Lama
juga tak menonton film Indonesia. Agak skeptis mungkin terhadap film-film
negeri sendiri. Ah, harusnya sih tak begitu. Padahal kan, sejatinya toh saya
doyan nonton film. Film itu sarana hiburan, termasuk yang...”primer”.
Mau
nonton dengan bayar sendiri kek. Dan pastinya,bersyukur kalau sampai ada yang
mengajak menonton. Hati terhibur, duit tak keluar, nikmat mana lagi yang
melampaui itu?
Kejadian
sama pada minggu silam. Diajak sehari sebelumnya oleh kawan baik betul, Kadri
Mohamad. Kita nonton film yiuks di Plaza Senayan. Via wa-groups, lantas ada list nama-nama yang akan menonton. Ternyata
bersama kakak-kakak saya yang baik hati, peramah dan dulu gemar bersekolah,
yaitu kakak-kakak anggota XI Creative.
Filmnya
adalah Night Bus. Sebuah action thriller. Mencekam. Dan, ingat
ini film Indonesia! Pengen tahu dan penasaran, karena sekian waktu saya sudah
sering melihat trailer film ini. Juga berbagai bentuk promosinya di sosial
media. Sang produser sendiri, yang sangat bersemangat mempromosikannya yaitu
Darius Sinathrya.
Kabarnya,
ini pertama kali Darius Sinathrya
menjadi produser. Ia bertindak sebagai produser bersama salah satu pemeran
utama film ini, Teuku Rifnu Rikana.
Dan oh ya kenapa tetiba bisa ada undangan menonton film ini? Karena sahabat
baik, tentu saja anggota XI Creative juga, ternyata menjadi salah satu produser
eksekutif film ini.
So,
saya mendengar pergerakan film ini sejak tahun lalu. Sempat juga jadi
penasaran. Kayak apa sih filmnya? Promosi film ini lumayan gencar di tahun
silam, dikarenakan Darius dan teman-temannya menjaring pendanaan lewat crowd-funding.
Kelihatannya
crowd funding atau penjaringan dana dari masyarakat yang cukup sukses. Terbukti
kan,film akhirnya bisa kelar produksinya. Diedit.. Dan siap dihidangkan ke
publik. And then, siap saya tonton
kan?
Maaf,
saya tak hendak menulis sebuah review.
Saya tahu diri, dan harus jujur menyebut bahwa saya bukan kritikus film. Saya
hanyalah penonton film. Itu aja sih. Saya tergerak untuk menulis ini, sekadar
berbagi cerita saja. Tak kurang, tak lebih.
Kalau
kurang, mohon ditambahkan dulu nanti dihitunglah. Kalau lebih, segera
kembalikan. Kebiasaan kurang baik, kalau lebih disimpan diam-diam.... Hehehehe.
Ada-ada aja. Intermezzolah sedikit ya.
Nah
film ini di depannya lamban alurnya, begitu ungkap sahabat saya, yang menjadi
salah satu produser eksekutif itu. Nanti berikutnya baru masuk suasana
thrillernya, actionnya banyak. Nanti nonton deh.... Oh, baiklah.
Menonton
sedari awal kan. Alur cerita bergerak memang relatif lamban. Menggambarkan satu
demi satu pemeran film, sebagai apa, dia itu siapa, kenapa dia ada. Dan
sebagainya. Yak, digambarkan suasana sebuah terminal, para pemeran yang di
close up satu demi satu, dengan dialognya, dengan mulai memperlihatkan karakter
masing-masing.
Yup,
ini tentang sebuah bis. Bis malam, Babad namanya. Bis malam yang akan menuju
kota Sampar, memakan waktu 12 jam perjalanan. Penumpang tak penuh kok. Tapi
karakternya macam-macam. Ibu tua dan cucu. Pasangan yang pacaran tapi agak
berkonflik, untuk pergi ke Sampar atau tidak. Seorang tunanetra yang pandai
bicara. Seorang yang terkesan, mendewa-dewakan “kalau ada uang habislah perkara”.
Ada
pula seorang muda, yang anggota sebuah LSM yang hendak mencari teman-temannya
yang hilang. Kemudian seorang wartawan muda yang bersemangat. Dengan seorang
perempuan muda, yang memiliki traumaikmasa silam yang sangat kelam, ia korban
perkosaan beramai-ramai! Masya Allah.
Saya
melihat, “host” film ini adalah tokoh
Bagudung atau nama lengkapnya, Hartop Sinaga,yang diperankan apik oleh si
produser. Yup, Teuku Rifnu Rikana. Serta tokoh Zakaria Zulfikar yang dipanggil
Amang oleh Bagudung, diperankan juga sama baiknya oleh Yayu Unru.
Host
maksudnya, mereka yang membawa adegan peradegan film ini. Membentuk cerita.
Karena semua cerita sesungguhnya memang bermula dari keduanya, maksudnya mereka
berdua yang membingkainya. Antara lain dengan sikap, dan obrolan. Oh ya
keduanya adalah kernet, yaitu si Bagudung itu. Dan supir bis, yaitu Amang. Yaeyalaaaah, keduanya tuh dapat dialog
paling panjang....
Dan
kemudian ketika film berlangsung, muncullah tokoh-tokoh lain, ya tentu saja
para penumpang bis tersebut. Bis tersebut akan berjalan jauh dalam keremangan
malam, menembus areal hutan, pinggir pantai juga, jalan berkelak-kelok. Sepi
betul. Hanya bis itu saja yang membelah jalan dengan gagahnya!
Iya,karena
ada terjadi konflik. Kaum separatis atawa gerilyawan setempat, yang menuntut
kemerdekaan dengan aparat resmi pemerintah. Sampar itu dimana? Sudahlah, kota
itu hanya di film ini adanya. Nah Sampar adalah sentral dari konflik bersenjata
itu terjadi.
Lantas
konflik dibangun saat perjalanan bis. Saya tertarik mengikutiya, karena ini
pasti didominasi areal sempit, ya di dalam bis itu saja. Temaram, karena
sebagian besar terjadi di malam hari. Karena ketemaraman itu, unsur suspence nya terbangun dengan cukup
baik.
Ok,
bukan review kan tadi di atas saya bilang. Jangan “sok tahu” ah, sok-sokan
melakukan penilaian rinci atas film ini. Sudahlah ah. Saya tak pandai untuk
yang begituan.
Tapi
kalau Amang dan Bagudung atawa si Hartop seperti dirigen, atau bisa juga music director, kira-kira memang
begitulah adanya. Mereka memimpin di depan. Merangkai film ini.
Ya
gitu deh. Secara keseluruhan, sorry dorry
bro en sis, saya lompat langsung ke “bab terakhir”. Film yang disutradari Emil Heradi ini menarik. Saya
suka betul dengan cerita atau skenarionya. Thriller dengan unsur suspences-nya itu banyak yang surprised. Tak dapat diduga
sebelumnya,oleh penonton. Paling ga, oleh saya.
Film
yang menarik. Ini beneran. Yang pasti banget, saya tak jadi tertidur karenanya.
Aduh, itu “kelemahan” saya, suka tertidur 5-10 menit di tengah film, terutama
ketika film berjalan lambat. Film ini sukses memancing keingin tahuan saya dan
membuat saya rapi terjaga, terus menataplayar bioskop, menikmati cerita demi
cerita. Sampai kelar filmnya. Angkat topi untuk hal itu!
Saya
sulit berkomentar, ada ga film begini lainnya dibuat sineas Indonesia. Ya saya
kan bilang, jarang menonton film Indonesia? Tapi dari pengalaman saya sendiri,
saya merasa ini film bagus! Tuh, saking bagus dan respeknya, saya tambahin
tanda seru.
Bagaimana
tidak bagus, dan menarik, film ini juga dipenuhi bintang-bintang tenar yang
mempunyai akting sangat baik. Ada Tio Pakusadewo, Arswendy Nasution sampai
Lukman Sardi! Belum lagi ada juga muncul, Alex Abad dan Tino Saroengalo.
Jaminan mutu dong? Iya dan tidak. Karena mereka bukan pemeran utama lho!
Yang
menjadi pemeran utama, selain Teuku Rifnu Rikana dan Yayu Unru, ada juga Torro
Margens, Edward Akbar, Hana Prihantina, Laksmi Notokusumo, PM. Toh, Rahael Ketsia,
Arya Saloka serta pemeran cilik, Keinaya Messi Gusti. Ah ya mereka pemeran
pendukung utamalah gitu deh.
Saya
suka dengan PM.Toh, kalau di musik itu,peran “instrumentasi”nya membuat
bungkusan musiknya lebih berarti. Juga pemeran perempuan tua, Laksmi
Notokusumo.Eh, the New Christine Hakim is
born! Iya lho, mengingatkan kita akan Christine Hakim di...Tjut Nyak
Dhien.Bahkan hingga aksentuasi suaranya!
Saya
terhibur dengan permainan lighting di
dalam bis,ataupun juga adegan di luar bis saat malam. Dramatis. Cuma mungkin
pemakaian CGI sebagai tehnologi mutakhir
perfilman itu, mungkin baiknya lebih disempurnakan lagi. Adegan helikopter
melintas itu, langsung mencekam harusnya di awal film. Helikopter militer dan
ada 2 pula. Tapi kurang mulus gitu visualisasinya. Bagus juga kalau ditampilkan
3 helikopter kali ya?
Kamera
atau sisi sinematografis film ini, termasuk komposisi gambar yang terkait
angle, secara keseluruhan “baik dan menyenangkan”. Maksudnya, pas untuk
membentuk film ini sebagai sebuah film yang menegangkan, walau tak terlalu mengumbar
aksi-aksi berlebihan.
Akhir
film, tak terduga. Itu yang membuat film ini menjadi menarik. Akhirnya
bagaimana, ah nontonlah sendiri. Kan itu yang membuat film ini menarik untuk
terus diikuti dari awal sampai the end
nya.
Sekali
lagi, saya suka film ini. Cuma sayangnya, saya bilang ini ke teman baik yang
eksekutif produser itu, ini jenisnya bukan film komersial. Model film untuk festival
gitu. Apalagi para pemeran juga terbilang “kurang komersial”. Titik ini, kalau
buat saya sih tak terlalu masalah.
Resehnya,
film kan begitu tuh. Biarpun film bagus kayak apaanpun. Kalau di hari-hari awal
diputar, tak mampu meraih banyak penonton, akan langsung lenyap dari layar.
Atau langsung “turun kelas” bioskopnya. Kejamnya dunia perfilman di sini, begitu itu.
Ga langsung banyak penonton, langsung “ditenggelamkan”!
Padahal
ini film bagus. Harusnya ditonton lebih banyak orang. Atau paling tidak,
memberi kesempatan untuk publik lebih banyak yang menontonnya. Ketika tulisan
ini saya buat, saya tak terlalu mengikuti lagi, ini film bisa bertahan bagus
atau tidak, terutama di layar layar utama?
Demikianlah
cerita sedikit saya soal film Night Bus. Alhamdulillah, saya berkesempatan
menontonnya. Trims berat untuk udaBro Kadri Mohamad beserta teman-teman XI
Creative-nya antara lain ada Radhian, Rezky Ichwan, Rina Novita, Santy dan
lainnya, yang sudi mengajak saya dan Tyas Yahya ikut menonton.
Juga
tak lupa, terima kasoy untuk sahabat
baik saya yang juga kakak saya, Ario Wibisono yang menjadi salah satu produser
eksekutif film ini. Trims pak Ario, juga
Ranggani. Perlu nih dilanjutin kayaknya...... /*
*Foto-foto Filmnya diambil dari website Night Bus
No comments:
Post a Comment