5
Group Band pilihan, dijadikan satu dalam sebuah acara. Pastinya, menjanjikan
sebuah konser besar yang spesial kan? Tambah spesial dan memang lantas terasa
bakalan istimewa karena konser inipun diberi judul Supergroup in Concert.
Tema
gede acarapun dibuat menjadi 5UPERGROUP.
Dari segi nama, ini memang langsung memperlihatkan bahwa ini bukanlah “konser
biasa-biasa saja”. Karena band yang akan tampil adalah supergroup, maka ini kelak pastinya menjadi sebuah superconcert.
Pertanyaan
pertama kenapa kelima grup band tersebut yang terpilih? Semuanya di awali lewat
menyebarluaskan informasi, dengan sebuah angket. Pilihlah grup-grup band
terfavoritmu. Penyebaran itu dilakukan gencar via media sosial, seperti
Facebook dan Instagram
Dikumpulkan
jawaban dari para friends, likers atau followers. Dari hasil itu, sebetulnya ada sekitar 8 sampai 10 grup
band yang paling banyak dipilih. Maka kemudian disusul dengan membahas, berapa
grup band yang akan ditampilkan? Lalu tentunya, siapa saja yang akan
ditampilkan?
Akhirnya,
setelah proses itu berjalan ketemulah dengan hasil akhir yang disepakati. Bahwa
ada 5 kelompok musik yang terpilih. God
Bless, GIGI, Krakatau Reunion, Kahitna dan Sheila on 7.
Pilihan
dengan berbagai-bagai pertimbangan. Hasil akhir itu disepakati, walau mungkin
memang belum pas dengan “sempurna”. Kenapa begitu? Ini gegara tagline “Super Group” yang dipakai. Definisi supergroup tersebut, ini pasti
akan mengundang perdebatan.
Kalau
buat saya sih, lebih mengartikan begini. Supergroup, lebih dilihat dari
penampilan di atas panggung. Konser-konsernya wah, besar, megah. Penonton atau
fansnya yang datang menonton banyak. Grup band tersebut biasanya tampil solid, all out dan makanya membuat penontonnya puas.
Tidak
bisa dikesampingkan pula soal kwlitas permainan, atau dalam hal ini bicara juga
soal skill dalam musikalitas.
Pertimbangan berikut, baru soal lagu-lagu hits.
Walau, sekali lagi ini menurut saya, lagu-lagu hits itu bukan jadi pertimbangan
utama. Bisa saja tidak masuk dalam pertimbangan....
Nah,
definisi supergroup yang saya tulis di atas, yang adalah pemahaman saya
pribadi, pasti juga akan mengundang pro dan kontra kan? Karena juga ada
perbedaan dari definisi supergroup versi wikipedia
misalnya.
Dalam
wikipedia, definisi supergroup adalah A supergroup is
a music group whose
members are previously successful as solo artists or as part of other groups or
well known in other musical professions. Usually used in the context of rock and pop music, the term
has been applied to other musical genres such as opera (The Three Tenors).
Supergroups
are sometimes formed as side projects and
thus not intended to be permanent, while other times can become the primary
project of the members' careers. It became popular in late 1960s rock music for
members of already successful groups to record albums together, after which
they normally split up.
Sementara kalau melihat dari kamus lain, bisa mengambil
versi dari Merriam Websters Dictionary
yang mengatakan a rock group made up of
prominent former members of other rock groups; also : an extremely
successful rock group.
Tapi
mungkin ini juga harus dilihat dari point
of view orang Indonesia. Melihat dari situasi dan kondisi yang terjadi
selama ini di dunia musik Indonesia. Artinya, hasil akhir pemilihan kelima grup
band tersebut, harus bisa dimaklumi dan dipahami sebaik-baiknya. Karena toh,
memang ternyata kelima grup terpilih di atas itulah, layak masuk kategori yang
“ter-super”
Super?
Grup yang ini ga lah, grup yang itu masak disebut super sih? Ok, perdebatan
akan jadi panjang nih. Dan menjadi perdebatan tak berujung, apalagi kalau sudah
masuk soal selera. Menyoal selera mah,
sangat sulit diperdebatkan.
Tapi
begini saja, pihak promotor acara super ini yaitu, XI Creative, sejatinya telah berupaya semaksimal mungkin menyajikan
sesuatu yang “sangat spesial”. Yang berbeda dan fresh, ya sebut saja begitu. Suatu ide konsep yang diniati serius,
menyegarkan dunia musik pertunjukkan Indonesia. Dengan tak meninggalkan begitu
saja, situasi dan kondisi terkini dunia musik Indonesia juga adanya.
Dewan Pimpinan Pusat dari XI-Creative |
Produser Pelaksana, Dadang Nugraha. Executive Producer, Irman Alvian. Penanggung Jawab Penualan, Pemasran, Ticketing, Rezky Ichwan. Produser Eksekutif, Kadri Mohamad dan Bagus Santosa |
Pra Petinggi dan Pelaksana #5UPERGROUPinConcert dari XI Creative. |
Well,
saya sebut di atas sebetulnya ada sekitar ya sebut saja 8 grup band yang masuk
kategori itu. Pihak XI Creative memang harus menyeleksi” lagi, paling tidak
hanya sebatas maksimal 5 grup band yang bisa ditampilkan. Kan menyangkut yang
namanya durasi pementasan?
Dan
jadi begitulah ya. Bagaimana pergerakan awal dari ide konsep “super” eh atau pentas
musik yang berbeda itu. Tentunya harus langsung diikuti berikutnya, bagaimana
mewujudkannya? Bagaimana merealisasikannya di atas panggung, menjadi sebuah
tontonan yang benar-benar, segar, relatif baru dan...jangan lupa, menyenangkan
dan menyamankan penonton.
Penting
dong, mengemas sebuah tontonan musik yang bisa...ini bahasa gaulnya, ngenakkin penonton. Bahasa saya, bikin
puas nonton dan bisa bikin kemudian pulang ke rumah hati senang dan tidurpun
pulas.
Pihak
XI Creative sendiri, sebenarnya nama baru dalam dunia kepromotoran showbiz. Mereka sukses mengawalinya
dengan pementasan Lomba Cipta Lagu
Remaja Plus, LCLR+. Gawe pertama
mereka itu sold out, digelar di Balai
Kartini pada 1 dan 2 Oktober 2015. Waktu itu menampilkan sosok Yockie Suryoprayogo, sebagai konseptor
musik dan juga menjadi direktur musik pada pergelaran tersebut.
Tiket
habis, untuk 2 hari pertunjukkan, di dalam gedung berkapasitas sekitar 1200-an
tepat duduk. Mereka rupanya, lalu berkeinginan melanjutkan lagi kiprahnya. Kali
ini dipilih venue lebih besar, Plenary
Hall di Jakarta Convention Centre.
Dan gedung konperensi yang sudah sejak 1970-an jadi venue bergengsi untuk event
musik itu, lalu “disulap” sehingga akan dapat menampung sekitar 3500-an
penonton.
Mereka
awalnya adalah semacam komunitas alumnus SMAN 11 Bulungan, Jakarta Selatan,
dengan periode kelulusan sekitar 1980 sampai 1982. Para pengurus intinya, tak
ada yang berpengalaman di dunia kepromotoran musik. Mereka profesional di
bidangnya masing-masing, semua di luar dunia showbiz musik.
Selalu
ada muatan misi sosial dalam acara mereka. Sama seperti pergelaran di tahun
2015 silam itu, saat 5UPERGROUP juga, mereka menyisihkan keuntungan mereka
untuk para guru-guru mereka di masa SMA dulu. Misi sosial tersebut, malah menjadi maksud dan
tujuan utama dalam setiap pergelaran yang mereka adakan.
So,
jadi cerita dari konser tersebut begitulah adanya. Maka dikarenakan pihak XI
Creative berdiri lebih sebagai promotor, dalam hal ini menggulirkan konsep dan
mencari cara untuk membiayai kegiatan tersebut, jadi mereka mencari pihak lain
sebagai eksekutor dari ide dasar mereka.
Lantas
didapatlah Oleg Sanchabakhtiar, yang
didapuk menjadi creative/art director
acara ini. Oleg, sebelumnya dikenal luas sebagai sutradara klip musik handal,
peraih banyak penghargaan dan belakangan mulai “menyebrang” ke dunia showbiz. Ya
sebagai tenaga crative director itulah.
Oleg
lah yang bertugas menjadi eksekutor, membesut pergelaran ini. Mewujudkan semua
ide dan gagasan promotor, lalu menghidangkannya ke penonton. Oleg beserta
timnya didukung tenaga lain seperti untuk stage
dan lighting yang dihandle oleh Indopro, yang dipimpin Jimmy Turangan.
Kemudian
ada tenaga mercenaries lain, yaitu Olen Pelupessy, yang bertanggung jawab
atas production acara tersebut. Olen
bertugas antara lain menyiapkan gedung, melakukan loading dan stage building.
Sampai juga Olen yang membantu Oleg, dalam menggambar desain panggung. Ide stage plotting atau blocking semua
personil dari kelima band, datangnya dari Oleg tentu saja.
Ada
satu pihak pendukung acara ini, yang teramat penting juga yaitu DSS Sound System. Pihak DSS menyediakan
kebutuhan seluruh sound system, PA
system, mixers, monitors serta
termasuk backlines. Backlines ini
maksudnya all band equipment, yang
diperlukan seluruh band yang akan tampil.
Artinya,
komandan eksekutor sudah ada, didukung tim yang memiliki pengalaman dalam
menyelenggarakan konser seperti itu. Dan tim keseluruhan mulailah bekerja,
sementara promotor bekerja menyediakan seluruh pendanaan, antara lain
menjaringnya via sponsor. Dan juga, ini hal penting lain, menjual acara ini ke
publik!
Ok
saya mencoba memberi gambaran sisi lain dari acara ini. Sisi-sisi menariknya.
Tadi di atas sebelumnya saya sudah ceritakan mengenai promotornya, tim
eksekutornya, termasuk band-band terpilihnya. Ada sisi menarik lain nih. Mungkin
ini acara terbilang besar, yang pertama kali “memilih” hari Selasa sebagai hari
penyelenggaraannya!
Biasanya
kan, pergelaran konser idealnya digelar pada akhir pekan, atau mendekati akhir
pekan. Ini di weekday dan apalagi
hari Selasa! Berani betul ya. Ya harus “terpaksa” memberanikan diri,
dikarenakan pihak promotor kepengen banget harus di JCC. Tapi hari kosong yang
tersisa, yang bisa dipakai, tinggal hari Selasa, pada 21 November 2017 itu.
Well, apa boleh buat?
Mereka,
pihak promotor, memahami bahwa effort mereka
untuk menjual acara mereka ini ke publik jadi berlipat. Bisa dibilang, publik
kayaknya tak terbiasa, hang-out
nonton pergelaran konser di hari biasa, apalagi lebih “istimewa” lagi, ini di
hari Selasa. Hari yang tak lazim sih
sebenarnya, buat penyelenggaraan konser! Wah, tantangan seru nih!
Tetapi
itulah, bagaimana kudu menyiasati hari penyelenggaran yang tak biasa begitu, sebagai
D-Day pelaksanaan ide konser besar
yang berbeda. Dituntut kreaifitas dalam bagaimana mempromosikan acara ini, kudu
gencar tapi efektif “hore-hore” acara ini, ke publik, agar banyak orang datang
berduyun-duyun untuk menyaksikan. Syukur-syukur kalau lantas tiket yang
tersedia ludes alias, sold out. Bakalan jadi cerita manis tentu saja.
Oh
iya, XI Creative gelagatnya kan akan serius menjadi promotor musik?
Mengedepankan ide-ide konsep pergelaran yang besar, dahsyat dan baru? Tetap
dengan ada muatan misi sosialnya kan? Nah artinya, pergelaran mereka memang
harus sukses, baik dalam hal mengundang banyak penonton tapi juga,
menghidangkannya dan membuat penonton puas.
Karena
pertaruhan promotor memang begitulah. Kreatif mengolah ide, lantas bagaimana
mengemasnya, dan bagaimana kemampuan mendatangkan sponsor dan penonton. Gini
ya, kalau sukses apalagi dalam hal ini sukses secara finansial, bukankah akan
terjamin kontinuitas pergerakan mereka sebagai promotor?
Menjamin
bahwa, nantinya mereka akan kembali menghidangkan konsep hiburan lanjutan yang
memuaskan publik? Penonton banyak dan puas, konser berikutnya tinggal tunggu
waktu saja. Publik pasti menanti-nantikannya. Klop dong?
Penting
juga untuk mencermati sisi ini. Bagaimana showbiz begitu penuh dinamika,
dan...misterius! Jadi kita bisa lihat, dalam beberapa tahun terakhir,menurut
catatan saya sejak sekitar 10-15 tahun terakhir, bermunculan promotor-promotor
baru. Sebagian dari mereka berani banget menyelenggarakan acara konser-konser
besar, dan mendatangkan artis ternama luar.
Tapi
dalam 3-4 tahun terakhir, ternyata satu demi satu promotor-promotor relatif
besar itu bertumbangan. Berhenti kegiatannya, entah untuk sementara atau untuk
waktu yang tak bisa ditentukan. Yang masih bertahanpun, ekstra hati-hati dalam
menggelar konser, tak lagi jor-joran.
Kabarnya,
salah satu alasannya adalah mereka merugi! Sponsor makin sulit, animo publk untuk
menonton masih tinggi, tetapi daya beli untuk mampu membeli tiket harga tiket
yang terbilang tinggi, terkesan menurun. So, incomes menurun, biaya produksi tinggi terus. Apalagi harga-harga
artis atau grup band, terutama yang luar negeri, malah terasa bertambah mahal.
Resikopun membesar.!
Begitu
deh, there’s no business like show
business! Kalau tak lagi berani berspekulasi,lebih baik memilih...
“tiarap”. Tiarap lalu, tertidur pulas? Ya sutralah, berhenti “bermain”. Pilih
bidang lain, yang tak terlalu beresiko besar kayak showbiz. Masuk akal sih.
Lantas
bagaimana hasil dari pergelaran konser 5UPERGROUP kemarin itu? What’s the result? Penonton puaskah?
Saya pilih, cerita sedikit dulu, bagaimana suasana mewujudkan konsep konser di
waktu-waktu jelang acara. Maksudnya, eksekusi tahap akhirnya bagaimana?
Saya
pikir, lebih baiklah saya ceritakan hal tersebut. Karena kan kalau membaca saja
mengenai acara konsernya, puluhan media sudah memberitakannya. Pihak promotor
itu sukacita dengan pemberitaan yang ada, baik sebelum maupun sesudahnya.
Lantas,
apakah dampak dari pemberitaan itu akan bermanfaat dan berguna,bagi pergerakan
mereka selanjutnya? Soal efektifitas? Sudahlah,itu urusan lain. Nanti saja saya
obrolin eh tuliskannya. Ok?
Jadi
kembali ke atas panggung besarnya 5UPERGROUP, pada pagi hari di Selasa, 21
November. Jadwal persiapan akhir, untuk soundcheck
harusnya sudah bisa dimulai jam 09.00 pagi. Tapi terpaksa molor, karena listrik
baru menyala mendekati jam 10.00 wib. Padahal dari sebelum jam 09.00 seluruh
tim pendukung sudah standby.
Grup
band yang mendapat jadwal soundcheck pertama, GIGI, sudah ready di backstage. Oleg
pun belakangan sudah hadir, lalu memberi briefing
pada tim stage management, yang baru
terlihat di venue di hari itu. Pada areal Front-House,
pas depan stage, sudah tersedia lengkap jejeran 5 mixer yang disediakan DSS.
Komando untuk sound langsung ditangani oleh Donny Hardono sendiri, pemilik DSS.
Dengan
5 mixer tersedia, berarti setiap band memiliki mixernya masing-masing,
memungkinkan bila dapat terjadi kolaborasi beberapa band. Bahkan bila saja
kelima band mau tampil bareng, sudah bisa dilakukan. Semua mixer dari merk dan
tipe yang sama.
Setiap
grup band yang tampil, juga memiliki sound
engineernya masing-masing. Seperti God Bless, memakai Dede. Lalu GIGI dengan Nabil
Husein. Lalu Krakatau Reunion, langsung dihandle oleh Donny Hardono
ditemani anaknya, Agi. Sementara itu
Kahitna, memakai Goutama Adji
bersama Danny Lisapaly. Dan Sheila on
7 menggunakan sound-engineer tetap mereka, Den
Bari.
Terjadi
sedikit hambatan, saat soundcheck. Stage
plotnya yang telah final, dimintakan beberapa grup band untuk bisa
direvisi. Terutama soal plot stage untuk drums,
termasuk stage untuk perkusinya Kahitna. Hanya Kahitna yang ada pemain
perkusinya. Maka dilakukan revisi, termasuk penambahan riser untuk drums.
Tujuan
utamanya agar supaya, semua drummer dapat terlihat “lebih jelas” untuk
penonton. Tetapi memang menimbulkan “persoalan” lain, revisi di saat akhir itu
akan ‘mengorbankan” pemandangan penonton terhadap panggung. Panggung jadi crowded. Mau gimana lagi?
Konsep
awal, akan ada kolaborasi beberapa grup band. Dalam mengisi jeda pergantian
satu band ke band lainnya. Misalnya, antara GIGI ke Krakatau Reunion. Pada
kesempatan soundcheck sempat dicoba, dengan diawali dulu diskusi di atas
panggung. Masalahnya, diskusi terjadi di saat acara makin mendekat, waktu
terlalu terbatas.
Jadinya,
diambillah jalan keluar, ini ide datang dari Indra Lesmana. Battle saja antara drummer dan bassis
GIGI,yaitu Gusti Hendy dan Thomas Ramdhan dengan Prasadja Budidharma dan Gilang Ramadhan, sebagai bassis dan
drummer Krakatau Reunion. Hanya itu yang bisa dilakukan, dalam waktu mepet
begitu.
Ada
juga ide untuk ‘menyatukan” seluruh band, main bareng, di lagu penutup. Dalam
hal ini, dipilihlah lagu ‘Rumah Kita’nya God Bless. God Bless menjadi band
utamanya, dan wakil-wakil dari ke-4 band lain ikut tampil. Atau, pilihan lain
adalah lagu, ‘Semut Hitam’nya God Bless.
Sempat
didiskusikan dengan pihak God Bless, juga melibatkan grup lain. Tapi hasil
akhir, ternyata diakui sulit dilakukan bila tidak dicoba dulu secara lebih
serius sebelumnya. Maksudnya, harus latihan dulu sebenarnya, sehingga akan
menjadi jam-session yang rapi dan
enak ditonton dan didengar.
Kunci
utama untuk bisa terjadinya kolaborasi yang ideal adalah pada komunikasi.
Bagaimana setiap band mendapatkan approach,
diajak berdiskusi, diobrolin langsung. Rasanya semua band tak akan menolak,
bila saja dilakukan pendekatan “akrab” langsung ke satu persatu band.
Sayangnya,
komunikasi intens yang akrab tak terjadi. Maka rencana kolaborasi menjadi
mentah. Sulit untuk direalisasikan. Memang beresiko, kalau saja kolaborasi
bentuknya hanya sekedar jam-session spontan. Alhasil, memang terasa sangat
minim adanya jalinan yang nikmat ditonton dan didengar, antar kelima grup band
yang tampil.
Padahal
kalau kejadian tuh, potensinya besar sekali untuk menjadi sebuah surprise yang menyenangkan banget
penonton. Akan menjadi hidangan sangat unik dan menarik walau zonder batik sekalipun, yang tak mudah
ditemui di konser-konser lain. Kolaborasi GIGI dan Krakatau-Renuion yang lebih
“dalam” misalnya? Atau mempertemukan Krakatau Reunion dengan Kahitna, mereka
main bareng? Kolaborasi apa lagi, Kahitna dan Sheila on 7??
Bukan
hal yang mustahil. Tapi ya seperti saya bilang di atas, harus diawali dengan personal approach ke setiap band.
Dilakukan tidak dalam waktu yang relatif mepet. Kalau saja ada komunikasi,
obrolan-obrolan dari “jauh-jauh hari”, pastinya.... there’s nothing impossible!
Pada
akhirnya, sampai Donny Hardono sempat melontarkan gagasan, kita coba lagi yiuk
bikin di tahun depan konser 5UPERGROUP ini. Tapi dengan ada kejutan buat
penonton yang sangat spesial, semua band main bareng! Boleh juga, sekali lagi
bukan mustahil sih, asal didahului ajak ngobrollah setiap grup band....
Dari
apa yang terjadi dalam konser 5UPERGROUP, pelajaran paling berharga yang bisa
disimak dan menjadi masukan, tentu bagi promotor-promotor lain, bagaimana
mengemas sebuah ide “orisinal” yang dahsyat, direalisasikan menjadi sebuah
tontonan yang memang betul-betul dahsyat.
Konsep
disempurnakan, didiskusikan lalu digodok secara matang. Tapi itu kan baru
tertulis di atas kertas, paling jauh sampai pada perbincangan. Realisasi akhir,
pastilah bagaimana tontonan tersebut sepenuhnya, yang ditangkap mata, telinga
dan hati penonton.
Mohon
maaf saja, kalau melihat besarnya ide, konsep dan nama konser ini, ternyata
hasil akhirnya punya kekurangan justru dalam mewujudkan secara nyata konsep
dahsyat tersebut.
Beberapa
penonton memberi penilaian, blocking panggung
terlalu penuh, ga nikmat jadinya ditonton. Panggung kenapa tidak dibuat sedikit
lebih tinggi, karena memang dari sisi angle
pandangan penonton VIP, penampilan para musisi jadi terpotong.
Sisi
lighting juga kurang bekerja maksimal, termasuk jejeran screen multi-media, yang awalnya terkesan wah dan megah betul. Tapi
terkesan kurang digarap maksimal. Harusnya, bisa lebih baik. Sehingga memang
penonton akan memperoleh “kenikmatan” yang sempurna.
Sisi
lighting itu, kalau saja dikonsep, bahwa setiap grup band yang tampil
memperoleh konsep tampilan pencahayaan berbeda-beda. Sehingga akan terasa
karakteristik tersendiri masing-masing, disesuaikan dengan musik kelima grup
tersebut, pasti akan lebih menarik lagi.
Namun
pendapat orang kan memang banyak, masing-masing penonton punya penilaian
sendiri-sendiri. Toh juga ada yang menyebut, sebenarnya bisa menonton kelima
grup band itu saja, sudah bagus banget. Oh konsernya dahsyat kok, bisa
mengumpulkan kelima grup tersebut, itu sudah mengesankan!
Idenya
itu gila banget sih, kata penonton lain. Kudu sering-sering tontonan konser
begitu, apalagi mengedepankan musisi-musisi Indonesia yang keren-keren. Nah itu
dia, pas. XI Creative memang juga ada misi lainnya sebenarnya, mengedepankan
musisi, grup band dan artis penyanyi negeri sendiri ini yang berkwalitas. Bisa
jadi moto mereka juga, Cintailah ploduk-ploduk
Indonesia....
Terutama
di ibukota Jakarta, agak jarang bisa ditemui tontonan konser yang asli
mengandalkan performance dari grup
band dan penyanyi-penyanyi bagus Indonesia. Apalagi waktu lalu, dimana ada arus
“intervensi” artis top dan grup band ternama luar, yang berbondong-bondong
datang ke sini. Artis dan grup band lokal, sempat lho terpinggirkan....
Dari
tontonan konsernya sendiri. God Bless membuka acara, di saat jam 20.00 lewat
sekitar 25an menit. Penonton terkesima. Ini serunya, God Bless beruntung jadi
band pembuka. Dengan musik hard rocknya.Penonton datang, siapmenonton, enerji
mereka masih “full”, enerji untuk nonton.
Disentak
langsung musik kerasnya God Bless. Bagaimana figur seorang rocker tulen, Achmad Albar yang usianya sudah lewat
70 tahun tapi tetap enerjik dan...rockin’!
Saya pikir, sebagian penonton, malah mungkin saja sebagian besarnya, awalnya
tak begitu “suka” dengan God Bless.
Mereka
datang menonton, beli tiket,bukan karena pengen menonton Achmad Albar, Ian Antono, Donny Fattah, Abadi Soesman
dan Fajar Satritama. Berani
taruhanlah! Tapi begitu musik menderu-derunya menggebrak panggung, penonton
kaget! Asyik juga ternyata.
Jadi,
mereka kayaknya sih ga suka karena
memang belum pernah mendengar musik God Bless. Apalagi menonton live mereka. Well, tak kenal maka tak
sayang, dude... Ya kan? Rock kerasnya
God Bless ternyata enak juga didengar dan ditonton ya? Pasti deh ada yang merasakan
hal itu. First time, first experience
menyaksikan God Bless!
Suka
tak suka, mau tak mau haruslah diakui God Bless yang paling lawas, tetapi
sejatinya paling tepat disebut the
real-one, sebagai sebuah supergrup. Mereka telah menjadi sosok grup band
rock nomer wahid Indonesia, bahkan sejak awal berdirinya, di 1973.
God
Bless, sambung GIGI. Armand Maulana, Thomas Ramdhan, Gusti Hendy serta Dewa
Budjana, sedari awal mengabarkan lebih fokus menyajikan lagu-lagu hits
mereka dari era 90-an. Dan strategi merekajitu euy! Penonton suka, senang dan
nyanyi barenglah.....
Mereka
beranggapan, penonton kelihatannya bakalan banyak yang dari umur-umur lebih
matang, 40-an ke atas. Penonton dengan kategori usia itu, pastilah lebih akrab
dengan hits mereka di tahun 1990-an. GIGI pengen hadir “sebentar”, jatah main
per-grup hanyalah 30 menitan, tapi menghibur total. Berhasil, berhasil!
GIGI
adalah sosok grup band pop rock terbaik Indonesia, yang datang dari era
1990-an. Mereka tetap eksis, memiliki basis komunitas fans loyal yang setia.
Masih disibukkan jadwal manggung di seluruh penjuru Nusantara, walau seringkali
“terganggu” juga dengan jadwal Dewa Budjana dalam karir solonya yang melanglang
buana, ke berbagai negara.
Dari
GIGI ke Krakatau Reunion. Ya diawali atraksi “perang-perangan” drummer dan
basis itu. Begitu lagu ‘La Samba Primadona’ dibawakan dengan lantang oleh Trie
Utami, penonton goyang. Juga ikutan menyanyi, so pasti.
GIGI
pop rock ke Krakatau Reunion, yang menghidangkan jazz pop. Atau ya sebut saja,
jazz tapi dengan memperoleh suasana pop kental. Entah apa jadinya sebutan musik
mereka. Namun mereka tetap solid dengan formasi sejak 1987 dengan para
pendirinya yang memulai Krakatau sejak 1985, Donny Suhendra, Dwiki
Dharmawan dan Prasadja Budiharma.
Sementara
di 1987 itulah masuk Gilang Ramadhan dan juga Indra Lesmana, selain “anggota termuda”, Trie Utami. Mereka di era
1987-1990an sempat mengalami masa kejayaan, sebagai salah satu grup jazz pop
terlaris. Walau kenyataan serunya adalah, jadwal manggung mereka sejak mereka
kumpul ber-reuni lagi di 2015, jauh
lebih banyak dari saat jaman keemasan mereka di era 1980-an silam itu.
Krakatau,
yang memakai nama tambahan “Reunion” silam setelah menghangatkan panggung.
Digantikan “adik” mereka, Kahitna. Krakatau Reunion, sendiri sejak era 1980-an
saya sih menyebutnya sebagai superfusionband.
Dan Kahitna, pada masa awalnya musiknya nyaris “11-12” dengan Krakatau. Saya
sempat memperkirakan, well another next
superfusionband born....
Mereka
“abang-adik” di ajang bergengsi Light Music Contest. Krakatau dikenal luas
setelah menjuarai ajang LMC tersebut di tahun 1985. Sementara Kahitna muncul
setahun kemudian menjadi runner-up di
bawah Emerald Band.
Saat
tampil di LMC sih, musik Kahitna dan Krakatau tidaklah sama persis. Ada
perbedaan. Tapi “keribetan” musiknya sama. Jazz-jazzan dengan pameran skill... Tetapi ketika Kahitna lalu
masuk dapur rekaman. dengan merilis debut albumnya di 1994, mereka merubah
total musiknya, menjadi “sangat” pop.
Kahitna
ini hebatnya bertahan terus juga dengan formasi tetapnya, hanya ada pergantian
vokalis, Ronny Waluya digantikan Mario Ginanjar. Lainnya tetap, Carlo Saba dan Hedy Yunus vokalis) dengan Andrie
Bayuaji, Dody Is, Budiana, Harry Suhardiman dan Bambang
Purwono. Tentu saja dengan motor utamanya, Yovie Widianto.
Mereka
supergroup dalam konteks yang rada beda. Fansnya banyak banget, itu jelas.
Bahkan bisa dibilang bisa jadi sebagian besar penonton di 5UPERGROUP kemarin,
sebenarnya adalah fans mereka, atau paling tidak memang menanti-nantikan
penampilan mereka. Hits mereka itu banyak banget.
Maka
tak pelak lagi, mereka sebenarnyalah yang paling sukses penampilannya di malam
kumpulan supergroup se-Indonesia saat itu. Lihat saja, penonton sing-along dan diawali dengan seluruh
gedung mengikuti ajakan ketiga vokalis Kahitna untuk menyalakan cahaya dari
piranti handphone masing-masing
penonton!
Kahitna
mengisi slot waktu bisa dibilang paling efisien, pas 30 menit-an saja. Walau
penonton meminta tambahan lagu, mereka langsung menghilang dari atas panggung.
Digantikan oleh Sheila on 7. Nah grup pop asal Yogyakarta ini, bolehlah disebut
grup termuda. Berasal dari era 2000-an.
Sekedar
mengingatkan, di awal 2000an ada trend
hits yang mana membuat beberapa grup band sukses besar, menembus angka lebih
dari 1 juta-an copies album mereka.
Ada Padi, Slank, Dewa, Jamrud nah juga termasuk Sheila on 7 saat itu.
Sheila
on 7 tampil tetap dengan Erros Chandra,
Akhdiyat Duta Modjo, Adam Subarkah serta Brian Kresno Putra. Dan dari jejeran
supergroup malam itu, Sheila on 7 bersaing ketat dengan Kahitna untuk spesial
urusan....banyak-banyakkan hits yang
merajai tangga lagu-lagu di Indonesia, serta negara-negara tetangga!
Sheila
on 7 menjadi grup terakhir yang tampil. Tapi acara belumlah selesai, karena
kemudian God Bless tampil kembali. Tugas menutup acara memang diserahkan pada
Achmad Albar, yang lalu melantunkan lagu ‘Rumah Kita’. Lagu itulah yang
harusnya dimainkan bareng-bareng, maksudnya melibatkan juga personil empat grup
lainnya.
Tapi
akhirnya, karena ketiadaan waktu persiapan yang memadai itulah, yang terjadi
hanyalah para vokalis ke empat grup lain yang menyanyi bersama dengan Achmad
Albar. Para personil grup lain, hanya naik saja ke atas panggung.
Dan
selesai sudah pergelaran itu. Semoga saja menjadi sebuah catatan manis, dalam
sejarah musik Indonesia. Bagaimana sempat terjadi sebuah konser besar,
menampilkan grup-grup berkategori “super”, tentu saja super dengan
catatan-catatan tersendiri. Dan bisa berjalan lancar, dari awal hingga akhir.
Soal
ada hal-hal yang....sebaiknya begini, sebaiknya sih begitu, kenapa tidak
begini, atau begitu, anggap saja sebagai sesuatu yang lumrah. Nobody’s perfect kan? Yang penting,
publik datang berduyun-duyun untuk menonton, ikut menyanyi bersama, terlihat
sebagian besar sukacita. Pulangpun tersenyum.
Saya
pribadi bersyukur, memperoleh kesempatan terlibat dalam konser besar ini. Menjadi
anggota dewan produser pelaksana, dengan spesifikasi job khusus. Mercenaries
lagi, seperti biasa. Nah, karena main job
memang ada, maka jeprat-jepret menjadi sampingan iseng saja, di sela-sela acara
itu.
Pengalaman
saya kemarin itu, seru deh. Tapi juga menyesakkan. Karena memang memotret
hanyalah sambilan, maka tak terlalu memperhatikan keberadaan batere kamera
saya, yang sebenarnya “terbatas”. Asyik motret-motret dari siang harinya. Lalai
memperhatikan power tersisa di batere
kamera. Alhasil, pas Sheila on 7 baru memulai giliran tampil;, batere kamera
habis-bis! Langsung berhenti memotret. Apes dah!
Ya
menyesakkan sih, lama tak pernah menonton penampilan Duta dan kawan-kawan itu.
Lama juga tak memotret aksi panggung mereka. Begitu ketemu lagi, batere kamera
tipis-pis, cuma bisa memotret mereka di “setengah lagu” pertama, dan tentu
dengan jumlah jepretan sangat minim.
Akhirul
kata, sampai jumpa di konser-konser berikutnya. Kita berharap XI Creative juga
tetap akan meneruskan kiprah ke promotorannya, dan menghasilkan lagi ide-ide
konser dahsyat lainnya. Dan semoga, akan memberi suguhan tontonan konser
dahsyat yang lebih baik lagi dari konser kemarin itu.
Proficiat!
/*
It is a good medicine
to go to concert hall and forget the harshness of what’s going on. I can be a
very positive thing. – Itzhak Periman
*Terima
kasih untuk Dadang Nugraha, Kadri Mohamad dan kakak-kakak yang baik dari XI
Creative, yang telah melibatkan saya di #5UPERGROUPinConcert.
No comments:
Post a Comment