Tiada lain,
tiada bukan bahwa hanya totalitas dan kesediaan dengan sepenuh hati, untuk
menapaki proses kreatif. Itulah kunci terpenting buatnya, untuk menjadi modal
berharga dalam pencapaian hasil karya seni terbaik.
Adalah Mhyajo, lengkapnya Mia Johannes, yang bersyukur diberi kepercayaan untuk menyutradarai
pementasan khusus, pada acara pembukaan konferensi internasional IMF-WB di
Bali.
Pergelaran
itu akan dilakukan pada 12 Oktober di Garuda Wisnu Kencana, Bali. Sebagai
bagian dari mata acara pembukaan 2018
Annual Meeting IMF – WB (International
Monetery Fund – World Bank).
Mhya lantas
memikirkan dan mengerjakan konsep, hasilnya adalah ide pagelaran berisi 8
babak, yang berdurasi 40 menit. Dalam karya pertunjukkan itu, Indonesia
dimunculkan selengkapnya, dari Sabang sampai Merauke. Dan bersyukur, bahwa ide
itu diterima oleh panitya penyelenggara konferensi tingkat dunia tersebut. Congratulation, sis!
Ah trims, bro, begitu jawabnya. Lantas Mhya menyambung, gini bro proses kreatifnya telah dimulai sejak bulan Maret 2017.
Berlanjut pada sesi workshop musik
dasar yang dilakukan mulai awal April 2018. Proses selanjutnya, pengambilan
gambar dan mengabadikan dalam bentuk video pendek berisi pemandangan dan adat
istiadat di Indonesia selama 27 hari pada bulan Mei 2018.
Terakhir,
sambung Mhya lagi, adalah proses melatih gerak para penari yang kesemuanya
dilakukan di Bali, dari pertengahan Juni 2018. Pergelaran tersebut melibatkan
total 1.586 pekerja seni, dengan 755 orang di antaranya diambil dari warga
masyarakat sebuah desa, bernama desa Bona, di kawasan Gianyar, Bali.
Kemudian Mhya
melanjutkan lagi, “Lelah fisik dan mengalami naik turun emosi tentu saja,
karena ini adalah pekerjaan yang luar biasa rumit namun terbayar ketika
mengingat kembali tujuan awal aku membuat konsep pagelaran ini. bahwa aku
hanyalah mediator yang mengemban tujuan tulus untuk para tunas bangsa, sehingga
mendapat kesempatan yang sama layaknya pekerja seni profesional”
Ia masih
melanjutkan, “Nantinya selesai pagelaran, benih yang telah aku sebar akan
menjadi tunas dan membentuk tanaman indah. Rancangan ini dibuat sebagai pondasi
untuk ke depan bukan untuk saat ini saja. Bayangkan bahwa Bali merupakan melting pot bagi dunia dan sewajarnyalah,
semua kultur dan budaya Indonesia harus dapat terepresentasikan dengan baik di
pulau ini. “
Mhya masih
menambahkan lagi, diharapkan kelak para seniman ini dapat tetap berkreasi dan
menyebarkan pembelajaran mengenai pulau-pulau lainnya, dengan ciri khas
budayanya, di Indonesia setelah rangkaian
latihan 5 setengah bulan. “Jadi sejatinya, pagelaran ini bukan hanya sekedar
kemewahan di atas panggung, tapi sarat makna dan misi budaya”, jelas Mhya lagi.
Ia mengatakan
bahwa dasar utama adalah kesabaran dan hati yang tulus, dalam menjalani
rangkaian proses persiapan pagelaran tersebut. Adapun title dari pagelaran itu adalah, The Colors of Indonesia, sebuah pergelaran seni budaya Nusantara.
Karyanya
tersebut merupakan karya kolosal kultural Indonesia pertama yang diadakan di
Garuda Wisnu Kencana, setelah patung raksasa karya Nyoman Nuarta itu diresmikan
pada September lalu. Dan boleh dang, kalo
mo disebut sebagai salah satu karya kolosal berlandaskan kultural Nusantara,
karya anak negeri!
Untuk
mewujudkan ide dan gagasannya dalam karya pagelaran kultural tersebut, Mhyajo
merangkul musisi Andi Rianto,
sebagai direktur musik. Selain itu, ia juga mengajak serta I Made Sidia, sebagai koreografer tari dengan dibantu oleh 7 orang
asisten penata tari. Seperti juga para penarinya, mereka datang dari Gianyar,
Bali. Keseluruhan ditangani dan dilakukan orang-orang Indonesia, tidak
melibatkan tenaga asing.
Sebagian
besar latihan, dari tahap awal hingga proses latihan gabungan lengkap,
seluruhnya diselenggarakan di desa Bona, Gianyar. Karena memang sebagian besar
penari yang terlibat adalah warga desa tersebut, baik bapak-bapak, ibu-ibu,
remaja bahkan juga termasuk penari anak-anak.
“Di panggung
seluas 514 meter, aku tidak menjanjikan teknik spektakuler, tapi aku
menjanjikan aura ketulusan yang terpancar dari 1.586 pekerja seni. Tentu ku
berharap akan menjadi pagelaran yang memukau bagi 189 perwakilan negara yang nanti
akan menyaksikannya”, ucap Mhya.
Totalitas
seorang Mhya Jo, sutradara seni pertunjukkan lulusan sekolah kenamaan dunia,
Lincoln University telah ditunjukkannya. Ia dengan sadar dan sabar, akhirnya
memutuskan untuk hanya mengerjakan dua acara pertunjukkan di tahun ini. Ia
menolak tawaran menggarap tontonan pertunjukkan sejenis yang lainnya di tahun
ini.
Oh ya, saya
selipkan tulisan saya sebelumnya. Untuk mengingatkan siapa perempuan cantik nan
enerjik bernama Mia Johannes ini. Mhyajo ke Lincoln University
Dan selepas
pagelaran di Bali pada 12 Oktober itu nanti, Mhyajo akan langsung
berkonsentrasi pada karya keduanya di tahun ini. sebuah pagelaran musikal
adaptasi bebas, dari salah satu legenda tradisi Nusantara. Diberi judul Bunga untuk Mira, yang menurut rencana
akan diadakan pada 22 dan 23 Desember nanti di Jakarta.
So, beres di
Bali kong langsng capek-capek untuk pergelaran Desember nanti do e? Adooooh, kasiaaang. Maar, sukses ne untuk semuanya. God Bless
you! /*
No comments:
Post a Comment