakting, pada film, Basahhh (2008) dan 3600 Detik (2014).
Penampilannya sebagai penyanyi, telah lumayan menciptakan sebuah sensasi. Itu lantaran bakatnya semata juga. Dan ternyata ia juga bertalenta sebagai seorang aktris.
Ada juga nama Johan Yanuar, yang mengawali karirnya sebagai model. Ia adalah juara ketiga dalam kontes L-Men Indonesia di tahun 2010. Lalu masuk Top 15 dan meraih gelar The Best National Costumre, pada ajang Manhunt International pada tahun 2011 di Korea Selatan.
Johan Yanuar juga tercatat sebagai musisi, ia bassis di kelompok musiknya, d Journey. Dimana grupnya telah menghasilkan sebuah mini album, pada beberapa tahun lalu.

Maya Christina Hasan, harpist cantik itu juga akan ikut berperan nanti. Maya pernah ikut mendukung ilm Koper, karya Richard Oh, di tahun 2006. Selain itu, ikut dalam pentas musikal seperti, Gallery of Kisses (2002) dengan Eksotika Karmawhibangga Indonesia. Lalu dalam 1001 Nights dengan sutradara Robert Draffin dari Australia.
Selain itu, Maya juga ikut pementasan Rumah Boneka, di tahun 2011, yang disutradarai oleh Slamet Rahardjo. Ia juga bahkan menulis naskah dan menyutradari pentas teater Love Versus Fear, Obing dan Panggung dari Perempuan.

Casts lain, ada para penari profesional selain bintang-bintang muda berbakat di dunia seni pertunjukkan. Baik untuk musik maupun teater dan tari. Seperti Diani atau nama lengkapnya, Mahardiani Indah Kusuma Wardani. Atau juga Ayu Gurnitha. Selain Wandy Adrianus.
Mhya, bersama dengan Ufa Sofura dan Mondo Gascaro telah beberapa bulan menyiapkan Bunga untuk Mira. Adapun naskah dan dialog, menurut Mhya, telah dilakukan  3 kali revisi. Dan proses audisi, untuk talent scouting dilakukan dalam tiga kali, sejak sekitar awal tahun ini.


Pementasan Bunga Untuk Mira, akan mengambil tempat di Teater Jakarta (teater besar), Taman Ismail Marzuki, pada 22 dan 23 Desember 2018. Untuk pemesanan tiket silahkan menghubungi kiostix.com dan indotix.com.
Akhirul kata, pesan paling bijaksana adalah, bergegaslah untuk mendapatkan tiketnya. Jangan sampai kehabisan. Sesal kemudian, tiadalah artinya. Mari menikmati dan merasakan pementasan musikal yang unik dan berbeda ini.
Sampai ketemu di sana ya, teman-teman sekalian..../*
Saat Press-Gathering BUNGA Untuk MIRA saya sebagai Moderator. Foto : Indrawan Ibonk



No comments: