Monday, April 10, 2017

I am Proud to be Part of Solid 80! Kata Tony Wenas


Ga berasa, umurnya sudah 37 tahun saja. Kelompok yang konon kabarnya sempat bernama Solidarnosc, lantas jadi Solidaritas 80 FH-UI. Tapi perjalanan lumayan panjang mereka itu, memang up and down.
Alhasil hingga sejauh ini, grup yang sekarang bernama Solid 80 ini, terasa memang tidak menjulang tinggi nama atawa popularitasnya. Tapi juga tidak jatuh juga sih. Yang sedang-sedang saja, mengambil dari sebuah judul lagu. Itu lagunya Solid 80? Hush!
Akhir 1984, mereka sempat merilis album bertajuk Equivalent. Ini album rock, tepatnya pop rock lah, dan hanya ada sedikit suasana Queen-nya Freddy Mercury nan beken itu. Queen memang dijadikan “landasan dasar dan haluan musik” Solid 80, yang menjadi kesepatan bersama saat grup tersebut dilahirkan.
Mereka mencoba menonjolkan perpaduan harmonisasi koor pada musik mereka. Sehingga grup ini lantas jadi berbeda aja, rombongannya banyak cuy. Iya, soalnya ada sederet vokalis, yang berupaya mengedepankan harmonisasi “persis” Queen. Karena lagu-lagu yang mereka bawain, memang lagu-lagu Queen.
Seperti kita tahu bersama, Queen populer dengan lagu-lagu dengan koor apiknya macam,’Bohemian Rhapsody’ yang amat sangat populer itu. ‘We Are The Champion’ juga, lainnya apa ya, ‘Killer Queen’ deh.. Ataupun ballad, kayak ‘Love of My Life’. Lagu anthem mereka, ‘Bicycle Race’ atau sampai ‘We Will Rock You’.

Nah sedikit merunut ke belakang. Di era 1980-an memang kan marak betul dunia musik panggung rock Indonesia, dengan jenis band-band cover version atau impersonator. Ya seperti itulah, yang membuat Solid 80 itu kudu “bersaing” seru dengan Acid Speed Band yang mengambil dengan sadar jalan jadi “epigon”nya The Rolling Stones. Bharata Band dengan The Beatles.  Atau Cockpit dengan Genesis-nya.
Nah sedikit mengenai Queen, yang populer di sini terutama sejak album ketiganya, Sheer Heart Attack, dirilis Agustus 1974. Dari album itu, dikenal publik di sini lagu seperti, ‘Brighton Rock’, ‘Killer Queen’. Hingga lagu, ‘Stone Cold Crazy’ dan ‘Bring Back that Leroy Brown’.
Queen kian populer ketika album A Night at the Opera dirilis pada November 1975. Popularitas Queen, dengan harmonisasi koor lewat album tersebut, seingat saya agak “delayed”. Mungkin baru 2-3 tahun setelah dirilis, album ini merampas perhatian publik pencinta musik di sini.
Dari album yang meraih penghargaan platinum pertama kalinya di USA itu, muncullah ‘Bohemian Rhapsody’ dan ‘Love of My Life’ itu. Selain ada juga, ‘39’ dan ‘You’re My Best Friend’.
Udah ah,soal Queen disenggolnya sedikit aja ya. Kan tulisan ini dibuat bukan untuk saya buka soal perjalanan grup asal London, yang berdiri tahun 1970 itu. Mereka sih tetap menghasilkan produk album rekaman hingga tahun 1995, saat Made in Heaven dirilis. Itu tercatat sebagai album ke 15 dari kelompok yang kehilangan Freddy Mercury, yang meninggal dunia pada 24 November 1991.


Kalau Queen berisikan hanya 4 personil, yaitu Mercury ditemani Roger Taylor (drums), Brian May (gitar) dan John Deacon (bass). Lain halnya dengan Solid 80, formasinya memang “rombongan”. Rombongan anak bandlah, bukannya rombongan sirkus dong! Emang mereka ada yang pinter trapeze atau jalan di atas tali? Kan ga....
Lengkapnya formasi Solid 80 itu adalah, ini sebagai formasi ketika mereka menjadi “lebih serius” ngeband, yaitu Tony Wenas (kibor dan vokal), Hendrasly “Aa” Ahmad Sulaiman (bass), Setiawan Adi (gitar), Glen Tumbelaka (drums). Dan dengan sederet vokalis itu yaitu Kurnia “Emiel” Wamilda Putra, Boyke Sidharta, Edi “Achink” Nugroho.
Iya emang mereka saat itu masih menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jadi kuliah sambil ngeband, atau ngeband dengan “kesibukan sampingan” kuliah  Ahahaha.... Saat awal mereka memang suka bawa nama FH-UI juga, pun ketika main di luar kampus mereka.
Menurut Tony, mereka kan awalnya kumpul iseng. Karena melihat dan mengetahui mereka suka musik, bisa main alat musik dan menyanyi, jadilah mereka membentuk band. Kata Tony, kita kan ya bukan musisi yang skilful atau ga jago-jago amat.
Adalah masa perploncoan, yang mempertemukan mereka, dan kemudian memang disarankan para seniorennya saat itu. Lantaran sebelumnya, Fakultas Hukum memang dikenal selalu ada band fakultas.
Saat itu pas ada acara Festival band antar fakultas di Universitas Indonesia. Maka mereka dari fakultas hukum pun mempersiapkan diri untuk ikut festival yang bersifat kompetisi itu. Tony lah yang mengumpulkan para musisinya, lantas mengkoordinir untuk bisa latihan.
Ternyata grup fakultas hukum akhirnya terpilih sebagai juara kedua,selain menjadi band terfavorit. Festival band itu sendiri, saat itu diselenggarakan oleh senat mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Dan kemenangan itu memang menjadi pemicu untuk mereka kemudian band yang “lebih serius”.
Tapi gegara satu kali Tony, sebagai motor utama grup, dipanggil oleh Wakil Dekan FH UI, meminta untuk grupnya itu Solidaritas 80 tak lagi membawa nama FH UI. Maka Tony dan konco-konconya itu memutuskan memakai nama Solid 80 saja, lebih singkat dan padat. Sejak saat itu, mereka independen sebagai grup musik, lepas sama sekali dengan keterkaitan atas kampus mereka.


Tony Wenas di saat pemunculan awal Solid 80, lantas juga sibuk ngeband di grup-grup lain. Antara lain masuk formasi Symphony dengan Fariz RM, Herman Gelly, Ekki Soekarno dan Jimmy Paais. Ia mendukung album kedua, Metal. Selain itu juga memperkuat Nuclear Band.
Belum lagi, ia juga diajak manggung, sebagai bintang tamu, untuk beberapa acara musik. Tak sebatas hanya di Jakarta lho. So, begitu deh ga heranlah kalau lantas Solid 80 juga jalannya jadi ga laju-laju amatlah.
Album mereka di atas itu, lantas hanya menjadi satu-satunya album yang berhasil mereka hasilkan. Padahal menariknya, dalam album itu mereka asli mengedepankan lagu-lagu karya sendiri. Ga menyusupkan lagunya Queen misalnya.
Di saat berdekatan itu, kelompok musik lain yang bersaing dengan Solid 80, juga memasuki studio rekaman dan menghasilkan album. Seperti Acid Speed dan Bharata Band. Yang tidak masuk studiorekaman itu hanya Cockpit, dimana yang membuat album rekaman hanyalah vokalis mereka, Freddy Tamaela..
Kayaknya, para personil dari Solid 80 juga satu demi satu makin sibuk dengan pekerjaan dan bisnisnya masing-masing. Pada satu waktu, memang Solid 80 terkesan “tidur cukup panjang”. Itu bisa dirasakan, pada jelang masuk era 2000-an.
Mungkin didahului sebelumnya dengan, badan terasa lelah, pegal pegal, bikin ngantuk. Ada kesempatan nyender dikitlah, dikarenakan ada tiupan angin sepoi-sepoi basah melenakan, maka merekapun...tertidur. Kecapekan bermusik? Sebenarnya sih ya kayaknya, sibuk dengan pekerjaan dan bisnis masing-masing itu....



Tapi di awal 2000-an, tetiba Solid 80 muncul lagi. Sayang Achink harus bertugas di London, so he stay for good there. Achink hilang, begitupun dengan Setiawan Adi, sibuk dengan lawfirm-nya. Kabarnya juga memiliki tambang emas.
Achink sudah bermukim di London sejak sekitar lebih dari 20 tahun lalu. Ia bekerja di kedutaan besar Republik Indonesia di sana. Sementara Setiawan Adi, memang sudah tak lagi punya banyak waktu untuk melanjutkan karirnya sebagai gitarisnya Solid 80.
Tony Wenas, yang waktu itu juga makin sibuk berkantor, tetap kepengen Solid 80 bisa main lagi. Maka Tony di awal 2000 itu mengajak adik kelasnya di FH UI, Kadri Mohamad supaya membantu sisi vokal.
Kadri dan Tony memang bersahabat baik, sebagai sesama lawyer. Kan Kadri memang juga penyanyi, ia juga suka banget Queen. So ga salahlah, kalau Tony mengajak Kadri kan? Klop dong. Kadri kemudian masuk, dengan belakangan ia juga mengajak gitaris Noldy Benyamin Pamungkas
Pada acara di Marbella Hotel, di pantai Anyer, Noldy mulai memperkuat rhythm section Solid 80. Di acara tersebut juga, selain Noldy yang main pertama kali dengan Solid 80, juga masuk Jodie Wenas. Jodie diajak langsung oleh sang kakak, Tony.
Jodie memang juga penyanyi, ia punya band sendiri. Nama bandnya B4U, dengan 2 personilnya berkebangsaan Austria. Sempat rilis album juga, tapi lantas harus berhenti karena kedua personil bule itu harus balik ke negerinya, karena urusan visa.


Tony mengajak Jodie, antara lain memang untuk mengisi kekosongan setelah cabutnya Achink ke negerinya Ratu Elizabeth itu. Menurut Jodie, Tony sebelumnya berdiskusi dan meminta persetujuan dulu ke Achink, untuk mengajak Jodie.
Sesekali, pada beberapa kesempatan, Tony juga mengajak kibordis sebagai additional player. Untuk mendukung sektor kibor, karena biar bagaimanapun Tony juga penyanyi. Uniknya tuh ya, Tony punya warna vokal khas dan memang sangat berarti perannya di sektor choir Solid 80.
Dan ini nih catatan penting lain, dalam Solid 80 Tony tak lantas “berperan” sebagai Freddy Mercury! Ambituous vokal Tony beda dengan almarhum Freddy. Freddy itu terkesan lebih bulat dan penuh, sementara Tony relatif lebih tipis dan melengking tinggi. So, peran suara Freddy di Solid 80 lantas ya “ditutup”lah rame-rame gitu.
Hingga hari ini, Solid 80 tetap eksis. Tak terlalu aktif, tetapi tetap ada dan siap tampil sebetulnya. Walaupun sibuk gimanapun si motor utama or kumendan Solid 80 ini, yaitu meneer Tony Wenas. Ya gimana ga sibuk, kalau Tony lantas berkarir di beberapa perusahaan besar kayak PT. Inko yang menangani pertambangan Nikel.
Kemudian pindah ke Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP). Sebelum menangani RAPP, ia sempat mampir di Freeport. Dan belum lama ini, ia pun digaet lagi untuk kembali ke Freeport, menjadi salah satu petinggi dan bisa dibilang, sangat penting, di sana.

Solid 80 ini menarik. Tetap menarik, bukan karena soal Queen nya saja sih. Tapi justru karena sosok Tony Wenas.  Posisi tinggi dan pentingnya di perusahaan-perusahaan besar itu, tak menyurutkan semangatnya untuk terus bermusik. Bermusiknya, profesional lho.
Kata Tony, bermusik itu adalah profesinya, sedangkan menjadi CEO adalah hobinya. Ia tetap bermain musik, dengan Solid 80 terutama. Juga menyanyi untuk gereja. Kalau untuk gereja, ia memilih tidak mengharapkan bayaran, karena menyanyi untuk kemuliaan nama Tuhan itu, bayarannya nanti di surga.
Tetapi bila bermain band berdasarkan order manggung, Tony beranggapan dia tetap harus dibayar secara profesional. Sesuatu yang wajar dan lumrah tentu saja. Itu dikarenakan ia menginginkan profesi musisi haruslah dihargai.
Bisa jadi, ia adalah satu-satunya petinggi perusahaan besar, kelas CEO, yang tetap berkarir profesional di musik. Saya salut untuk itu, terutama juga salut untuk bakat istimewanya.
Tony memang unik betul. Ada beberapa kali kesempatan yang saya ada, saya melihat dan menikmati ia bisa dengan gitar atau piano, menyanyikan dengan lancar lagu-lagu. Lagu dari musik apapun, 1960, 1970, 1980-an. Bukan hanya Queen! Repertoar musik yang lumayan dikuasainya itu lebar dan luas.
Ok then, kembali ke laptop! Eh ke soal Solid 80-nya itu, menurut Tony, this is true friendship. Setelah 37 tahun kami tetap kompak dan eksis. Pertemanan kita bukan hanya dalam bermusik saja, namun juga di kegiatan sehari-hari, sampai kegiatan keluarga. Kita satu sama lain saling mengenal watak dan karakter masing-masing dengan sangat baik.
Ya kita itu kan beda suku, dengan agama juga berbeda, kata Tony lagi. Tetapi kita tetap ada saling menghormati dan saling memahami satu sama lain. Hal itu, kita sepakati untuk dijaga terus.
Sebagai band, lanjut Tony, Solid 80 juga tentu saja pernah mengalami pertikaian-pertikaian kecil antar anggota. Ada kok berantem kecilnya. Tapi akhirnya bisa berdamai lagi, karena memang sudah menjadi kayak keluarga saja.
Pada awalnya, Tony dan teman-teman di Solid 80 tak pernah membayangkan grup musiknya ini akan terus bertahan. Eksis terus sampai melewati umur yang lumayan panjang itu. Tapi toh memang kenyataannya, Solid 80 tetap ada sampai hari ini. Tony lantas mengatakan, I am very proud to be part of Solid 80!
Kemarin, pada malam minggu pertama di April 2017, Tony mengadakan pesta perayaan Hari Ulang Tahunnya yang ke 55 tahun. Tempatnya di Airman di areal Hotel Sultan, Jakarta. Acara itu tak hanya perayaan hari jadi, tapi juga sekaligus launching buku tentangnya.
Buku itu berjudul, Tony Wenas Chief Entertainment Officer – Work and Fun are Soulmates. Ditulis oleh seorang wartawan senior, yang adalah redaktur harian umum Kompas, Robert Adhi Kusumaputra. Dan buku itu dicetak oleh PT. Gramedia, dan diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama. 

Secara lengkap buku itu memang menjelaskan akan siapa dan bagaimana seorang Tony Wenas, yang kini menjadi salah satu tokoh CEO penting di Indonesia, tetap saja juga menyediakan waktunya untuk bermusik.
Tentu saja terselip sejarah berdirinya Solid 80 di kawasan kampus Universitas Indonesia, di awal 1980-an itu. Beberapa info mengenai awal perjalanan Solid 80 di dalam tulisan ini, saya ambil dari isi buku itu
Dari buku itu juga, saya baru mengetahui bahwasanya Tony yang bernama lengkap Clayton Allen Wenas, yang dilahirkan di Rumah Sakit Cikini, pada 8 April 1962 itu ternyata sudah dianggap anak ajaib saat masih balita. Ia pernah dengan berani menyanyikan sebuah lagu populer di tahun 1960-an,’Ten Guitars’ dengan baik. Waktu itu ia baru berumur 4 tahun!
Jelas yang menonton terkagum-kagum, karena lagu itu lumayan populer di jaman itu. Lagu tersebut ditulis Gordon Mills dan dipopulerkan oleh penyanyi flamboyan, Engelbert Humperdinck. Lagu itu diketahui Tony kecil karena seringkali diputarkan orang tuanya di rumah.
Di masa kecilnya, saat sekolah, Tony juga adalah murid dengan hasil test IQ di atas rata-rata. Putra keempat dari 5 bersaudara, dari pasangan Alexander Werwer Wenas dan Agnes Marthine Sumual  itu, IQ nya mencapai angka 160!


Ya itulah sedikit cerita mengenai Tony Wenas, suami dari Shita Manik dan ayah dari Diego Clasio Fernando Wenas. Tony-lah pendiri, sekaligus vokalis utama dan juga motor dari Solid 80 tersebut. Maka dalam kesempatan pesta pada malam itu, Tony pun tampil tentu dengan Solid 80. Selain itu juga tampil kelompok Colors Band. Ada Lilo “KLa” Romulo yang didaulat sebagai host acara tersebut, yang ikut juga bernyanyi bersama Solid 80 dan dengan Colors Band.
Well, sebagai penutup tulisan ini, saya ucapkan lagi selamat hari jadi pa broer Tony. En sukses terus untuk semua bidang yang ditekuninya, juga sukses dan bahagia dengan keluarga. Sehat selalu, bermusiklah terus dan God Bless You, bro!
Sitou Timou Tumou Tou... Pakatuan wo Pakalawiren... /*





No comments: