T u l u s |
Mungkin
ini bisa disebut sebagai salah satu edisi jazz dari ajang tahunan bergengsi, Anugerah Musik Indonesia, AMI. Apakah disengaja atau tidak, tapi
kesan “bau” jazz yang lebih menyengat, memang cukup tercium.
Terutama
misal lihat dari nama Muhamad Tulus,
atau yang populer dengan nama simplenya, Tulus.
Ia dengan album ketiganya, Monokrom,
meraih 6 penghargaan, termasuk
penghargaan paling bergengsi yaitu Album Terbaik dan Karya Produksi Terbaik.
Termasuk juga Tim Produksi Suara lewat duo kakak-beradik, Ari Renaldi dan Rudy
Zulkarnaen.
Seperti
diketahui, Tulus memang mengedepankan musik yang rada jazz(y). Paling tidak ada
suasana ala musik-musik adult
contemporary 1980-an, yang oleh sebagian orang disebut sebagai jazz-pop.
Atau light jazz. Atau ada juga “julukan”
lain, jazzy tunes.
Apalagi
ditambah, dalam beberapa tahun terakhir ini, Tulus dan musiknya tersebut telah
menjadi langganan sebagai performer
utama, headliner, pada berbagai acara
berbentuk festival jazz di tanah air. Hal mana membuatnya seolah, bintang muda ngejazz terdepan kan jadinya?
Saya
secara khusus, jadi tergerak sedikit menulis tentang perhelatan AMI Awards
2017, memang sebatas pada “fenomena” edisi jazznya. Ga tau deh, apa memang
publik setuju atau tidak, tapi itulah yang saya rasakan. Melihat dari list para penerima penghargaan misalnya.
Juga termasuk para performers yang
memeriahkan malam puncaknya.
Adapun
malam puncak penganugerahan Anugerah Musik Indonesia, untuk tahun 2017, telah
berlangsung pada 16 November 2017, mengambil tempat di Teater Garuda, Taman
Mini Indonesia Indah, Jakarta. Dan disiarkan langsung oleh RCTI.
Saya
sih nontonnya dari layar kaca saja. Dan itupun juga hanya sepotong kecil. Ya
jujur mengakulah. Makanya, tak ada foto-foto langsung dari malam penuh kemilau
dan pesona itu. Agak lupa sih tepatnya, tanggal kapannya AMI itu! Hahahaha.
Krakatau Reunion, dengan Chapter One |
Tapi
memang jadi menarik, sekali lagi buat saya ya terutama, saat mengetahui dan
menonton Krakatau akhirnya menyempurnakan kesuksesan tahapan edisi reuniannya,
lewat meraih 2 penghargaan dari AMI Awards.
Krakatau,
yang berdiri sejak1985 dan kini sejak 2015 tampil kembali dengan nama Krakatau-Reunion, seperti diketahui
muncul dan langsung beredar kencang namanya. Mereka tampil di begitu banyak
festival jazz di seluruh penjuru Nusantara. Pergerakan sangat aktif itu terus
terang rada mengejutkan juga.
Dan
aktifitas kencang penampilan panggung mereka di paling tidak 2 tahun terakhir
ini, menjadi lebih lengkap dengan kesuksesan album mereka, Chapter One, yang diganjar penghargaan AMI Awards.
2
penghargaan untuk Krakatau Reunion lewat album yang dirilis di awal 2017
tersebut adalah, Album Jazz Terbaik, Chapter One. Dan Artis Jazz Vokal Terbaik,
‘Cermin Hati’ dari album Chapter One.
Tentu
saja, saya ucapkan selamat kepada Krakatau Reunion. Tak lupa selamat juga
kepada executive producer dari album
Krakatau Reunion tersebut, Donny Hardono,
dengan DSS Music. Dimana DSS pulalah
yang langsung menangani perjalanan kembali Krakatau, terkhusus “edisi” Krakatau
Reunion sejak mereka berenam sepakat untuk berkumpul kembali, dan bermain
bareng lagi.
Dewa Budjana |
Gerald Hiras Situmorang |
Ucapan
selamat juga untuk sahabat baik saya sejak lama, Dewa Budjana. Lewat salah satu track
dalam album terbarunya, Zentuary,
yaitu, ‘Solas PM’, Budjana mendapat penghargaan Album Jazz Instrumental
Terbaik.
Album
yang produksi rekamannya dilakukan di USA dan diedarkan resmi pada akhir
Oktober 2016 tersebut, telah mendapat pujian dari publik musik pencinta jazz
internasional. Mendapatkan juga penilaian sangat positif dari berbagai media
musik di USA, Eropa dan dari seluruh penjuru dunia.
Budjana,
didukung bassis legendaris, Tony Levin. Lalu drummer jazz kawakan, yang juga
pianis, Jack de Johnette. Serta melibatkan pula saxophonis Danny Markovitc
serta musisi multi instrumentalis yang tak kalah besar namanya, Gary Husband,
kali ini dengan kibor.
Pada
kategori musik jazz, di ajang AMI Awards 2017 ini muncul nama-nama yang telah
dikenal luas sebagai jazzer-jazzer terbaik. Jadi, Krakatau Reunion dan Dewa
Budjana itu bersaing dengan para musisi atau grup band, dengan karya album dan
lagunya masing-masing, yang telah meraih perhatian publik di setahun-an terahir
ini.
Tak
kurang dari Indra Lesmana, dengan. ‘Jack
Swing’ dalam solo albumnya, About Jack
bersama grup Indra Lesmana Keytar Trio. Atau Indro Hardjodikoro lewat, ‘Always Dare’ dari album Always There. Termasuk lainnya, ada Tohpati dengan, ‘Faces’ dari album
grupnya, Tohpati-Bertiga.
Bahkan
juga kibordis Krakatau Reunion lainnya, Dwiki
Dharmawan, yang notabene juga adalah Ketua Umum AMI pada saat ini. Dwiki
secara cukup mengejutkan, terpilih dengan lagu, ‘Frog Dance’ dari solo
albumnya, Pasar Klewer..
Nama
nominator lainnya adalah almarhum Mike
Mohede, dengan lagu, ‘Kaulah Segalanya. Serta ada nama Aimee Saras, Bonita Adi,
Aprilia Sari dengan lagu, ‘Tiga
Dara’.
Dari
khasanah jazz tanah air, menyeliplah bintang muda, dia gitaris tapi juga
bassis. Gerald Hiras Situmorang
namanya. Gitaris ini sukses memperoleh penghargaan Karya Produksi Instrumental
Terbaik, dengan lagu, ‘Familiar Song’.
Kemenangan
Gerald cukup mencuri perhatian, karena ia berhasil “melewati” para seniornya,
yang adalah para musisi jazz kenamaan. Antara lain ada Dewa Budjana, Indra
Lesmana, Indro Hardjodikoro. Serta, sekali lagi juga ada sang Ketua Umum AMI,
Dwiki Dharmawan.
Dwiki Dharmawan dan Indra Lesmana |
MONTECRISTO |
Gerald
muncul ke depan, semoga bisa menjadi inspirasi bagi para musisi muda lainnya,
untuk tetap teruslah aktif berkarya. Sejatinya, musisi-musisi mudapun
memperoleh perhatian yang sama. Perhatian itu bisa pula diartikan sebagai
kesempatan. Kan dalam musik, tak mengenal usia.... Selamat ya Gerald!
Kemudian
saya juga memilih untuk mengucapkan selamat secara khusus kepada teman-teman
baik saya Eric Martoyo, Rustam “Keith” Effendi dengan
grupnya, MONTECRISTO. Mereka meraih
penghargaan Karya Produksi Rock Progresif Terbaik. Momentum dimana musik
prograsif rock mendapatkan perhatian dari publik. Sungguh diharapkan begitu.
Seperti
diketahui MONTECRISTO merilis album terbaru mereka, A Deep Sleep,pada beberapa bulan silam di 2017. Dimana mereka
kemudian, belum lama ini , juga menyusulkan dengan merilis sebuah album live-nya dalam format DVD.
Juga
ada nama Adrian Adioetomo. Gitaris
yang populer dengan gitar dobro khasnya itu, memperoleh penghargaan Artis Solo
Pria atau Wanita Instrumentalia Terbaik, lewat lagu Tanah Ilusi’. Lagu itu
diambil dari mini albumnya diedarkan sekitar penghujung 201, Apaan?
Adrian,
yang sekian lama dianggap “tokoh” muda blues Indonesia, lalu memperkenalkan apa
yang disebut delta blues itu, sukses menyelip masuk di kategori rock. Tentu
patut diberi pujian khusus juga. Buah dari intensitasnya berkarya tanpa henti,
senantiasa penuh semangat! Hidup blues!
GIGI
juga kebagian penghargaan. Artinya, Budjana bisa bawa tambahan penghargaan nih
jadinya. GIGI menang lewat, Adu Domba’ untuk kategori Duo/Grup Pop Terbaik. Hebat juga euy, sebagai grup 90-an ya, mereka
sukses memenangkan pertarungan dengan grup-grup pop, yang sebenarnya secara era
muncul belakangan.
Saya
awalnya berpikir, seolah mereka yang lebih muda itu “menguasai” pasar musik,
terutama pop, masa kini. Misalnya kayak D Masiv, Nidji, Geisha. Sampai Armada.
Eh ternyata GIGI yang mendapatkan peghargaan. Selamat!
G I G I |
God Bless |
Oh
ya, balik deui ke wilayah rock.
Selamat dan sukses untuk supergroup yang
jelang umur 45 tahun karir mereka. The
trully living legend band, God Bless. Grup yang tetap dimotori 2 pendirinya, Achmad
Albar dan Donny Fattah serta juga didukung ikon gitaris rock, Ian Antono ini,
kebagian penghargaan juga.
God
Bless meraih penghargaan untuk kategori Duo atau Group Kolaborasi Rock Terbaik
dengan, ‘Damai’. Satu penghargaan lain didapat lewat album ketujuh mereka, yang
dirilis tahun silam, Cermin 7, dalam
kategori Album Rock Terbaik.
Kemudian
selamat untuk penganugerahan Lifetime
Achievement Awards untuk penyanyi, penulis lagu, aranjer, musisi multi
instrumentalis, Fariz Rustam Munaf.
Penghargaan yang sangat layak, sebagai ganjaran setimpal atas segala sepak
terjangnya didunia musik sejak jelang akhir 1970-an.
Yang
tentu saja, seperti kita ketahui bersama, membuatnya menjadi salah satu musisi,
penyanyi dan penulis lagu paling produktif di era 1980-1990an. Dan hebatnya,
ini pujian dari lubuk hati terdalam, ia tetap eksis dengan lumayan lancar
bahkan hingga saat ini. Ga ada
matinye....
Dedikasi
totalnya atas musik Indonesia, telah dibuktikannya lewat puluhan solo album,
itu belum lagi ditambah berbagai album kompilasi. Tak kurang juga, pelbagai
proyek kolaborasi musiknya, dengan berbagai musisi dan penyanyi, dari berbagai
usia. So, terus berkarya bro bule, begitu panggilan akrabnya. Dan jangan pernah
bosan hidup positif, biar sehat selalu!
Fariz Rustam Munaf |
Yala Roesli dan Rumah Musik Harry Roesli |
AMI
juga memberi bentuk kepedulian terhadap para legenda musik Indonesia yang telah
tiada, dengan catatan perjalanan panjang karir musiknya, yang mewarnai musik
Indonesia. Penghargaan tersebut diberikan untuk 3 nama, pada tahun ini.
Pertama
pada almarhum Harry Roesli, tokoh
musik Bandung yang memberi keramaian berbeda pada khasanah musik rock
Indonesia, lewat banyak karya-karya musiknya yang khas dan unik. Juga untuk 2
nama besar yang sukses di dunia musik pop Indonesia, almarhum Benny Panjaitan dan almarhum Baartje Van Houten.
Tulus. Foto : Indrawan |
AMI
Awards sendiri pertama kali diadakan oleh Yayasan Anugerah Musik Indonesia pada
tahun 1997. Dan penghargaan AMI Awards ini, bisa dibilang adalah penyatuan dari
2 ajang awarding sejenis, yang telah diadakan sebelumnya.
Kedua
penghargaan tersebut adalah BASF Awards,
mulai 1985. Lalu HDX Awards, mulai
1992. Kedua ajang penghargaan itu, disokong sepenuhnya oleh dua produsen pita
kaset rekaman yang terbilang terbesar di Indonesia, pada saat itu.
Menurut
sejarahnya, AMI Awards ini juga diadakan atas gagasan dari 3 organisasi musik
resmi yaitu, ASIRI (Asosiasi
Industri Rekaman Indonesia), PAPPRI
(Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Rekaman Indonesia) serta KCI (Karya Cipta Indonesia).
Adapun
konsep dasar dari AMI Awards ini mengadaptasi apa yang telah dijalankan oleh NARAS (National Academy of Recording
and Science), yang merupakan penyelenggara dari ajang awarding bergengsi
tingkat dunia, Grammy Awards.
Pada
AMI Awards pertama di 1997, dengan acara malam penganugerahannya dilakukan di
Jakarta Convention Centre, diserahkan 34 kategori penghargaan. Sementara pada
2017 kemarin, diberikan penghargaan dalam 52 kategori. Termasuk penghargaan
yang baru diberikan di tahun ini, lagu dan album musik rohani.
Nah
soal bebauan jazz yang saya rasakan itu, juga menyembul dari beberapa performers yang dipilih untuk meramaikan
malam penganugerahan AMI tersebut. Paling tidak ada, Tohpati-Bertiga. Yang
sebelumnya juga Krakatau-Reunion.
Ketika
AMI, yang bergengsi tinggi itu, juga memberi perhatian pada pergerakan
musik-musik non-mainstream, tentunya
perlu diberi apresiasi tinggi. Apalagi langkah konkrit dan nyatanya,
menampilkan mereka yang seringkali danggap “tidak pop” itu, utuk bisa tampil
secara live.
Karena
tontonan malam penganugerahannya itu ditayangkan langsung oleh stasiun
televisi. Jarang-jarang grup musik atau artis penyanyi yang bisa disebut, outside mainstream music, beroleh kesempatan tampil kan? Terganjal rating tentunya, yang membuat penampilan
“kaum di luar mainstream”, jadi sangat terbatas.
Adrian Adioetomo |
Tohpati - Bertiga |
Semoga
AMI Awards tetap dapat berlangsung dan menjadi salah satu referensi terpenting,
bagi perjalanan dunia musik Indonesia. Sehingga gengsi tingginya juga lantas
menjadi magnet untuk keikutsertaan dari kalangan yang dianggap, indie atau independent.
Memang
perjuangan paling serius adalah, membuktikan bahwasanya AMI Awards tak
cenderung hanya memberi perhatian dan kepedulian, serta apresiasi, bagi
kalangan industri musik saja. Upaya untuk memberi ruang bagi musik-musik indie,
semoga makin lancar di kemudian hari.
Itu
juga soalnya secara kenyataan yang ada, beberapa nama sudah membuktikan, lewat
jalur indie pun mereka bisa berbicara. Ada fenomena, artis penyanyi, duo atau
grup-grup tertentu, sukses justru bukan melalui jalur “formal”. Baik dari pola
distribusi, juga menerapkan strategi promosi yang berbeda.
Tidak
menembus jalur distribusi toko-toko musik besar misalnya, dan tidak memakai
promosi melalui televisi atau radio. Tetapi toh mereka juga sukses, dikenal
luas. Mempunyai penggemar fanatik setia yang loyal dan terus menggelembung saja
jumlahnya. Apalagi dengan jadwal manggung mencengangkan!
Itulah
situasi dan kondisi yang terjadi di Musik
Indonesia Jaman NOW! Kalau AMI tetap peduli dan memberi perhatian pada
pergerakan-pergerakan kaum indie, dengan segala kreatifitas uniknya itu, bisa
saja diharapkan AMI Awards akan makin menjadi “tujuan utama” dari para pelaku
musik di tanah air.
Terus
bergaul sehingga tetap dapat memahami dan mengerti situasi dan kondisi terkini
yang terjadi pasar musik, membuka pintu pada hal-hal terkini, melakukan semacam
updating atas pergerakan di dunia
musik Indonesia. Tentu saja hal demikian berfaedah dan bermanfaat.
AMI
membuktikan dengan misalnya, mengadakan kategori-kategori penghargaan yang
relatif baru, demi menampung aspirasi pasar musik. Makanya memang jumlah
kategori itu berkembang, bisa saja bertambah. Walau bisa juga berkurang, misal
ada kategori tertentu yang terpaksa tak disediakan di waktu tertentu. Karena
tak ada “peserta”nya misalnya. Di titik itu sih, cukup fair dan bisa dimaklumi.
Walau
bukan lantas berarti juga, dapat penghargaan AMI itu otomatis lagu atau
albumnya menjadi laris-manis tanjung kimpul, duitnya kumpul setelah albumnya
ludes. Ga langsung begitu juga, tapi kan tentu saja memberi dorongan positif
dan signifikan untuk dunia musik secara keseluruhan?
Saya
hanya ingin menulis angle tertentu
saja atas AMI Awards ini. Biarlah untuk nama-nama penerima penghargaan lain
beserta kategori-kategorinya, teman-teman yang membaca tulisan ini, bisa googling sendiri dan memperolehnya dari
situs-situs lainnya.
Salam
Musik Indonesia! /*
No comments:
Post a Comment