Friday, November 10, 2017

Selamat datang kembali Indonesia 6. Jangan cuma reuni sekali dong....






Kalau membahas Indonesia 6, tak bisa tidak harus mengikut sertakan 2 orang. Yang pertama, Elfa Secioria. Yang kedua, Yani Danuwijaya. Lalu, kalau keduanya tidak ada, jadi Indonesia berapa?
Adalah Elfa Secioria, sebagai penggagas dan yang punya ide dalam terbentuknya Indonesia 6 sebagai sebuah grup band. Sayangnya, sang pencetus ide, telah pergi meninggalkan kita semua pada 8 Januari 2011 di usianya yang masih 51 tahun.
Tentu saja kita tak lupa dengan bang E’el, begitu panggilannya, yang adalah juga konseptor musik, penulis lagu, aranjer. Selain itu juga dikenal dengan sekolah musiknya Elfa’s Music Studio, EMS, yang di awali di Bandung. Bang E’el ini kian dikenal lewat Elfa’s Singers serta Elfa’s Big Band-nya.
Yani Danuwijaya sendiri adalah perempuan cantik yang di era pertengahan 1980-an dijuluki si anak ajaib. Masih berusia belum 15 tahun, ia menjadi best keyboard player pada ajang Light Music Contest 1985. Ia antara lain “mengalahkan” Dwiki Dharmawan, yang waktu itu grupnya, Krakatau (formasi terawal) menjadi kampiun nomer wahid di ajang kompetisi band besutan Yamaha tersebut.
Nah Yani di 1985, masih main bersama Aryono Huboyo Djati, yang juga penulis lagu ‘Burung Camar’ tersebut. Grupnya adalah Warimoo, dengan ada Tito Soemarsono, bassis. Lalu Ferdy Maulvi, drums. Serta satu kibordis cewek lain, Esterlita. Warimoo waktu itu sebagai band, tak berhasil meraih gelar juara pada Light Music Contest 1985. Tapi 2 tahun kemudian, Yani masuk formasi Indonesia 6, yang terpilih menjadi pemenang pertama Light Music Contest.
Kehadiran seorang gadis mungil yang lincah bermain kibor itu, Yani Danuwijaya, memang menjadi pesona tersendiri pada penampilan Indonesia 6. Dan Indonesia 6 itu memang dibentuk oleh Elfa Secioria, untuk Light Music Contest 1987, dengan mengincar peluang tampil di final round dunia kontes band tersebut, di Tokyo, Jepang.
Sedikit tentang Elfa Secioria dan Light Music Contest. Sejak 1983, tahun dimana ajang kontes band nasional tersebut pertama kali digelar, Elfa sudah rajin mengirimkan wakil band bentukannya untuk mengikuri kontes band itu. Dari terawal itu ada EMS dan Combo’83. EMS sendiri bahkan menjadi salah satu juara, bersama Black Fantasy.
Lalu ada kelompok Envolver di 1984. Selain itu kemudian ada Coop’s Rhythm Section, Night Revellers sampai Kahitna. Semua grup masuk babak final nasional, sebagian juga sukses menjadi juara, atau salah satu personilnya terpilih menjadi pemain ataupun penyanyi terbaik.
Indonesia 6 dianggap grup yang menyatukan kelompok-kelompok musik dari “kubu” Elfa Music Studio di tahun sebelumnya. Dan secara khusus lagi, Indonesia 6 adalah “formasi lanjutan” ataupun pengembangan dari Kahitna, yang menjadi runner-up di Light Music Contest 1986. Waktu itu juara pertamanya adalah Emerald Band, formasi pertama.


Indonesia 6, juga memainkan warna latin jazz yang kental, seperti juga banyak kelompok dari EMS lainnya. Yang menarik, konsepnya itu memasang 3 kibordis, jadi terasa ada suasana “sangat modern”nya, ya di waktu itu. Mereka memang seperti mengandalkan dominasi kibor.
3 orang kibordis Indonesia 6 waktu itu adalah Bubi Iriadi Sutomo, Yovie Widianto dan Yani Danuwijaya. Didukung juga, “elemen” penting grup ini yaitu Iwan Wiradz, perkusionis. Selain itu di sisi rhythm ada Desi Arnas Lahat, bassis. Serta drummer, Hentriessa Yulmeda. Dengan formasi itu mereka menjadi juara pertama di tingkat nasional.
Kemudian terpilih untuk tampil sebagai finalis LMC International di Tokyo, Jepang secara resmi. Jadi Indonesia 6 menjadi grup Indonesia pertama yang terpilih resmi sebagai kontestan babak final di Tokyo. Tahun sebelumnya ada Krakatau memang yang tampil di Tokyo juga, tetapi statusnya sebetulnya sebagai undangan khusus.
Dari kesempatan tampil di ajang tingkat dunia tersebut, Yani Danuwijaya terpilih sebagai peraih outstanding keyboard player. Dimana gelar kibordis terbaik tersebut, di tahun sebelumnya juga direnggut oleh Dwiki Dharmawan..Gelar terbaik tersebut makin mengukuhkan bakat besar seorang Yani “kecil nan imut” itu.
Jadi formasi memajang 3 kibordis barengan memang adalah “kelanjutan” dari Warimoo. Bedanya, Warimoo terkesan fusion yang betul-betul mengandalkan keriuhan sound keyboard dan synthesizer sampai sequencer. Sementara Indonesia 6, dasar musiknya sebenarnya adalah Latin-Jazz, karena instrumen perkusi tetap menjadi andalan.
Indonesia 6 mempesona penonton dan dewan juri, dengan permainannya membawakan lagu, ‘All the Things You Are’, sebuah nomer standard jazz. Dimana aransemennya, yang dibuat Elfa bersama Indonesia 6, berdurasi lumayan panjang. 14 menit-an. Mungkin itu lagu terpanjang di LMC, sepanjang sejarahnya.
Dengan lagu sama, dan dengan aransemen mirip, Indonesia 6 sukses juga mempesona dewan juri di Tokyo waktu itu. Dan seingat saya, kebetulan saya nonton penampilan mereka waktu di Jakarta ya, memang ada porsi lumayan berlebih pada aksi soloing ketiga kibordis mereka. Tapi terlebih pada Yani.
Yang saya ingat, saya memang terpesona dengan Yani lagi. Kan terpesona pertamanya sudah waktu tampil dengan Warimoo di 1985. Oh emang nonton juga? Alhamdulillah, saya punya kesempatan menyaksikan final LMC sejak 1984. Tapi saya juga lantas lebih mengamati Yovie Widianto sebenarnya waktu itu, yang saya juga jadi lebih terkagum-kagum lagi.


Jadi kalau liat Yovie, dengan permainan kibornya lebih menonjol ya sejak 1986 waktu Yovie memimpin Kahitna. Oh ya, intermezzo saja, Kahitna rupanya nama yang diambil dari sebuah lagu pop Filipina, ‘Kahit Na’..  Artinya, meskipun. Nama itu “ditemukan” Elfa. Eh menyoal dikiiiit soal lagu Filipina. Ada satu lagu lain, yang seringkali diputar radio Eshinta Jakarta juga sih, ‘Nasumka’atau judul lain, ‘Nasaan Ka’ (dimanakah kamu)  Ingat kan, awal 1980-an ada trend lagu-lagu Tagalog Disco masuk kesini? Nah Nasaan Ka itu, adalah lagu love song nya tagalog music. Kayaknya, juga dengan ‘Kahit Na’.
Radio Elshinta itu, di era 1980-an, menjadi salah satu radio “penting”nya anak-anak muda Jakarta. Nah mereka itu doyan menyuguhkan lagu-lagu “unik”, terutama berwarna rada jazz atau jazzy. Mereka yang memperkenalkannya, lalu disukai anak-anak muda. Nah merekalah yang tetiba memperkenalkan lagu ballad Filipina, rada kayak Bee Gees itu.
Selain itu, mereka jugalah yang memperkenalkan dan bisa mempopulerkan lagu-lagu jazzy Jepang misal dari Tatsuro Yamashita. Antara lain dengan lagu, ‘Rainy Walk’, ‘Mermaid’, ‘Sparkle’ sampai sebuah ballad yang sangat populer, ‘Your Eyes’. Udah ah ya, belok sebentaran aja....
Oh ya pada konser Indonesia 6 Reunion kemarin, ada  penyanyi yang mantan personil Elfa’s Singers, Toni Sianipar yang berbagi cerita dari atas panggung kemarin itu. Tony nyelip di antara penonton. Selain juga ada cerita dari Bubi Sutomo, selain Yovie, yang berdialog dengan dua MC malam itu, Hedi Yunus dan Netta KD.



Lha, penyanyi-penyanyi juga dong? Iya MC nya memang ternyata juga “masih famili”nya EMS, hehehe. Hedy, ya sudah tau dong ya, penyanyinya Kahitna? Sementara Netta, dulu juga pernah sesaat mendukung Kahitna, di era awal banget. Sekarang Netta banyak bersolo karir, selain bermain teater sampai film.
Keduanya juga sempat menyanyi, atau ikutan menyanyi di beberapa lagu hits Indonesia 6, yang kemarin dibawakan. Tau ga, ini cukup mengagumkan buat saya, mereka menyuguhkan sampai 18 lagu! Eduuuun! Semua lagu diambil dari satu-satunya album yang pernah dihasilkan Indonesia 6 lewat Team Record, sebuah selftitled album, yang disebarluaskan pada 1989.
Mereka juga tentu saja memainkan lagi, dan menghidangkannya dengan pede-nya, single mereka, ‘Fatamorgana’. Single ini masuk di sebuah album kompilasi, 10 Bintang Nusantara produksi Team Records. Perlu diketahui, dalam album itu ada KLa Project dengan, ‘Tentang Kita’. Lalu ada Splash Band dengan,’Dulu’. Selain itu ada Sirkus Barock lho, dengan lagu, ‘Balada Penganggur’.
Selain itu ada lagu, ‘Pasti’ karya Donny & Prass, yang dibawakan Dimensi Band-nya Donny Suhendra dan Yuke Sumeru. Jadi ingat, proses rekamannya sempat saya ikuti waktu itu, sekitar akhir 1988 di studio rekaman di jalan Wijaya. Di Dimensi itu juga ada Rudy Subekti, Amir Roez dan Iwang Noorsaid.
Nah di 1989, Dimensi Band ini pernah ikut juga ajang LMC, yang sudah berganti nama menjadi Band Explosion. Mereka sayangnya kalah dari Topeng & Mask, yang mana grup ini juga grup yang berdiri atas gagasan Elfa Secioria. Satu dari sedikit sekali grup bentukan Elfa, yang ada gitarnya! Waktu itu gitarisnya, Mus Mujiono.




Iya Tony Sianipar juga yang kemarin mengungkapkan, entah kenapa memang almarhum Elfa terlihat kurang menyukai adanya gitaris, makanya di band-band yang dibentuknya, terutama untuk ajang LMC. Band-band tersebut lebih mengandalkan kibordis, 2 atau 3 orang, dan tidak memakai gitaris!
Eh iya, dalam 10 Bintang Nusantara itu, ada juga Wachdach dengan ‘Jalan Jalan Sore’. Selain ada Punk Modern Band dengan, ‘Perang Bintang’. Dan lagu ‘Sulap Bencana’ dari ITB Jazz Choir. Album itu sebenarnya lumayan laris juga pada masa itu.
Maka karena album itu cukup lumayanlah, akhirnya Indonesia 6 pun mendapat kesempatan membuat album rekaman sendiri. Dalam album perdana dan satu-satunya itu, Indonesia 6 melepaskan dua single yang lumayan dikenal, ‘Monica’ dan ‘Bawalah Daku’.
Kedua lagu itu, juga tentunya ‘Fatamorgana’ ikut ditampilkan di Hard Rock Cafe kemarin. Juga ada lagu-lagu lain, yang diambil dari album pertama mereka seperti, ‘Matahari’ misalnya. Ada juga lagu yang dibawakan perkusionis, Iwan Wiradz, ‘Asa’. Lalu, ‘Janji’. Juga lagu, ‘Winners Cup’, ‘Speed Driver’. dan ‘Crazy Love’.
Mereka membuka konser dengan lagu yang sangat brazillian, ‘Mira-Mira’. Diikuti lagu, ‘Beiral’, yang dinyanyikan Iwan Wiradz. Ada lagu lain, ‘The Journey’, lantas ada, ‘Emergency Unit’. Kemudian juga lagu riang, ‘Pinocchio’ karya Yovie yang dimainkan setelah sebuah lagu standard, ‘Caravan’ yang diaransemen secara samba yang kental banget.





Pada konser kemarin, mereka juga didukung oleh Yana Julio, yang personil Elfa’s Singers itu. Yana Julio,membawakan lagi, ‘Crazy Love’ yang memang dia nyanyikan di album pertama Indonesia 6 itu dulunya. Ia juga membawakan lagu karya Yovie Widianto, yang ada di solo albumnya, Selamanya Cinta, dirilis 1995. Lagu ballad itu berjudul, ‘Aku Masih Cinta’.
18 lagu dalam sekitar 2,5 jam, sungguh bukti kesungguhan mereka untuk melakukan reunian alias kumpul kembali untuk tampil bersama di panggung. Reuni yang lumayan mengejutkan, karena bisa kejadian juga di antara kepadatan jadwal para personilnya.
Tetapi memang akhirnya, kudu ada siasat kitu. Berstrategi khusus, Indonesia 6 tetap jadi tampil lagi walau para musisi aslinya sibuk sebetulnya. Jadi ada Lucky Kanx dan Cindy Salter, sebagai kibordis tamu. Mereka berdua bermain penuh, di semua lagu.
Sehingga penampilan khas Indonesia 6 dengan trio kibordisnya tetap dipertahankan. Dengan tetap hadirnya Bubi Sutomo, dimana Bubi juga yang bertugas menuliskan part semua lagu yang dimainkan.
Memang “kehilangan” Yani Danuwijaya yang sebenarnya adalah maskot penting, karena tengah mengalami sakit yang memang tak memungkinkannya untuk ikut tampil. Padahal kabarnya, ia juga antusias untuk dapat tampil.
Yovie sendiri ikut tampil tetapi hanya di beberapa lagu saja, sekitar 4 lagu. Kemudian pada bass ada Subekti Sudiro, sebagai pemain tamu pengganti Desi Arnas Lahat. Desi sendiri, tetap dapat “menyelip” tampil walau hanya di 2 lagu saja.
Well pada akhirnya kan tetap saja nama Indonesia 6 yang ber-reuni dengan sukses. Walau tinggal 3 original-membersnya yang tampil sepenuhnya yaitu Iwan Wiradz, Hentriessa Yulmeda dan Bubi Sutomo. Tapi itu sudah lumayan cukup mengobati kerinduan para penggemarnya.







Suasana di Hard Rock Cafe pada Senin malam itu cukup padat. Diramaikan juga oleh para penonton yang sebagian besar adalah para alumni ITB, yang berasal dari beberapa angkatan. Tentu saja, para alumni yang pada masa kuliahnya dulu, seringkali mendengar lagu-lagu Indonesia 6, sering menonton dan lantas nge-fans. Para alumnus ITB tersebut, “dikerahkan” oleh Bubi, sebagai sesama alumnus ITB juga.
Bukti bahwa mereka penonton memang kenal banget Indonesia 6 adalah, ada 2 penonton yang cewek, manis lagi, bisa menyanyi dengan baik dan lantas menyanyikan hitsnya Indonesia 6. Tentu saja bersama Hedy dan Netta. Ada juga, ini yang “dahsyat”, penonton yang pede naik ke panggung untuk bergoyang. Asli goyang, jack! Sepanjang lagu.... Edun-lah!
Well soal bagaimana sebenarnya penampilan Indonesia 6 di malam reunian kemarin itu, tentulah ada plus minusnya. Tetapi saya menyebutnya, ah lebih banyak plusnya lah, dibandingkan minusnya. Meleset-meleset sedikit, tentu saja bisa dimaafkeun dengan penuh keikhlasan. Toh yang penting, Indonesia 6 bisa tampil lagi.
Meleset dalam menghidangkan tutty mah, lumrahlah ya. Lagu-lagu mereka, yang dimainkan kemarin, memang tetap sarat dengan "pertunjukkan" tutty yang seru tapi...."mendebarkan" itu. Ya ga sih? Eh iya,tutty itu memainkan nada-nada atau not sama berbarengan secara cepat, biasanya ya semua personil, tentu dengan instrumennya masing-masing.
Asli deh, mengingatkan penampilan band-band muda di era 1980-an, terutama di pentas-pentas kontes band. Ya dimana LMC atau kemudian Band Explosion itu, menjadi kontes paling bergengsi. Kalau tak berani mempertontonkan tutty-tuttyan gitu, ah ga jago! Hahahaha.
Grup ini sejatinya grup bagus dan unik, pada jamannya tersebut. Warna latin jazz yang dimainkan membuat mereka berbeda dibanding grup-grup fusion atau jazz(y) yang lumayan merajai panggung di antara 1985-1990an awal itu. Ya seperti saya sebut di atas tadi itu, 3 kibordis dengan gaya latin. Fusion-nya ramai, dengan suasana yang lain dari yang ada.
Beda dong dengan Krakatau, Karimata atau Emerald saat itu. Beda juga dengan siapa ya, bisa disebut Modulus, Halmahera. Semua itu jebolan LMC juga adanya lho, kecuali Karimata. Indonesia 6 agak sedikit “mirip” Black Fantasy, tapi ya yang membedakan ada trio kibordis itu. Black Fantasy tak memakai kibordis sampai 3 orang, hanya ada Lully Widharmadi. Black Fantasy lebih memilih memakai 2 orang pemain tiup, trumpet dan trombone.
Sayangnya, Indonesia 6 dengan segala keunikannya itu terbilang berumur singkat. Mungkin mereka terakhir tampil dulu diawal 1990 saja ya? Sekitaran itu. Lalu mereka berhenti, bukan bubar tapi ya vakum saja. Dan “tidur”nya mereka aih...lumayan euy. Di 2017 ternyata mereka baru “bangun” lalu tampil lagi.
Lalu bagaimana, serius untuk kembali tampil lagi? Kan rata-rata personil aslinya, punya kesibukan yang terhitung maksimal? Bubi dan Iwan mengatakan, mencoba untuk serius bisa meneruskan jalan bareng lagi. Paling tidak, untuk tampil lagi. Misalnya, tampil dalam sebuah konser yang relatif lebih besar.


Harusnya sih, biar lebih afdol dan sah, ini menurut saya ya, upayakan dapat membuat album baru. Ya paling tidak teh ya, 1 atau 2 single baru deh. Maka, akan jadi terasa sempurnalah kehadiran kembali Indonesia  6 ini. Kembali akan meramaikan panggung musik tanah air.
Kan hari ini, bahasa gaulnya teh... Kids jaman Now, eta teh maksudna ya zaman sekarang ini, ga ada atuh gup band dengan trio kibordis dan maininnya latin jazz nan riang gembira. Betul kan? Itu namanya, peluang bagus. Perlu dipertimbangkan, layak dipikirkan masak-masak. Harus masak lah, biar benar-benar bisa mengenyangkan! Hehehehe.
Saya kemarin pulang senang hati, kebawa tuh lagu Monca, yang jadi lagu penutup yang pas. Masih aja terngiang-ngiang di telinga, bermain-main di dalam hati. Emang ada nostalgia tertentu, secara pribadi, dengan lagu itu? Ah sudahlah, ga perlu buka-buka album lama....
Ole olalalala oo o Monica / Kamu sungguh mempesona / O o Monica / Ole olalala semua ceria / Terasa pagi menyapa / Semua ceria....
(Auuuw, nostalgia party sampai pagi di jaman dahulu kala deh jadinya ya, teman-teman Indonesia 6.) /*
5 dari , Indonesia 6 bersama Jan Djuhana. Dulu pak Jan yang memasukkan mereka dalam album 10Bintang Nusantara, lalu membuatkan solo album, yang menjadi satu-satunya album rekaman mereka.

Desi Arnas Lahat, Iwan Wiradz, Hentriessa, Yovie Widianto dan Bubi Sutomo








4 comments:

Anonymous said...

nambahin boleh ya....
yang pertama, koreksi nama MC-nya. ejaan yang benar adalah Hedi. coba cek lagi deh. koq malah tertulis MC nya Hedi Diana & Netta KD? lupa keramas ya? hahahaha......
yang kedua, Netta bergabung dengan Kahitna di single Adakah Dia di kompilasi 10 Bintang Nusantara 2 dengan formasi Hedi Yunus, Netta KD, Rita Effendy dan Carlo Saba sebagai vokalis. Danny Daksinaputra (gitar), Tommmy (bass), Buddy (drum) dan Syarief Wiradz (perkusi).
"Fatamorgana" ciptaan Yani dan Ferina. Di edisi pertama, lagu ini di track A1. Tapi di edisi revisi, lagu ini berada di A2 karena "Tentang Kita"-nya KLa Project waktu itu hits sekali sehingga "merebut tahta" "Fatamorgana".
"Sulap Bencana" yang liriknya cukup humoris itu ciptaan Toni Sianipar yang juga sebagai music director.
Kalau saja Harvey Malaihollo hadir di acara itu dan dia menyanyikan "Bawalah Daku" dan "Janji", serta Ferina dan Lita juga datang untuk membawakan Fatamorgana makin lengkaplah Indonesia 6 malam itu.

Ah Dion, tulisan elu langsung bikin gua play album Indonesia 6 di PC gua. Elu memang pantas diganjar ama pisgor dan susu jahe. hahaha

Unknown said...

Wuahahahahahahaha.... Hedi Diana ya? Masya Allah. Aduh, pisgor mana pisgornyah! Trims pakde Singo Tj, Anda emg layak... utk mentraktir saya pisgor, kacang rebus dan...susu jahe! 😀😀😀😀😀

Anonymous said...

Ngayogjazz adalah jawabannya. hahahaha

Unknown said...

pada saat ndengerin Indonesia 6 30 tahun lalu..wah ini shakataknya Indonesia..khususnya lagu fatamorgana..