Tuesday, April 11, 2017

Kesan Saya tentang Film Night Bus

Lama juga tak menonton film Indonesia. Agak skeptis mungkin terhadap film-film negeri sendiri. Ah, harusnya sih tak begitu. Padahal kan, sejatinya toh saya doyan nonton film. Film itu sarana hiburan, termasuk yang...”primer”.
Mau nonton dengan bayar sendiri kek. Dan pastinya,bersyukur kalau sampai ada yang mengajak menonton. Hati terhibur, duit tak keluar, nikmat mana lagi yang melampaui itu?
Kejadian sama pada minggu silam. Diajak sehari sebelumnya oleh kawan baik betul, Kadri Mohamad. Kita nonton film yiuks di Plaza Senayan. Via wa-groups, lantas ada list nama-nama yang akan menonton. Ternyata bersama kakak-kakak saya yang baik hati, peramah dan dulu gemar bersekolah, yaitu kakak-kakak anggota XI Creative.
Filmnya adalah Night Bus. Sebuah action thriller. Mencekam. Dan, ingat ini film Indonesia! Pengen tahu dan penasaran, karena sekian waktu saya sudah sering melihat trailer film ini. Juga berbagai bentuk promosinya di sosial media. Sang produser sendiri, yang sangat bersemangat mempromosikannya yaitu Darius Sinathrya.
Kabarnya, ini pertama kali Darius Sinathrya menjadi produser. Ia bertindak sebagai produser bersama salah satu pemeran utama film ini, Teuku Rifnu Rikana. Dan oh ya kenapa tetiba bisa ada undangan menonton film ini? Karena sahabat baik, tentu saja anggota XI Creative juga, ternyata menjadi salah satu produser eksekutif film ini.
So, saya mendengar pergerakan film ini sejak tahun lalu. Sempat juga jadi penasaran. Kayak apa sih filmnya? Promosi film ini lumayan gencar di tahun silam, dikarenakan Darius dan teman-temannya menjaring pendanaan lewat crowd-funding.
Kelihatannya crowd funding atau penjaringan dana dari masyarakat yang cukup sukses. Terbukti kan,film akhirnya bisa kelar produksinya. Diedit.. Dan siap dihidangkan ke publik. And then, siap saya tonton kan?
Maaf, saya tak hendak menulis sebuah review. Saya tahu diri, dan harus jujur menyebut bahwa saya bukan kritikus film. Saya hanyalah penonton film. Itu aja sih. Saya tergerak untuk menulis ini, sekadar berbagi cerita saja. Tak kurang, tak lebih.
Kalau kurang, mohon ditambahkan dulu nanti dihitunglah. Kalau lebih, segera kembalikan. Kebiasaan kurang baik, kalau lebih disimpan diam-diam.... Hehehehe. Ada-ada aja. Intermezzolah sedikit ya.
Nah film ini di depannya lamban alurnya, begitu ungkap sahabat saya, yang menjadi salah satu produser eksekutif itu. Nanti berikutnya baru masuk suasana thrillernya, actionnya banyak. Nanti nonton deh.... Oh, baiklah.
Menonton sedari awal kan. Alur cerita bergerak memang relatif lamban. Menggambarkan satu demi satu pemeran film, sebagai apa, dia itu siapa, kenapa dia ada. Dan sebagainya. Yak, digambarkan suasana sebuah terminal, para pemeran yang di close up satu demi satu, dengan dialognya, dengan mulai memperlihatkan karakter masing-masing.
Yup, ini tentang sebuah bis. Bis malam, Babad namanya. Bis malam yang akan menuju kota Sampar, memakan waktu 12 jam perjalanan. Penumpang tak penuh kok. Tapi karakternya macam-macam. Ibu tua dan cucu. Pasangan yang pacaran tapi agak berkonflik, untuk pergi ke Sampar atau tidak. Seorang tunanetra yang pandai bicara. Seorang yang terkesan, mendewa-dewakan “kalau ada uang habislah perkara”.
Ada pula seorang muda, yang anggota sebuah LSM yang hendak mencari teman-temannya yang hilang. Kemudian seorang wartawan muda yang bersemangat. Dengan seorang perempuan muda, yang memiliki traumaikmasa silam yang sangat kelam, ia korban perkosaan beramai-ramai! Masya Allah.

Saya melihat, “host” film ini adalah tokoh Bagudung atau nama lengkapnya, Hartop Sinaga,yang diperankan apik oleh si produser. Yup, Teuku Rifnu Rikana. Serta tokoh Zakaria Zulfikar yang dipanggil Amang oleh Bagudung, diperankan juga sama baiknya oleh Yayu Unru.
Host maksudnya, mereka yang membawa adegan peradegan film ini. Membentuk cerita. Karena semua cerita sesungguhnya memang bermula dari keduanya, maksudnya mereka berdua yang membingkainya. Antara lain dengan sikap, dan obrolan. Oh ya keduanya adalah kernet, yaitu si Bagudung itu. Dan supir bis, yaitu Amang. Yaeyalaaaah, keduanya tuh dapat dialog paling panjang....
Dan kemudian ketika film berlangsung, muncullah tokoh-tokoh lain, ya tentu saja para penumpang bis tersebut. Bis tersebut akan berjalan jauh dalam keremangan malam, menembus areal hutan, pinggir pantai juga, jalan berkelak-kelok. Sepi betul. Hanya bis itu saja yang membelah jalan dengan gagahnya!
Iya,karena ada terjadi konflik. Kaum separatis atawa gerilyawan setempat, yang menuntut kemerdekaan dengan aparat resmi pemerintah. Sampar itu dimana? Sudahlah, kota itu hanya di film ini adanya. Nah Sampar adalah sentral dari konflik bersenjata itu terjadi.
Lantas konflik dibangun saat perjalanan bis. Saya tertarik mengikutiya, karena ini pasti didominasi areal sempit, ya di dalam bis itu saja. Temaram, karena sebagian besar terjadi di malam hari. Karena ketemaraman itu, unsur suspence nya terbangun dengan cukup baik.
Ok, bukan review kan tadi di atas saya bilang. Jangan “sok tahu” ah, sok-sokan melakukan penilaian rinci atas film ini. Sudahlah ah. Saya tak pandai untuk yang begituan.
Tapi kalau Amang dan Bagudung atawa si Hartop seperti dirigen, atau bisa juga music director, kira-kira memang begitulah adanya. Mereka memimpin di depan. Merangkai film ini.
Ya gitu deh. Secara keseluruhan, sorry dorry bro en sis, saya lompat langsung ke “bab terakhir”. Film yang disutradari Emil Heradi ini menarik. Saya suka betul dengan cerita atau skenarionya. Thriller dengan unsur suspences-nya itu banyak yang surprised. Tak dapat diduga sebelumnya,oleh penonton. Paling ga, oleh saya.
Film yang menarik. Ini beneran. Yang pasti banget, saya tak jadi tertidur karenanya. Aduh, itu “kelemahan” saya, suka tertidur 5-10 menit di tengah film, terutama ketika film berjalan lambat. Film ini sukses memancing keingin tahuan saya dan membuat saya rapi terjaga, terus menataplayar bioskop, menikmati cerita demi cerita. Sampai kelar filmnya. Angkat topi untuk hal itu!
Saya sulit berkomentar, ada ga film begini lainnya dibuat sineas Indonesia. Ya saya kan bilang, jarang menonton film Indonesia? Tapi dari pengalaman saya sendiri, saya merasa ini film bagus! Tuh, saking bagus dan respeknya, saya tambahin tanda seru.
Bagaimana tidak bagus, dan menarik, film ini juga dipenuhi bintang-bintang tenar yang mempunyai akting sangat baik. Ada Tio Pakusadewo, Arswendy Nasution sampai Lukman Sardi! Belum lagi ada juga muncul, Alex Abad dan Tino Saroengalo. Jaminan mutu dong? Iya dan tidak. Karena mereka bukan pemeran utama lho!
Yang menjadi pemeran utama, selain Teuku Rifnu Rikana dan Yayu Unru, ada juga Torro Margens, Edward Akbar, Hana Prihantina, Laksmi Notokusumo, PM. Toh, Rahael Ketsia, Arya Saloka serta pemeran cilik, Keinaya Messi Gusti. Ah ya mereka pemeran pendukung utamalah gitu deh.
Saya suka dengan PM.Toh, kalau di musik itu,peran “instrumentasi”nya membuat bungkusan musiknya lebih berarti. Juga pemeran perempuan tua, Laksmi Notokusumo.Eh, the New Christine Hakim is born! Iya lho, mengingatkan kita akan Christine Hakim di...Tjut Nyak Dhien.Bahkan hingga aksentuasi suaranya!
Saya terhibur dengan permainan lighting di dalam bis,ataupun juga adegan di luar bis saat malam. Dramatis. Cuma mungkin pemakaian CGI sebagai tehnologi mutakhir perfilman itu, mungkin baiknya lebih disempurnakan lagi. Adegan helikopter melintas itu, langsung mencekam harusnya di awal film. Helikopter militer dan ada 2 pula. Tapi kurang mulus gitu visualisasinya. Bagus juga kalau ditampilkan 3 helikopter kali ya?
Kamera atau sisi sinematografis film ini, termasuk komposisi gambar yang terkait angle, secara keseluruhan “baik dan menyenangkan”. Maksudnya, pas untuk membentuk film ini sebagai sebuah film yang menegangkan, walau tak terlalu mengumbar aksi-aksi berlebihan.
Akhir film, tak terduga. Itu yang membuat film ini menjadi menarik. Akhirnya bagaimana, ah nontonlah sendiri. Kan itu yang membuat film ini menarik untuk terus diikuti dari awal sampai the end nya.
Sekali lagi, saya suka film ini. Cuma sayangnya, saya bilang ini ke teman baik yang eksekutif produser itu, ini jenisnya bukan film komersial. Model film untuk festival gitu. Apalagi para pemeran juga terbilang “kurang komersial”. Titik ini, kalau buat saya sih tak terlalu masalah.
Resehnya, film kan begitu tuh. Biarpun film bagus kayak apaanpun. Kalau di hari-hari awal diputar, tak mampu meraih banyak penonton, akan langsung lenyap dari layar. Atau langsung “turun kelas” bioskopnya.  Kejamnya dunia perfilman di sini, begitu itu. Ga langsung banyak penonton, langsung “ditenggelamkan”!
Padahal ini film bagus. Harusnya ditonton lebih banyak orang. Atau paling tidak, memberi kesempatan untuk publik lebih banyak yang menontonnya. Ketika tulisan ini saya buat, saya tak terlalu mengikuti lagi, ini film bisa bertahan bagus atau tidak, terutama di layar layar utama?
Demikianlah cerita sedikit saya soal film Night Bus. Alhamdulillah, saya berkesempatan menontonnya. Trims berat untuk udaBro Kadri Mohamad beserta teman-teman XI Creative-nya antara lain ada Radhian, Rezky Ichwan, Rina Novita, Santy dan lainnya, yang sudi mengajak saya dan Tyas Yahya ikut menonton.

Juga tak lupa, terima kasoy untuk sahabat baik saya yang juga kakak saya, Ario Wibisono yang menjadi salah satu produser eksekutif film ini.  Trims pak Ario, juga Ranggani. Perlu nih dilanjutin kayaknya...... /*

*Foto-foto Filmnya diambil dari website Night Bus

No comments: