Ga
berasa, umurnya sudah 37 tahun saja. Kelompok yang konon kabarnya sempat
bernama Solidarnosc, lantas jadi Solidaritas 80 FH-UI. Tapi perjalanan
lumayan panjang mereka itu, memang up and
down.
Alhasil
hingga sejauh ini, grup yang sekarang bernama Solid 80 ini, terasa memang tidak menjulang tinggi nama atawa
popularitasnya. Tapi juga tidak jatuh juga sih. Yang sedang-sedang saja,
mengambil dari sebuah judul lagu. Itu lagunya Solid 80? Hush!
Akhir
1984, mereka sempat merilis album bertajuk Equivalent.
Ini album rock, tepatnya pop rock lah, dan hanya ada sedikit suasana Queen-nya Freddy Mercury nan beken itu.
Queen memang dijadikan “landasan dasar dan haluan musik” Solid 80, yang menjadi
kesepatan bersama saat grup tersebut dilahirkan.
Mereka
mencoba menonjolkan perpaduan harmonisasi koor pada musik mereka. Sehingga grup
ini lantas jadi berbeda aja, rombongannya banyak cuy. Iya, soalnya ada sederet vokalis, yang berupaya mengedepankan
harmonisasi “persis” Queen. Karena lagu-lagu yang mereka bawain, memang lagu-lagu
Queen.
Seperti
kita tahu bersama, Queen populer dengan lagu-lagu dengan koor apiknya
macam,’Bohemian Rhapsody’ yang amat sangat populer itu. ‘We Are The Champion’
juga, lainnya apa ya, ‘Killer Queen’ deh.. Ataupun ballad, kayak ‘Love of My Life’. Lagu anthem mereka, ‘Bicycle Race’ atau sampai ‘We Will Rock You’.
Nah
sedikit merunut ke belakang. Di era 1980-an memang kan marak betul dunia musik
panggung rock Indonesia, dengan jenis band-band cover version atau impersonator. Ya seperti itulah, yang membuat
Solid 80 itu kudu “bersaing” seru dengan Acid Speed Band yang mengambil dengan
sadar jalan jadi “epigon”nya The Rolling Stones. Bharata Band dengan The
Beatles. Atau Cockpit dengan
Genesis-nya.
Nah
sedikit mengenai Queen, yang populer di sini terutama sejak album ketiganya, Sheer Heart Attack, dirilis Agustus
1974. Dari album itu, dikenal publik di sini lagu seperti, ‘Brighton Rock’,
‘Killer Queen’. Hingga lagu, ‘Stone Cold Crazy’ dan ‘Bring Back that Leroy
Brown’.
Queen
kian populer ketika album A Night at the
Opera dirilis pada November 1975. Popularitas Queen, dengan harmonisasi
koor lewat album tersebut, seingat saya agak “delayed”. Mungkin baru 2-3 tahun setelah dirilis, album ini
merampas perhatian publik pencinta musik di sini.
Dari
album yang meraih penghargaan platinum pertama kalinya di USA itu, muncullah
‘Bohemian Rhapsody’ dan ‘Love of My Life’ itu. Selain ada juga, ‘39’ dan
‘You’re My Best Friend’.
Udah
ah,soal Queen disenggolnya sedikit aja ya. Kan tulisan ini dibuat bukan untuk
saya buka soal perjalanan grup asal London, yang berdiri tahun 1970 itu. Mereka
sih tetap menghasilkan produk album rekaman hingga tahun 1995, saat Made in Heaven dirilis. Itu tercatat
sebagai album ke 15 dari kelompok yang kehilangan Freddy Mercury, yang
meninggal dunia pada 24 November 1991.
Kalau
Queen berisikan hanya 4 personil, yaitu Mercury ditemani Roger Taylor (drums), Brian
May (gitar) dan John Deacon
(bass). Lain halnya dengan Solid 80, formasinya memang “rombongan”. Rombongan
anak bandlah, bukannya rombongan sirkus dong! Emang mereka ada yang pinter trapeze atau jalan di atas tali? Kan
ga....
Lengkapnya
formasi Solid 80 itu adalah, ini sebagai formasi ketika mereka menjadi “lebih
serius” ngeband, yaitu Tony Wenas
(kibor dan vokal), Hendrasly “Aa” Ahmad Sulaiman (bass), Setiawan Adi (gitar), Glen Tumbelaka (drums). Dan dengan
sederet vokalis itu yaitu Kurnia
“Emiel” Wamilda Putra, Boyke Sidharta, Edi “Achink” Nugroho.
Iya
emang mereka saat itu masih menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Indonesia. Jadi kuliah sambil ngeband, atau ngeband dengan “kesibukan
sampingan” kuliah Ahahaha.... Saat awal mereka memang suka bawa nama FH-UI juga, pun
ketika main di luar kampus mereka.
Menurut
Tony, mereka kan awalnya kumpul iseng. Karena melihat dan mengetahui mereka
suka musik, bisa main alat musik dan menyanyi, jadilah mereka membentuk band. Kata
Tony, kita kan ya bukan musisi yang skilful
atau ga jago-jago amat.
Adalah
masa perploncoan, yang mempertemukan mereka, dan kemudian memang disarankan
para seniorennya saat itu. Lantaran sebelumnya, Fakultas Hukum memang dikenal
selalu ada band fakultas.
Saat
itu pas ada acara Festival band antar fakultas di Universitas Indonesia. Maka
mereka dari fakultas hukum pun mempersiapkan diri untuk ikut festival yang
bersifat kompetisi itu. Tony lah yang mengumpulkan para musisinya, lantas
mengkoordinir untuk bisa latihan.
Ternyata
grup fakultas hukum akhirnya terpilih sebagai juara kedua,selain menjadi band
terfavorit. Festival band itu sendiri, saat itu diselenggarakan oleh senat
mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Dan kemenangan itu memang
menjadi pemicu untuk mereka kemudian band yang “lebih serius”.
Tapi
gegara satu kali Tony, sebagai motor utama grup, dipanggil oleh Wakil Dekan FH
UI, meminta untuk grupnya itu Solidaritas 80 tak lagi membawa nama FH UI. Maka
Tony dan konco-konconya itu memutuskan memakai nama Solid 80 saja, lebih
singkat dan padat. Sejak saat itu, mereka independen sebagai grup musik, lepas
sama sekali dengan keterkaitan atas kampus mereka.
Tony
Wenas di saat pemunculan awal Solid 80, lantas juga sibuk ngeband di grup-grup
lain. Antara lain masuk formasi Symphony
dengan Fariz RM, Herman Gelly, Ekki Soekarno dan Jimmy
Paais. Ia mendukung album kedua, Metal.
Selain itu juga memperkuat Nuclear Band.
Belum
lagi, ia juga diajak manggung, sebagai bintang tamu, untuk beberapa acara
musik. Tak sebatas hanya di Jakarta lho. So, begitu deh ga heranlah kalau
lantas Solid 80 juga jalannya jadi ga laju-laju amatlah.
Album
mereka di atas itu, lantas hanya menjadi satu-satunya album yang berhasil
mereka hasilkan. Padahal menariknya, dalam album itu mereka asli mengedepankan
lagu-lagu karya sendiri. Ga menyusupkan lagunya Queen misalnya.
Di
saat berdekatan itu, kelompok musik lain yang bersaing dengan Solid 80, juga
memasuki studio rekaman dan menghasilkan album. Seperti Acid Speed dan Bharata Band.
Yang tidak masuk studiorekaman itu hanya Cockpit, dimana yang membuat
album rekaman hanyalah vokalis mereka, Freddy Tamaela..
Kayaknya,
para personil dari Solid 80 juga satu demi satu makin sibuk dengan pekerjaan
dan bisnisnya masing-masing. Pada satu waktu, memang Solid 80 terkesan “tidur
cukup panjang”. Itu bisa dirasakan, pada jelang masuk era 2000-an.
Mungkin
didahului sebelumnya dengan, badan terasa lelah, pegal pegal, bikin ngantuk.
Ada kesempatan nyender dikitlah,
dikarenakan ada tiupan angin sepoi-sepoi basah melenakan, maka
merekapun...tertidur. Kecapekan bermusik? Sebenarnya sih ya kayaknya, sibuk
dengan pekerjaan dan bisnis masing-masing itu....
Tapi
di awal 2000-an, tetiba Solid 80 muncul lagi. Sayang Achink harus bertugas di
London, so he stay for good there.
Achink hilang, begitupun dengan Setiawan Adi, sibuk dengan lawfirm-nya. Kabarnya juga memiliki tambang emas.
Achink
sudah bermukim di London sejak sekitar lebih dari 20 tahun lalu. Ia bekerja di
kedutaan besar Republik Indonesia di sana. Sementara Setiawan Adi, memang sudah
tak lagi punya banyak waktu untuk melanjutkan karirnya sebagai gitarisnya Solid
80.
Tony
Wenas, yang waktu itu juga makin sibuk berkantor, tetap kepengen Solid 80 bisa
main lagi. Maka Tony di awal 2000 itu mengajak adik kelasnya di FH UI, Kadri Mohamad supaya membantu sisi
vokal.
Kadri
dan Tony memang bersahabat baik, sebagai sesama lawyer. Kan Kadri memang juga penyanyi, ia juga suka banget Queen.
So ga salahlah, kalau Tony mengajak Kadri kan? Klop dong. Kadri kemudian masuk,
dengan belakangan ia juga mengajak gitaris Noldy
Benyamin Pamungkas
Pada
acara di Marbella Hotel, di pantai Anyer, Noldy mulai memperkuat rhythm section Solid 80. Di acara
tersebut juga, selain Noldy yang main pertama kali dengan Solid 80, juga masuk Jodie Wenas. Jodie diajak langsung oleh
sang kakak, Tony.
Jodie
memang juga penyanyi, ia punya band sendiri. Nama bandnya B4U, dengan 2
personilnya berkebangsaan Austria. Sempat rilis album juga, tapi lantas harus
berhenti karena kedua personil bule itu harus balik ke negerinya, karena urusan
visa.
Tony
mengajak Jodie, antara lain memang untuk mengisi kekosongan setelah cabutnya
Achink ke negerinya Ratu Elizabeth itu. Menurut Jodie, Tony sebelumnya
berdiskusi dan meminta persetujuan dulu ke Achink, untuk mengajak Jodie.
Sesekali,
pada beberapa kesempatan, Tony juga mengajak kibordis sebagai additional player. Untuk mendukung
sektor kibor, karena biar bagaimanapun Tony juga penyanyi. Uniknya tuh ya, Tony
punya warna vokal khas dan memang sangat berarti perannya di sektor choir Solid 80.
Dan
ini nih catatan penting lain, dalam Solid 80 Tony tak lantas “berperan” sebagai
Freddy Mercury! Ambituous vokal Tony beda dengan almarhum Freddy. Freddy itu
terkesan lebih bulat dan penuh, sementara Tony relatif lebih tipis dan
melengking tinggi. So, peran suara Freddy di Solid 80 lantas ya “ditutup”lah
rame-rame gitu.
Hingga
hari ini, Solid 80 tetap eksis. Tak terlalu aktif, tetapi tetap ada dan siap
tampil sebetulnya. Walaupun sibuk gimanapun si motor utama or kumendan Solid 80
ini, yaitu meneer Tony Wenas. Ya
gimana ga sibuk, kalau Tony lantas berkarir di beberapa perusahaan besar kayak
PT. Inko yang menangani pertambangan Nikel.
Kemudian
pindah ke Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP). Sebelum menangani RAPP, ia sempat
mampir di Freeport. Dan belum lama ini, ia pun digaet lagi untuk kembali ke
Freeport, menjadi salah satu petinggi dan bisa dibilang, sangat penting, di
sana.
Solid
80 ini menarik. Tetap menarik, bukan karena soal Queen nya saja sih. Tapi
justru karena sosok Tony Wenas. Posisi
tinggi dan pentingnya di perusahaan-perusahaan besar itu, tak menyurutkan
semangatnya untuk terus bermusik. Bermusiknya, profesional lho.
Kata
Tony, bermusik itu adalah profesinya, sedangkan menjadi CEO adalah hobinya. Ia
tetap bermain musik, dengan Solid 80 terutama. Juga menyanyi untuk gereja.
Kalau untuk gereja, ia memilih tidak mengharapkan bayaran, karena menyanyi
untuk kemuliaan nama Tuhan itu, bayarannya nanti di surga.
Tetapi bila bermain band berdasarkan order manggung, Tony beranggapan dia tetap harus
dibayar secara profesional. Sesuatu yang wajar dan lumrah tentu saja. Itu
dikarenakan ia menginginkan profesi musisi haruslah dihargai.
Bisa
jadi, ia adalah satu-satunya petinggi perusahaan besar, kelas CEO, yang tetap
berkarir profesional di musik. Saya salut untuk itu, terutama juga salut untuk
bakat istimewanya.
Tony
memang unik betul. Ada beberapa kali kesempatan yang saya ada, saya melihat dan
menikmati ia bisa dengan gitar atau piano, menyanyikan dengan lancar lagu-lagu.
Lagu dari musik apapun, 1960, 1970, 1980-an. Bukan hanya Queen! Repertoar musik
yang lumayan dikuasainya itu lebar dan luas.
Ok then,
kembali ke laptop! Eh ke soal Solid 80-nya itu, menurut Tony, this is true friendship. Setelah 37
tahun kami tetap kompak dan eksis. Pertemanan kita bukan hanya dalam bermusik
saja, namun juga di kegiatan sehari-hari, sampai kegiatan keluarga. Kita satu
sama lain saling mengenal watak dan karakter masing-masing dengan sangat baik.
Ya kita itu kan beda suku, dengan agama juga berbeda, kata Tony lagi. Tetapi kita tetap ada saling menghormati dan saling memahami satu sama lain. Hal itu, kita sepakati untuk dijaga terus.
Ya kita itu kan beda suku, dengan agama juga berbeda, kata Tony lagi. Tetapi kita tetap ada saling menghormati dan saling memahami satu sama lain. Hal itu, kita sepakati untuk dijaga terus.
Sebagai
band, lanjut Tony, Solid 80 juga tentu saja pernah mengalami
pertikaian-pertikaian kecil antar anggota. Ada kok berantem kecilnya. Tapi
akhirnya bisa berdamai lagi, karena memang sudah menjadi kayak keluarga saja.
Pada
awalnya, Tony dan teman-teman di Solid 80 tak pernah membayangkan grup musiknya
ini akan terus bertahan. Eksis terus sampai melewati umur yang lumayan panjang
itu. Tapi toh memang kenyataannya, Solid 80 tetap ada sampai hari ini. Tony
lantas mengatakan, I am very proud to be
part of Solid 80!
Kemarin,
pada malam minggu pertama di April 2017, Tony mengadakan pesta perayaan Hari
Ulang Tahunnya yang ke 55 tahun. Tempatnya di Airman di areal Hotel Sultan,
Jakarta. Acara itu tak hanya perayaan hari jadi, tapi juga sekaligus launching buku tentangnya.
Buku
itu berjudul, Tony Wenas Chief
Entertainment Officer – Work and Fun are Soulmates. Ditulis oleh seorang
wartawan senior, yang adalah redaktur harian umum Kompas, Robert Adhi Kusumaputra. Dan buku itu dicetak oleh PT. Gramedia,
dan diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama.
Secara
lengkap buku itu memang menjelaskan akan siapa dan bagaimana seorang Tony
Wenas, yang kini menjadi salah satu tokoh CEO penting di Indonesia, tetap saja
juga menyediakan waktunya untuk bermusik.
Tentu
saja terselip sejarah berdirinya Solid 80 di kawasan kampus Universitas
Indonesia, di awal 1980-an itu. Beberapa info mengenai awal perjalanan Solid 80
di dalam tulisan ini, saya ambil dari isi buku itu
Dari
buku itu juga, saya baru mengetahui bahwasanya Tony yang bernama lengkap Clayton
Allen Wenas, yang dilahirkan di Rumah Sakit Cikini, pada 8 April 1962 itu
ternyata sudah dianggap anak ajaib saat masih balita. Ia pernah dengan berani
menyanyikan sebuah lagu populer di tahun 1960-an,’Ten Guitars’ dengan baik.
Waktu itu ia baru berumur 4 tahun!
Jelas
yang menonton terkagum-kagum, karena lagu itu lumayan populer di jaman itu.
Lagu tersebut ditulis Gordon Mills dan dipopulerkan oleh penyanyi flamboyan,
Engelbert Humperdinck. Lagu itu diketahui Tony kecil karena seringkali
diputarkan orang tuanya di rumah.
Di
masa kecilnya, saat sekolah, Tony juga adalah murid dengan hasil test IQ di
atas rata-rata. Putra keempat dari 5 bersaudara, dari pasangan Alexander Werwer
Wenas dan Agnes Marthine Sumual itu, IQ
nya mencapai angka 160!
Ya
itulah sedikit cerita mengenai Tony Wenas, suami dari Shita Manik dan ayah dari
Diego Clasio Fernando Wenas. Tony-lah pendiri, sekaligus vokalis utama dan juga
motor dari Solid 80 tersebut. Maka dalam kesempatan pesta pada malam itu, Tony
pun tampil tentu dengan Solid 80. Selain itu juga tampil kelompok Colors Band.
Ada Lilo “KLa” Romulo yang didaulat sebagai host
acara tersebut, yang ikut juga bernyanyi bersama Solid 80 dan dengan Colors
Band.
Well,
sebagai penutup tulisan ini, saya ucapkan lagi selamat hari jadi pa broer Tony. En sukses terus untuk semua bidang yang ditekuninya, juga sukses
dan bahagia dengan keluarga. Sehat selalu, bermusiklah terus dan God Bless You, bro!
Sitou Timou Tumou
Tou... Pakatuan wo Pakalawiren... /*
No comments:
Post a Comment