Kalau
membahas Indonesia 6, tak bisa tidak harus mengikut sertakan 2 orang. Yang
pertama, Elfa Secioria. Yang kedua, Yani Danuwijaya. Lalu, kalau keduanya
tidak ada, jadi Indonesia berapa?
Adalah
Elfa Secioria, sebagai penggagas dan yang punya ide dalam terbentuknya
Indonesia 6 sebagai sebuah grup band. Sayangnya, sang pencetus ide, telah pergi
meninggalkan kita semua pada 8 Januari 2011 di usianya yang masih 51 tahun.
Tentu
saja kita tak lupa dengan bang E’el, begitu panggilannya, yang adalah juga
konseptor musik, penulis lagu, aranjer. Selain itu juga dikenal dengan sekolah
musiknya Elfa’s Music Studio, EMS, yang di awali di Bandung. Bang
E’el ini kian dikenal lewat Elfa’s
Singers serta Elfa’s Big Band-nya.
Yani Danuwijaya
sendiri adalah perempuan cantik yang di era pertengahan 1980-an dijuluki si
anak ajaib. Masih berusia belum 15 tahun, ia menjadi best keyboard player pada ajang Light Music Contest 1985. Ia antara lain “mengalahkan” Dwiki Dharmawan, yang waktu itu
grupnya, Krakatau (formasi terawal)
menjadi kampiun nomer wahid di ajang kompetisi band besutan Yamaha tersebut.
Nah
Yani di 1985, masih main bersama Aryono
Huboyo Djati, yang juga penulis lagu ‘Burung Camar’ tersebut. Grupnya
adalah Warimoo, dengan ada Tito Soemarsono, bassis. Lalu Ferdy Maulvi, drums. Serta satu
kibordis cewek lain, Esterlita.
Warimoo waktu itu sebagai band, tak berhasil meraih gelar juara pada Light
Music Contest 1985. Tapi 2 tahun kemudian, Yani masuk formasi Indonesia 6, yang
terpilih menjadi pemenang pertama Light Music Contest.
Kehadiran
seorang gadis mungil yang lincah bermain kibor itu, Yani Danuwijaya, memang
menjadi pesona tersendiri pada penampilan Indonesia 6. Dan Indonesia 6 itu
memang dibentuk oleh Elfa Secioria, untuk Light Music Contest 1987, dengan
mengincar peluang tampil di final round
dunia kontes band tersebut, di Tokyo, Jepang.
Sedikit
tentang Elfa Secioria dan Light Music Contest. Sejak 1983, tahun dimana ajang
kontes band nasional tersebut pertama kali digelar, Elfa sudah rajin
mengirimkan wakil band bentukannya untuk mengikuri kontes band itu. Dari
terawal itu ada EMS dan Combo’83. EMS sendiri bahkan menjadi salah satu juara,
bersama Black Fantasy.
Lalu
ada kelompok Envolver di 1984. Selain itu kemudian ada Coop’s Rhythm Section,
Night Revellers sampai Kahitna. Semua grup masuk babak final nasional, sebagian
juga sukses menjadi juara, atau salah satu personilnya terpilih menjadi pemain
ataupun penyanyi terbaik.
Indonesia
6 dianggap grup yang menyatukan kelompok-kelompok musik dari “kubu” Elfa Music
Studio di tahun sebelumnya. Dan secara khusus lagi, Indonesia 6 adalah “formasi
lanjutan” ataupun pengembangan dari Kahitna, yang menjadi runner-up di Light Music Contest 1986. Waktu itu juara pertamanya
adalah Emerald Band, formasi pertama.
Indonesia
6, juga memainkan warna latin jazz yang kental, seperti juga banyak kelompok
dari EMS lainnya. Yang menarik, konsepnya itu memasang 3 kibordis, jadi terasa
ada suasana “sangat modern”nya, ya di waktu itu. Mereka memang seperti
mengandalkan dominasi kibor.
3
orang kibordis Indonesia 6 waktu itu adalah Bubi Iriadi Sutomo, Yovie
Widianto dan Yani Danuwijaya.
Didukung juga, “elemen” penting grup ini yaitu Iwan Wiradz, perkusionis. Selain itu di sisi rhythm ada Desi Arnas Lahat, bassis. Serta
drummer, Hentriessa Yulmeda. Dengan
formasi itu mereka menjadi juara pertama di tingkat nasional.
Kemudian
terpilih untuk tampil sebagai finalis LMC International di Tokyo, Jepang secara
resmi. Jadi Indonesia 6 menjadi grup Indonesia pertama yang terpilih resmi
sebagai kontestan babak final di Tokyo. Tahun sebelumnya ada Krakatau memang
yang tampil di Tokyo juga, tetapi statusnya sebetulnya sebagai undangan khusus.
Dari
kesempatan tampil di ajang tingkat dunia tersebut, Yani Danuwijaya terpilih
sebagai peraih outstanding keyboard player.
Dimana gelar kibordis terbaik tersebut, di tahun sebelumnya juga direnggut oleh
Dwiki Dharmawan..Gelar terbaik tersebut makin mengukuhkan bakat besar seorang
Yani “kecil nan imut” itu.
Jadi
formasi memajang 3 kibordis barengan memang adalah “kelanjutan” dari Warimoo. Bedanya,
Warimoo terkesan fusion yang betul-betul mengandalkan keriuhan sound keyboard dan synthesizer sampai sequencer.
Sementara Indonesia 6, dasar musiknya sebenarnya adalah Latin-Jazz, karena
instrumen perkusi tetap menjadi andalan.
Indonesia
6 mempesona penonton dan dewan juri, dengan permainannya membawakan lagu, ‘All
the Things You Are’, sebuah nomer standard
jazz. Dimana aransemennya, yang dibuat Elfa bersama Indonesia 6, berdurasi
lumayan panjang. 14 menit-an. Mungkin itu lagu terpanjang di LMC, sepanjang
sejarahnya.
Dengan
lagu sama, dan dengan aransemen mirip, Indonesia 6 sukses juga mempesona dewan
juri di Tokyo waktu itu. Dan seingat saya, kebetulan saya nonton penampilan
mereka waktu di Jakarta ya, memang ada porsi lumayan berlebih pada aksi soloing ketiga kibordis mereka. Tapi
terlebih pada Yani.
Yang
saya ingat, saya memang terpesona dengan Yani lagi. Kan terpesona pertamanya
sudah waktu tampil dengan Warimoo di 1985. Oh emang nonton juga? Alhamdulillah,
saya punya kesempatan menyaksikan final LMC sejak 1984. Tapi saya juga lantas
lebih mengamati Yovie Widianto sebenarnya waktu itu, yang saya juga jadi lebih
terkagum-kagum lagi.
Jadi
kalau liat Yovie, dengan permainan kibornya lebih menonjol ya sejak 1986 waktu
Yovie memimpin Kahitna. Oh ya, intermezzo saja, Kahitna rupanya nama yang
diambil dari sebuah lagu pop Filipina, ‘Kahit Na’.. Artinya, meskipun. Nama itu “ditemukan” Elfa. Eh
menyoal dikiiiit soal lagu Filipina.
Ada satu lagu lain, yang seringkali diputar radio Eshinta Jakarta juga sih, ‘Nasumka’atau
judul lain, ‘Nasaan Ka’ (dimanakah kamu) Ingat kan, awal 1980-an ada trend lagu-lagu Tagalog Disco masuk kesini? Nah Nasaan Ka itu, adalah lagu love song nya tagalog music. Kayaknya, juga dengan ‘Kahit Na’.
Radio
Elshinta itu, di era 1980-an, menjadi salah satu radio “penting”nya anak-anak
muda Jakarta. Nah mereka itu doyan menyuguhkan lagu-lagu “unik”, terutama
berwarna rada jazz atau jazzy. Mereka yang memperkenalkannya, lalu disukai
anak-anak muda. Nah merekalah yang tetiba memperkenalkan lagu ballad Filipina,
rada kayak Bee Gees itu.
Selain itu,
mereka jugalah yang memperkenalkan dan bisa mempopulerkan lagu-lagu jazzy
Jepang misal dari Tatsuro Yamashita. Antara lain dengan lagu, ‘Rainy Walk’, ‘Mermaid’,
‘Sparkle’ sampai sebuah ballad yang sangat populer, ‘Your Eyes’. Udah ah ya,
belok sebentaran aja....
Oh
ya pada konser Indonesia 6 Reunion kemarin, ada penyanyi yang mantan personil Elfa’s Singers, Toni Sianipar yang berbagi cerita dari
atas panggung kemarin itu. Tony nyelip di antara penonton. Selain juga ada
cerita dari Bubi Sutomo, selain Yovie, yang berdialog dengan dua MC malam itu, Hedi Yunus dan Netta KD.
Lha,
penyanyi-penyanyi juga dong? Iya MC nya memang ternyata juga “masih famili”nya
EMS, hehehe. Hedy, ya sudah tau dong ya, penyanyinya Kahitna? Sementara Netta,
dulu juga pernah sesaat mendukung Kahitna, di era awal banget. Sekarang Netta
banyak bersolo karir, selain bermain teater sampai film.
Keduanya
juga sempat menyanyi, atau ikutan menyanyi di beberapa lagu hits Indonesia 6,
yang kemarin dibawakan. Tau ga, ini cukup mengagumkan buat saya, mereka
menyuguhkan sampai 18 lagu! Eduuuun!
Semua lagu diambil dari satu-satunya album yang pernah dihasilkan Indonesia 6
lewat Team Record, sebuah selftitled
album, yang disebarluaskan pada 1989.
Mereka
juga tentu saja memainkan lagi, dan menghidangkannya dengan pede-nya, single mereka, ‘Fatamorgana’.
Single ini masuk di sebuah album kompilasi, 10 Bintang Nusantara produksi Team Records. Perlu diketahui, dalam
album itu ada KLa Project dengan, ‘Tentang
Kita’. Lalu ada Splash Band dengan,’Dulu’.
Selain itu ada Sirkus Barock lho, dengan lagu, ‘Balada Penganggur’.
Selain
itu ada lagu, ‘Pasti’ karya Donny & Prass, yang dibawakan Dimensi Band-nya Donny Suhendra dan Yuke
Sumeru. Jadi ingat, proses rekamannya sempat saya ikuti waktu itu, sekitar akhir
1988 di studio rekaman di jalan Wijaya. Di Dimensi itu juga ada Rudy Subekti, Amir Roez dan Iwang Noorsaid.
Nah
di 1989, Dimensi Band ini pernah ikut juga ajang LMC, yang sudah berganti nama
menjadi Band Explosion. Mereka sayangnya kalah dari Topeng & Mask, yang mana grup ini juga grup yang berdiri atas
gagasan Elfa Secioria. Satu dari sedikit sekali grup bentukan Elfa, yang ada
gitarnya! Waktu itu gitarisnya, Mus
Mujiono.
Iya
Tony Sianipar juga yang kemarin mengungkapkan, entah kenapa memang almarhum
Elfa terlihat kurang menyukai adanya gitaris, makanya di band-band yang
dibentuknya, terutama untuk ajang LMC. Band-band tersebut lebih mengandalkan
kibordis, 2 atau 3 orang, dan tidak memakai gitaris!
Eh
iya, dalam 10 Bintang Nusantara itu, ada juga Wachdach dengan ‘Jalan Jalan Sore’. Selain ada Punk Modern Band dengan, ‘Perang Bintang’. Dan lagu ‘Sulap Bencana’
dari ITB Jazz Choir. Album itu
sebenarnya lumayan laris juga pada masa itu.
Maka
karena album itu cukup lumayanlah, akhirnya Indonesia 6 pun mendapat kesempatan
membuat album rekaman sendiri. Dalam album perdana dan satu-satunya itu,
Indonesia 6 melepaskan dua single
yang lumayan dikenal, ‘Monica’ dan ‘Bawalah Daku’.
Kedua
lagu itu, juga tentunya ‘Fatamorgana’ ikut ditampilkan di Hard Rock Cafe
kemarin. Juga ada lagu-lagu lain, yang diambil dari album pertama mereka
seperti, ‘Matahari’ misalnya. Ada juga lagu yang dibawakan perkusionis, Iwan
Wiradz, ‘Asa’. Lalu, ‘Janji’. Juga lagu, ‘Winners Cup’, ‘Speed Driver’. dan ‘Crazy
Love’.
Mereka
membuka konser dengan lagu yang sangat brazillian,
‘Mira-Mira’. Diikuti lagu, ‘Beiral’, yang dinyanyikan Iwan Wiradz. Ada lagu
lain, ‘The Journey’, lantas ada, ‘Emergency Unit’. Kemudian juga lagu riang, ‘Pinocchio’
karya Yovie yang dimainkan setelah sebuah lagu standard, ‘Caravan’ yang diaransemen secara samba yang kental banget.
Pada
konser kemarin, mereka juga didukung oleh Yana
Julio, yang personil Elfa’s Singers itu. Yana Julio,membawakan lagi, ‘Crazy
Love’ yang memang dia nyanyikan di album pertama Indonesia 6 itu dulunya. Ia
juga membawakan lagu karya Yovie Widianto, yang ada di solo albumnya, Selamanya Cinta, dirilis 1995. Lagu ballad itu berjudul, ‘Aku Masih Cinta’.
18
lagu dalam sekitar 2,5 jam, sungguh bukti kesungguhan mereka untuk melakukan
reunian alias kumpul kembali untuk tampil bersama di panggung. Reuni yang
lumayan mengejutkan, karena bisa kejadian juga di antara kepadatan jadwal para
personilnya.
Tetapi
memang akhirnya, kudu ada siasat kitu.
Berstrategi khusus, Indonesia 6 tetap jadi tampil lagi walau para musisi
aslinya sibuk sebetulnya. Jadi ada Lucky
Kanx dan Cindy Salter, sebagai
kibordis tamu. Mereka berdua bermain penuh, di semua lagu.
Sehingga
penampilan khas Indonesia 6 dengan trio kibordisnya tetap dipertahankan. Dengan
tetap hadirnya Bubi Sutomo, dimana Bubi juga yang bertugas menuliskan part
semua lagu yang dimainkan.
Memang
“kehilangan” Yani Danuwijaya yang sebenarnya adalah maskot penting, karena
tengah mengalami sakit yang memang tak memungkinkannya untuk ikut tampil. Padahal
kabarnya, ia juga antusias untuk dapat tampil.
Yovie
sendiri ikut tampil tetapi hanya di beberapa lagu saja, sekitar 4 lagu.
Kemudian pada bass ada Subekti Sudiro,
sebagai pemain tamu pengganti Desi Arnas Lahat. Desi sendiri, tetap dapat “menyelip”
tampil walau hanya di 2 lagu saja.
Well
pada akhirnya kan tetap saja nama Indonesia 6 yang ber-reuni dengan sukses.
Walau tinggal 3 original-membersnya
yang tampil sepenuhnya yaitu Iwan Wiradz, Hentriessa Yulmeda dan Bubi Sutomo.
Tapi itu sudah lumayan cukup mengobati kerinduan para penggemarnya.
Suasana
di Hard Rock Cafe pada Senin malam itu cukup padat. Diramaikan juga oleh para
penonton yang sebagian besar adalah para alumni ITB, yang berasal dari beberapa
angkatan. Tentu saja, para alumni yang pada masa kuliahnya dulu, seringkali
mendengar lagu-lagu Indonesia 6, sering menonton dan lantas nge-fans. Para alumnus ITB tersebut, “dikerahkan”
oleh Bubi, sebagai sesama alumnus ITB juga.
Bukti
bahwa mereka penonton memang kenal banget Indonesia 6 adalah, ada 2 penonton
yang cewek, manis lagi, bisa menyanyi dengan baik dan lantas menyanyikan
hitsnya Indonesia 6. Tentu saja bersama Hedy dan Netta. Ada juga, ini yang “dahsyat”,
penonton yang pede naik ke panggung untuk bergoyang. Asli goyang, jack!
Sepanjang lagu.... Edun-lah!
Well
soal bagaimana sebenarnya penampilan Indonesia 6 di malam reunian kemarin itu,
tentulah ada plus minusnya. Tetapi saya menyebutnya, ah lebih banyak plusnya
lah, dibandingkan minusnya. Meleset-meleset sedikit, tentu saja bisa dimaafkeun dengan penuh keikhlasan. Toh
yang penting, Indonesia 6 bisa tampil lagi.
Meleset dalam menghidangkan tutty mah, lumrahlah ya. Lagu-lagu mereka, yang dimainkan kemarin, memang tetap sarat dengan "pertunjukkan" tutty yang seru tapi...."mendebarkan" itu. Ya ga sih? Eh iya,tutty itu memainkan nada-nada atau not sama berbarengan secara cepat, biasanya ya semua personil, tentu dengan instrumennya masing-masing.
Asli deh, mengingatkan penampilan band-band muda di era 1980-an, terutama di pentas-pentas kontes band. Ya dimana LMC atau kemudian Band Explosion itu, menjadi kontes paling bergengsi. Kalau tak berani mempertontonkan tutty-tuttyan gitu, ah ga jago! Hahahaha.
Grup
ini sejatinya grup bagus dan unik, pada jamannya tersebut. Warna latin jazz
yang dimainkan membuat mereka berbeda dibanding grup-grup fusion atau jazz(y)
yang lumayan merajai panggung di antara 1985-1990an awal itu. Ya seperti saya
sebut di atas tadi itu, 3 kibordis dengan gaya latin. Fusion-nya ramai, dengan
suasana yang lain dari yang ada.
Beda
dong dengan Krakatau, Karimata atau Emerald saat itu. Beda juga dengan siapa
ya, bisa disebut Modulus, Halmahera. Semua itu jebolan LMC juga adanya lho,
kecuali Karimata. Indonesia 6 agak sedikit “mirip” Black Fantasy, tapi ya yang
membedakan ada trio kibordis itu. Black Fantasy tak memakai kibordis sampai 3
orang, hanya ada Lully Widharmadi. Black Fantasy lebih memilih memakai 2 orang
pemain tiup, trumpet dan trombone.
Sayangnya,
Indonesia 6 dengan segala keunikannya itu terbilang berumur singkat. Mungkin
mereka terakhir tampil dulu diawal 1990 saja ya? Sekitaran itu. Lalu mereka
berhenti, bukan bubar tapi ya vakum saja. Dan “tidur”nya mereka aih...lumayan euy. Di 2017 ternyata mereka baru “bangun” lalu tampil lagi.
Lalu
bagaimana, serius untuk kembali tampil lagi? Kan rata-rata personil aslinya,
punya kesibukan yang terhitung maksimal? Bubi dan Iwan mengatakan, mencoba
untuk serius bisa meneruskan jalan bareng lagi. Paling tidak, untuk tampil
lagi. Misalnya, tampil dalam sebuah konser yang relatif lebih besar.
Harusnya
sih, biar lebih afdol dan sah, ini menurut saya ya, upayakan dapat membuat
album baru. Ya paling tidak teh ya, 1
atau 2 single baru deh. Maka, akan jadi terasa sempurnalah kehadiran kembali
Indonesia 6 ini. Kembali akan meramaikan
panggung musik tanah air.
Kan
hari ini, bahasa gaulnya teh... Kids jaman
Now, eta teh maksudna ya zaman
sekarang ini, ga ada atuh gup band
dengan trio kibordis dan maininnya latin jazz nan riang gembira. Betul kan? Itu
namanya, peluang bagus. Perlu dipertimbangkan, layak dipikirkan masak-masak.
Harus masak lah, biar benar-benar bisa mengenyangkan! Hehehehe.
Saya
kemarin pulang senang hati, kebawa tuh lagu Monca, yang jadi lagu penutup yang
pas. Masih aja terngiang-ngiang di telinga, bermain-main di dalam hati. Emang
ada nostalgia tertentu, secara pribadi, dengan lagu itu? Ah sudahlah, ga perlu
buka-buka album lama....
Ole olalalala oo o
Monica / Kamu sungguh mempesona / O o Monica / Ole olalala semua ceria / Terasa
pagi menyapa / Semua ceria....
(Auuuw,
nostalgia party sampai pagi di jaman
dahulu kala deh jadinya ya, teman-teman Indonesia 6.) /*
5 dari , Indonesia 6 bersama Jan Djuhana. Dulu pak Jan yang memasukkan mereka dalam album 10Bintang Nusantara, lalu membuatkan solo album, yang menjadi satu-satunya album rekaman mereka. |
Desi Arnas Lahat, Iwan Wiradz, Hentriessa, Yovie Widianto dan Bubi Sutomo |
4 comments:
nambahin boleh ya....
yang pertama, koreksi nama MC-nya. ejaan yang benar adalah Hedi. coba cek lagi deh. koq malah tertulis MC nya Hedi Diana & Netta KD? lupa keramas ya? hahahaha......
yang kedua, Netta bergabung dengan Kahitna di single Adakah Dia di kompilasi 10 Bintang Nusantara 2 dengan formasi Hedi Yunus, Netta KD, Rita Effendy dan Carlo Saba sebagai vokalis. Danny Daksinaputra (gitar), Tommmy (bass), Buddy (drum) dan Syarief Wiradz (perkusi).
"Fatamorgana" ciptaan Yani dan Ferina. Di edisi pertama, lagu ini di track A1. Tapi di edisi revisi, lagu ini berada di A2 karena "Tentang Kita"-nya KLa Project waktu itu hits sekali sehingga "merebut tahta" "Fatamorgana".
"Sulap Bencana" yang liriknya cukup humoris itu ciptaan Toni Sianipar yang juga sebagai music director.
Kalau saja Harvey Malaihollo hadir di acara itu dan dia menyanyikan "Bawalah Daku" dan "Janji", serta Ferina dan Lita juga datang untuk membawakan Fatamorgana makin lengkaplah Indonesia 6 malam itu.
Ah Dion, tulisan elu langsung bikin gua play album Indonesia 6 di PC gua. Elu memang pantas diganjar ama pisgor dan susu jahe. hahaha
Wuahahahahahahaha.... Hedi Diana ya? Masya Allah. Aduh, pisgor mana pisgornyah! Trims pakde Singo Tj, Anda emg layak... utk mentraktir saya pisgor, kacang rebus dan...susu jahe! 😀😀😀😀😀
Ngayogjazz adalah jawabannya. hahahaha
pada saat ndengerin Indonesia 6 30 tahun lalu..wah ini shakataknya Indonesia..khususnya lagu fatamorgana..
Post a Comment